1
UPT-Balai Informasi Konservasi Kebumian Karangsambung LIPI
Email: seno.win84@gmail.com
ABSTRAK
Karangsambung merupakan suatu daerah yang terletak ± 19 km ke arah utara dari Kabupaten
Kebumen. Batuan beku, sedimen, dan metamorf yang tersingkap di Karangsambung adalah
fenomena langka, menjadi rekaman sejarah pembentukan bumi. Singkapan batuan ini
menunjukkan bahwa daerah Karangsambung adalah zona subduksi purba. Proses eksogen
degradasi berupa pelapukan, gerakan tanah, erosi dan sedimentasi mempengaruhi batuan-batuan
langka di Karangsambung. Area konservasi Karangsambung banyak memiliki ancaman, beberapa
diantaranya (1) aktivitas pelapukan batuan menghasilkan tanah dengan ketebalan hingga 3-5
meter, (2) banyaknya kejadian longsor disepanjang jalan dan terpotong oleh sesar. Tujuan
penelitian ini adalah melakukan kajian geologi teknik dan analisis laboratorium dari sampel
tanahnya untuk mengetahui satu atau lebih penyebab gerakan tanah dan cara penanggulangannya.
Daerah Karangsambung berdasarkan hasil uji sifat fisik tanahnya tergolong jenis tanah lanau dan
lempung dengan tingkat plastisitas tinggi (MH dan CH). Kadar air yang berlebih, terutama saat
terjadi hujan pada lereng dengan sudut yang besar menjadikan lereng tersebut menjadi kritis
dengan angka keamanan semakin rendah. Berdasarkan karakteristik propertis dan tingkat
keaktifan tanahnya menunjukkan kecenderungan aktif dan sifat mengembang dengan prosentase
yang besar.
Kata kunci : Longsoran, geoteknik, konservasi, karangsambung.
ABSTRACT
53
Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Puslit Geoteknologi – LIPI 2013
ISBN: 978-979-8636-20-2
of the soil type is classified as silt and clay with a high degree of plasticity (MH and CH). The
problem of excessive water content, especially when it rains on the slopes with a large angle
makes the slope becomes critical to the security of the lower figure. Based on properties and
activity show a large percentage of the expansive soil.
PENDAHULUAN
Stabilitas lereng sangat erat hubungannya dengan longsor atau pergerakan tanah yang merupakan
proses perpindahan massa tanah secara alami dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih
rendah. Lereng memiliki parameter topografi yang terbagi dalam dua bagian, yaitu kemiringan
lereng dan beda tinggi relief. Bentuk lereng sangat bergantung pada erosi, gerakan tanah dan
pelapukan. Pergerakan tanah terjadi akibat perubahan keseimbangan daya dukung tanah dan akan
berhenti setelah mencapai keseimbangan baru. Perubahan keseimbangan tersebut terjadi jika
tanah sudah tidak mampu menahan berat lapisan tanah di atasnya karena adanya penambahan
beban pada permukaan lereng dan berkurangnya daya ikat antara butiran tanah relief.
Parameter penting sebagai pemicu gerakan tanah antara lain adalah kemiringan lereng dan curah
hujan. Semakin besar sudut lereng semakin besar juga daya dorongnya, hal ini disebabkan
meningkatkan tegangan geser berbanding terbalik dengan tegangan normal yang berupa kekuatan
penahan. Pada prinsipnya terganggunya kestabilan lereng dikarenakan besarnya gaya penggerak
lebih besar dari pada gaya penahannya (Karnawati, 1991). Selain itu curah hujan juga dapat
sebagai pemicu gerakan tanah diketahui bahwa hujan yang meresap ke dalam tanah dapat
menimbulkan peningkatan tekanan air pori kritikal, sehingga terjadi gangguan pada kestabilan
lereng (Tohari, dkk, 2005).
Pengertian gerakan tanah sebagai respon yang merupakan faktor utama dalam proses
geomorfologi akan terjadi dimana saja di atas permukaan bumi, terutama pada permukaan relief
perbukitan yang berlereng terjal. Gerakan tanah didefinisikan sebagai perpindahan material
pembentuk lereng, berupa batuan, bahan timbunan, tanah atau material campuran tersebut,
bergerak ke arah bawah dan keluar lereng (Cruden, 1991).
Wilayah kawasan geologi Karangsambung merupakan bagian dari tumbukan lempeng (sekitar 70
juta tahun yang lalu), antara lempeng Samudra Hindia-Australia yang bergerak ke arah utara
menumbuk masuk kedalam lempeng Asia Tenggara (Asikin, 1974). Dari pergerakan lempeng
tersebut terbentuklah suatu bentang alam yang merupakan sutau bentukan alam pada permukaan
bumi, contohnya seperti bukit, perbukitan, pegunungan, dataran dan cekungan, sehingga banyak
dijumpai lahan yang miring ataupun bergelombang. Selain itu muncul beberapa singkapan batuan
yang bervariasi baik jenis, umur dan proses pembentukannya. Hal ini menjadikan kawasan
Karangsambung sebagai daerah yang memiliki fenomena alam yang bernilai sejarah dan ilmiah.
Tingkat proses endogen dan eksogen dikawasan ini sangatlah tinggi menyebabkan banyaknya
bentang alam yang tidak teratur dengan terlihatnya pada deformasi batuan campuran akibat
tektonik lempeng (Melange) serta dapat terlihat pula pelapukan batuan yang tebal, dengan
ketebalan mencapai 3 – 5 meter. Sepanjang jalur jalan menuju kawasan geologi karangsambung
dilihat dari tingkat kerawanan gerakan tanahnya, daerah ini merupakan daerah yang mempunyai
tingkat kerawanan yang tinggi serta sering terjadi tanah longsor sehingga diperlukan kajian
geologi teknik serta mitigasi bencana dalam bentuk sosialisasi khususnya tanah longsor untuk
mengetahui jenis dan karakteristiknya.
METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) tahapan, yaitu : pengamatan langsung di
lapangan dan uji laboratorium. Pengamatan yang dilakukan langsung di lapangan diantaranya :
Kondisi geologi, kondisi kemiringan lereng dan penggunaan lahan guna menunjang, melengkapi
dan mengetahui kebenaran data yang sudah ada. Selain itu melakukan pengeplotan titik sebaran
gerakan tanah dan pengambilan beberapa contoh sampel tanah tak terganggu (undisturbed) yang
dilakukan dengan metode stratified random sampling (McCoy, 2005) untuk diuji sifat fisik dan
keteknikan tanah yang dilakukan di laboratorium dengan menggunakan metode yang dapat dilihat
pada Tabel 1.
Alat yang dipergunakan saat di lapangan antara lain berupa peta RBI daerah penelitian skala 1 :
25.000, kompas, palu, hand bor, lup, kamera digital, GPS, meteran, Pipa PVC 2’ beserta tutupnya
dan alat tulis, sedangkan dalam analisis studio diperlukan komputer disertai program (software)
yang mendukung kegiatan penelitian diantaranya Arc View 3.3.
Metode yang digunakan dalam menentukan tingkat kestabilan lereng yaitu dengan menghitung
kemantapan suatu lereng yang biasa dinyatakan dalam bentuk faktor keamanan (Fs). Parameter
yang digunakan dalam penentuan nilai faktor keamanan (Fs) tersebut diperoleh dari angka hasil
pengujian laboratorium sifat keteknikan (triaxial). Kemudian dirumuskan berdasarkan persamaan
Fellenius (1927, dalam DAS, 1993) sebagai berikut :
Keterangan :
c’ = cohesi efektif (kg/cm2) W = berat total irisan tanah (gr)
ɸ’ = sudut geser dalam efektif (..o) γ = berat isi (gr/cm3)
α = sudut bidang (..o)
55
Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Puslit Geoteknologi – LIPI 2013
ISBN: 978-979-8636-20-2
Hasil perolehan nilai faktor keamanan (Fs) kemudian diklasifikasikan kedalam tingkat faktor
keamanan stabilitas lereng, yang dinyatakan bahwa nilai Fs = 1,07 sampai dengan 1,25 adalah
longsor pernah terjadi (lereng kritis), Fs ˂ 1,07 longsor terjadi biasa/sering (lereng labil), Fs >
1,25 longsor jarang terjadi (lereng relatif setabil) (Bowles, 1989).
57
Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Puslit Geoteknologi – LIPI 2013
ISBN: 978-979-8636-20-2
Uji Laboratorium
Berdasarkan hasil pengujian laboratorium dari beberapa sampel tanah indisturbed diperoleh hasil
nilai seperti yang terlihat pada Tabel 4. Jika dilihat berdasarkan kadar airnya di beberapa tempat,
tanah jenuh akan air ini menyebabkan derajat kejenuhan dan tekanan air pori meningkat. Hal
tersebut berpengaruh terhadap terganggunya kestabilan lereng.
Berdasarkan nilai distribusi ukuran butir tingkat pelapukan tanah menengah, dilihat dari butiran
yang lolos saringan 200 (<0,0075 mm) menunjukkan angka ± 35%, ukuran lempung ± 15%
lainnya merupakan pasir halus. Selain itu didukung dengan hasil uji berat jenis, diperoleh nilai
berat jenis ± 2,7 kemungkinan tanah masih berbutir kasar dan tingkat pelapukan belum sempurna.
Dari hasil uji batas Atterberg dengan menggunakan grafik plastisitas Casagrande (Gambar 3)
diperoleh, tanah termasuk dalam jenis lempung plastisitas tinggi (CH) dengan jenis mineral
lempung montmorillonite (KRS 5), illite (KRS 6), kaolinite (KRS 7 dan 10). Jenis lempung
pasiran (CL) dengan jenis mineral lempung nontronit (KRS 1 dan 8), kaolinite (KRS 9). Jenis
lanau pasiran (ML) dengan mineral lempung kaolinite (KRS 2, 3 dan 4).
Berdasarkan hasil perhitungan dan ploting data dengan menggunakan klasifikasi Skemton (1953)
dan Seed (1962) dalam menentukan tingkat keaktifan dan potensi pengembangannya diperoleh
bahwa, tanah di sepanjang jalan wilayah konservasi merupakan tanah dengan tingkatan aktif dan
potensi pengembangan sedang – sangat tinggi (Tabel 5 dan gambar 4).
Gambar 3. Hasil ploting data batas cair dan Indeks Plastis pada Grafik plastisitas Casagrande
Gambar 4. Hasil ploting pada grafik klasifikasi Potensi pengembangan (Seed et al, 1962)
Dari hasil pengujian laboratorium sifat keteknikan berdasarkan uji kuat geser tanah dengan
menggunakan triaxial test didapatkan nilai kohesi (c) dan sudut geser (ɸ). Dengan menggunakan
rumus persamaan Fellenius (1927, dalam DAS, 1993) dalam menentukan nilai keamanan (fs)
maka, diperoleh nilai seperti yang tercantum dalam Tabel 6 berikut ini.
Dari hasil perhitungan nilai faktor keamanan lereng (Fs) bahwa di sekitar wilayah jalur jalan
Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung termasuk jenis lereng labil, dengan nilai Fs <
1,07.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan di wilayah Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung
diketahui, bahwa sepanjang jalur jalan menuju kawasan konservasi dibeberapa tempat telah
banyak mengalami pergerakan tanah. Berdasarkan material yang bergerak lebih berkembang jenis
gerakan tanahnya adalah Debris Avalance, Rock Slide, Rock Fall dan Creep. Dari kondisi
morfologinya, kejadian gerakan tanah tersebut sering terjadi pada kemiringan lereng > 20 o pada
litologi yang telah mengalami pelapukan dengan ketebalan > 1 meter, terutama pada litologi
penyusun Formasi Waturondo, Karangsambung, Totogan dan Formasi Melange. Berdasarkan
hasil uji sifat fisik tanahnya tergolong jenis tanah lanau dan lempung dengan tingkat plastisitas
tinggi (MH dan CH), tingkat keaktifan tanahnya menunjukkan kecenderungan aktif dan sifat
mengembang dengan prosentase yang besar. Hasil perhitungan nilai keamanan lerengnya (Fs)
wilayah jalur jalan Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung termasuk jenis lereng labil,
dengan nilai Fs < 1,07.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih pada Ir. Yugo Kumoro selaku kepala UPT. Balai Informasi dan
Konservasi kebumian – LIPI atas dukungan dan pendanaan dalam kegiatan penelitian DIPA tahun
2013.
DAFTAR PUSTAKA
Cruden, D.M., 1991, A simple definition of landslide, Buletin Int. Assoc. For Engineering
Geology, 43, 27 -29.
Das, B.M., 1993. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis). Diterjemahkan : Endah,
N.M. dan I.B.M. Surya. Erlangga. Jakarta.
Hardiyatmo, H.C. 2006, Penanganan Tanah Longsor dan Erosi, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
McCoy, Roger. (2005). Field Methods in Remote Sensing. New York: The Gildford Press.
Skempton, 1953, The Colloidal Activity of Clays Procceding 3 th International Conference of
Soil mecanic and Fondation Engineering, London, Vol 1 Page 57-61.
Tohari, A., Dwi Sarah, Eko Soebowo . 2005, Studi pengaruh curah hujan terhadap
gerakan tanah di Sumedang, Jawa Barat, Laporan Penelitian Puslit
Geoteknologi-LIPI, Bandung.
Wesley, L.D., 1977, Mekanika Tanah, Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Cetakan ke VI, Jakarta
Selatan.