Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan


peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan
kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

Undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan telah beberapa


kali diubah dan disempurnakan, yaitu dengan UU Nomor 7 Tahun 1991, UU
Nomor 10 Thun 1994, UU Nomor 17 Tahun 2000 dan yang terakhir UU Nomor
36 Tahun 2008.

Pajak Penghasilan dikelompokkan menjadi PPh bersifat Final dan PPh bersifat
tidak final. Pajak penghasilan bersifat final artinya pajak penghasilan yang
pengenaannya sudah final (berakhir), sehingga tidak dapat dikreditkan
(dikurangkan) dari total pajak penghasilan terutang pada tahun akhir pajak.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan PPh Final ?

2. Bagaimana cara menghitung PPh bersifat Final ?

3. Apa saja yang terangkum dalam PPh Final pasal 15?

4. Apa yang dimaksud dengan pajak penghasilan atas penghasilan bersifat


final pasal 4 ayat (2) UU PPh ?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah

1. Mengetahui pengertian PPh Final dan penggolongannya

2. Memahami cara menghitung PPh bersifat Final

3. Dapat menjelaskan PPh Final pasal 15

4. Mampu memahami pajak penghasilan bersifat final pasal 4 ayat (2) UU


PPh
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima/ Diperoleh


Wajib Pajak Yang Memiliki Peredearan Bruto Tertentu

1. Pengertian
Pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha bagi Wajib Pajak dengan
peredaran bruto tertentu bersifat final, dimaksudkan agar dapat memberi
kemudahan bagi Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan dari usaha dengan
peredaran bruto tertentu dapat melakukan perhitungan, penyetoran dan pelaporan
pajak penghasilan yang terutang.
Pengertian dari PPh final adalah bahwa atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh akan dikenakan PPh dengan tarif tertentu dan dasar pengenaan
pajak tertentu pada saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh. PPh yang
dikenakan, baik yang dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri, bukan
merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang tetapi sudah langsung melunasi
PPh terutang untuk penghasilan tersebut. Dengan demikian, penghasilan yang
dikenakan PPh final ini tidak akan dihitung lagi PPh nya di SPT Tahunan untuk
dikenakan tarif umum bersama-sama dengan penghasilan lainnya. Begitu juga,
PPh yang sudah dipotong atau dibayar tersebut juga bukan merupakan kredit
pajak di SPT Tahunan.

2. Wajib Pajak

Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu dalam PPh bersifat final 1% sebagai
berikut:
1. Wajib Pajak orang pribadi dan badan kecuali bentuk usaha tetap.
2. Wajib Pajak orang pribadi dan badan kecuali bentuk usaha tetap menerima
penghasilan dari usaha tidak termasuk penghasilan jasa sehubungan dengan
pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000
untuk semua cabang dalam satu tahun pajak.
Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas meliputi:
1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas seperti pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, peniali, dan aktuaris.
2. Pemain music, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, pemain drama.
3. Olahragawan
4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.
5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
6. Agen iklan
7. Pengawas atau pengelola proyek
8. Perantara
9. Petugas penjaja barang dagangan
10. Agen asuransi
11. Distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan
sejenis lainnya.
Berikut yang tidak termasuk Wajib Pajak dalam PPh bersifat final 1% meliputi:
1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan
dan/atau jasa yang dalam usahanya:
a. Menggunakan sarana dan prasana yang dapat dibongkar pasang baik
menetap maupun tidak menetap
b. Menggunakan sebagian maupun seluruh tempat umum yang tidak
seharusnya digunakan untuk usaha.
2. Wajib Pajak badan yang
a. Belum beroperasi secara komersial
b. Dalam jangka waktu satu tahun setelah beroperasi secara komersial
memperoleh peredaran bruto melebihi Rp 4.800.000.000

3. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak


Besarnya tarif PPh bersifat final 1% adalah 1% dan bersifat final, besarnya tarif
tersebut dikalikan dengan jumlah peredaran bruto usaha sebulan.
Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung PPh bersifat
final 1% adalah:
1. Dasar pengenaan pajak adalah peredaran bruto dari usaha dalam satu tahun
pajak terakhir sebelum tahun pajak yang bersangkutan.
Contoh : CV Melati adalah usaha dalam bidang pakaian. Pada tahun 2014
memiliki peredaran bruto usaha sebesar Rp. 4.200.000.000. pada tahun
2015, CV Melati menghitung PPh bersifat final 1%.
2. Dalam hal peredaran bruto kumulatif Wajib Pajak pada satu bulan telah
melebihi Rp4.800.000.000 dalam satu tahun pajak maka Wajib Pajak tetap
dikenakan PPh final 1% sampai dengan akhir tahun pajak yang
bersangkutan.
Contoh : apabila CV Melati pada bulan Januari sampai September
memperoleh peredaran bruto usaha sebesar Rp 5.200.000.000, atas
penghasilan usaha yang diterima CV Melati sampai dengan Desember 2015
(akhir tahun pajak 2015) tetap dikenai tariff PPh bersifat final 1%.
3. Dalam hal peredaran bruto Wajib Pajak telah melebihi Rp 4.800.000.000
pada suatu tahun pajak maka penghasilan yang di peroleh Wajib Pajak pada
tahun pajak berikutnya dikenai tarif PPh sesuai ketentuan Undang-undang
Pajak Penghasilan.
Contoh : apabila CV Melati pada bulan januari hingga desember 2015
memperoleh peredaran bruto usaha sebesar Rp 6.500.000.000, penghasilan
yang diterima CV Melati pada tahun 2016 dikenai PPh sesuai ketentuan UU
PPh (tidak menggunakan PPh Final tariff 1% dari peredaran bruto ini).

4. Menghitung PPh Bersifat Final 1%


Dasar untuk menhitung PPh final adalah peredaran bruto yang di dapat
dari usaha setiap bulannya.
PPh terutang sebulan = tarif x dasar pengenaan pajak sebulan
= 1% x peredaran bruto usaha sebulan
5. Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan

Beberapa tata cara penyetoran dan pelaporan PPh bersifat final 1% :


1. Wajib Pajak yang hanya menerima penghasilan yang dikenai pajak
penghasilan bersifat final 1% tidak wajib membayar angsuran pajak
sebagaimana diatur dalam pasal 25 UU PPh (yaitu angsuran PPh setiap bulan
yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak). Tetapi jika Wajib Pajak menerima
penghasilan yang dikenai PPh final 1% juga menerima penghasilan yang
dikenai pajak dengan tariff umum PPh maka wajib dibayar angsuran pajak
sesuai dengan ketentyuan UU PPh.
2. Penyetoran pajak dilakukan melalui kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan dengan menggunakan SSP atau sarana administrasi lain
yang disamakan dengan SSP yang telah mendapat validasi dengan NTPN
paling lambat 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
3. Pelaporan dilakukan dengan menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) Masa
Pajak paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.
Wajib pajak yang telah melaporkan dianggap telah menyampaiakn SPT,
sedangkan wajib pajak yang telah meneytor pajak tetapi dalam SSP tidak
mendapat validasi harus menyampaikan SPT Masa PPh pasal 4 ayat 2 ke
kantor pelayanan pajak.
4. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang
memiliki peredaran usaha tertentu yang pipotong atau dipungut pihak lain
diatur sebagai berikut:
a. Atas pemungutan PPh pasal 22 oleh bendaharawan pemerintah dengan
menggunakan SSP yang telah diisi atas nama rekanan:
1) Dapat diajukan permohonan pemindahbukuan sesuai dengan ketentuan
mengenai tata cara pembayaran pajak memalui pemindahbukuan.
2) Dapat diajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak
terutang sesuai dengan ketentuan; atau
3) Dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang untuk tahun pajak
yang bersangkutan.
b. Atas pemotongan/ pemungutan PPh oleh pihak lain dengan bukti
pemotongan/ pemungutan termasuk pemungutan PPh pasal 22 atas impor:
1) Dapat diajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak
terutang sesuai dengan ketentuan; atau
2) Dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang tahun pajak yang
bersangkutan.
5. Atas penghasilan dari usaha yang dikenai PPh bersifat final 1% dilaporkan
dalam Surat Pemberitahuan Tahunan PPh pada kelompok penghasilan yang
dikenai pajak bersifat final, sebagai berikut:
a. Formulir 1770-III atau Lampiran III bagian A nomor 16 (“Penghasilan
Lain yang Dikenakan Pajak Final dan/atau bersifat final”)bagi wajib
pajak orang pribadi
b. Formulir 1771-IV atau Lampiran IV bagian A nomor 14 dengan
menuliskan “Penghasilan usaha Wajib Pajak memiliki peredaran bruto
tertentu” bagi Wajib Pajak badan.

B. Pajak Penghasilan Bersifat Final Pasal 15

Disebutkan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 15 tentang


penghitungan khusus untuk menghitung penghasilan neto bagi Wajib Pajak yang
tidak dapat dihitung dengan ketentuan umum yang berlaku dalam Pasal 16 UU
PPh. Ketentuan tersebut diatur dalam Kepeutusan Menteri Keuangan dan
perpajakan lainnya.

Penghitungan khusus untuk Wajib Pajak tertentu dalam Pasal 15 UU PPh


adalah:

1. Perusahaan pelayaran dan penerbangan internasional;


2. Perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas, dan
panas bumi, perusahaan dagang asing;
3. Perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah.

Pelaporan PPh pasal 15 dalam Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 15 meliputi:
1. Imbalan yang dbayarkan/terutang kepada perusahaan pelayaran dalam negeri;
2. Imbalan yang diterima karena pengangkutan orang dan/atau barang ,
penyewaan kapal laut oleh perusahaan pelayaran dalam negeri;
3. Imbalan carter (sewa) kapal laut dan/atau pesawat udara yang
dibayarkan/terutang kepada perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar
negeri;
4. Imbalan yang diterima karena pengangkutan orang dan/atau barang termasuk
carter (sewa) kapal laut dan/atau udara oleh perusahaan pelayaran dan/atau
penerbangan luar negeri;
5. Imbalan carter (sewa) pesawat udara yang dibayarkan/terutang kepada
pesawat penerbangan dalam negeri.

PPh penghasilan perusahaan pelayaran dalam negeri, perusahaan


penerbangan dan pelayaran luar negeri bersifat final. PPh penghasilan perusahaan
penerbangan dalam negeri dikenakan ketentuan perpajakan secara umum.

1. Pajak Penghasilan Atas Imbalan yang Dibayarkan/ Terutang kepada Perusahaan


Pelayaran Dalam Negeri

Diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 416/KMK.04/1996 dan Surat


Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-29/PJ.4/1996.

1. Wajib Pajak dan Objek Pajak


Wajib pajak dalam pasal ini adalah orang yang bertempat tinggal atau badan yang
didirikan dan berkedudukan di Indonesia yang melakukan usaha pelayaran dengan
kapal yang didaftarkan baik di Indonesia maupun luar negeri atau dengan kapal
pihak lain.
Objek pajak dalam pasal ini adalah penghasilan berupa imbalan yang
diterima perusahaan pelayaran dalam negeri, baik dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, baik dari pengangkutan orang dan/atau barang termasuk penghasilan
penyewaan kapal yang dilakukan dari:
a. Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di Indonesia;
b. Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia;
c. Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia;
d. Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lain di luar Indonesia
2. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Tarif PPh ini adalah 1,2%.
Dasar pengenaan pajakini adalah peredaran bruto. Peredaran bruto merupakan
semua imbalan atau nilai pengganti yang diterima Wajib Pajak sebagaimana
diuraikan dalam objek pajak.
PPh terutang bersifat final dihitung dari tarif dikalikan dengan dasar pengenaan
pajak.
1,2% × 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑏𝑟𝑢𝑡𝑜
Contoh kasus:
CV Polan (badan memiliki NPWP) membayar kepada PT C yang merupakan
perushaan pelayaran sebesar Rp50.000.000,-. Atas sewa kapal (charter). Besarnya
PPh Pasal 15 yang harus dipotong oleh CV Polan
Rp50.000.000,- x 1,2% = Rp600.000,

3. Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan.


Pelunasan PPh yang terutang dilakukan sebagai berikut:
a. Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau carter
dengan pemotong pajak, pihak yang membayar atau terutangwajib:
1) Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya
imbalan;
2) Memberi bukti pemotongan PPh atas penghasilan perusahaan pelayaran
dalam negeri (final) kepada pihak yang memperoleh penghasilan
menggunakan bukti pemotongan PPh yang tersedia;
3) Menyetor PPh yang telah dipotong ke kas negara melalui kantor pos atau
bank selambat-lambatnya 10 hari bulan berikutnya setelah bulan
pembayaran, menggunakan SSP;
4) Melaporkan pajak yang telah dipotong dan disetor ke Kantor Pelayanan
Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan
pembayaran, menggunakan Surat Pemberitahuan Masa (SPM) PPh Pasal
15 dilampiri SSP dan bukti pemotongan PPh pelayaran dalam negeri
(final).
b. Dalam hal penghasilan diperoleh selain huruf a, Wajib Pajak perusahaan
pelayaran dalam negeri wajib:
1) Menyetor PPh terutang ke kas negara melalui kantor pos atau bank
selambat-lambatnya 15 hari bulan berikutnyasetelah bulan pembayaran,
menggunakan SSP;
2) Melaoprkan pajak yang disetor ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-
lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan diterimanya
penghasilan, menggunakan SPM PPh pasal 15 dilampiri SSP.

Pajak yang dibayarkan di luar negeri (PPh Pasal 24) dapat diperhitungkan
dengan PPh yang terutang setinggi tingginya 1,2% dari penghasilan yang
diterima di luar negeri tersebut.

2. Pajak Penghasilan Atas Imbalan yang Dibayarkan/ Terutang kepada Perusahaan


Pelayaran dan Penerbangan Dalam Negeri

Diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 dan Surat


Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996.

1. Wajib Pajak dan Objek Pajak


Wajib pajak adalah perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan yang
berkedudukan di luar negeri dan melakukan usaha melalui Bentuk Usaha
Tetap di Indonesia.
Objek pajak adalah penghasilan berupa imbalan yang diterima perusahaan
pelayaran dan penerbangan luar negeri terkait pengangkutan orang dan/atau
barang termasuk carter kapal laut dan/atau udara.
2. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Tarif PPh ini adalah 2,64%.
Dasar pengenaan pajak ini adalah peredaran bruto. Peredaran bruto merupakan
semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang yang diterima wajib pajak
perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri dari pengangkutan
orang dan/atau barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di
Indonesiadan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.
Namun tidak termasuk imbalan pengangkutan orang dan/atau barang dari luar
negeri ke pelabuhan di Indonesia.
2,64% × 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑏𝑟𝑢𝑡𝑜
PPh terutang bersifat final dihitung dari tariff dikalikan dengan dasar
pengenaan pajak.
3. Pemotongan, Penyetotan, dan Pelaporan
Pelunasan PPh adalah sebagai berikut.
a. Penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian carter, pihak yang membayar
atau pihak yang mencarter wajib:
1) Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya
imbalan;
2) Memberikan bukti pemotongan PPh atas penghasilan perusahaan
pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri (final) kepada pihak yang
menerima penghasilan;
3) Menyetor PPh yang terutang ke kas negara melalui kantor pos atau bank
selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan
pembayaran atau terutangnya imbalan, menggunakan SSP.
4) Melaporkan PPh yang dipotong dan disetor ke Kantor Pelayanan Pajak
selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan
pembayaran, menggunakan SPM PPh pasal 15, dilampiri SSP dan bukti
pemotongan PPh .
b. Penghasilan diperoleh selain dari perjanjian carter, Wajib Pajak Perusahaan
Pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri wajib:
1) Menyetor PPh yang terutang ke kas negara melalui kantor pos atau bank
selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterimanya
penghasilan, menggunakan SSP;
2) Melaporkan PPh yang telah disetor ke Kantor Pelayanan Pajakselambat-
lambatnya tanggal 20 setelah bulan diterimanya penghasilan,
menggunakan SPM PPh Pasal 15, dilampiri SSP.
3. Pajak Penghasilan Atas Imbalan yang Dibayarkan/ Terutang kepada Perusahaan
Penerbangan Dalam Negeri

Diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 475/KMK.04/1996 Dan Surat


Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-35/PJ.4/1996.

1. Wajib Pajak dan Objek Pajak


Wajib pajak ini adalah perusahaan penerbangan yang berkedudukan di
Indonesia yang memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian carter.
Objek pajak ini adalah penghasilan berupa imbalan yang diterima perusahaan
penerbangan dalam negeri berdasarkan perjanjian carter.
2. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Tarif PPh ini adalah 1,8%.
Dasar pengenaan pajak ini adalah peredaran bruto. Peredaran bruto merupakan
semua imbalan atau nilai pengganti yang diterima Wajib Pajak perusahaan
penerbangan dalam negeri dari pengangkutan orang dan/atau dari pelabuhan di
Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.
1,8% × 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑏𝑟𝑢𝑡𝑜
3. Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
Pembayaran PPh yang terutang dilakukan melalui pemotongan oleh pencarter
sepanjang pencarter adalah badan pemerintah, subjek pajak badan dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri. Pemotong pajak wajib:
a. Memberikan bukti pemotongan PPh kepada pihak penerima penghasilan
menggunakan Bukti Pemotongan Pajak;
b. Menyetor PPh yang telah dipotong ke kas negara melalui kantor pos atau
bank selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan
pembayaran, menggunakan SSP;
c. Melaporkan PPh yang telah dipotong dan disetor ke Kantor Pelayanan
Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan
pembayaran, menggunakan SPM PPh pasal 15.
C. Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Bersifat Final Pasal 4 Ayat (2) UU PPh
Penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final yang diatur dalam pasal 4 ayat (2)
meliputi :
1) Penghasilan bunga deposito/ tabungan yang ditempatkan didalam negeri dan
yang ditempatkan diluar negeri, diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan
jasa giro
2) Transaksi penjualan saham pendiri
3) Bunga/ diskonto obligasi dan surat berharga negara
4) Hadiah undian
5) Persewaan tanah dan/atau bangunan
6) Jasa konstruksi, meliputi perencanaan konstruksi, pelaksanaan konstruksi, dan
pengawasan konstruksi
7) Wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan atas tanah dan/atau
bangunan
8) Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota Wajib Pajak
orang pribadi
9) Dividen yang diterima/diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri

1. Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa bunga deposito dan
tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) di atur dengan
peraturan pemerintah No. 131 tahun 2000. Menurut PP No 131 tahun 2000,
atas penghasilan berupa bunga yang berasal dari deposito dan tabungan serta
diskonto SBI yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri dan BUT dikenakan
Pajak Penghasilan yang bersifat final. Besarnya PPh yang dipotong adalah 20%
dari jumlah bruto.
PPh (final) = 20% x Bruto

1. PPh atas bunga deposito

Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu
tertentu berdasarkan perjanjian Nasabah Penyimpan dengan bank.
Contoh :

Pada tanggal 1 Januari 2008 Tuan Budi menyimpan uang di Bank Mandiri
berbentuk depositosebesar 100.000.000 dengan tingkat suku bunga 12 % per
tahun, kesepakatan penarikan antara Tuan Budi dan pihak bank yaitu 1 tahun yaitu
pada 1 Januari 2009, sehingga menerima bunga setiap bulan sebesar 1.000.000.

Atas bunga sebesar 1.000.000 dipotong PPh Pasal 4 (2) sebesar : 1.000.000 x 20
% = 200.000

Uang yang diterima tuan budi dari bunga deposito per bulan sebesar :

1.000.000-200.000 = 800.000

2. PPh atas bunga tabungan

Bapak Budi pempunyai tabungan di Bank Mandiri. Sehingga Bapak Budi


memperoleh bunga atas tabungan total sebesar Rp. 30.000.000 per bulan. Pajak
yang dikenakan atas penghasilan berupa bunga tersebut yaitu :

20% x Rp. 30.000.000,00 = Rp. 6.000.000,00

3. PPh atas Diskonto Sertifikat Bank Indonesia

Diskonto adalah Jumlah selisih kurang antara nilai kini kewajiban (present value)
dengan nilai jatuh tempo kewajiban (maturity value) karena tingkat bunga
nominal lebih rendah dari tingkat bunga efektif.
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang dikeluarkan
oleh Bank Indonesia . SBI merupakan salah satu instrumen yang digunakan oleh
Bank Indonesia sebagai Bank Sentral untuk melakukan Operasi pasar terbuka.
Bank Indonesia mengeluarkan SBI untuk menyerap kelebihan uang yang beredar.
Penghasilan berupa imbalan atau penghasilan sejenis lainnya dengan nama dan
dalam bentuk apapun dari Sertifikat Bank Indonesia dan Sertifikat Bank Indonesia
Syariah.

Contoh :

Tahun 2011 Tuan Budi membeli surat berharga yang dikeluarkan Bank Indonesia
senilai Rp 20.000.000, kemudian pada tahun 2013 dijual kepada Tuan Amin
senilai Rp. 22.000.000. Maka Tuan budi mendapat bruto sebesar Rp. 2.000.000,00
tersebut.
20% x Rp. 2.000.000 = Rp. 400.000
Sedangkan wajib pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap, biasanya PPh yang
dipotong adalah 20% dari jumlah bruto atau tarif berdasarkan perjanjian
penghindaran Pajak Berganda yang berlaku.
Potongan PPh ini tidak dilakukan terhadap :
1. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di
Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
2. Bunga deposito dan tabungan serta Sertifikat bank Indonesia, sepanjang
jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak
melebihi Rp. 7.500.000,00 dan bukan merupakan jumlah yang pecah-pecah.
3. Bunga deposito dan tabungan, serta diskonto SBI yang diterima atau
diperoleh dana pensiun yang pendirianya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
4. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintan dalam rangka pemilikan
rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah
sederhana dan sangat sederhana,atau rumah susun sederhana sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.

2. Pajak Penghasilan atas Transaksi Saham dan Sekuritas Lainnya


Penghasilan dari penjualan saham di bursa merupakan objek PPh yang
bersifat final. Tarif pemungutan PPh yang bersifat final adalah 0,1% dari jumlah
bruto nilai transaksi penjualan saham.
Khusus untuk transaksi penjualan saham pendiri berlaku ketentuan sebagai
berikut:

1. Transaksi penjualan saham pendiri dikenakan tambahan PPh dengan tarif


0,5% (setengah persen) dari nilai saham perusahaan pada saat penutupan bursa
di akhir tahun 1996;
2. Dalam hal saham perusahaan diperdagangkan di bursa efek setelah 1 Januari
1997, maka nilai saham pendiri ditetapkan sebesar harga saham pada saat
penawaran umum perdana;
3. Penyetoran tambahan PPh atas saham pendiri dilakukan oleh emiten atas nama
pemilik saham pendiri:

a. selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah ditetapkannya Peraturan


Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 (tanggal 29 Mei 1997), apabila saham
perusahaan telah diperdagangkan di bursa efek sebelum Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 ditetapkan;
b. selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah saham tersebut diperdagangkan
di bursa, apabila saham perusahaan baru diperdagangkan di bursa efek
pada saat atau setelah Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997
ditetapkan (tanggal 29 Mei 1997);
4. Wajib Pajak yang memilih untuk memenuhi kewajiban PPhnya tidak
berdasarkan angka 3 di atas, atas penghasilan dari transaksi penjualan saham
pendiri dikenakan PPh sesuai dengan tarif umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 Undang-undang PPh.

Dengan demikian tarif pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari
transaksi penjualan saham di Bursa Efek adalah sebagai berikut:

No Tarif Dasar pengenaan pajak


0,1% (semua
1 transaksi penjualan Jumlah bruto nilai transaksi penjualan
saham)
Jumlah bruto nilai transaksi penjualan, kecuali
Tambahan 0,5%
penjualan saham pendiri oleh perusahaan modal ventura
2 (transaksi pemilik
atas penyertaan modal kepada perusahaan pasangan
saham pendiri)
usahanya)

Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan
dari transaksi penjualan saham di bursa adalah:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah


dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997;
2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 282/KMK.04/ 1997
3. Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi

Dasar Hukum

1. PP 16 TAHUN 2009 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang PPh atas


penghasilan berupa bunga obligasi
2. PMK-85/PMK.03/2011(berlaku sejak 23 Mei 2011) tentang tata cara
pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh atas bunga obligasi
3. PMK-07/PMK.11/2012 (berlaku setelah 20 hari terhitung sejak tanggal
diundangkan PMK ini) tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 85/PMK.03/2011 tentang tata cara pemotongan, penyetoran, dan
pelaporan PPh atas bunga obligasi

Definisi

1. Obligasi adalah surat utang dan surat utang negara, yang berjangka waktu
lebih dari 12 (dua belas) bulan.
2. Bunga/diskonto Obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh
pemegang Obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto.
3. Bunga obligasi adalah jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan
obligasi.

1. Diskonto obligasi dengan kupon (tingkat bunga) adalah selisih lebih harga jual
atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga
Penerbit Obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk, atas
bunga dan/atau diskonto yang diterima pemegang Obligasi dengan kupon
pada saat jatuh tempo Bunga Obligasi, dan diskonto yang diterima pemegang
Obligasi tanpa bunga pada saat jatuh tempo Obligasi; dan/atau
2. perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau
pembeli, atas bunga dan diskonto yang diterima penjual Obligasi pada saat
transaksi.

4. berjalan.
5. Diskonto obligasi tanpa bunga adalah selisih lebih harga jual atau nilai
nominal di atas harga perolehan obligasi.
Pemotong

Pemotong, Objek PPh, dan Tarif atas Bunga Obligasi

Saat
Pemotong Objek Pemotongan Tarif
Pemotongan
Bunga (jumlah bruto
bunga sesuai dengan
masa kepemilikan
obligasi) dan/atau
diskonto (selisih lebih Jatuh Tempo Jika Penerima Obligasi
harga jual atau nilai Bunga adalah:
nominal di atas harga Obligasi
Penerbit obligasi atau perolehan obligasi, tidak  WPDN/BUT :
custodian selaku agen termasuk bunga berjalan) 15%
pembayaran yang yang diterima pemegang  WPLN: 20% atau
ditunjuk obligasi dengan kupon sesuai dengan
Tax Treaty
Diskonto (selisih lebih
harga jual atau nilai
nominal di atas harga Jatuh Tempo
perolehan obligasi) yang Obligasi
diterima pemegang
obligasi tanpa bunga
Bunga (jumlah bruto
bunga sesuai dengan
masa kepemilikan
Perusahaan efek, dealer, obligasi) dan diskonto
atau bank selaku (selisih lebih harga jual Saat
pedagang perantara atau nilai nominal di atas Transaksi
dan/atau pembeli harga perolehan obligasi,
tidak termasuk bunga
berjalan) yang diterima
penjual obligasi
Perusahaan efek, dealer,
bank, dana pensiun, dan
Bunga dan/atau diskonto
reksadana,selaku pembeli
Obligasi yang diterima Saat
Obligasi langsung tanpa
atau diperoleh penjual Transaksi
melalui perantara. (Pasal
Obligasi.
4 ayat (1) huruf c PMK
85/PMK.03/2011)

Tambahan dalam PMK-85/PMK.03/2011yang berlaku sejak 23 Mei 2011:

Kondisi Saat
Pemotong Pihak yang dipotong
Transaksi Pemotongan
Jika ada Kustodian atau sub-
sebelum
pencatatan registry (selaku pihak
mutasi hak
mutasi yang mencatat mutasi Penjual obligasi
kepemilikan
kepemilikan hak kepemilikan
dilakukan
obligasi obligasi)
untuk bunga:
saat jatuh
tempo bunga,
dihitung
berdasarkan
Penjualan
masa
obligasi
kepemilikan
secara
penuh sejak
langsung Jika penjualan tanggal jatuh
tanpa obligasi hanya tempo bunga
perantara atas unjuk Penerbit obligasi berakhir.
kepada (tidak (emiten) atau
pihak Pembeli/ pemegang untuk
memerlukan kustodian yang
selain obligasi diskonto: saat
pencatatan ditunjuk sebagai agen
pemotong mutasi hak pembayaran jatuh tempo
kepemilikan obligasi,
obligasi) dihitung
berdasarkan
masa
kepemilikan
penuh sejak
tanggal
penerbitan
perdana
obligasi.

 Dalam hal dapat dibuktikan bahwa penjual Obligasi atas unjuk adalah pihak
yang tidak diberlakukan pemotongan PPh atau pihak lain yang telah dikenakan
pemotongan PPh, pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final atas bunga
pada saat jatuh tempo bunga atau diskonto pada saat jatuh tempo Obligasi, dihitung
berdasarkan masa kepemilikan penuh dikurangi dengan masa kepemilikan penjual
Obligasi tersebut.

 Bunga dan/atau diskonto dari Tarif


Obligasi yang diterima dan/atau 2009 s.d. 2010 2011 s.d. 2013 2014 dst.
diperoleh Wajib Pajak reksadana
yang terdaftar pada Badan
Pengawas Pasar Modal dan 0% 5% 15%
Lembaga Keuangan
Bunga Obligasi Yang Tidak Dikenai Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2)

Yaitu apabila penerima penghasilan berupa Bunga Obligasi adalah:

1. WP dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh


Menteri Keuangan dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam
Pasal 4 ayat (3) UU PPh (penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh
dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan KMK
2. WP bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di
Indonesia

4. Pajak Penghasilan atas Hadiah Undian


(Peraturan Pemerintah Nomor 132 Tahun 2000 dan Keputusan dirjen Pajak
Nomor Kep.395/PJ/2001.)
1. Pengertian
Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
diterima atau diperoleh undian. Hadiah undian dibedakan dengan hadiah
lainnya seperti hadiah atau penghargaan perlombaan dan hadiah sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, dan keegiatan lainnya.
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib Pajak ini adalah orang pribadi atau badan yang menerima hadiah undian.
Objek Pajak ini adalahpenghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan
dalam bentuk apapun.
3. Tarif dan Dasar Pengenaaan
Besarnya tarif PPh ini adalah 25%. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah bruto
hadiah undian.
4. Pemungut atau Pemotong
Pemungut PPh atas hadiah undian adalah penyelenggara undian, baik orang
pribadi atau badan, kepanitiaan, organisasi maupun penyelenggara dalam
bentuk apapun.

5. Pajak Penghasilan atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan


(Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002.)
1. Penegertian
Adalah persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, runah, runah susun,
apartemen, kondominium, dll.

2. Wajib Pajak dan Objek Pajak


Wajib Pajak ini adalah orang pribadi atau badan yang menerima penghasilan dari
persewaan tanah dan/atau bangunan. Objek Pajak ini adalah penghasilan dari
persewaan tanah dan/atau bangunan.
3. Tarif Dasar Pengenaan
Besarnya tarif 10%. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah bruto nilai persewaan
tanah dan/atau bangunan.
4. Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
a. Objek Pajak dipotong oleh penyewa.
b. Apabila penyewa bukan sebagai pemotong pajak, PPh yang terutang wajib
dibayarkan sendiri oleh Wajib Pajak.

6. Pajak Penghasilan atas Usaha Jasa Konstruksi


(Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 disempurnakan dalam Peratutan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
187/PMK.03/2008.)
1. Pengertian
a. Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan
konstruksi.
b. Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau
badan yang dinyatakan ahli dan professional dalam bidang pelaksanaan jasa
konstruksi.
c. Pengguna jasa alah orang pribadi atau badan yang memerlukan layanan jasa
konstruksi.
d. Penyedia jasa adalah orang pribadi atau badan yang kegiatan usahanya
menyediakan layanan jasa konstruksi baik sebagai perencanaan konstruksi
maupun sub-subnya.
e. Nilai kontrak jasa konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam suatu
kontrak jasa konstruksi secara keseluruhan.
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib Pajak ini adalah penyedia jasa konstruksi. Objek Pajak ini adalah jasa
berupa perencanaan konstruksi, pelaksana konstruksi, pengawas konstruksi.
3. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak

Jenis Konstruksi Wajib Pajak Tarif


Pelaksanaan Penyedia jasa memiliki kualifikasi 2%
usaha kecil
Pelaksanaan Penyedia jasa yang tidak memiliki 4%
kualifikasi usaha
Pelaksanaan Penyedia jasa selain dia di atas 3%
Perencanaan atau Penyedia jasa yang memiliki 4%
pengawasan kualifikasi usaha
Perencanaan atau Penyedia jasa yang tidak memiliki 6%
pengawasan kualifikasi usaha

Besarnya dasar pengenaan pajak adalah


a. Jumlah pembayaran tidak termasuk PPN, dalam hal PPh dipotong oleh
pengguna jasa
b. Jumlah penerimaan pembayaran tidak termasuk PPN, dalam hal PPh
disetor sendiri oleh penyedia jasa
4. Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
a. PPh dipotong oleh pengguna jasa, disetor ke kas Negara paling lama
tanggal 10 bulan berikutnya.
b. PPh disetor sendiri oleh penyedia jasa ke kas Negara paling lama tanggal
15 bulan berikutnya.
c. Pembayaran PPh dilakukan dengan mengguanakan SSP atau saran
adminidtrasi lain.
d. Pemotong PPh ini wajib menyampaikan SPT Masa paling lama 20 hari
setelah dilakukan pemotongan,dll.

7. Pajak Penghasilan atas Pengalihan Harta Berupa Tanah dan/atau Bangunan

Pajak penghasilan atas pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan


diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008, Peraturan
Dirjen Pajak Nomor PER-28/PJ/2009, dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-
30/PJ/2013.

1. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan meliputi hal-hal berikut.


a) Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah,
atau cara lain yang disepakati dengan pihak selain pemerintah.
b) Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah,
atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan
pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang
tidak memerlukan persyaratan khusus.
c) Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah,
atau cara lain yang disepakati kepada pemerintah guna pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan
khusus.
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Wajib pajak yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan
pajak ini adalah:
a. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak
Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari RP60.000.000,- (enam
puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
b. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah dan /atau bangunan kepada pemerintah
guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang
memerlukan persyaratan khusus;
c. Orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan
dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan,badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
d. Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/bangunan dengan cara hibah
kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan pihak-pihak yang bersangkutan;
atau pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan;
e. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang
pribadi atau badan yang tidak termasuk Wajib Pajak.

Objek pajak ini adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh orang
pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

3. Tarif dan Pengenaan Pajak


Tarif PPh ini adalah:
a. Sebesar 5% (lima persen) untuk PPh yang dibayar sendiri oleh orang
pribadi dan badan atau dipungut/dipotong oleh bendaharawan atau pejabat
yang berwenang;
b. Sebesar 1% (satu persen) untuk Wajib Pajak yang usaha pokoknya
melakukan pengalihan hak atas tanah danatau bangunan berupa pengalihan
hak atas rumah sederhana dan rumah susun sederhana;
c. Sebesar 5% (lima persen) untuk Wajib Pajak yang usaha pokoknya
melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan selain pengalihan
hak atas rumah sederhana dan rumah susun sederhana.

Dasar pengenaan pajak ini adalah:

a. Jumlah bruto nilai pengalihan yaitu nilai tertinggi antara nilai berdasarkan
akta pengalihan hak dan nilai jual objek pajak (NJOP) tanah dan
bangunan;
b. Nila berdasarkan keputusan pejabat pemerintah yang bersangkutan, dalam
hal pengalihan kepada pemerintah;
c. Nilai menurut risalah lelang, dalam hal pengalihan hak adalah karena
lelang.

PPh terutang bersifat final dihitung sebesar tarif dikalikan dasar pengenaan
pajak.

4. Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan


a. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, wajib menyetor sendiri
PPh terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos sebelum akta, keputusan
perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang ditandatangani oleh pejabat
yang berwenang, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), dan
pada SSP wajib dicantumka:
1. Nama, alamat, dan NPWP pihak yang mengalihkan orang pribadi
atau badan yang bersangkutan;
2. Lokasi tanah dan/atau bangunan yang dialihkan;
3. Nama pembeli.
b. Orang pribadi yang nilai pengalihan tidak lebih dari Rp60.000.000 (enam
puluh juta rupiah), tetapi penghasilan lainnya dalam satu tahun melebihi
PTKP, penyetoran PPh Final selambat-lambatnya pada akhir tahun pajak
yang bersangkutan.
c. Bendahara pemerintah atau pejabat yang melakukan pembayaran atau
pejabat yang menyetujui tukar-menukar, memungut PPh yang terutang dan
menyetorkannya ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan
SSP sebelum pembayaran atau tukar-menukar dilaksanakan kepada orang
pribad atau badan.
d. Orang pribadi atau badan, yang melakukan pembayaran sendiri Pajak
Penghasilan wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama
tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukan pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan atau diterimanya pembayaran.
e. Bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat
yang menyetujui tukar-menukar, yang melakukan pemungutan Pajak
Penghasilan wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama
tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukan pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan atau diterimanya pembayaran.

5. Dikecualikan dari Kewajiban Pembayaran/ Pemungutan PPh


a) Hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan satu derajat, dan
kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau
pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan, berdasarkan Surat Keterangan Bebas (SKB).
b) Pengalihan hak yang jumlah brutonya kurang dari Rp60.000.000 (enam
puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah, oleh
orang pribadi yang total penghasilannya tidak melebihi Pengahasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP).
c) Pengalihan hak kepada pemerintah untuk kepentingan umum yang
memerlukan persyaratan khusus.
d) Pengalihan hak sehubungan dengan warisan, berdasarkan SKB.
e) Dalam rangka penggabungan. Peleburan dan pemekaran usaha dengan
nilai buku, berdasarkan SKB.

8. Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang di Bayarkan oleh Koperasi kepada
Anggota Koperasi Orang Pribadi
Pajak pengasilan atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi orang pribadi diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 15 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112 Tahun
2010.
1. Pengertian
Penghasilan berupa bunga simpanan adalah imbalan berupa bunga
simpanan diterima anggota koperasi orang pribadi dari dana yang disimpan
anggota koperasi orang pribadi pada koperasi tempat orang pribadi tersebut
menjad anggota.
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib pajak ini adalah orang pribadi sebagai anggota koperasi yang
mempunyai simpanan di koperasi tersebut dan memperoleh/menerima bunga atas
simpanannya. Objek pajak ini adalah bunga simpanan yang diterima oleh
anggotanya. Tidak termasuk dalam bunga simpanan ini adalah bunga simpanan
yang diterima anggota koperasi orang pribadi yang merupakan bagian dari sisa
hasil usaha. Bunga simpanan yang jumlahnya tidak melebihi Rp240.000 (dua
ratus empat puluh ribu rupiah) dalam sebulan, dikecualikan dari pengenaan PPh
ini.
3. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Besarnya tarif ini adalah :
a. Sebesar 0% (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai
dengan Rp240.000 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan;
b. Sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan
berupa bunga simpanan lebih dari Rp240.000 (dua ratus empat puluh ribu
rupiah) per bulan.

Dasar pengenaan pajak ini adalah jumlah bruto bungan simpanan yang
diterima oleh anggota koperasi tersebut. PPh terutang bersifat final dhitung
sebesar tarif dikalikan dasar pengenaan pajak.

4. Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan


Tata cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak ini diatur seabagai
berikut.
a. Koperasi yang membayar bunga simpanan kepada anggotanya wajib
melakukan pemotongan PPh sesuai ketentuan yang berlaku.
b. Koperasi sebagai pemotong pajak wajib memberikan tanda bukti
pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) kepada wajib pajak orang pribadi yang
dipotong PPh setiap melakukan pemotongan.
c. Pajak Penghasilan yang telah dipotong oleh koperasi, wajib disetor ke kas
negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan,
paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dengan
menggunakan SSP.
d. Koperasi wajib menyampaikan laporan tentang pemotongan san penyetoran
Pajak Penghasilan paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4
ayat (2).

9. Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi

Pajak penghasilan atas dividen yang diterima oleh wajib pajak orang
pribadi diatur dlam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2009 dan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 111 Tahun 2010.

1. Pengertian
Dividen merupakan bagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun
yang diterima oleh pemegang saham atas kepemilikan saham dalam sebuah
perseroan. Termasuk dividen dalam hal ini adalah dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib pajak ini adalah orang pribadi dalam negeri yang bertindak
sebagai pemegang saham suatu perseroan, pemegang solis suatu perusahaan
asuransi, dan anggota koperasi yang menerima sisa hasil usaha. Objek pajak
ini adalah dividen sebagaimana dijelaskan pada pengertian.
3. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak

Besarnya Pajak Penghasilan atas dividen yang diterima oleh wajib


pajak orang pribadi adalah 10%. Dasar pengenaan pajak ini adalah jumlah
bruto dividen. PPh terutang bersifat final dihitung sebesar tarif dikalikan dasar
pengenaan pajak.

4. Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan


Tata cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak ini diatur sebagai
berikut.
a. Pengenaan PPh atas dividen ini dilakukan melalui pemotongan oleh pihak
yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen.
b. Pemotongan dilakukan pada saat dividen disediakan untuk dibayarkan.
c. Pemotongan PPh wajib memberikan bukti tanda pemotongan pajak
kepada wajib pajak yang dipotong PPh setiap melakukan pemotongan.
d. Pemotong PPh wajib menyetor PPh yang dipotongnya ke kas negara
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
dengan menggunakan SSP.
e. Pemotongan PPh wajib melaporkan pajak yang sudah dipotong dan
disetor ke Kantor Pelayanan Pajak paling lama 20 hari setelah masa pajak
berakhir dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2).

D. Surat Pemberitahuan Masa dan Bukti Pemotongan

Bank perdana yang beralamat di Jl. Pahlawan No. 51, NPWP


01.633.445.1.542.000 merupakan pemotongan pajak penghasilan. Pada bulan
Oktober 2014 melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas pembayaran
imbalan sebagai berikut.

- 07 Oktober : Membayar Bungan deposito kepada Akbar yang beralamt di


Jl. Lojajar C-28 Yogyakarta, NPWP 04.009.990.3.542. nominal deposito
Rp 100.000.000 bunga 6% setahun.
- 17 Oktober : Menyerahkan hadiah undian senilai Rp 200.000.000 kepada
Amelia, yang beralamat di Jl. Magelang No. 542 Yogyakarta.
- 24 Oktober : Membayar imbalan atas jasa perencanaan konstruksi senilai
Rp50.000.000 kepada PT Bangun yang beralamat di Jl. Gejayan No. 36
Yogyakarta, NPWP 01.221.112.3.542.000.
- 30 Oktober : Membayar dividen kepada Vinvina Noveria sebesar
Rp15.000.000. Vinvina beralamat di Jalan Sukarno No. 27 Semarang,
NPWP 04.133.445.1.504.000.

Diminta:

1. Hitunglah PPh yang harus dipotong oleh Bank Perdana pada saat
membayarkan penghasilan.
2. Buatlah bukti potong atas seluruh pembayaran tersebut.
3. Setorkan pajak yang telah dipotong dengan menggunakan SSP.
4. Buatlah surat pemberitahuan masa PPh Pasal 4 ayat (2).

PENYELESAIAN

Besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Bank Perdana adalah:

Wajib Pajak Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak PPh yang Dipotong
Akbar 6% x Rp100 juta x 1/12 = Rp 500.000 20% Rp 100.000
Amelia Rp 200.000.000 25% Rp 50.000.000
PT Anggun Rp 50.000.000 4% Rp 2.000.000
Vinvina Noveria Rp 15.000.000 10% Rp 1.500.000
Total Rp 265.500.000 Rp 53.600.000
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pajak Penghasilan Final adalah pajak yang dikenakan dengan tariff dan
dasar pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
selama tahun berjalan. Pembayaran, pemotongan atau pemungutan PPh Final
yang dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri bukan merupakan
pembayaran atas PPh terutang atas penghasilan tersebut, sehingga wajib pajak
dianggap telah melakukan pelunasan pajaknya.

Pengenaan PPh secara Final mengandung arti bahwa atas penghasilan


yang diterima atau diperoleh akan dikenakan PPh dengan tarif tertentu dan dasar
pengenaan pajak tersebut diterima atau diperoleh. Dengan demikian, penghasilan
yang dikenakan PPh final ini tidak akan dihitung lagi PPhnya di SPT tahunan
untuk dikenakan tarif umum bersama-sama dengan penghasilan lainnya. Begitu
juga PPh yang sudah dipotong atau dibayar tersebut juga bukan merupakan kredit
pajak di SPT Tahunan.

B. Daftar Pustaka

Resmi, siti. 2014. Perpajakan. Jakarta : Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai