Anda di halaman 1dari 4

5.1.6.

LEPRA
No. Dokumen :
No. Revisi :
PPK
Tgl. Terbit :
Halaman :

Kepala Puskesmas
UPTD PUSKESMAS
KOTARIH dr . Edi Syahputra
Nip: 196905162010011001
1. Pengertian Lepra adalah penyakit menular, menahun dan disebabkan oleh
Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat.

2. Tujuan Dapat medeteksi secara dini dan segera mendapat penanganan dan
menurunkan angka kesakitan.

3. Kebijakan

Keputusan Menteri KesehatanRepublik Indonesia


NOMOR HK.02.02/MENKES/514/2015 .Tentang panduan praktik
4. Referensi klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama

5. Posedur Peralatan
Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan BTA

No. ICPC-2 : A78 Infectious disease other/NOS


No. ICD-10 : A30 Leprosy [Hansen disease]
6. Langkah-langkah
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Bercak kulit berwarna merah atau putih berbentuk plakat, terutama
di wajah dan telinga. Bercak kurang/mati rasa, tidak gatal. Lepuh
pada kulit tidak dirasakan nyeri. Kelainan kulit tidak sembuh dengan
pengobatan rutin, terutama bila terdapat keterlibatan saraf tepi.
Faktor Risiko
1. Sosial ekonomi rendah
2. Kontak lama dengan pasien, seperti anggota keluarga yang
didiagnosis dengan lepra
3. Imunokompromais
4. Tinggal di daerah endemik lepra

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
Tanda Patognomonis

1. Tanda-tanda pada kulit


Perhatikan setiap bercak, bintil (nodul), bercak berbentuk plakat
dengan kulit mengkilat atau kering bersisik. Kulit tidak berkeringat
dan berambut. Terdapat baal pada lesi kulit, hilang sensasi nyeri dan

4/4
suhu, vitiligo. Pada kulit dapat pula ditemukan nodul.

2. Tanda-tanda pada saraf


Penebalan nervus perifer, nyeri tekan dan atau spontan pada saraf,
kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota gerak,
kelemahan anggota gerak dan atau wajah, adanya deformitas, ulkus
yang sulit sembuh.

3. Ekstremitas dapat terjadi mutilasi


Untuk kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik, simbol-
simbol pada gambar 1.5 digunakan dalam penulisan di rekam medik.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan mikroskopis kuman BTA pada sediaan kerokan
jaringan kulit.

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan apabila terdapat satu dari tanda-tanda utama
atau kardinal (cardinal signs), yaitu:
1. Kelainan (lesi) kulit yang mati rasa
2. Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf
3. Adanya basil tahan asam (BTA) dalam kerokan jaringan kulit (slit
skin smear)

Sebagian besar pasien lepra didiagnosis berdasarkan pemeriksaan


klinis.

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
1. Pasien diberikan informasi mengenai kondisi pasien saat ini, serta
mengenai pengobatan dan pentingnya kepatuhan untuk eliminasi
penyakit.
2. Kebersihan diri dan pola makan yang baik perlu dilakukan.
3. Pasien dimotivasi untuk memulai terapi hingga selesai terapi
dilaksanakan.
4. Terapi menggunakan Multi Drug Therapy (MDT) pada:
a. Pasien yang baru didiagnosis kusta dan belum pernah mendapat
MDT.
b. Pasien ulangan, yaitu pasien yang mengalami hal-hal di bawah
ini:
• Relaps
• Masuk kembali setelah default (dapat PB maupun MB)
• Pindahan (pindah masuk)
• Ganti klasifikasi/tipe
5. Terapi pada pasien PB:
a. Pengobatan bulanan: hari pertama setiap bulannya (obat diminum
di depan petugas) terdiri dari: 2 kapsul Rifampisin @ 300 mg (600
mg) dan 1 tablet Dapson/DDS 100 mg.
b. Pengobatan harian: hari ke 2-28 setiap bulannya: 1 tablet
Dapson/DDS 100 mg. 1 blister obat untuk 1 bulan.
c. Pasien minum obat selama 6-9 bulan (± 6 blister).
d. Pada anak 10-15 tahun, dosis Rifampisin 450 mg, dan DDS 50
mg.
6. Terapi pada Pasien MB:
a. Pengobatan bulanan: hari pertama setiap bulannya (obat diminum
di depan petugas) terdiri dari: 2 kapsul Rifampisin @ 300 mg (600

4/4
mg), 3 tablet Lampren (klofazimin) @ 100 mg (300 mg) dan 1 tablet
dapson/DDS 100 mg.
b. Pengobatan harian: hari ke 2-28 setiap bulannya: 1 tablet lampren
50 mg dan 1 tablet dapson/DDS 100 mg. 1 blister obat untuk 1
bulan.
c. Pasien minum obat selama 12-18 bulan (± 12 blister).
d. Pada anak 10-15 tahun, dosis Rifampisin 450 mg, Lampren 150
mg dan DDS 50 mg untuk dosis bulanannya, sedangkan dosis
harian untuk Lampren 50 mg diselang 1 hari.
7. Dosis MDT pada anak <10 tahun dapat disesuaikan dengan berat
badan:
a. Rifampisin: 10-15 mg/kgBB
b. Dapson: 1-2 mg/kgBB
c. Lampren: 1 mg/kgBB
8. Obat penunjang (vitamin/roboransia) dapat diberikan vitamin B1,
B6, dan B12.
9. Tablet MDT dapat diberikan pada pasien hamil dan menyusui.
Bila pasien juga mengalami tuberkulosis, terapi rifampisin
disesuaikan dengan tuberkulosis.
10. Untuk pasien yang alergi dapson, dapat diganti dengan lampren,
untuk MB dengan alergi, terapinya hanya 2 macam obat (dikurangi
DDS).
Terapi untuk reaksi kusta ringan, dilakukan dengan pemberian
prednison dengan cara pemberian:
1. 2 Minggu pertama 40 mg/hari (1x8 tab) pagi hari sesudah makan
2. 2 Minggu kedua 30 mg/hari (1x6 tab) pagi hari sesudah makan
3. 2 Minggu ketiga 20 mg/hari (1x4 tab) pagi hari sesudah makan
4. 2 Minggu keempat 15 mg/hari (1x3 tab) pagi hari sesudah makan
5. 2 Minggu kelima 10 mg/hari (1x2 tab) pagi hari sesudah makan
6. 2 Minggu keenam 5 mg/hari (1x1 tab) pagi hari sesudah makan
7. Bila terdapat ketergantungan terhadap Prednison, dapat diberikan
Lampren lepas

Konseling dan Edukasi


1. Individu dan keluarga diberikan penjelasan tentang lepra,
terutama cara penularan dan pengobatannya.
2. Dari keluarga diminta untuk membantu memonitor pengobatan
pasien sehingga dapat tuntas sesuai waktu pengobatan.
3. Apabila terdapat tanda dan gejala serupa pada anggota keluarga
lainnya, perlu dibawa dan diperiksakan ke pelayanan kesehatan.

Rencana tindak lanjut:


1. Setiap petugas harus memonitor tanggal pengambilan obat.
2. Bila terlambat, paling lama dalam 1 bulan harus dilakukan
pelacakan.
3. Release From Treatment (RFT) dapat dinyatakan setelah dosis
dipenuhi tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium.
4. Pasien yang sudah RFT namun memiliki faktor risiko: cacat
tingkat 1 atau 2, pernah mengalami reaksi, BTA pada awal
pengobatan >3 (ada nodul atau infiltrat), maka perlu dilakukan
pengamatan semiaktif.
5. Pasien PB yang telah mendapat pengobatan 6 dosis (blister)
dalam waktu 6-9 bulan dinyatakan RFT, tanpa harus pemeriksaan
laboratorium.
6. Pasien MB yang telah mendapat pengobatan MDT 12 dosis

4/4
(blister) dalam waktu 12-18 bulan dinyatakan RFT, tanpa harus
pemeriksaan laboratorium.
7. Default Jika pasien PB tidak mengambil/minum obatnya lebih dari
3 bulan dan pasien MB lebih dari 6 bulan secara kumulatif (tidak
mungkin baginya untuk menyelesaikan pengobatan sesuai waktu
yang ditetapkan), maka yang bersangkutan dinyatakan default.
Pasien defaulter tidak diobati kembali bila tidak terdapat tanda-tanda
klinis aktif. Namun jika memiliki tanda-tanda klinis aktif (eritema dari
lesi lama di kulit/ ada lesi baru/ ada pembesaran saraf yang baru).
Bila setelah terapi kembali pada defaulter ternyata berhenti setelah
lebih dari 3 bulan, maka dinyatakan default kedua. Bila default lebih
dari 2 kali, perlu dilakukan tindakan dan penanganan khusus.
Kriteria Rujukan
1. Terdapat efek samping obat yang serius.
2. Reaksi kusta dengan kondisi:
a. ENL melepuh, pecah (ulserasi), suhu tubuh tinggi, neuritis.
b. Reaksi tipe 1 disertai dengan bercak ulserasi atau neuritis.
c. Reaksi yang disertai komplikasi penyakit lain yang berat, misalnya
hepatitis, DM, hipertensi, dan tukak lambung berat.
Prognosis
Prognosis untuk vitam umumnya bonam, namun dubia ad malam
pada fungsi ekstremitas, karena dapat terjadi mutilasi, demikian pula
untuk kejadian berulangnya.

7. Bagan alur

Poli umum, IGD, MTBS


8. Unit terkait

Rekam Medis
9. Dokumen terkait Buku Register kunjungan

NO Yang di rubah Isi Perubahan Tgl.mulai


diberlakukan
10. Rekaman historis
perubahan

4/4

Anda mungkin juga menyukai