Anda di halaman 1dari 29

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Roemani Semarang pada tanggal 1 Maret
2014 sampai dengan 31 Maret 2014 di ruang Ayub 1 (Ustman), Ayub 2, Ayub 3,
Ismail 1, dan Ismail 2. Jumlah sampel yang dalam penelitian ini adalah 22
responden, tetapi di kurun waktu yang sudah ditentukan untuk pengambilan
sampel peneliti mendapatkan sebanyak 25 responden, sehingga dalam penelitian
ini menggunakan sampel sejumlah 25 responden. Seluruh sampel telah dilakukan
pemeriksaan tanda – tanda vital, pemeriksaan laborat, pemeriksaan fisik,
observasi, dan wawancara sesuai dengan instrumen penelitian yang sudah
dipersiapkan sebelumnya. Sampel juga sudah sesuai dengan kriteria inklusi dan
eksklusi yang sudah ditentukan. Hasil dari penelitian ini, adalah :
1. Diskripsi karakteristik pasien DHF di Rumah SakitRoemani Semarang
a. Jenis Kelamin
Tabel 4.1
Diskripsi karakteristik pasien DHF berdasarkan jenis kelamin
di Rumah Sakit Roemani Semarang, Maret 2014 (n=25)

Variabel f %
Laki-laki 14 56,0
Perempuan 11 44,0
Jumlah 25 100,0

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa responden terbanyak dalam penelitian ini


adalah laki – laki yaitu sebesar 56 %.

32
b. Umur
Tabel 4.2
Diskripsi karakteristik pasien DHF berdasarkan umur (tahun)
di Rumah Sakit Roemani Semarang, Maret 2014 (n=25)

Variabel Mean Minimum Maximum Std. Deviation


Umur 24,8 13 62 12,9

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa umur termuda responden pada penelitian


ini adalah 13 tahun dan umur tertua 62 tahun.

c. Pendidikan
Tabel 4.3
Diskripsi karakteristik pasien DHF berdasarkan pendidikan
di Rumah Sakit Roemani Semarang, Maret 2014 (n=25)

s f %
SMP 7 28,0
SMA 10 40,0
Diploma 1 4,0
Sarjana 7 28,0
Total 25 100,0

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan terbanyak dari


responden adalah SMA sebanyak 10 responden (40%).

d. Lama gejala dirasakan sebelum masuk rumah sakit


Tabel 4.4
Diskripsi karakteristik pasien DHF berdasarkan lama gejala yang
dirasakan sebelum masuk Rumah Sakit Roemani Semarang (hari),
Maret 2014 (n=25)

Variabel Mean Minimum Maximum Std. Deviation


Lama gejala 3,6 3 5 0,6

33
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa responden masuk rumah sakit rata – rata
setelah merasakan gejala selama 3 atau 4 hari.

e. Riwayat pasien dirawat di rumah sakit sebelumnya


Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden tidak ada yang
memiliki riwayat dirawat di rumah sakit lain sebelum dirawat di Rumah
Sakit Roemani Semarang.

f. Tanda – tanda vital


1) Tekanan darah
Tabel 4.5
Diskripsi karakteristik pasien DHF berdasarkan tekanan darah (mmHg)
di Rumah Sakit Roemani Semarang, Maret 2014 (n=25)

Variabel Mean Minimum Maximum Std. Deviation


Tekanan darah sistolik hari 1 112,5 90 132 9,4
Tekanan darah sistolik hari 2 112,3 100 130 7,4
Tekanan darah sistolik hari 3 113,8 100 132 8,2
Tekanan darah diastolik hari 1 73,4 60 84 5,9
Tekanan darah diastolik hari 2 71,8 60 82 6,1
Tekanan darah diastolik hari 3 72,9 64 84 5,7

Berdasarkan tabel 4.5 terlihat bahwa tekanan darah responden rata – rata
stabil tidak mengalami banyak perubahan, dengan tekanan sistolik
terendah terjadi pada hari pertama yaitu 90 mmHg dan tertinggi terjadi
pada hari pertama dan ketiga yaitu 132 mmHg. Tekanan diastolik
terendah terjadi pada hari pertama dan kedua yaitu 60 mmHg dan
tertinggi pada hari ketiga yaitu 84 mmHg.

34
2) Frekuensi nadi
Tabel 4.6
Diskripsi karakteristik pasien DHF berdasarkan frekuensi nadi
(kali/menit) di Rumah Sakit Roemani Semarang, Maret 2014 (n=25)

Variabel Mean Minimum Maximum Std. Deviation


Frekuensi nadi hari 1 85,1 76 92 4,2
Frekuensi nadi hari 2 83,4 78 102 4,8
Frekuensi nadi hari 3 82,2 74 88 3,8

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat rata – rata frekuensi nadi responden
tidak berbeda jauh dari hari pertama sampai hari ketiga. Frekuensi nadi
tertinggi terjadi pada hari kedua dengan nilai terendah 78 kali/menit dan
tertinggi 102 kali/menit.

3) Frekuensi pernapasan
Tabel 4.7
Diskripsi karakteristik pasien DHF berdasarkan frekuensi pernapasan
(kali/menit) di Rumah Sakit Roemani Semarang, Maret 2014 (n=25)

Variabel Mean Minimum Maximum Std. Deviation


Frekuensi pernapasan hari 1 20,2 16 22 1,2
Frekuensi pernapasan hari 2 19,2 16 20 1,4
Frekuensi pernapasan hari 3 18,4 16 20 1,6

Berdasarkan tabel 4.7 terlihat rata-rata frekuensi pernapasan hari pertama


sampai ketiga mengalami penurunan, dengan frekuensi pernapasan
terendah sama selama tiga hari yaitu 16 kali/menit dan tertinggi 22
kali/menit pada hari pertama.

35
13) Suhu badan
Tabel 4.8
Diskripsi karakteristik pasien DHF berdasarkan suhu badan (0C)
di Rumah Sakit Roemani Semarang, Maret 2014 (n=25)

Variabel Mean Minimum Maximum Std. Deviation


Suhu badan hari 1 38,8 37,0 40,5 0,7
Suhu badan hari 2 37,6 36,5 39,0 0,8
Suhu badan hari 3 36,8 36,2 37,5 0,4

Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat suhu badan dihari pertama sampai
hari ketiga mengalami penurunan sampai dengan normal. Suhu badan
tertinggi terjadi pada hari pertama yaitu 40.50C, sedangkan suhu
terendah terjadi pada hari ketiga yaitu 36.20C.

g. Hasil Laborat
1) Nilai IgM
Tabel 4.9
Diskripsi karakteristik pasien DHF berdasarkan hasil pemeriksaan IgM
di Rumah Sakit Roemani Semarang, Maret 2014 (n=25)

Variabel f %
Positif 15 60.0
Standar DKK 10 40.0
Total 25 100.0

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa dari 25 responden ada 15 responden atau


60 % yang dilakukan pemeriksaan IgM dan semua hasilnya bernilai
positif dan 40 % responden diagnosa ditegakkan berdasarkan standar
diagnosa klinis DKK Semarang.

36
2) Hemoglobin
Tabel 4.10
Diskripsi karakteristik pasien DHF berdasarkan hasil pemeriksaan
hemoglobin (gr/dl) di Rumah Sakit Roemani Semarang, Maret 2014
(n=25)

Variabel Mean Minimum Maximum Std. Deviation


Hb hari 1 13,9 10,9 16,9 1,5
Hb hari 2 13,6 11,4 17,5 1,5
Hb hari 3 13,7 11,5 18,4 1,5

Berdasarkan tabel 4.10 dari hasil pemeriksaan hemoglobin dihari pertama


sampai ketiga dilihat dari rata – rata hasilnya stabil, tetapi jika dilihat dari
nilai minimum dan maksimum justru mengalami peningkatan. Hb
terendah terjadi pada hari pertama sebesar 10,9 gr/dl dan Hb tertinggi
terjadi pada hari ketiga sebesar 18,4 gr/dl.

3) Haematokrit
Tabel 4.11
Diskripsi karakteristik pasien DHF berdasarkan hasil pemeriksaan
hematokrit (%) di Rumah Sakit Roemani Semarang, Maret 2014 (n=25)

Variabel Mean Minimum Maximum Std. Deviation


Hematokrit hari 1 42,0 34,0 51,0 4,7
Hematokrit hari 2 41,3 34,5 51,5 4,2
Hematokrit hari 3 41,7 34,2 54,6 4,4

Berdasarkan tabel 4.11 hasil pemeriksaan hematokrit hari pertama sampai


hari ketiga mengalami peningkatan pada nilai tertinggi. Nilai tertinggi
terjadi pada hari ketiga sebesar 54,6 %.

37
4) Trombosit

Tabel 4.12
Diskripsi karakteristik pasien DHF berdasarkan hasil pemeriksaan
trombosit (/mm3) di Rumah Sakit Roemani Semarang,
Maret 2014 (n=25)

Variabel Mean Minimum Maximum Std. Deviation


Trombosit hari 1 120.000 33.000 221.000 40582,2
Trombosit hari 2 94.000 27.000 159.000 34947,9
Trombosit hari 3 90.000 15.000 159.000 37665,5

Tabel 4.12 dari hasil pemeriksaan trombosit menunjukkan adanya


penurunan dari hari pertama sampai hari ketiga. Trombosit terendah
terjadi pada hari ketiga sebesar 15.000 / mm3 dan trombosit tertinggi
terjadi pada hari pertama sebesar 221.000 / mm3.

2. Diskripsi diagnosa keperawatan pasien DHF pada hari pertama sampai


hari ketiga dirawat di Rumah Sakit Roemani Semarang .
Diagnosa keperawatan pasien DHF di Rumah Sakit Roemani Semarang hasil
dari penelitian ini, adalah sebagai berikut :
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme
regulasi.
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan fungsi
regulator.
c. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan defisiensi
volume cairan, gangguan mekanisme regulasi, muntah.
d. Hipertermi berhubungan dengan penyakit (viremia).
e. Mual berhubungan dengan iritasi lambung
f. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
faktor biologis.
g. Nyeri akut berhubungan dengan proses biologis
h. Resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.

38
i. Gangguan aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
j. Insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik (nyeri, mual).
k. Diare berhubungan dengan proses fisiologi (proses infeksi).

Rincian diskripsi diagnosa keperawatan diuraikan dalam tabel 4.13, yaitu :


Tabel 4.13
Distribusi frekuensi diagnosa keperawatan pasien DHF hari pertama s/d
hari ketiga Di Rumah Sakit Roemani Semarang, Maret 2014 (n=25)

Diagnosa keperawatan Hari 1 Hari 2 Hari 3


f % f % f %
1.Kekurangan volume cairan b.d 20 80,0 15 60,0 4 16,0
kegagalan mekanisme regulasi.
2.Resiko kekurangan volume cairan b.d 25 100,0 25
100,0 24 32,0
kegagalan fungsi regulator.
3.Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d
defisiensi volume cairan, gangguan 21 84,0 19 76,0 15 60,0
mekanisme regulasi, muntah.
4.Hipertermi b.d penyakit (viremia). 23 92,0 6 24,0 0 0
5.Mual b.d iritasi lambung 25 100,0 19 76,0 9 36,0
6.Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan faktor 24 96,0 20 80,0 11 44,0
biologis.
7.Nyeri akut b.d proses biologis 11 44,0 11 44,0 9 36,0
8.Resiko perdarahan b.d trombositopenia 23 92,0 25 100,0 24 96,0
9.Ansietas b.d perubahan dalam status
0 0 0 0 0 0
kesehatan
10.Gangguan aktivitas b.d kelemahan
18 72,0 12 48,0 6 24,0
umum
11.Insomnia b.d ketidaknyamanan fisik 10 40,0 2 8,0 0 0
12.Diare b.d proses fisiologi (proses
5 20,0 4 16,0 1 4,0
infeksi).

Berdasarkan tabel 4.13 dapat dilihat bahwa dihari pertama diagnosa


keperawatan terbanyak yang dialami responden adalah resiko kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kegagalan fungsi regulator (100 %), mual
berhubungan dengan iritasi lambung (100 %), ketidakseimbangan nutrisi :
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan faktor biologis (96 %), hipertermi
berhubungan dengan penyakit (viremia) (92 %), dan resiko perdarahan
berhubungan dengan trombositopenia (92 %). Hari kedua diagnosa –

39
diagnosa tersebut frekuensinya menurun sehingga tinggal dua diagnosa yang
proporsinya lebih dari 90 % yaitu resiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kegagalan fungsi regulator (100 %) dan .resiko
perdarahan berhubungan dengan trombositopenia (100 %). Hari ketiga hanya
tinggal diagnosa resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopenia
yang proporsinya masih tinggi yaitu 96 %.

Diagnosa keperawatan yang terumuskan dalam penelitian ini rata – rata


mengalami perbaikan dari hari pertama sampai hari ketiga perawatan. Hal ini
terlihat dari frekuensinya yang menurun bahkan menghilang, kecuali diagnosa
keperawatan resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopeni yang dari
hari pertama sampai hari ketiga proporsinya tetap tinggi yaitu dari 92 %, 100
% dan 96 %.

Penelitian ini meneliti 10 diagnosa keperawatan pada pasien DHF seperti yang
tercantum dalam tabel 4.13 nomer 1 – 10. Dari 10 diagnosa tersebut ada satu
diagnosa yang tidak terumuskan yaitu diagnosa keperawatan ansietas
berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan. Seluruh pasien yang
menjadi responden tidak ada yang memenuhi kriteria untuk merumuskan
diagnosa tersebut.

Selain 10 diagnosa yang diteliti, peneliti juga menemukan dua diagnosa yang
dapat dirumuskan pada pasien DHF yaitu : Insomnia berhubungan dengan
ketidaknyamanan fisik (nyeri, mual). Insomnia adalah suatu kondisi yang
menyebabkan gangguan pada kuantitas dan kualitas tidur yang ditandai
dengan pasien menyatakan sulit tidur, pasien menyatakan dan tampak kurang
bergairah, dengan kriteria mayor pasien menyatakan sulit tidur. Hari pertama
ada 40 % responden yang mengalami masalah insomnia.

40
Diagnosa kedua yaitu diare berhubungan dengan proses fisiologi (proses
infeksi). Diare adalah suatu kondisi berupa BAB cair atau tak berbentuk dan
frekuensinya sering, ditandai dengan feses lunak atau cair dan frekuensi lebih
dari tiga kali sehari, nyeri abdomen, mual / muntah, dengan kriteria mayor
feses lunak / cair dan frekuensi lebih dari tiga kali sehari. Hari pertama ada 20
% responden yang mengalami, namun menurun dihari kedua dan ketiga.

Rincian tabel distribusi frekuensi dari masing – masing diagnosa ditampilkan


dalam lampiran.

3. Diskripsi lima diagnosa keperawatan yang banyak dialami pasien DHF di


Rumah Sakit Roemani Semarang.
Tabel 4.14
Distribusi frekuensi lima diagnosa keperawatan yang paling banyak
dialami pasien DHF di Rumah Sakit Roemani Semarang,
Maret 2014 (n=25)

Diagnosa keperawatan Hari 1 Hari 2 Hari 3


f % f % f %
1.Resiko perdarahan berhubungan dengan 9 36,0
23 92,0 19 76,0
trombositopeni
2.Resiko kekurangan volume cairan 24 96,0
berhubungan dengan kegagalan fungsi 25 100,0 25 100,0
regulator
3.Mual berhubungan dengan iritasi lambung 25 100,0 25 100,0 24 96,0
4.Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari 15 60,0
kebutuhan berhubungan dengan faktor 24 96,0 20 80,0
biologis
5.Hipertermi b.d penyakit (viremia). 23 92,0 6 24,0 0 0

Berdasarkan tabel 4.14 juga dapat dirumuskan lima diagnosa keperawatan


yang banyak terjadi pada pasien DHF di Rumah Sakit Roemani, yaitu :
a. Resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopeni.
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan fungsi
regulator.

41
c. Mual berhubungan dengan iritasi lambung.
d. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
faktor biologis.
e. Hipertermi berhubungan dengan penyakit (viremia).

4. Diskripsi diagnosa keperawatan yang perlu ditambahkan dalam SAK di


Rumah Sakit Roemani Semarang.
Diagnosa keperawatan pasien DHF yang ada dalam SAK Rumah Sakit
Roemani, yaitu :
a. Kurang volume cairan
b. Hipertermi
c. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan
d. Kurang pengetahuan
e. Resiko terjadinya perdarahan
f. Syok hipovolemik
Diagnosa keperawatan pasien DHF dari hasil penelitian pasien DHF di Rumah
Sakit Roemani yaitu :
a. Resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopeni
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan fungsi
regulator.
c. Mual berhubungan dengan iritasi lambung.
d. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
faktor biologis.
e. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan defisiensi
volume cairan, gangguan mekanisme regulasi, muntah.
f. Hipertermi berhubungan dengan penyakit (viremia), ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh.
g. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme
regulasi.

42
h. Nyeri akut berhubungan dengan proses biologis.
i. Gangguan aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
j. Insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik (nyeri, mual,
batuk).
k. Diare berhubungan dengan proses fisiologi (proses infeksi).
Jadi, diagnosa yang perlu ditambahkan dalam SAK yang ada di Rumah Sakit
Roemani, yaitu :
a. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan fungsi
regulator.
b. Mual berhubungan dengan iritasi lambung.
c. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan defisiensi
volume cairan, gangguan mekanisme regulasi, muntah.
d. Nyeri akut berhubungan dengan proses biologis.
e. Gangguan aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
f. Insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik (nyeri, mual,
batuk).
g. Diare berhubungan dengan proses fisiologi (proses infeksi).

B. Pembahasan
Bagian pembahasan akan menjelaskan makna hasil dari penelitian ini yang
dikaitkan dengan tujuan penelitian yaitu mendiskripsikan karakteristik pasien
DHF di Rumah Sakit Roemani Semarang, mendiskripsikan diagnosa
keperawatan pasien DHF pada hari pertama sampai hari ke tiga di Rumah Sakit
Roemani Semarang, mendiskripsikan lima diagnosa keperawatan yang banyak
dialami pasien DHF di Rumah Sakit Roemani Semarang, dan mendiskripsikan
diagnosa keperawatan yang perlu ditambahkan dalam SAK di Rumah Sakit
Roemani Semarang. Selain itu, penelitian dalam pembahasan ini akan
disampaikan keterbatasan dari penelitian ini. Pembahasan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :

43
1. Interpretasi dan diskusi hasil
a. Karakteristik responden
Hasil penelitian menunjukkan diagnosa keperawatan yang muncul pada
penderita DHF sesuai dengan manifestasi klinis yang ada pada pasien
DHF, namun perbedaan karakteristik responden menentukan dalam
perumusan diagnosa keperawatan. Dilihat dari karakteristik umur
responden yang rata-rata 25 tahun dengan umur tertinggi 62 tahun dan
terendah 13 tahun. Perbedaan Umur mempengaruhi dalam perumusan
diagnosa keperawatan seperti masalah nyeri. Pada orang tua rata- rata
mengatakan tidak ada nyeri yang sangat terutama pada ulu hati, tetapi pada
usia anak rata – rata responden mengatakan nyeri sehingga menyebabkan
responden tidak mau makan minum dan mempengaruhi masalah nutrisi.

Hasil penelitian karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan


diperoleh pendidikan tertinggi adalah sarjana, namun paling banyak
responden berpendidikan SMA (40 %). Dari data tersebut sebagian besar
responden sudah mengetahui tentang DHF, sehingga responden tidak ada
yang mengalami kekhawatiran yang berlebihan.

Karakteristik responden berdasarkan Lama gejala yang dirasakan sebelum


pasien dirawat di rumah sakit didapatkan hasil rata-rata responden masuk
rumah sakit pada hari ketiga dengan gejala terlama adalah 5 hari dan gejala
terpendek adalah 3 hari. Lama gejala yang dirasakan pasien saat masuk
penting untuk dikaji karena untuk menentukan pasien saat ini berada dalam
fase apa. Menurut Satari dan Meilasari (2008) masa inkubasi virus dengue
terdiri dari fase demam (3-4 hari pertama), fase kritis (hari kelima dan
keenam), dan fase repulling setelah fase kritis. Data di atas menunjukkan
bahwa responden masuk rumah sakit rata-rata masih dalam masa inkubasi
virus dengue. Perbedaan lama gejala pasien sebelum masuk rumah sakit

44
mempengaruhi dalam perumusan diagnosa keperawatan terutama
hipertermi.

Penelitian karakteristik responden berdasarkan riwayat responden dirawat


di rumah sakit sebelum dirawat di Rumah Sakit Roemani, mendapatkan
hasil bahwa seluruh responden tidak ada yang mempunyai riwayat tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa semua responden sama – sama mendapatkan
perawatan pertama saat dilakukan penelitian. Riwayat perawatan dirumah
sakit lain sebelum dirawat di Rumah Sakit Roemani mempengaruhi dalam
perumusan diagnosa keperawatan terutama masalah kekurangan volume
cairan, karena pasien yang sudah dirawat di rumah sakit minimal sudah
mendapatkan therapi cairan atau infuse disamping obat – obatan lain.
Manifestasi klinis dari pasien DHF adalah adanya mual, muntah, anoreksia,
dan diare sehingga pasien beresiko untuk kekurangan cairan (Mansjoer,
2005). Dengan demikian, pasien yang sudah dirawat sebelum masuk
Rumah Sakit Roemani sudah mendapatkan asupan cairan parenteral untuk
mengatasi resiko kekurangan cairan pada pasien DHF, sehingga saat
dirawat dirumah sakit roemani tidak ada masalah kekurangan volume
cairan.

Penelitian karakteristik responden berdasarkan hasil tekanan darah


menunjukkan bahwa tekanan darah responden masih dalam batas normal
dari hari pertama sampai hari ketiga dirawat. Hari pertama dan kedua rata
– rata tekanan sistolik sama yaitu 112 mmHg, hari ketiga naik menjadi 114
mmHg. Sedangkan untuk tekanan diastolik rata - rata hari pertama dan
ketiga sama yaitu 73 mmHg, sedangkan untuk hari kedua turun 72 mmHg.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perubahan yang berarti yang
mempengaruhi perumusan diagnosa keperawatan. Tekanan darah normal
adalah 120/80 mmHg. Penurunan tekanan darah di bawah normal pada

45
pasien DHF menunjukkan adanya masalah pada pasien. Penurunan tekanan
darah merupakan salah satu gejala terjadinya kekurangan volume cairan
dan syok (Mansjoer, 2005). Sedangkan, peningkatan tekanan darah diatas
normal merupakan salah satu tanda pasien mengalami masalah nyeri yang
hebat dan gelisah (Nanda, 2011).

Hasil pengukuran frekuensi nadi dihari pertama didapatkan frekuensi rata-


rata 85 kali/menit, hari kedua 83 kali/menit, dan dihari ketiga 82 kali/menit.
Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa frekuensi nadi responden rata
– rata di atas normal. Frekuensi nadi normal adalah 60 – 80 kali/menit
secara teratur (pusponegoro, 2012). Peningkatan frekuensi nadi pada pasien
DHF menunjukkan pasien mengalami demam, kekurangan volume cairan,
pasien cemas atau bahkan gejala awal dari syok (Satari & Meilasari, 2008).

Hasil pengukuran frekuensi pernapasan hari pertama rata-rata adalah 20


kali/menit, hari kedua frekuensi rata-rata 19 kali/menit, dan pada hari
ketiga frekuensi rata-rata 18 kali/menit. Hal ini menunjukkan bahwa
responden tidak ada yang mengalami sesak nafas. Frekuensi pernapasan
normal adalah 16 – 24 kali/menit dengan irama teratur (pusponegoro,
2012). Menurut Nanda, (2011) peningkatan frekuensi pernapasan
menunjukkan pasien mengalami hipertermi atau kelelahan setelah
beraktivitas. Peningkatan frekuensi pernapasan juga bisa menunjukkan
bahwa pasien DHF mengalami kebocoran pembuluh darah di paru – paru
atau efusi pleura (Hadinegoro & Satari, 2005).

Hasil pengukuran suhu badan dihari pertama rata-rata suhu badan


responden adalah 38,80C, tetapi hari kedua dan ketiga turun menjadi
normal. Suhu tubuh normal adalah 360C – 37,50C. Pasien DHF mengalami
demam pada hari kedua setelah terinfeksi sampai dengan hari keempat

46
pada masa inkubasi virus dengue. Jadi, hampir bisa dipastikan bahwa pada
pasien DHF akan ditemukan diagnosa keperawatan hipertermi dengan suhu
tertinggi bisa sampai 400C atau bahkan lebih. Masalah hipertermi dalam
penelitian ini tidak ditemukan pada beberapa responden karena pada saat
responden masuk Rumah Sakit Roemani pasien tersebut sudah melewati
fase demam atau lebih dari empat hari sehingga masalah hipertermi sudah
tidak ada lagi.

Penelitian karakteristik responden berdasarkan pemeriksaan hemoglobin


dihari pertama terlihat Hb rata-rata 13,9 gr/dl, hari kedua 13,6 gr/dl, dan
hari ketiga Hb rata-rata 13.8 gr/dl. Standart nilai normal atau nilai rujukan
untuk hemoglobin yang dipakai Rumah Sakit Roemani untuk usia 11 tahun
sampai dengan 62 tahun adalah 13 – 18 gr/dl. Berdasarkan dari hasil di atas
kadar hemoglobin responden masih dalam rentang normal, jadi tidak
mempengaruhi dalam perumusan diagnosa keperawatan. Peningkatan
kadar hemoglobin pada pasien DHF menunjukkan bahwa darah pasien
mengalami pengentalan atau hemokonsentrasi yang disebabkan karena
terjadi kebocoran pada pembuluh darah sehingga cairan intrasel banyak
yang keluar ke ekstrasel. Perpindahan ini yang menyebabkan pasien terjadi
kegagalan fungsi regulasi dan terjadi kekurangan volume cairan pada
pasien DHF (Setiati & Soemantri, 2009) .

Hasil pemeriksaan hematokrit hari pertama kadar hematokrit rata-rata 42


%, hari kedua menurun menjadi 41,3 %, dan hari ketiga hampir sama yaitu
41,7 %. Nilai rujukan normal yang dipakai Rumah Sakit Roemani untuk
hematokrit adalah 38 – 52 %. Data diatas menunjukkan rata – rata kadar
hematokrit responden masih dalam batas normal. Peningkatan kadar
hematokrit pada pasien DHF mempunyai arti sama dengan peningkatan
hemoglobin. Peningkatan hematokrit yang

47
melebihi 15 % - 20 % dari tiga kalinya kadar hemoglobin menandakan
pasien mengalami kekurangan cairan dan syok hipovolemik pada pasien
DHF (Setiati & Soemantri, 2009). Hasil penelitian ini tidak ada responden
yang mengalami hal tersebut.

Hasil pemeriksaan trombosit rata – rata mengalami penurunan sampai hari


ketiga yaitu dari 120.000 / mm3 menjadi 94.000 / mm3, dan 90.000 / mm3.
Nilai rujukan normal untuk trombosit yang dipakai Rumah Sakit Roemani
adalah 150.000 – 440.000 / mm3. Penurunan nilai trombosit disebabkan
karena terjadinya aktivasi system komplemen oleh karena virus dengue
yang mengakibatkan terjadinya agregasi trombosit sehingga menyebabkan
penurunan jumlah trombosit pada pasien DHF (Mansjoer, 2005).
Trombosit adalah komponen darah yang berperan terhadap proses
pembekuan darah, sehingga penurunan trombosit pada responden di atas
sangat beresiko untuk terjadi perdarahan.

Immunoglobulin Dengue adalah suatu cara untuk mendeteksi bahwa pasien


mengalami infeksi virus dengue. Hasil pemeriksaan IgM akan valid bila
dilakukan pada saat pasien merasakan gejala lebih dari hari keempat.
Mahalnya biaya pemeriksaan menyebabkan tidak semua pasien mampu
untuk dilakukan pemeriksaan IgM. Hasil penelitian menunjukkan dari 25
responden hanya 15 responden atau 60 % yang dilakukan pemeriksaan IgM
dan hasilnya positif, sedangkan yang 10 responden atau 40 % penegakan
diagnosa medis berdasarkan standar diagnosa klinis yang ditetapkan oleh
DKK.

48
b. Diskripsi diagnosa keperawatan pasien DHF pada hari pertama sampai hari
ketiga dirawat di rumah sakit.
Diagnosa keperawatan pada penelitian ini dirumuskan berdasarkan
manifestasi klinis dan juga hasil laborat yang terjadi pada responden.
Diagnosa ini dirumuskan berdasarkan NANDA (2011). Hasil penelitian
didapatkan 11 diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan. Diagnosa –
diagnosa ini bisa dirumuskan apabila telah memenuhi kriteria mayor
Carpenito, (2012).

Diagnosa pertama yaitu kekurangan volume cairan berhubungan dengan


kegagalan mekanisme regulasi, ditandai dengan tekanan darah < 120/80
mmHg, nadi lemah, frekuensi nadi > 100 kali/menit, volume urine <
0,5/kgBB/jam, membran mukosa kering, kulit kering, peningkatan
hematokrit, peningkatan suhu tubuh, dan kelemahan, dengan karakteristik
mayor kulit mukosa kering dan asupan oral kurang (Carpenito, 2012).
Hasil penelitian diagnosa ini paling banyak terjadi dihari pertama sebanyak
80 % responden, menurun dihari kedua (60 %) dan ketiga (16 %).
Kekurangan volume cairan adalah suatu kondisi terjadinya penurunan
cairan dalam tubuh karena adanya kegagalan mekanisme fungsi regulasi
yaitu berpindahnya cairan intraseluler ke ekstraseluler / kebocoran plasma
dari endotel ) yang disebabkan karena peningkatan permiabilitas kapiler
sehingga mengakibatkan perembesan plasma sehingga didalam sel terjadi
kekurangan volume cairan (Setiati & Soemantri, 2009). Diagnosa ini perlu
penanganan segera karena jika terlambat akan mengakibatkan syok
hipovolemik dan berakhir dengan kematian.

Diagnosa yang kedua yaitu resiko kekurangan volume cairan, berhubungan


dengan muntah, kurang intake cairan, trombositopeni, dan diare, dengan
kriteria mayor muntah, diare, asupan oral kurang, dan trombositopeni

49
(Carpenito, 2011). Hasil penelitian hari pertama dan kedua 100 %
responden beresiko mengalami kekurangan volume cairan, sedangkan hari
ketiga menurun menjadi 96 %. Resiko kekurangan volume cairan adalah
suatu kondisi yang berisiko mengalami kekurangan cairan dalam tubuh
karena kurangnya intake cairan dan tingginya output cairan.
Trombositopeni salah satu faktor yang menunjukkan bahwa pasien
beresiko kekurangan cairan karena dengan adanya trombositopeni berarti
sudah terjadi proses permiabilitas pembuluh darah dan beresiko terjadi
kebocoran lebih lanjut apabila tidak ditangani dengan baik. Kurangnya
asupan oral juga merupakan faktor resiko karena dengan proses penyakit
(demam, perembesan plasma), pasien DHF sangat membutuhkan banyak
cairan. Faktor resiko yang lain adalah muntah dan diare. Muntah dan diare
menyebabkan ketidakseimbangan antara intake dan output, dimana
pengeluaran cairan akan lebih banyak dari pemasukannya sehingga akan
mengakibatkan kegagalan dalam proses regulasi. Dari hasil penelitian di
atas menunjukkan bahwa semua pasien DHF beresiko untuk terjadi
kekurangan volume cairan.

Diagnosa ketiga yaitu resiko ketidakseimbangan elektrolit, berhubungan


dengan kekurangan cairan, muntah, diare, dengan kriteria mayor
kekurangan cairan, diare, muntah (Carpenito, 2012).. Hasil penelitian dari
hari pertama sampai hari ketiga mengalami penurunan yaitu 84 %, 76 %,
dan 15 %. Resiko ketidakseimbangan elektrolit adalah suatu kondisi yang
beresiko terjadinya penurunan kadar elektrolit yang disebabkan karena
pasien mengalami pengeluaran cairan yang berlebihan. Pasien yang
mengalami kekurangan cairan akan beresiko untuk terjadi
ketidakseimbangan elektrolit baik karena kegagalan fungsi regulasi
maupun karena ketidakseimbangan antara input dan output. Penelitian ini
tidak memunculkan diagnosa aktual ketidakseimbangan elektrolit karena

50
sebagian besar responden dalam penelitian ini tidak diperiksa kadar
elektrolitnya.

Diagnosa keempat yaitu hipertermi berhubungan dengan penyakit


0
(viremia), ditandai dengan suhu tubuh di atas 38 C, kulit kemerahan, kulit
terasa hangat waktu disentuh, dan frekuensi pernapasan > 24x, dan
frekuensi nadi > 100 kali/menit, dengan kriteria mayor peningkatan suhu
tubuh lebih dari 380C. Hasil penelitian kejadian terbanyak ada dihari
pertama (92 %), menurun dihari kedua (24 %), dan hari ketiga sudah tidak
ada pasien yang mengalami hipertermi. Etiologi dari diagnosa ini adalah
karena terjadinya proses infeksi dari virus dengue. Hipertermi adalah suatu
kondisi terjadinya peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal yang
disebabkan karena proses infeksi virus dengue. Sesuai dengan penjelasan
pada pembahasan kriteria pasien berdasarkan suhu tubuh seharusnya semua
pasien DHF mengalami hipertermi, tetapi dalam penelitian ini tidak bisa
dirumuskan pada semua pasien karena pada saat penelitian ada responden
yang sudah terbebas dari fase demam.

Diagnosa kelima yaitu mual berhubungan dengan iritasi lambung, ditandai


dengan keengganan terhadap makanan, perilaku ingin muntah, peningkatan
saliva, peningkatan menelan, melaporkan mual, dan merasakan asam di
mulut, dengan kriteria mayor pasien melaporkan mual / eneg, kulit pucat,
peningkatan saliva dan gerakan menelan. Hasil penelitian hari pertama
seluruh responden (100 %) mengalami mual, hari kedua menurun menjadi
76 % dan hari ketiga menurun lagi menjadi 36 %. Mual adalah suatu
kondisi yang merangsang keinginan untuk muntah yang disebabkan karena
adanya gangguan saluran pencernaan. Mual terjadi pada pasien DHF
karena peningkatan asam lambung dan menyebabkan iritasi pada lambung
(Mansjoer, 2005). Diagnosa ini secara obyektif ditandai dengan kulit

51
terlihat pucat karena pasien kekurangan energi karena tidak adanya
metabolisme. Peningkatan asam lambung menyebabkan peningkatan saliva
didalam mulut dan peningkatan saliva akan memdorong pasien untuk
menelan saliva sehingga pasien akan melakukan proses menelan yang lebih
banyak dari biasanya, selain itu asam lambung yang refluk akan
menyebabkan pasien merasakan pahit di mulut.

Diagnosa keenam yaitu ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan


berhubungan dengan faktor biologis, ditandai dengan nyeri abdomen,
menghindari makan, diare, membran mukosa pucat, cepat kenyang setelah
makan, dengan kriteria mayor asupan nutrisi tidak adekuat (menghindari
makan dan cepat kenyang setelah makan, ada mual, muntah). Hasil
penelitian kejadian terbanyak yaitu 96 % ada dihari pertama kemudian
turun menjadi 80 % dihari kedua dan terendah 44 % dihari ketiga.
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan adalah suatu kondisi
yang menunjukkan bahwa asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolik yang disebabkan karena gangguan pada saluran
pencernaan karena proses infeksi. Hal ini menyebabkan terjadinya mual
muntah, tidak nafsu makan, nyeri perut juga diare (Mansjoer, 2005). Hal
tersebut mengakibatkan ketidakseimbangan intake dan output sehingga
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan nutrisi. Setelah masa inkubasi
selesai, gangguan pada saluran pencernaan akan berkurang, dan nafsu
makan pasien akan meningkat sehingga masalah ketidakseimbangan nutrisi
teratasi.

Diagnosa ketujuh hasil dari penelitian ini yaitu nyeri akut berhubungan
dengan proses biologis, ditandai dengan pasien mengatakan nyeri,
peningkatan tekanan darah dari biasanya, peningkatan frekuensi nadi dari
biasanya, peningkatan frekuensi pernapasan dari biasanya, gelisah, wajah

52
menunjukkan nyeri, sikap melindungi area nyeri, fokus menyempit,
perubahan posisi untuk menghindari nyeri, dan ada gangguan tidur,
dengan kriteria mayor pasien mengatakan nyeri (skala), perubahan tekanan
darah / nadi, gelisah, perubahan frekuensi pernapasan, wajah menunjukkan
nyeri, gerakan tubuh berhati - hati. Hasil penelitian hari pertama dan kedua
sebesar 44 %, dan hari ketiga menurun menjadi 36 %. Nyeri adalah suatu
kondisi yang muncul berupa rasa sakit pada pasien DHF karena adanya
serangan pada setiap bagian tubuh karena proses infeksi. Nyeri sering
terjadi pada nyeri kepala, nyeri pada tulang, otot, dan sendi, nyeri ulu hati,
dan pegal – pegal hampir diseluruh tubuh. Nyeri abdomen biasanya karena
terjadinya hepatomegali (Soegiyanto, 2006). Pasien DHF tidak semuanya
mengalami nyeri, hal ini dikarenakan berat ringannya infeksi dan juga daya
tahan tubuh pasien. Nyeri akan hilang setelah semua sistem tubuh sudah
mengalami perbaikan.

Diagnosa kedelapan yaitu resiko perdarahan berhubungan dengan


trombositopenia, dengan kriteria mayor apabila kadar trombosit kurang
dari 150.000. Resiko perdarahan adalah suatu kondisi yang berisiko
mengalami penurunan volume darah yang dapat mengganggu kesehatan
yang disebabkan karena penurunan kadar trombosit (NANDA, 2011). Hasil
penelitian selama 3 hari hampir seluruh responden mengalami penurunan
trombosit dan beresiko terjadi perdarahan (92 %, 100 %, 96 %). Tiga
responden saja yang tidak beresiko terjadi perdarahan yaitu 2 responden
dihari pertama dan 1 responden dihari ketiga. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa semua pasien DHF akan mengalami penurunan trombosit di bawah
normal, pada masa inkubasi virus yaitu 2 – 7 hari.

Diagnosa kesembilan dalam penelitian ini seharusnya masalah ansietas,


namun karena masalah ansietas tidak muncul pada semua responden

53
sehingga masalah ansietas diabaikan. Diagnosa kesembilan menjadi
gangguan aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ditandai
dengan tekanan darah abnormal terhadap aktivitas, frekuensi nadi abnormal
terhadap aktivitas, mengatakan pegal–pegal setelah beraktivitas,
mengatakan sakit setelah beraktivitas, mengatakan letih setelah
beraktivitas, mengatakan lemah setelah aktivitas, sesak setelah beraktivitas,
dengan kriteria mayor dispnea, nadi meningkat dan lemah, tekanan darah
diastolik meningkat > 15mmHg setelah pasien beraktifitas. Hasil penelitian
hari pertama sebanyak 72 % dan membaik dihari kedua 48 % dan hari
ketiga 24 %. Gangguan aktivitas adalah suatu kondisi yang menunjukkan
keterbatasan dalam menyelesaikan aktivitas sehari-hari, yang disebabkan
adanya kelemahan tubuh karena adanya masalah kekurangan volume
cairan, masalah ketidakseimbangan nutrisi serta adanya serangan pada
sistem tubuh sehingga timbul nyeri. Peningkatan pada tekanan darah, nadi
dan dispneu karena terjadinya peningkatan kerja jantung.

Diagnosa kesepuluh yaitu insomnia berhubungan dengan


ketidaknyamanan fisik (nyeri, mual). Insomnia adalah suatu kondisi yang
menyebabkan gangguan pada kuantitas dan kualitas tidur, yang ditandai
dengan pasien menyatakan sulit tidur (mayor), menyatakan dan tampak
kurang bergairah (minor). Diagnosa keperawatan bisa terumuskan bila ada
kriteria mayor. Hasil penelitian hari pertama sebanyak 40 % dan membaik
dihari kedua menjadi 8 % dan hari ketiga sudah tidak ada responden yang
mengalami insomnia. Insomnia pada pasien DHF muncul karena adanya
permasalahan mual dan juga nyeri. Insomnia terjadi pada fase demam dan
akan membaik setelah pasien selesai melewati fase tersebut. Diagnosa ini
hanya ditemukan pada sebagian kecil responden. Hal ini mungkin
berhubungan dengan berat ringannya infeksi dan juga daya tahan tubuh
pasien.

54
Diagnosa kesebelas yaitu diare berhubungan dengan proses fisiologi
(proses infeksi). Diare adalah suatu kondisi berupa BAB cair atau tak
berbentuk dan frekuensinya sering, ditandai dengan feses lunak atau cair
dan frekuensi lebih dari tiga kali sehari (mayor), nyeri abdomen (minor),
mual/muntah (minor). Diagnosa bisa dirumuskan bila ada kriteria mayor.
Hasil penelitian hari pertama (20 %) dan membaik dihari kedua (16 %) dan
ketiga (4 %). Masalah diare terjadi karena serangan infeksi pada saluran
pencernaan. Diare tidak dialami pada semua responden, karena gangguan
saluran pencernaan pada pasien DHF tidak hanya menimbulkan diare saja
tetapi juga konstipasi, tetapi hal ini jarang juga terjadi pada pasien
(Mansjoer, 2005).

c. Diskripsi lima diagnosa keperawatan yang banyak dialami pasien DHF di


Rumah Sakit Roemani Semarang.
Lima diagnosa yang paling banyak muncul pada pasien DHF dalam
penelitian ini dirumuskan berdasarkan proporsi hasil penelitian responden
selama tiga hari perawatan di Rumah Sakit Roemani Semarang. Diagnosa
pertama yaitu resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopeni.
Hasil penelitian menunjukkan Hasil penelitian hari pertama terdapat 92 %,
hari kedua 100 %, dan hari ketiga 96 %. Sama dengan diagnosa yang
pertama, diagnosa ini bisa jadi lima besar dalam penelitian ini karena
penyebabnya adalah trombositopeni sedangkan pada pasien DHF sudah
bisa dipastikan terjadi penurunan trombosit. Tetapi responden dalam
penelitian ini tidak homogen pada karakterisatik lama gejala yang
dirasakan sebelum masuk rumah sakit, sehingga mempengaruhi pada hasil
penelitian pada perumusan diagnosa keperawatan khususnya yang
disebabkan karena trombositopeni. Berbeda dengan disgnosa pertama,
diagnosa ini etiologinya hanya trombositopeni saja, sedangkan diagnosa

55
pertama ada mual dan muntah. Hal ini mempengaruhi proporsi hasil
penelitian dan mempengaruhi pada posisi lima besar.

Diagnosa kedua yaitu resiko kekurangan volume cairan berhubungan


dengan kegagalan fungsi regulator. Hasil penelitian menunjukkan hari
pertama dan kedua diagnosa ini muncul pada seluruh responden. Hari
ketiga hanya satu responden yang tidak mengalami masalah resiko
kekurangan cairan. Etiologi dari diagnosa ini sebagian besar karena
penurunan trombosit di bawah normal. Hal ini sesuai dengan manifestasi
klinis dari DHF bahwa pasien DHF akan mengalami penurunan trombosit
yang terjadi pada hari ketiga sampai dengan hari ketujuh dari panas
pertama (Soegiyanto, 2006), sehingga semua pasien DHF beresiko untuk
kekurangan volume cairan. Selain trombositopeni diagnosa ini bisa juga
disebabkan karena adanya mual dan muntah. Pada hari pertama dirawat
seluruh responden mengalami mual sehingga seluruh responden beresiko
untuk kekurangan cairan dihari pertama.

Diagnosa ketiga yaitu mual berhubungan dengan iritasi lambung. Diagnosa


ini masuk dalam lima besar karena dihari pertama dirawat seluruh
responden (100 %) mengalaminya. Diagnosa ini juga dipengaruhi oleh
lama gejala yang dirasakan pasien pada saat masuk rumah sakit walaupun
tidak sepenuhnya, karena rata – rata pasien akan membaik setelah pasien
mendapatkan terapi medis. Mual dan muntah merupakan gejala awal dari
pasien DHF (Mansjoer, 2006).

Diagnosa keempat yaitu ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan


berhubungan dengan faktor biologis. Hasil penelitian 96 % responden
dihari pertama mengalaminya. Diagnosa ini proporsinya hampir sama
dengan diagnosa mual berhubungan dengan iritasi lambung. Dalam

56
penelitian ini responden yang mengalami mual belum tentu mengalami
masalah kekurangan nutrisi, tetapi pasien DHF yang mengalami
kekurangan nutrisi pasti mengalami mual. Anoreksia yang terjadi pada
pasien DHF pada masa inkubasi menyebabkan diagnosa ini masuk dalam
lima besar.

Diagnosa kelima yaitu hipertermi berhubungan dengan penyakit (viremia).


Hari pertama ada 92 % responden yang mengalami hipertermi. Fase
pertama sebagai manifestasi klinis DHF adalah fase demam dan terjadi
pada hari kedua sampai dengan hari keempat. Hal inilah yang
menyebabkan hipertermi proporsinya tinggi dan masuk dalam lima
diagnosa yang paling banyak dialami pasien DHF.

d. Diskripsi diagnosa keperawatan yang perlu ditambahkan dalam SAK di


Rumah Sakit Roemani Semarang.
SAK yang ada di Rumah Sakit Roemani terdapat 6 diagnosa keperawatan ,
yaitu kurang volume cairan, hipertermi, ketidakseimbangan nutrisi :
kurang dari kebutuhan, kurang pengetahuan, resiko terjadinya perdarahan,
dan syok hipovolemik. Diagnosa keperawatan yang dirumuskan belum
terdapat etiologi dan juga symptom / batasan karakteristik. Menurut
Gordon dalam Rohmah, Walid (2010) format diagnosa keperawatan
adalah P.E.S (Prolem, Etiologi, Symptom). NANDA (2011) juga
menyebutkan tipe diagnosa keperawatan ada diagnosa keperawatan aktual
dan juga resiko. Konsep diagnosa keperawatan aktual terdiri dari PES,
sedangkan diagnosa keperawatan resiko terdiri dari PE. Berdasarkan
konsep diagnosa keperawatan di atas, diagnosa yang ada dalam SAK
Rumah Sakit Roemani belum bisa dikatakan diagnosa keperawatan tetapi
hanya permasalahan keperawatan saja (problem). Diagnosa keperawatan

57
dalam SAK akan dilengkapi dengan etiologi dan juga batasan
karakteristiknya (symtom).

Hasil penelitian ada tujuh diagnosa yang perlu ditambahkan dalam SAK
yang ada di Rumah Sakit Roemani lengkap dengan batasan karakteristik
dari masing – masing diagnosa, tetapi dalam pembahasan ini akan
disampaikan dalam bentuk problem dan etiologi saja selengkapnya akan
ditampilkan dalam lampiran. Diagnosa pertama adalah resiko kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kegagalan fungsi regulator, muntah,
kurang intake cairan, diare, dan trombositopeni. Diagnosa ini perlu
ditambahkan untuk mencegah pasien DHF tidak jatuh ke dalam kondisi
kekurangan cairan karena pada pasien DHF akan mengalami mual,
muntah, anoreksia, diare, dan trombositopeni (Mansjoer, 2005).
Manifestasi tersebut sangat beresiko untuk terjadi kekurangan cairan.

Diagnosa kedua yaitu mual berhubungan dengan iritasi lambung.


Diagnosa ini perlu ditambahkan karena dari hasil penelitian diagnosa ini
termasuk dalam lima besar diagnosa yang paling banyak dialami pasien.
Selain itu mual akan membuat pasien beresiko untuk kekurangan volume
cairan (NANDA, 2011).

Diagnosa ketiga yaitu resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan


dengan defisiensi volume cairan, gangguan mekanisme regulasi, dan
muntah. Diagnosa ini perlu ditambahkan karena kekurangan elektrolit
akan menimbulkan masalah- masalah lain pada pasien DHF, terutama
gangguan irama jantung karena hipokalemi.

58
Diagnosa keempat yaitu nyeri akut berhubungan dengan proses biologis.
Diagnosa ini perlu ditambahkan karena dalam masa inkubasi pasien DHF,
pasien akan merasakan nyeri disebagian anggota tubuh seperti sakit
kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu
hati, pegal-pegal pada saluran tubuh (Mansjoer, 2005). Nyeri ini akan
sangat mengganggu pada pasien dan akan mempengaruhi system yang
lain, karena nyeri akan mengurangi selera makan, meningkatkan tekanan
darah, meningkatkan frekuensi jantung, meningkatkan frekuensi
pernapasan, menimbulkan perilaku distraksi, dan nyeri yang hebat bisa
menimbulkan syok neurogenik dan juga gangguan tidur / insomnia
(NANDA, 2011).

Diagnosa kelima yaitu gangguan aktivitas berhubungan dengan kelemahan


umum. Diagnosa ini perlu ditambahkan karena aktivitas adalah kebutuhan
setiap manusia untuk memenuhi kebutuhan dirinya. Apabila pasien tidak
mampu untuk beraktivitas maka perlu adanya bantuan dalam pemenuhan
kebutuhan pasien. Pasien yang mengalami gangguan aktivitas, jika
dipaksakan untuk beraktivitas akan membahayakan pada diri pasien
karena akan membuat pasien beresiko untuk jatuh dan cidera (NANDA,
2011).

Diagnosa keenam yaitu insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan


fisik (nyeri, mual). Diagnosa ini perlu ditambahkan karena tidur
merupakan salah satu kebutuhan manusia, jadi kebutuhan istirahat tidur
pada pasien DHF harus terpenuhi. Pasien yang kurang tidur akan
membuatnya lemah dan tidak bergairah sehingga pasien tidak bergairah
juga untuk aktivitas lain seperti makan minum sehingga pasien tidak bisa
memulihkan energinya.

59
Diagnosa ketujuh yaitu diare berhubungan dengan proses fisiologi (proses
infeksi). Diagnosa ini perlu ditambahkan karena diare akan membawa
dampak lain seperti output yang berlebihan, mual / muntah, dan nyeri
perut, sehingga akan menimbulkan masalah baru yaitu resiko kekurangan
volume cairan, mual, dan nyeri akut (NANDA, 2011).

2. Keterbatasan penelitian
a. Pengambilan data dilakukan hanya satu kali dalam sehari, sehingga
peneliti tidak bisa mengikuti pada saat kondisi pasien ada perubahan atau
renjatan di luar jam penelitian.
b. Sampel penelitian dilakukan pada responden dengan karakteristik yang
berbeda, sehingga manifestasi klinis yang timbul berbeda. Hal ini
mempengaruhi dalam perumusan diagnosa keperawatan.
c. Responden dalam penelitian ini tidak semuanya diperiksa IgM Dengue,
sehingga kepastian untuk diagnosa medis belum sepenuhnya bisa
ditegakkan.

60

Anda mungkin juga menyukai