Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MAKALAH

HUKUM PERTANAHAN

Macam-macam Hak Penguasaan


( Hak Pakai, Hak Guna Bangunan, Hak Pengelolaan)
Dosen Pengampu : Nur Alia, SH, M.Kn

Kelompok II
Muhammad Abdi : 170101040109
Agus Biadi : 170101041011

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN


JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Negara Indonesia merupakan Negara Agraris, yang mayoritas penduduknya bergerak dalam
sektor pertanian dengan memanfaatkan sumber daya Alam (kesuburan tanah, hasil perikanan, dll). Oleh
karena itu dibutuhkan instrument yang mengatur bagaimana cara rakyat Indonesia tersebut memanfaatkan
tanah dan sumber daya alam yang berada di dalam perut bumi Indonesia dapat digunakan dengan sebaik-
baiknya untuk kemakmuran masyarakat Indonesia.
Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup dalam
melakukan aktivitas diatas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan tanah, dapat
dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu
memerlukan tanah.
Tanah dalam arti hukum memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena
dapat menentukan keberadaan dan kelangsungan hubungan dan perbuatan hukum, baik dari segi individu
maupun dampak bagi orang lain. Untuk mencegah masalah tanah tidak sampai menimbulkan konflik
kepentingan dalam masyarakat, diperlukan pengaturan, penguasaan dan penggunaan tanah atau dengan
kata lain disebut dengan hukum tanah.
Dalam pelaksanaan ketentuan tersebut maka dibuatlah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria (UUPA). Dengan diundangkannya UUPA, berarti sejak saat itu
Indonesia telah memiliki Hukum Agraria Nasional yang merupakan warisan kemerdekaan setelah
pemerintah kolonial Belanda. Di dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok Agraria, menegaskan peranan kunci tanah, bahwa bumi, air, dan ruang angkasa mempunyai fungsi
yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur. Dalam konteks ini, penguasaan
dan penghakkan atas tanah terutama tertuju pada perwujudan keadilan dan kemakmuran dalam
pembangunan masyarakat.
Pengertian Hak Pakai, Hak Guna Bangunan, Hak Pengelolaan
1. Hak Pakai
Hak pakai diatur dalam Pasal 41 – 43 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria. Pasal 41 ayat (1) UUPA menentukan sebagai berikut: Hak pakai adalah hak
untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah
milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik
tanahnya yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal
tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.
2. Hak Guna Bangunan
adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bagunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri
dengan jangka waktu 30 tahun, yang atas permintaan pemegang hak mengikat keperluan serta keadaan
bangunan-bangunannya. Jangka waktu 30 tahun terhadap pemegang hak guna bangunan tersebut dapat
diperpanjang sampai dengan jangka waktu maksimum 20 tahun.
3. Hak Pengelolaan
Yang dimaksud dengan hak pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara atas tanah yang
kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya untuk merencanakan
peruntukan dan penggunaan tanah, menggunakan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya,
menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak
ketiga.

Subyek Hak Pakai, Hak Guna Bangunan dan Hak Pengelolaan


1. Hak Pakai
Pasal 42 UUPA menentukan bahwa yang dapat mempunyai hak pakai adalah (Pasal 39 PP40/1996):
a. Warganegara Indonesia;
b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
c. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah;
d. Badan-badan keagamaan dan sosial;
e. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
f. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia;
g. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional.
2. Hak Guna Bangunan

Pada prinsipnya yang dapat mempunyai hak guna bangunan ialah warga Negara
Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia, serta berkedudukan di
Indonesia pula.[3] Hal tersebut seperti yang diatur dalam Pasal 36 ayat (1) UUPA jo Pasal 19
Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 yang menentukan bahwa yang dapat mempunyai
hak guna bangunan adalah:

1) warga negara Indonesia

2) badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia

Berdasarkan ketentuan di atas bahwa yang dapat menjadi subjek hak guna bangunan
adalah warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia
dan berkedudukan di Indonesia. Dalam hal badan hukum asing ingin memiliki hak guna
bagunan maka dua unsur, yakni didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia, harus ada. Jadi hanya Warga Negara Indonesia saja yang dapat mempunyai hak guna
bangunan ini, dan di sini terlihat bahwa prinsip nasionalitas tetap dipertahankan, sehingga orang
yang bukan warga negara Indonesia hanya dapat mempunyai hak seperti yang ditentukan pada
huruf b pasal di atas yaitu badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia

3. Hak Pengelolaan
Berdasarkan Pasal 67 Permenag No. 9/1999, HPL dapat diberikan kepada pihak-pihak sebagai
berikut:
a. instansi pemerintah termasuk Pemerintah Daerah;
b. Badan Usaha Milik Negara
c. Badan Usaha Milik Daerah
d. PT. Persero
e. Badan Otorita
f. badan-badan hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk Pemerintah.

C. Terjadinya Hak Pakai, Hak Guna Bangunan, Hak Pengelolaan


1. Hak Pakai
Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 41 PP40/1996, ada tiga jenis tanah yang dapat diberikan dengan hak
pakai, yaitu:
a. Tanah Negara;
b. Tanah hak pengelolaan;
c. Tanah hak milik.
Terjadinya hak pakai atas tanah negara adalah melalui keputusan pemberian hak oleh menteri
atau pejabat yang ditunjuk. Terjadinya hak pakai atas hak pengelolaan adalah melalui keputusan
pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang hak pengelolaan.
Sedangkan untuk hak pakai atas tanah hak milik terjadi melalui pemberian tanah oleh pemegang hak
milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Setiap pemberian hak pakai tersebut
wajib didaftarkan dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan.
2. Hak Guna Bangunan
(1) Hak guna bangunan atas tanah negara ini terjadi dengan keputusan pemberian hak oleh
menteri agraria atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan terjadi dengan keputusan pemberian hak oleh
menteri agraria atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul dari pemegang hak pengelolaan.
(3) Hak guna bangunan atas tanah milik terjadi dengan pemberian oleh pemegang hak milik
dengan akta perjanjian yang dibuat oleh PejabatPpembuat Akta Tanah (PPAT).

3. Hak Pengelolaan
HPL dapat terjadi karena 2 (dua) hal, yaitu:
1. Konversi hak penguasaan sebagaimana dimaksud dalam Permenag No.9/1965.
2. Pemberian hak atas tanah berasal dari tanah negara yang diberikan melalui permohonan, sebagaimana
diatur dalam Permenag No.9/1999.

D. Hak dan Kewajiban Hak Pakai, Hak Guna Bangunan, Hak Pengelolaan
1. Hak Pakai
Menurut ketentuan Pasal 52 PP 40/1996 tentang hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak
pakai atas tanah , hak dari pemegang hak pakai adalah:
a. Pemegang hak pakai berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan hak
pakai selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk memindahkan hak
tersebut kepada pihak lain dan membebaninya, atau selama digunakan untuk keperluan tertentu.
Pasal 50 PP 40/1996 tentang hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah mengatur
kewajiban pemegang hak pakai adalah sebagai berikut
a. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan
pemberian haknya, perjanjian penggunaan tanah hak pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian hak
pakai atas tanah hak milik;
b. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan
dalamkeputusan pemberiannya, atau perjanjian penggunaan tanah hak pengelolaan atau perjanjian
pemberian hak pakai atas tanah hak milik;
c. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan
hidup;
d. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak pakai kepada negara, pemegang hak
pengelolaan atau pemegang hak milik sesudah hak pakai tersebut hapus;
e. Menyerahkan sertipikat hak pakai yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.
f. Pasal 51 PP40/1996 menentukan kewajiban tambahan bagi pemegang hak yang tanahnya mengurung
atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air juga wajib
memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang
terkurung tersebut.

2. Hak Guna Usaha


Pemegang hak guna usaha berhak untuk menguasai dan menggunakan tanah yang dipunyainya untuk
melaksanakan usaha di bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan. Untuk mendukung
usahanya tersebut, maka pemegang hak guna usaha berhak untuk menguasai dan menggunakan sumber
air dan sumber daya alam lainnya yang terdapat di atas tanah tersebut dengan memperhatikan ketentuan
yang berlaku dan kepentingan masyarakat sekitar.
Pemegang hak guna usaha berkewajiban untuk:
a. Membayar uang pemasukan kepada negara;
b. Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan sesuai dengan peruntukan
dan syarat yang ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya;
c. Mengusahakan sendiri tanah tersebut dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha yang ditetapkan oleh
instansi teknis;
d. Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada di lingkungan areal
tanah tersebut;
e. Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian
kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f. Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan tanah tersebut;
g. Menyerahkan kembali tanah tersebut kepada negara setelah hak guna usahanya hapus;
h. Menyerahkan sertifikat hak guna usaha yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan;
i. Selain kewajiban-kewajiban tersebut, pemegang hak guna usaha juga dilarang untuk menyerahkan
pengusahaan tanah tersebut kepada pihak lain, kecuali diperbolehkan menurut ketentuan yang berlaku.
Pemegang hak yang tanahnya mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas
umum atau jalan air juga wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi
pekarangan atau bidang tanah yang terkurung tersebut.

3. Hak Pengelolaan
Diatur bahwa Hak Pengelolaan ini mengandung kewenangan kepada pemegang haknya untuk :
1. Merencanakan peruntukan dan pengguanaan tanah tersebut.
2. Menggunakan tanah itu untuk kepentingan sendiri.
3. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ketiga dengan hak pakai yang berjangka waktu
enam (6) tahun.
Jangka Waktu Hak Pakai, Hak Guna Usaha dan Hak Pengelolaan
1. Hak Pakai
Hak pakai atas tanah hak milik diberikan untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun dan
tidak dapat diperpanjang. Setelah hak pakai berakhir, hak pakai dapat diperbaharui atas kesepakatan
pemegang hak pakai dan pemegang hak milik melalui pemberian hak pakai baru dengan akta yang dibuat
oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Setiap perpanjangan dan pembaharuan hak pakai wajib didaftarkan di
buku tanah pada Kantor Pertanahan.
2. Hak Guna Bangunan
Hak guna usaha diberikan untuk pertama kalinya paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang paling
lama 25 tahun. Setelah jangka waktu dan perpanjangannya berakhir, kepada pemegang hak dapat
diberikan pembaruan hak di atas tanah yang sama (Pasal 8 PP 40/1996 juncto Pasal 29 UUPA).
3. Hak Pengelolaan
Tidak mempunyai jangka waktu kepemilikan sehingga jangka waktu HPL tidak terbatas.

F. Beralihnya Hak Pakai, Hak Guna Usaha dan Hak Pengelolaan


1. Hak Pakai
Hak pakai atas tanah negara yang diberikan untuk jangka waktu tertentu dan hak pakai atas tanah hak
pengelolaan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Sedangkan hak pakai atas tanah hak milik
hanya dapat dialihkan apabila hal ini dimungkinkan dalam perjanjian pemberian hak pakai atas tanah hak
milik tersebut. Adapun cara peralihannya adalah sebagai berikut:
a. Jual beli;
b. Tukar menukar;
c. Penyertaan dalam modal;
d. Hibah;
e. Pewarisan.

2. Hak Guna Bangunan


Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain sesuai dengan syarat
atau perjanjian yang jelas dan benar menurut hukum.[5] Hal tersebut diatur dalam Pasal 35 ayat
(3) UUPA yang menentukan bahwa hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada
pihak lain. Kata beralih dan dialihkan memiliki arti bahwa berpindahnya hak guna bangunan dari
subjek hak guna bagunan kepada subjek hak guna bangunan lain mengakibatkan hapus atau
tidaknya hak guna bangunan tersebut karena adanya peristiwa hukum atau perbuatan hukum. Hal
tersebut seperti yang telah ditentukan dalam Pasal 36 ayat (2) UUPA yang menentukan bahwa:

“Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna bangunan dan tidak lagi memenuhi
syarat-syarat yang tersebut dalam ayat 1 pasal ini dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan
atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga
terhadap pihak yang memperoleh hak guna bangunan, jika ia tidak memenuhi syarat-syarat
tersebut. Jika hak guna bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam
jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan, bahwa hak-hak
pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah”

Berdasarkan ketentuan di atas bahwa orang atau badan hukum yang tidak memenuhi syarat
sebagai subjek hak guna bangunan wajib melepaskan atau mengalihkan hak guna bangunan yang
dikuasainya kepada pihak lain dalam jangka waktu satu tahun dan ketentuan ini berlaku pula
bagi pihak yang menerima hak guna bangunan. Jika hal tersebut tidak dilakukan maka hak guna
bangunan tersebut akan hapus karena hukum. Hal ini dapat disimpulkan bahwa hak guna
bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Peralihan hak guna bangunan wajib didaftarkan seperti yang ditentukan dalam Pasal 38 ayat (1)
UUPA yang menentukan bahwa:

“Hak guna bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan
hapusnya hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam
Pasal 19”

Berdasarkan ketentuan tersebut bahwa setiap pemberian, peralihan dan hapusnya hak guna
bangunan wajib didaftarkan menurut Pasal 19.

Peralihan hak guna bangunan diatur lebih lanjut dalam Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 40
Tahun 1996. Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan. Hal tersebut ditentukan dalam
Pasal 34 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 yang menentukan bahwa hak
guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Peralihan hak guna bangunan dapat terjadi karena beberapa hal. Hal ini diatur dalam Pasal 34
ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, yang menentukan bahwa:

“Peralihan hak guna bangunan terjadi karena:

1. Jual-beli;
2. Tukar-menukar;
3. Penyertaan modal;
4. Hibah;
5. Pewarisan.”

Kemudian apabila terjadi peralihan hak guna bangunan maka peralihan tersebut wajib
didaftarkan di Kantor Pertanahan agar peralihan tersebut sah. Mengenai hal tersebut secara tegas
diatur dalam Pasal 34 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 yang menentukan
bahwa peralihan hak guna bangunan sebagimana yang diatur dalam ayat (1) harus didaftarkan
pada Kantor Pertanahan.

3. Hak Pengelolaan
Hak pengelolaan tidak dapat diberikan kepada perseorangan baik warga negar Indonesia maupun
Negara asing. Hak pengelolaan hanya dapat diberikan kepada badan hukum tertentu. Hanya badan hukum
yang mempunyai tugas dan fungsinya berkaitan dengan pengelolaan tanah yang dapat diberikan hak
pengelolaan.

Hapusnya Hak Pakai, Hak Guna Bangunan dan Hak Pengelolaan


1. Hak Pakai
Hak pakai hapus karena (Pasal 55 PP40/1996):
a. Jangka waktunya berakhir dan tidak diperpanjang atau diperbarui;
b. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang hak pengelolaan atau pemegang hak milik
sebelum jangka waktunya berakhir karena:
c. Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan
mengenai hak dan kewajiban pemegang hak pakai;
d. Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang diatur dalam perjanjian pemberian hak
pakai antara pemegang hak pakai dan pemegang hak milik atau perjanjian penggunaan hak pengelolaan;
e. Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
f. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
g. Dicabut untuk kepentingan umum (berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang
Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya);
h. Diterlantarkan;
i. Tanahnya musnah;
j. Orang atau badan hukum yang mempunyai hak pakai tidak lagi memenuhi syarat sebagai pemegang hak
(wajib melepaskan atau mengalihkan haknya paling lambat satu tahun).
k.Terhadap tanah yang hak pakainya hapus karena ketentuan tersebut, maka tanahnya menjadi tanah
negara.

2. Hak Guna Bangunan

Pasal 40 UUPA jo Pasal 35 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 mengatur
mengenai hapusnya hak guna bangunan. Hak guna bangunan hapus karena:

1) Jangka waktu berakhir;

2) Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang hak pengelolaan atau pemegang hak
milik sebelum jangka waktunya berakhir, karena:

(a) Tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-


ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, sampai Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor
40 Tahun 1996; atau

(b) Tidak terpenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam


perjanjian pemberian hak guna bangunan antara pemegang hak guna bangunan dan pemegang
hak milik atau perjanjian penggunaan tanah hak pengelolaan; atau

(c) Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap;

3) Dilepaskan secara sukarela oleh pemengan haknya sebelum jangka waktu berakhir;

4) Dicabut untuk kepentingan umum;

5) Ditelantarkan;

6) Tanahnya musnah;

7) Ketentuan dalam Pasal 36 ayat (2) UUPA dan Pasal 20 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor
40 Tahun 1996 menentukan bahwa orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna
bangunan dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam Pasal 36 ayat (1)
UUPA dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 dalam jangka waktu satu tahun
wajib melepaskan hak guna bangunan tersebut;

8) Dicabut berdasarkan Undang-Undang No 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas


Tanah dan Berserta Benda-Benda Yang Ada Di Atasnya.

Dengan hapusnya hak guna bangunan maka tanah tersebut akan menjadi tanah Negara, jika hak
guna bangunan tersebut diberikan di atas tanah Negara. Jika yang memberikan hak guna
bangunan tersebut adalah pemegang hak milik maka kembali kepada penguasaan penuh dari
pemegang hak milik atas tanah tersebut atau dengan kata lain hak miliknya menjadi penuh
kembali.

3. Hak Pengelolaan
Hapusnya hak pengelolaan
1. Karena dilepaskan oleh pemegang haknya.

2, Dibatalkan karena tanahnya tidak dipergunakan sesuai dengan pemberian haknya.

3. Dicabut untuk kepentingan umum.

4. Karena berakhir jangka waktunya (kalau pemberian haknya diberikan untuk jangka waktu tertentu).

Anda mungkin juga menyukai