Anda di halaman 1dari 83

LAPORAN PENELITIAN PENERAPAN BANTUAN TIMBAL KATA PENGANTAR

BALIK DALAM MASALAH PIDANA TERHADAP KASUS-


KASUS CYBERCRIME
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat
Allah SWT atas segala rahmat, karunia dan hidayah-NYA,
karena akhirnya kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir
Penelitian Hukum Tentang “PENERAPAN BANTUAN
TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA
Oleh :
TERHADAP KASUS-KASUS CYBERCRIME”, Tahun
Suharyo, S.H., M.H.
Anggaran 2010, yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor:
PHN.01.LT.01.05 TAHUN 2010 TENTANG
PEMBENTUKAN TIM PENELITIAN HUKUM BADAN
PEMBINAAN HUKUM NASIONAL , Tahun Anggaran
2010.
Sistem Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana
sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006,
merupakan konsistensi pemerintah RI dalam mengantisipasi
dan menanggulangi pelbagai kejahatan tertentu beserta
implikasinya dalam hal pelaku melarikan diri ke luar negeri,
ataupun negara-negara lain dapat meminta bantuan pada
pemerintah RI dalam menyelesaikan kejahatan-kejahatn
serupa, jika pelakunya melarikan diri ke Indonesia. Kasus-
BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL
DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM kasus cybercrime yang jenis dan variasinya semakin
TAHUN 2010
bermunculan, dengan teknologi komputer yang canggih

1
semakin meresahkan masyarakat internasional. Namun upaya
penanggulangannya diwarnai banyak kendala-kendala,
Suharyo, S.H., M.H.
walaupun bantuan timbal balik dalam masalah pidana memang
sangat diperlukan oleh semua Negara di dunia.
DAFTAR ISI
Terlaksananya kegiatan Penelitian sampai
tersusunnya Laporan Akhir Tim Penelitian ini tentu atas
Kata Pengantar
dukungan, bantuan dan kerja sama anggota Tim, untuk itu Daftar Isi
BAB I : PENDAHULUAN
kami sampaikan ucapan terimakasih kepada anggota Tim
A. Latar Belakang
Penelitian Hukum Tentang Penerapan Bantuan Timbal Balik B. Permasalahan
C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam Masalah Pidana Terhadap Kasus-kasus cybercrime.
D. Tujuan Penelitian
Terima kasih kepada Kepala Badan Pembinaan E. Kegunaan Penelitian
F. Kerangka Teori
Hukum Nasional Kementeriaan Hukum dan HAM RI yang
G. Kerangka Konsepsional
telah memberikan kesempatan kepada Tim untuk H. Susunan Personalia
I. Jadual Pelaksanaan Kegiatan
melaksanakan kegiatan penelitian ini. Kami menyadari bahwa
J. Sistematika Laporan
hasil penelitian ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca. Semoga
BAB II : TINJAUAN PERATURAN PERUNDANG-
laporan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan hukum UNDANGAN
A. Undang-Undang Nomor 1
dimasa yang akan datang.
Tahun 2006 Tentang Bantuan
Timbal Balik Dalam Masalah
Pidana
B. Kitab Undang-undang Hukum
Jakarta, Desember 2010 Pidana
C. Undang-Undang Nomor 11
Ketua
Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik

2
D. Undang-Undang Nomor 1 dalam bidang pencegahan dan pemberantasan kejahatan
Tahun 1979 Tentang Ekstradisi
khususnya terhadap kejahatan lintas negara (transnational
crime). Sistem ini lahir dari kaidah kaidah hubungan
BAB III : PENYAJIAN HASIL PENELITIAN antarnegara yang telah diterapkan oleh Indonesia baik
A. Penerapan Bantuan Timbal Balik
Masalah Pidana Dalam Kasus dengan perjanjian maupun tidak.1
Cyber Crime Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
B. Perkembangan Cyber Crime Di
Indonesia yang cukup pesat dan semakin canggih dewasa ini
khususnya baik di bidang transportasi, komunikasi,
C. Kendala- kendala
maupun informasi serta dengan semakin meningkatnya
BAB IV : ANALISIS DATA arus globalisasi telah menyebabkan wilayah Negara yang
BAB V : PENUTUP
A. KESIMPULAN satu dengan wilayah negara yang lain seakan-akan tanpa
B. SARAN batas sehingga perpindahan orang atau barang dari satu
DAFTAR PUSTAKA negara ke negara lain dilakukan dengan mudah dan cepat.
LAMPIRAN Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, di
samping mempunyai dampak positif bagi kehidupan
manusia juga membawa dampak negatif yang dapat
BAB I
merugikan orang perorangan, masyarakat, dan/atau
PENDAHULUAN negara. Salah satu dampak negatif kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yaitu disalahgunakannya
A. Latar Belakang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ini oleh

Sistem Bantuan Timbal Balik dalam Masalah 1


Hendra Andy Satya Gurning, Kajian Hukum
Pidana (Mutual Legal Assistance) atau sering disingkat Atas Pelaksanaan Sistem Bantuan Hukum Timbal Balik
(Mutual Legal Assistence) Antar Negara di Indonesia;
dengan MLA merupakan sistem kerjasama internasional http://www.digilib.ui.ac.id

3
sebagian orang tertentu sebagai media untuk melakukan tersebut tidak terlepas dari kekuatan dan kecepatan
kejahatan, khususnya kejahatan yang dilakukan melalui internet dalam tatanan operasionalnya yang antara lain
dunia maya (cyber crime). dapat menembus ruang dan waktu. Dengan ciri dan sifat
Penggunaan komputer dan internet sebagai internet yang demikian itu, maka patut dicermati bahwa
sarana informasi telah menjadi kebutuhan masyarakat penyalahgunaan internet membawa dampak munculnya
untuk melakukan berbagai aktifitas dalam pergaulan jenis kejahatan baru seperti: penipuan dengan
hidup di masyarakat, teknologi ini sering dikatakan oleh menggunakan kartu kredit milik orang lain untuk
sebagian orang sebagai media tanpa batas. berbelanja di internet atau disebut Carding.
Perkembangan internet yang cukup pesat dan
semakin canggih ini telah memberikan berbagai Carding adalah berbelanja menggunakan nomor

kemudahan bagi setiap orang, bukan saja sekedar untuk dan identitas kartu kredit orang lain, yang diperoleh

berkomunikasi tapi juga melakukan transaksi bisnis kapan secara ilegal, biasanya dengan mencuri data di internet

saja dan di mana saja, juga dalam hal melakukan dan sebutan pelakunya adalah “carder”2. Menurut riset

perbuatan tertentu tanpa harus berada di suatu wilayah Clear Commerce Inc, perusahaan teknologi informasi

tertentu ataupun dalam suatu Negara tertentu, sehingga yang berbasis di Texas – AS , Indonesia memiliki

segala sesuatu dapat dilakukan dengan mudah , tanpa “carder” terbanyak kedua di dunia setelah Ukrania.

dibatasi waktu dan/atau tempat. Sebanyak 20 persen transaksi melalui internet dari
Indonesia adalah hasil carding.3 Akibatnya, banyak situs
Kemunculan internet dapat dikatakan merupakan belanja online yang memblokir IP atau internet protocol
hasil dari revolusi informasi yang sangat mengagumkan, (alamat komputer internet) asal Indonesia. Kalau kita
membanggakan oleh karena secara mendasar belanja online, formulir pembelian online shop tidak
mengandung ciri praktis dan memudahkan, baik untuk 2
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/05/cyber-crime-
penggunaan secara orang perorangan maupun organisasi 5/
3
atau institusional, dalam berbagai aspek kehidupan. Ciri http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/05/cyber-crime-
5/

4
mencantumkan nama negara Indonesia. Artinya Transnational Crime/kejahatan antar negara yang
konsumen Indonesia tidak diperbolehkan belanja di situs pengungkapannya sering melibatkan penegak hukum
itu. lebih dari satu negara.
Hingga saat ini negara kita memang belum
Menurut pengamatan ICT Watch, lembaga yang memiliki ketentuan yang menyebutkan secara tegas
mengamati dunia internet di Indonesia, para carder kini definisi cybercrime atau kejahatan di dunia maya. Tetapi
beroperasi semakin jauh, dengan melakukan penipuan cybercrime yang terjadi dapat dilakukan upaya
melalui ruang-ruang chatting di mIRC. Caranya para penanggulangannya dengan hukum pidana. Dan beberapa
carder menawarkan barang-barang seolah-olah hasil ketentuan dalam perundang-undangan di Indonesia dapat
carding-nya dengan harga murah di channel. Misalnya, digunakan untuk menjerat pelaku,. Misalnya saja melalui
laptop dijual seharga Rp 1.000.000. Setelah ada yang KUHP, seperti Pasal 362 tentang Pencurian dan/atau pasal
berminat, carder meminta pembeli mengirim uang ke 278 tentang penipuan, pasal 335 tentang pengancaman
rekeningnya. Uang didapat, tapi barang tak pernah dan pemerasan, pasal 331 tentang pencemaran nama baik,
dikirimkan.4 dan melalui Undang Undang No.dalam Undang-Undang
No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Dari kasus yang telah terjadi diatas dapat
Elektronik (ITE). Dalam Pasal 52 Ayat (3) dinyatakan,
diketahui bahwa kejahatan ini tidak mengenal batas
bahwa dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
wilayah (borderless) serta waktu kejadian karena korban
Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap
dan pelaku sering berada di negara yang berbeda. Semua
Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi
aksi itu dapat dilakukan hanya dari depan komputer yang
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik
memiliki akses Internet tanpa takut diketahui oleh orang
Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak
lain/saksi mata, sehingga kejahatan ini termasuk dalam
terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral,
perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas
4
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/05/cyber-crime-
5/

5
penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman November 2001 di kota Budapest. Konvensi ini dibentuk
pidana pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga. untuk memperoleh kesatuan kebijakan pidana (criminal
policy), meredam penyalah gunaan system, jaringan dan
Cyber Crime sekarang ini telah berkembang data computer agar masyarakat terlindung dari
menjadi tindak pidana yang bersifat transnasional, tindak cybercrime, terutama dengan mengadopsi peraturan
pidana yang tidak mengenal batas yurisdiksi, dalam upaya perundang-undangan yang memadai dan memperkuat
meloloskan diri dari tuntutan hukum atas tindak pidana kerjasama internasional. 5
yang telah dilakukan. Tindakan tersebut jelas dapat Saat ini, Pemerintah Indonesia telah memiliki
mempersulit upaya penyidikan, penuntutan, dan Undang-undang No.1 tahun 1979 tentang Ekstradisi untuk
pemeriksaan di sidang pengadilan atau bahkan untuk tujuan penyerahan orang (pelaku kejahatan) dan Undang-
pelaksanaan putusan pengadilan. Tindak pidana ini undang No.1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik
bahkan mengakibatkan timbulnya permasalahan hukum Dalam Masalah Pidana. Undang-undang ini sebagai
suatu negara dengan negara lain sehingga upaya pedoman bagi Pemerintah Republik Indonesia dalam
penanggulangan dan pemberantasannya sulit dilakukan meminta dan/atau memberikan bantuan timbal balik dan
tanpa kerja sama dan harmonisasi kebijakan dengan membuat perjanjian dengan negara asing dan sedapat
negara lain. Oleh karena itu untuk menanggulangi dan mungkin membantu penegakan hukum di Negara lain
memberantasnya memerlukan hubungan baik dan kerja sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan dan
sama antar Negara dalam masalah pidana, guna saling hukum di Negara kita. Bantuan timbal balik menjadi
memberikan bantuan dalam rangka penanggulangan dan landasan hukum bagi para pihak untuk memberikan
pemberantasan tindak pidana dalam kasus-kasus bantuan timbal balik berkenaan dengan penyidikan,
cybercrime yang bersifat transnasional berdasarkan penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan sesuai
hukum masing-masing negara. dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Negara
Instrumen internasional yang berkaitan dengan
5
Sutan Remy Syahdeini, Kejahatan & Tindak Pidana
cybercrime adalah Convention on Cyber Crime tanggal 23
Komputer; Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009, hal 222

6
Peminta. Berkaitan dengan hal tersebut, Indonesia telah keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
melakukan kerjasama dengan beberapa negara, terutama perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
negara-negara yang sering dijadikan tempat pelarian. masyarakat.” Disini dalam penerapan bantuan timbal
Ektradisi dan Bantuan Timbal Balik, keduanya harus balik masalah pidana terhadap kasus-kasus cyber crime,
saling melengkapi dan tidak dilihat secara terpisah. Polri dapat dikatakan berperan lebih jika dibandingkan
Menurut Strecher (1971:59-66) Penegakan institusi penegak hukum lainnya. Hal ini dapat kita
hukum bukanlah suatu yang bisa dilihat sebagai berdiri elaborasi bahwa Polri adalah anggota Interpol yang sudah
sendiri, melainkan senantiasa bertukar kegiatan dengan sangat dikenal aktif dalam kerjasama internasional
masyarakat yang melayaninya, atau yang dengan kepolisian di seluruh dunia untuk memberantas pelbagai
mengutip Parsons kita sebut sebagai relational. Dengan kejahatan sejak lebih dari 50 tahun yang lalu.
demikian kiranya bila diterima, bahwa perubahan- Berkaitan dengan hal tersebut, Badan Pembinaan
perubahan dalam masyarakat yang disebabkan oleh Hukum Nasional sebagai institusi yang memiliki tugas
penggunaan teknologi modern, terutama yang berupa melaksanakan pembinaan di bidang hukum nasional
peliputan dalam kecepatan dan daya merusak, akan memandang perlu untuk melakukan suatu penelitian
memberikan pengaruhnya sendiri terhadap penegakan berkaitan dengan penerapan bantuan timbal balik masalah
hukum dalam masyarakat. Khususnya dalam hubungan pidana khususnya terhadap kasus-kasus cybercrime.
dengan pekerjaan penegakan hukum yang dalam hal ini Penelitian ini menjadi penting mengingat banyaknya
6
banyak dipusatkan pada pekerjaan kepolisian. kasus-kasus pidana yang berkaitan dengan kejahatan
Sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 dunia maya (cyber crime).
Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, pada
pasal 2 dinyatakan ”Fungsi kepolisian adalah salah satu B. Permasalahan
fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan Berdasarkan latar belakang tersebut,
permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini adalah :
6
Satjipto Rahardjo, Makalah Penegakan Hukum Suatu
Tinjauan Sosiologis; Penerbit Sinar Baru, Bandung; 125-126

7
1. Bagaimana penerapan sistem bantuan timbal balik tergabung dalam unit cybercrime, dan pelakunya dengan
dalam menanggulangi terjadinya kasus-kasus mudah berpindah-pindah tempat atau melarikan diri ke
cybercrime di Indonesia? luar negeri, untuk itu, ruang lingkup penelitian ini
2. Kendala yang dihadapi dalam penanganan dan menyangkut penerapan bantuan timbal balik dalam
penerapan kasus cyber crime berkaitan dengan sistem penanggulangan kejahatan cybercrime tentang kejahatan
bantuan timbal balik. kartu kredit (carding), salah satu bentuk dari pencurian
3. Bagaimana perkembangan atau statistik kriminal dan kecurangan di dunia internet yang dilakukan oleh
berkenaan cyber crime di Indonesia? pelakunya dengan menggunakan kartu kredit curian atau
kartu kredit palsu yang dibuat sendiri. Dan juga penipuan
C. Ruang Lingkup Penelitian di internet (cyberfraud)
Komputer dan internet telah mempengaruhi pola
kehidupan manusia dan masyarakat modern. Disamping D. Tujuan Penelitian
aspek positif yang sangat banyak digunakan, ternyata Penelitian ini dimaksudkan untuk menggali
aspek negative berupa kejahatan semakin mudah secara mendalam terhadap langkah-langkah yang dapat
dilakukan oleh pelaku-pelaku kejahatan. dilakukan dalam melakukan pencegahan kasus-kasus
Ternyata kejahatan yang mempergunakan sarana cybercrime khususnya dengan adanya system bantuan
komputer dan internet belum banyak mendapat perhatian timbal balik di bidang pidana. Selain itu, melalui
serius dari otoritas dan pengguna internet, karena penelitian ini diharapkan akan diperoleh suatu
terbentur ketidak tahuan tentang aspek-aspek hukum dari rekomendasi yang tepat dan akurat dalam menanggulangi
internet dan transaksi dengan menggunakan sarana kejahatan di bidang cybercrime yang makin marak saat ini
internet. sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan
Dalam perkembangan kejahatan melalui sarana komunikasi yang demikian pesat.
internet, sudah mendunia dan berbagai modus operandi
sudah dapat diidentifikasi oleh jajaran Polri yang E. Kegunaan Penelitian

8
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai organisasi, personil dan sarana untuk
bahan masukan dalam rangka penyempurnaan peraturan penyelesaian perkara pidana
perundang-undangan Bantuan Timbal Balik Dalam 2. Perundang-undangan yang dapat
Masalah Pidana, Tindak Pidana Teknologi, dan berfungsi mengkanalisir dan
Konvergensi Telematika yang berkaitan dengan kasus- membendung kejahatan dan mempunyai
kasus cybercrime. jangkauan ke masa depan.
3. Mekanisme peradilan pidana yang
F. Kerangka Teori efektif dan memenuhi syarat syarat
a. Penegakan Hukum cepat, tepat, murah, dan sederhana.
Adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan- 4. Koordinasi antar aparatur penegak
keinginan hukum menjadi kenyataan, yang disebut hokum dan aparatur pemerintahan
sebagai keinginan-keinginan pikiran-pikiran badan lainnya yang berhubungan untuk
pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam meningkatkan daya guna dalam
7
peraturan-peraturan hukum itu. penanggulangan kriminalitas.
5. Partisipasi masyarakat untuk membantu
kelancaran pelaksanaan
b. Penanggulangan Kejahatan penanggulangan kriminalitas.
Sebagaimana diketengahkan Reckles dalam The
Crime Problem,8 dijelaskan sebagai berikut : c. Sistem Hukum
1. Peningkatan dan pemantapan aparatur Seperti dikemukakan Laurence M. Friedman9,
penegak hukum, meliputi pemantapan system hukum terdiri dari 3(tiga) unsur:

7
Ibid, hlm 122
8 9
Soedjono Dirdjosiswono, Ruang Lingkup Kriminologi, Penerbit Ahmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia, Penerbit Ghalia
Remadja Karya CU, Bandung; 1986 Indonesia-Jakarta; 2002

9
1. Substansi, mencakup aturan aturan baru dari transnasional crime, dan dimensi baru dari
hukum baik yang tertulis maupun yang white collar crime.10
tidak tertulis, termasuk putusan Cybercrime disebut juga sebagai kejahatan
pengadilan. yang lahir sebagai dampak negatif dari
11
2. Struktur, mencakup institusi institusi perkembangan aplikasi internet. Dari pengertian ini
penegakan hukum termasuk penegak bahwa cybercrime mencakup semua jenis kejahatan
hukumnya. beserta modus operandinya yang dilakukan sebagai
3. Kultur Hukum, mencakup opini opini, negatif aplikasi internet.
kebiasaan- kebiasaan, cara berfikir dan Secara umum yang dimaksud kejahatan
cara bertindak, baik dari para penegak komputer atau kejahatan di dunia cyber yaitu ”upaya
hokum maupun dari warga memasuki dan atau menggunakan fasilitas komputer
masyarakatnya. atau jaringan komputer tanpa ijin dan dengan
melawan hukum dengan atau tanpa menyebabkan
d. Pengertian dan Istilah CyberCrime perubahan dan atau kerusakan pada fasilitas
Cybercrime merupakan salah satu bentuk komputer yang dimasuki atau digunakan tersebut”.
atau dimensi baru dari kejahatan masa kini yang Dengan demikian jelaslah bahwa jika seseorang
mendapat perhatian yang luas di dunia internasional. menggunakan komputer atau bagian dari jaringan
Volodymyr Golubev menyebutnya sebagai
the new form of anti-social behavior. Beberapa
julukan atau sebutan lainnya untuk kejahatan cyber 10
Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara, Perkembangan
crime ini di dalam berbagai tulisan antara lain sebagai Kajian Cyber Crime di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2007, hlm. 1.
kejahatan dunia maya (cyber space I virtual space 11
Ari Juliano Gema, Cyber Crime: Sebuah Fenomena di Dunia
offence), dimensi baru dari high tech crime, dimensi Maya, www.theceli.com, 2000, sebagaimana dikutip oleh Abdul
Wahid dan Muhammad Labib, Kejahatan Mayantara (Cyber
crime), Refika Aditama, Bandung, 2005, hlm. 39

10
komputer tanpa seijin yang berhak, tindakan tersebut Namun ada pula untuk kejahatan terkait komputer ini
12
sudah tergolong kejahatan komputer. dengan istilah Kejahatan Telematika.
Secara terminologis, kejahatan yang berbasis Penggunaan istilah Kejahatan Telematika
pada teknologi informasi dengan menggunakan bukan berarti menafikan istilah yang lain namun lebih
media komputer sebagaimana terjadi saat ini, dapat sebagai pilihan dalam menggambarkan sifat teknologi
disebut dengan beberapa istilah yaitu computer informatika yang semakin konvergen. 14
misuse, computer abuse, computer fraud, computer- Istilah kejahatan komputer yang lebih
related crime, computer-assisted crime, atau dahulu dikenal memang telah memberikan berbagai
computer crime. Menurut Barda Nawawi Arief, pengertian yang cukup bisa memberikan gambaran
pengertian computer-related crime sama dengan mengenai ruang lingkup kejahatan berbasis teknologi
cyber crime. Ronny R. Nitibaskara berpendapat, informatika. Terlebih lagi hingga kini dalam berbagai
bahwa kejahatan yang terjadi melalui atau pada sumber istilah kejahatan komputer (computer crime)
jaringan komputer di dalam internet disebut disejajarkan atau diidentikkan dengan istilah
cybercrime kejahatan ini juga dapat disebut kejahatan kejahatan siber (cyber crime). Namun demikian,
yang berhubungann dengan komputer (computer- seiring dengan lajunya perkembangan
releted crime), yang mencakup 2 (dua) kategori telekomunikasi, media dan informatika, maka istilah
kejahatan, yaitu kejahatan yang menggunakan komputer nampak hanya merupakan bagian dari
komputer sebagai sarana atau alat dan menjadikan keseluruhan teknologi telematika sehingga kurang
komputer sebagai sasaran atau objek kejahatan. 13 bisa menggambarkan konvergensinya. Demikian pula
dengan istilah ”kejahatan internet”, kejahatan
12
Merry Magdalena dan Maswigrantoro R. Setiyadi, Cyberlaw, mayantara atau cyber crime yang juga merupakan
Tidak Perlu Takut, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2007, hlm. 37
13
Widodo, Sistem Pemidanaan Dalam Cyber Crime, Alternatif
Ancaman Pidana Kerja Sosial Dan Pidana Pengawasan Bagi
14
Pelaku Cyber Crime, Laksbang Mediatama, Yogyakarta, 2009, Ali Wisnubroto, Strategi Penanggulangan Kejahatan Telematika,
hlm. 23 Atmajaya, Yogyakarta, 2010, hl. 1

11
bagian yang paling konvergen dari telematika. 15 i. mengidentifikasi dan mencari orang;
Menurut Edmon Makarim, dunia siber yang ii. mendapatkan pernyataan atau bentuk
16
menciptakan fenomena virtual reality sering lainnya;
dissalah artikan sebagai alam maya, padahal iii. menunjukkan dokumen atau bentuk
keberadaan dari sistem elektronik itu sendiri adalah lainnya;
konkret karena bentuk komunikasi vitual tersebut iv. mengupayakan kehadiran orang untuk
sebenarnya dilakukan dengan cara representasi memberikan keterangan atau
informasi digital (0 dan 1) yang bersifat deskrit. membantu penyidikan;
v. menyampaikan surat;
G. Kerangka Konsepsional vi. melaksankan permintaan
Dalam melakukan penelitian ini, digunakan penggeledahan dan penyitaan;
kerangka konsep yaitu, Pasal 3 Undang Undang Nomor 1 vii. perampasan hasil tindak pidana;
Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam viii. memperoleh kembali sanksi denda
Masalah Pidana, yang diutamakan sebagai berikut: berupa uang sehubungan dengan
a. Bantuan timbal balik dalam masalah pidana, yang tindak pidana;
selanjutnya disebut Bantuan, merupakan ix. melarang transaksi kekayaan,
permintaan bantuan berkenaan dengan penyidikan, membekukan asset yang dapat
penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan dilepaskan atau disita, atau yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- mungkin diperlukan untuk memenuhi
undangan Negara diminta. sanksi denda yang dikenakan,
b. Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sehubungan dengan tindak pidana;
dapat berupa: x. mencari kekayaan yang dapat
dilepaskan, atau yang mungkin
15
Ibid, hlm. 2
16 diperlukan untuk memenuhi sanksi
Ibid, hlm. 3

12
denda yang dikenakan, sehubungan Adapun ciri-ciri khusus kejahatan cyber adalah sebagai
17
dengan tindak pidana; dan/atau berikut :
xi. bantuan lain yang sesuai dengan 1. Non Violence (tanpa kekerasan)
undang Undang ini. 2. Minimize of physical contact (Sedikit melibatkan
kontak fisik)
Pasal 4 : Ketentuan dalam Undang Undang ini 3. Menggunakan peralatan (equipment) dan teknologi
tidak memberikan wewenang untuk 4. Memanfaatkan jaringan telematika (telekomunikasi,
mengadakan : media dan informatika) global.
a. ekstradisi atau penyerahan orang;
b. penangkapan atau penahanan dengan Kejahatan dan tindak pidana komputer dapat
18
maksud untuk ekstradisi atau didefinisikan sebagai berikut:
penyerahan orang; - Definisi yang luas : kejahatan dan tindak pidana
c. pengalihan narapidana; atau komputer adalah kejahatan dan tindak pidana
d. pengalihan perkara. yang dilakukan oleh pelakunya terhadap.
komputer sebagai sasarannya dengan atau tanpa
Kejahatan cyber memang berbeda dengan menggunakan komputer sebagai alatnya atau
kejahatan- kejahatan pada umumnya. Jika dimasukan menggunakan komputer sebagai alatnya terhadap
dalam permasalahan/jenis hukum pidana, kejahatn cyber apapun yang menjadi sasarannya.
diklasifikasikan dalam pengaturan khusus, seperti - Definisi yang sempit : kejahatan dan tindak
tercantum dalam Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 pidana komputer adalah kejahatan dan tindak
Tentang ITE.
17
T.R.R Nitibaskara, Ketika Kejahatan Berdaulat Sebuah
Pendekatan riminologi, Hukum dan Sosiologi; Penerbit Peradaban,
Jakarta, 2001, hal. 45
18
Sutan Remy Syahdeini, Kejahatan dan Tindak Pidana
Komputer, Jakarta, Purtaka Utama Grafiti, 2009 :43

13
pidana yang dilakukan oleh pelakunya dengan - Bahan hukum primer : yaitu peraturan
menggunakan komputer sebagai alat terhadap perundang-undangan yang terkait, UU
apapun yang menjadi sasarannya. No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Sedangkan jenis kejahatan komputer, dalam Transaksi Elektronik; UU No.1 Tahun 79
19
identifikasi khusus , yaitu : tentang Ekstradisi; UU No.1 Tahun 2006
1) kejahatan terhadap harta kekayaan Tentang Bantuan Timbal Balik, KUHP, UU
2) kejahatan menyangkut identitas No.15 Tahun 2008 Tentang Perjanjian
3) kejahatan terhadap pribadi Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah
4) kejahatan terhadap system computer Pidana.
5) kejahatan terhadap ketertiban umum. - Bahan hukum Sekunder, berupa hasil
penelitian, artikel tentang bantuan timbal
5. Metode Penelitian balik masalah pidana dan cybercrime.
Metode penelitian yang digunakan adalah - Bahan hukum tertier, berupa: kamus, buku
penelitian hukum normatif dan sosiologi dengan saku dan lain sebagainya tentang istilah
menggunakan data primer dan sekunder. bantuan timbal balik dan tentang
Data primer merupakan data yang diperoleh cybercrime.
langsung berupa informasi langsung dari lapangan
melalui wawancara dan pengiriman kuesioner yang Teknis Pengumpulan Data
dikirim kepada responden yang relevan dengan Teknis pengumpulan data dilakukan dengan cara
permasalahan penelitian. inventarisasi dan mempelajari data kepustakaan berupa
peraturan perundang-undangan, buku-buku, literature,
Data sekunder adalah bahan hukum berupa : majalah, Koran, bahan internet dan informasi dari Nara
Sumber.
19
Sutan Remy Syahdeini; 2009 : 50-187

14
Analisis data menggunakan analisis kualitatif, H. Susunan Personalia
baik terhadap data primer maupun data sekunder. Ketua : Suharyo, S.H., M.H
Lokasi Penelitian : Sekretaris : Idayu Nurilmi, S.H
1. Jakarta, dengan melihat dan memperhatikan sebagai
kota metropolitan, Ibu Kota Negara dan pusat Anggota : 1. Marulak Pardede, S.H., M.H, APU
pemerintahan yang didiami oleh pelbagai warga 2. Sadikin Sabirin, S.H., M.H
negara asing dan pelbagai suku di Indonesia dalam 3. Mosgan Situmorang, S.H.,
dinamika bantuan timbal balik masalah pidana pada M.H
kejahatan cyber crime telah terjadi. Kemajuan 4. Hj. Ida Padmanegara, S.H.,
teknologi dan perkembangan ekonomi global, juga M.H
dapat disimpangi oleh pelaku-pelaku kejahatan yang 5. Hj. Hesty Hastuti, S.H.,
dengan mudah melarikan diri ke luar negeri. M.H
2. Semarang, dipilih menjadi salah satu lokasi penelitian 6. Rosmi Darmi, S.H., M.H
dengan memperhatikan pakar-pakar hukum pidana, 7. Widya Oesman, S.H
khususnya pada Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro, serta adanya Akademi Kepolisian RI. Staf Sekretariat : 1. Ade Irawan Taufik, S.H
3. Denpasar, sebagai daerah tujuan wisata yang sangat 2. Erna Tuti Atin
terkenal di dunia, Bali dengan ibikotanya Denpasar
merupakan berkumpulnya turis-turis dari Nara Sumber : AKBP Idam Wasiadi, SH.,
mancanegara yang pada gilirannya juga berpotensi S.Kom., MT
timbulnya kejahatan cyber crime. Di Denpasar juga
terdapat pakar-pakar hukum pidana dari Fakultas I. Jadual Pelaksanaan Kegiatan
Hukum Universitas Udayana. Penelitian ini dilaksanakan selama 12 bulan,
tahun anggaran 2010.

15
No Kegiatan Bulan Bab II : Tinjauan Peraturan
1 Persiapan dan Penyusunan Januari-April Perundang-undangan.
Proposal A. UU No. 1 Tahun 2006
2 Penyempurnaan Proposal Mei Tentang Bantuan
3 Pengumpulan dan Juni-September Timbal Balik Dalam
Pengolahan Data Masalah Pidana
4 Analisa Data Oktober B. KUHP

5 Penyusunan Draft Laporan November C. UU No. 11 Tahun

dan Penyempurnaan 2008 Tentang

6 Penyerahan Laporan Akhir Desember Informasi dan


Transaksi
Elektronik.

J. Sistematika Laporan D. UU No.1 Tahun

Bab I : Pendahuluan 1979 Tentang

a. Latar Belakang Ekstradisi

b. Permasalahan Bab III : Penyajian Hasil Penelitian

c. Tujuan Penelitian A. Penerapan Bantuan

d. Kegunaan Penelitian Timbal Balik Masalah

e. Kerangka Teori Pidana Terhadap

f. Kerangka Konsep Kasus-kasus Cyber

g. Metode Penelitian Crime

h. Jadual Penelitian B. Kendala Penanganan

i. Personalia Tim kasus cyber crime

16
C. Perkembangan Cyber A. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 Tentang
Crime Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana.
Pasal 3
Bab IV : Analisa Data (1) Bantuan timbal balik dalam masalah pidana, yang
Bab V : Kesimpulan dan Saran selanjutnya disebut Bantuan, merupakan
permintaan Bantuan berkenaan dengan penyidikan,
DAFTAR PUSTAKA penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan
LAMPIRAN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan Negara Diminta.
(2) Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa :
a. Mengidentifikasi dan mencari orang;
B A B II b. Mendapatkan pernyataan atau bentuk lainnya;
TINJAUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN c. Menunjukkan dokumen atau bentuk lainnya;
d. Mengupayakan kehadiran orang untuk
memberikan keterangan atau membantu
Sebagai perwujudan dan pengamalan negara hukum di
penyidikan;
Indonesia sesuai pelaksanaan lebih lanjut dari UUD 1945, untuk
e. Menyampaikan surat;
menanggulangi kejahatan-kejahatan tertentu dan cybercrime yang
f. Melaksanakan permintaan penggeledahan
pelakunya melarikan diri ke luar negeri ataupun dalam rangka
dan penyitaan;
kerjasama internasional untuk penanggulangan kejahatan-kejahatan
g. Perampasan hasil tindak pidana;
tertentu yang pelakunya melarikan diri ke Indonesia telah
h. Memperoleh kembali sanksi denda berupa
diundangkan berbagai peraturan perundang-undangan.
uang sehubungan dengan tindak pidana;

17
i. Melarang transaksi kekayaan, membekukan (2) Dalam hal belum ada perjanjian sebagaimana
asset yang dapat dilepaskan atau disita, atau dimaksud pada ayat (1) maka Bantuan dapat
yang mungkin diperlukan untuk memenuhi dilakukan atas dasar hubungan baik berdasarkan
sanksi denda yang dikenakan, sehubungan prinsip resiprositas.
dengan tindakpidana;
j. Mencari kekayaan yang dapat dilepaskan, atau Pasal 6
yang mungkin diperlukan untukmemenuhi Permintaan Bantuan ditolak jika :
sanksi denda yang dikenakan, sehubungan a. permintaan Bantuan berkaitan dengan suatu
dengan tindak pidana; dan/atau penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
k. Bantuan lain yang sesuai dengan Undang- siding pengadilan atau pemidanaan terhadap
Undang ini. orang atas tindak pidana yang diannggap
sebagai:
Pasal 4 1. tindak pidana politik, kecuali
Ketentuan dalam Undang-undang ini tidak memberikan pembunuhan atau percobaan
wewenang untuk mengadakan: pembunuhan terhadap kepala
a. ekstradisi atau penyerahan orang; Negara/kepala pemerintahan, terorisme;
b. penangkapan atau penahanan dengan maksud untuk atau
ekstradisi atau penyerahan orang; 2. tindak pidana berdasarkan hukum
c. pengalihan narapidana; atau militer;
d. pengalihan perkara.
b. permintaan Bantuan berkaitan dengan suatu
Pasal 5 penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
(1) Bantuan dapat dilakukan berdasarkan suatu sidang pengadilan terhadap orang atas tindak
perjanjian,

18
pidana yang pelakunya telah dibebaskan, diberi a. permintaan Bantuan berkaitan dengan suatu
grasi, atau telah selesai menjalani pemidanaan; penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding
c. permintaan Bantuan berkaitan dengan suatu pengadilan atau pemidanaan terhadap orang atas
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di tindak pidana yang jika dilakukan dalam wilayah
siding pengadilan atau pemidanaan terhadap Indonesia, bukan merupakan tindak pidana;
orang atas tindak pidana yang jika dilakukan di b. permintaan Bantuan berkaitan dengan suatu
Indonesia tidak dapat dituntut; penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding
d. permintaan Bantuan diajukan untuk menuntut pengadilan atau pemidanaan terhadap orang atas
atau mengadili orang karena alasan suku, jenis tindak pidana yang jika dilakukan di luar wilayah
kelamin, agama, kewarganegaraan, atau Indonesia, bukan merupakan tindak pidana;
pandangan politik; c. permintaa Bantuan berkaitan dengan suatu
e. persetujuan pemberian Bantuan atas permintaan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding
Bantuan tersebut akan merugikan kedaulatan, pengadilan atau pemidanaan terhadap orang atas
keamanan, kepentingan, dan hukum nasional; tindak pidana yang terhadap orang tersebut diancam
f. Negara asing tidak dapat memberikan jaminan dengan pidana mati; atau
bahwa hal yang yang dimintakan Bantuan tidak d. persetujuan pemberian Bantuan atas permintaan
digunakan untuk penanganan perkara yang Bantuan tersebut akan merugikan suatu penyidikan,
dimintakan; atau penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan di
g. Negara asing tidak dapat memberikan jaminan Indonesia, membahayakan keselamatan orang, atau
pengembalian barang bukti yang diperoleh membebani kekayaan Negara.
berdasarkan Bantuan apabila diminta.
BAB II
Pasal 7 Permintaan Dari Pemerintah Republik Indonesia
Permintaan Bantuan dapat ditolak jika : Bagian Kesatu: Pengajuan Permintaan Bantuan

19
Pasal 9
(1) Menteri dapat mengajukan permintaan Bantuan
kepada Negara asing secara langsung atau melalui
saluran diplomatic.
(2) Permintaan Bantuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diajukan oleh Menteri berdasarkan
permohonan dari Kapolri atau Jaksa Agung.
(3) Dalam hal tindak pidana korupsi, permohonan
Bantuan kepada Menteri selain Kapolri dan jaksa
Agung juga dapat diajukan oleh Ketua Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

20
Bagian Kedua : Persyaratan Pengajuan Permintaan 14 dan Pasal 15 memberikan keterangan dalam
Pasal 10 pemeriksaan perkara tindak pidana:
Pengajuan permintaan Bantuan harus memuat : a. yang terkait dengan permintaan Bantuan tersebut
a. identitas dari institusi yang meminta; atau pemeriksaan perkara tindak pidana sebagai
b. pokok masalah dan hakekat dari penyidikan, tindak lanjut dari penyidikan yang terkait dengan
penuntutan, atau pemeriksaan di siding pengadilan permintaan Bantuan tersebut; atau
yang berhubungan dengan permintaan tersebut, b. yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan
serta nama dan fungsi institusi yang melakukan ketentuan Pasal 17 ayat (4) huruf b angka 2
penyidikan, penuntutan, dan proses peradilan; berkaitan dengan orang tersebut;
c. ringkasan dari fakta-fakta yang terkait kecuali maka keterangan tersebut tidak dapat diajukan atau
permintaan Bantuan yang berkaitan dengan digunakan dalam pemeriksaan perkara tindak
dokumen yuridis; pidana lainnya terhadap orang tersebut atas
d. ketentuan undang-undang yang terkait, isi pasal, perbuatan yang dilakukannya yang diduga
dan ancaman pidananya; melanggar hokum Indonesia, kecuali pemeriksaan
e. uraian tentang Bantuan yang diminta dan rincian dugaan tindak pidana pemberian keterangan palsu
mengenai prosedur khusus yang dikehendaki atau sumpah palsu berkaitan dengan pemberian
termasuk kerahasiaan; pernyataan tersebut.
f. tujuan dari Bantuan yang diminta; dan
g. syarat-syarat lain yang ditentukan oleh Negara Pasal 23
Diminta. Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
22 dapat berupa perampasan terhadap barang sitaan,
Pasal 18 pidana denda, atau pembayaran uang pengganti.
Dalam hal orang yang berada di Indonesia atas
permintaan Bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal Bagian Kesembilan

21
Pembatasan Penggunaan Pernyataan, Dokumen, dan Alat
Bukti Bagian Kesepuluh : Transit
Pasal 24 Pasal 26
Setiap pernyataan, dokumen, dan alat bukti yang Jika orang yang berada dalam penahanan Negara asing
diperoleh atau diberikan atas permintaan sebagaimana akan melakukan perjalanan dari Negara asing ke
dimaksud dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 14, dan Indonesia dan akan transit di Negara asing lainnya,
Pasal 18 hanya dapat dipergunakan oleh pejabat menteri memberitahukan dan mengajukan permohonan
Indonesianuntuk keperluan suatu penyidikan, penuntutan, untuk pengaturan penahanannya selama masa transit di
dan pemeriksaan di siding pengadilan yang terkait dengan Negara asing lain tersebut.
permintaan Bantuan tersebut.
PERMINTAAN KEPADA PEMERINTAH REPUBLIK
Pasal 25 INDONESIA
Pembatasan penggunaan pernyataan, dokumen, dan alat Bagian Kesatu : Pengajuan Permintaan Bantuan
bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dapat Pasal 27
dikecualikan apabila : (1) Setiap Negara asing dapat mengajukan
a. Negara Diminta yang menerima permintaan permintaan Bantuan kepada Pemerintah
Bantuan tersebut menyetujui penggunaan Republik Indonesia.
pernyataan, dokumen, dan alat bukti tersebut (2) Negara asing dapat mengajukan permintaan
untuk keperluan lain; dan Bantuan secara langsung atau dapat memilih
b. orang yang dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal melalui saluran diplomatik.
15 menyetujui penggunaan pernyataan, Pasal 28
dokumen, dan alat bukti tersebut untuk keperluan (1) Pengajuan permintaan Bantuan harus memuat :
lain. a. maksud permintaan Bantuan dan uraian
mengenai Bantuan yang diminta;

22
b. instansi dan nama pejabat yang melakukan (2) Pengajuan permintaan Bantuan, sejauh itu diperlukan
penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di dan dimungkinkan harus juga memuat :
siding pengadilan yang terkait dengan a. identitas, kewarganegaraan, dan
permintaan tersebut; domisili dari orang yang dinilai sanggup
c. uraian tindak pidana, tingkat penyelesaian memberikan keterangan atau pernyataan
perkara,ketentuan undang-undang, isi pasal, yang terkait dengan suatu penyidikan,
dan ancaman hukumannya; penuntutan, dan pemeriksaan di siding
d. uraian tindak pidana, kecuali dalam hal pengadilan;
permintaan Bantuan untuk melaksanakan b. uraian mengenai keterangan atau
penyampaian surat; pernyataan yang diminta untuk
e. putusan pengadilan yang bersangkutan dan didapatkan;
penjelasan bahwa putusan tersebut telah c. uraian mengenai dokumen atau alat
memperoleh kekuatan hukum tetap, bukti lainnya yang diminta untuk
dalamhal permintaan Bantuan untuk diserahkan, termasuk uraian mengenai
menindaklanjuti putusan pengadilan; orang yang dinilai sanggup memberikan
f. rincian mengenai tata cara atau syarat- bukti tersebut; dan
syarat khusus yang dikehendaki untuk d. informasi mengenai pembiayaan dan
dipenuhi, termasuk informasi apakah alat akomodasi yang menjadi kebutuhan dari
bukti yang diminta untuk didapatkan perlu orang yang diminta untuk diatur
dibuat di bawah sumpah atau janji; kehadirannya di Negara asing tersebut.
g. jika ada, persyaratan mengenai kerahasiaan (3) Menteri dapat meminta informasi tambahan jika
dan alas an untuk itu; dan informasi yang terdapat dalam suatu pengajuan
h. batas waktu yang dikehendaki dalam permintaan Bantuan dinilai tidak cukup untuk
melaksanakan permintaan tersebut. menyetujui pemberian Bantuan.

23
24
(4) Pengajuan permintaan Bantuan, informasi, atau cybercrime, namun terdapat beberapa hukum positif lain
komunikasi lainnya yang dibuat berdasarkan yang berlaku umum dan dapat dikenakan bagi para pelaku
Undang Undang ini dapat dibuat dalam bahasa cybercrime terutama untuk kasus-kasus yang
Negara Peminta dan/atau bahasa Inggris serta menggunakan komputer sebagai sarana, diantaranya yaitu
dibuat terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dalam upaya menangani kasus-kasus
Pasal 29 yang terjadi para penyidik melakukan analogi atau
(1) Dalam hal permintaan Bantuan telah memenuhi perumpamaan dan persamaaan terhadap pasal-pasal yang
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, ada dalam KUHP. Pasal-pasal didalam KUHP biasanya
Menteri meneruskan kepada Kapolri atau Jaksa digunakan lebih dari satu pasal karena melibatkan
Agung untuk ditindaklanjuti. beberapa perbuatan sekaligus pasal - pasal yang dapat
(2 Menteri melakukan koordinasi dengan instansi dikenakan dalam KUHP pada cybercrime antara lain :
terkait sebelum permintaan tersebut dipenuhi. 1. Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk
penyebaran pornografi maupun website porno
B. Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang banyak beredar dan mudah diakses di
Menjawab tuntutan dan tantangan komunikasi internet. Walaupun berbahasa Indonesia, sangat
global lewat Internet, Undang-Undang yang diharapkan sulit sekali untuk menindak pelakunya karena
(ius constituendum) adalah perangkat hukum yang mereka melakukan pendaftaran domain tersebut
akomodatif terhadap perkembangan serta antisipatif diluar negeri dimana pornografi yang
terhadap permasalahan, termasuk dampak negatif menampilkan orang dewasa bukan merupakan
penyalahgunaan internet dengan berbagai motivasi yang hal yang ilegal.
dapat menimbulkan korban-korban seperti kerugian 2. Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk
materi dan non materi. Saat ini, Indonesia belum memiliki kasus penyebaran foto atau film pribadi
Undang - Undang yang secara khusus mengatur mengenai

25
seseorang yang vulgar di internet, misalnya 6. Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus
kasus-kasus video porno para mahasiswa. carding dimana pelaku mencuri nomor kartu
3. Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk kredit milik orang lain walaupun tidak secara
menjerat permainan judi yang dilakukan secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang
online di internet dengan penyelenggara dari diambil dengan menggunakan software card
Indonesia. generator di internet untuk melakukan transaksi
4. Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus secara e-commerce. Setelah dilakukan transaksi
pencemaran nama baik dengan menggunakan dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang
media internet. Modusnya adalah pelaku ingin mencairkan uangnya di bank ternyata
menyebarkan email kepada teman-teman korban ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang
tentang suatu cerita yang tidak benar atau yang melakukan transaksi.
mengirimkan email ke suatu mailing list 7. Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk
sehingga banyak orang mengetahui cerita penipuan dengan seolah olah menawarkan dan
tersebut. menjual suatu produk atau barang dengan
5. Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus memasang iklan di salah satu website sehingga
pengancaman dan pemerasan yang dilakukan orang tertarik untuk membelinya lalu
melalui e-mail yang dikirimkan oleh pelaku mengirimkan uang kepada pemasang iklan.
untuk memaksa korban melakukan sesuatu Tetapi, pada kenyataannya, barang tersebut tidak
sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelaku ada. Hal tersebut diketahui setelah uang
dan jika tidak dilaksanakan akan membawa dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak
dampak yang membahayakan. Hal ini biasanya datang sehingga pembeli tersebut menjadi
dilakukan karena pelaku biasanya mengetahui tertipu.
rahasia korban. 8. Pasal 378 dan 262 KUHP dapat dikenakan pada
kasus carding, karena pelaku melakukan

26
penipuan seolah-olah ingin membeli suatu tidak terlepas dari sarana serta perangkat media elektronik
barang dan membayar dengan kartu kreditnya berupa komputer beserta perangkat internetnya, yang
yang nomor kartu kreditnya merupakan curian. memungkinkan terjadinya tindak pidana yang
9. Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus menggunakan sarana komputer beserta jaringan
deface atau hacking yang membuat sistem milik internetnya, yang kemudian sekarang ini dikenal dengan
orang lain, seperti website atau program menjadi istilah cybercrime, yaitu kejahatan yang menggunakan
tidak berfungsi atau dapat digunakan sarana media elektronik internet (kejahatan dunia alam
sebagaimana mestinya. maya) atau kejahatan di bidang komputer dengan secara
illegal, dan dari definisi yang lain dapat diartikan sebagai
kejahatan komputer yang ditujukan kepada sistem atau
C. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang jaringan komputer, yang mencakup segala bentuk baru
Informasi dan Transaksi Elektronik kejahatan yang menggunakan bantuan sarana media
elektronik internet (segala bentuk kejahatan dunia alam
Globalisasi informasi telah menempatkan maya).
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia Munculnya revolusi teknologi informasi dewasa
sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai ini dan masa depan tidak hanya membawa dampak pada
pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat perkembangan teknologi itu sendiri, akan tetapi juga akan
nasional sehingga pembangunan Teknologi Informasi dapat mempengaruhi aspek kehidupan lain seperti agama,
dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh kebudayaan, sosial, politik, kehidupan pribadi,
20
lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa. masyarakat bahkan bangsa dan negara. Jaringan informasi
Dalam era globalisasi sekarang ini kegiatan manusia baik global atau internet saat ini telah menjadi salah satu
kegiatan yang bersifat pribadi maupun kegiatan bisnis sarana untuk melakukan kejahatan baik domestik maupun
internasional. Internet menjadi medium bagi pelaku
20
Lihat hal Menimbang huruf (b) Undang-Undang No. 11 Tahun
kejahatan untuk melakukan kejahatan dengan sifatnya
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

27
yang mondial, internasional dan melampaui batas ataupun dan kejahatan yang menjadikan sistem dan fasilitas
kedaulatan suatu negara. Semua ini menjadi motif dan teknologi informasi (TI) sebagai sasaran. 21
modus operandi yang amat menarik bagi para penjahat Di Indonesia sendiri, setidaknya sudah terdapat
digital. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi
Manifestasi kejahatan mayantara yang terjadi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya ditulis UU ITE).
selama ini dapat muncul dalam berbagai macam bentuk UU ITE ini telah disahkan dan diundangkan pada tanggal
atau varian yang amat merugikan bagi kehidupan 21 April 2008, walaupun sampai dengan hari ini belum
masyarakat ataupun kepentingan suatu bangsa dan negara ada sebuah Peraturan Pemerintah yang mengatur
pada hubungan internasional. Kejahatan mayantara mengenai teknis pelaksanaannya, namun diharapkan dapat
dewasa ini mengalami perkembangan pesat tanpa menjadi sebuah undang-undang cyber atau cyberlaw guna
mengenal batas wilayah negara lagi (borderless state), menjerat pelaku-pelaku cybercrime yang tidak
karena kemajuan teknologi yang digunakan para pelaku bertanggungjawab dan menjadi sebuah payung hukum
cukup canggih dalam aksi kejahatannya. Para hacker dan bagi masyarakat pengguna teknologi informasi guna
cracker bisa melakukannya lewat lintas negara (cross mencapai sebuah kepastian hukum.
boundaries countries) bahkan di negara-negara UU ITE diharapkan dapat memberikan
berkembang (developing countries) aparat penegak perlindungan hukum terhadap lembaga
hukum, khususnya kepolisian tidak mampu untuk perbankan/keuangan, penerbit kartu kredit/kartu
menangkal dan menanggulangi, disebabkan keterbatasan pembayaran dan lembaga keuangan lainnya, termasuk
sumber daya manusia, sarana dan prasarana teknologi data bank sentral dari kemungkinan gangguan dan
yang dimiliki. Cybercrime terdiri kejahatan yang
21
menggunakan teknologi informasi (TI) sebagai fasilitas Yoseph Hizkia, Aplikasi Konvensi Cyber crime 2001 Dalam UU
No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(ITE), sumber :http://dumadia. wordpress.com/2009/
04/02/aplikasi-konvensi-cyber-crime-2001-dalam-uu-no-11-tahun-
2008-mengenai-informasi-dan-transaksi-elektronik-
ite%E2%80%9D/, diakses tanggal 20 Oktober 2010.

28
ancaman kejahatan elektronik, yang dilakukan dengan Indonesia, mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi
mengkriminalisasi setiap penggunaan dan akses yang untuk Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik
dilakukan secara tanpa hak, antara lain berupa illegal dapat bersifat lintas teritorial atau universal.
access, illegal interception, data interference, system Adapun asas-asas dan tujuan dari UU
interference, computer related forgery, computer related ITE itu sendiri terdapat dalam Pasal 3 UU ITE, yaitu: 22
fraud, dan misuses of devices. Dalam rangka memberikan a. “Asas kepastian hukum” berarti landasan hukum
perlindungan terhadap integritas sistem yang telah bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan
dibangun dengan alokasi sumber daya yang cukup besar Transaksi Elektronik serta segala sesuatu yang
tersebut maka ancaman hukuman pidana atas perbuatan mendukung penyelenggaraannya yang
dimaksud relatif tinggi untuk memberikan deterrent effect mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan di
terhadap tindak kejahatan elektronik (cybercrime) luar pengadilan;
tersebut. Disamping itu ancaman hukuman diberikan atas b. “Asas manfaat” berarti asas bagi pemanfaatan
dasar hukuman maksimum, yang dilakukan dengan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
mempertimbangkan tingkatan (gradasi) atas perbuatan diupayakan untuk mendukung proses
yang dilakukan, kerugian yang ditimbulkan dan obyek berinformasi sehingga dapat meningkatkan
(system elektronik) yang dituju. kesejahteraan masyarakat;
UU ITE memiliki jangkauan yurisdiksi tidak c. “Asas kehati-hatian” berarti landasan bagi pihak
semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku di yang bersangkutan harus memperhatikan
Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga negara segenap aspek yang berpotensi mendatangkan
Indonesia, tetapi juga berlaku untuk perbuatan hukum kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak
yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Indonesia baik oleh warga negara Indonesia maupun Transaksi Elektronik;
warga negara asing atau badan hukum Indonesia maupun
badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di 22
Lihat Penjelasan Pasal 3 UU ITE.

29
d. “Asas iktikad baik” berarti asas yang digunakan dukungan dari dunia intenasional. Penanganan cybercrime
para pihak dalam melakukan Transaksi yang bersifat transnasional membutuhkan kerjasama dan
Elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja bantuan hukum (mutual legal assistance) dari negara lain,
dan tanpa hak atau melawan hukum baik dalam penyelidikan, penyidikan, maupun transfer
mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa pelaku (ektradisi). Hal ini tidak akan terjadi jika peraturan
sepengetahuan pihak lain tersebut; tentang cybercrime di negara kita berbeda dengan
e. “Asas kebebasan memilih teknologi atau netral peraturan internasional, yang diakui oleh banyak negara.
teknologi” berarti asas pemanfaatan Teknologi Subyek-subyek muatan dari UU ITE ialah
Informasi dan Transaksi Elektronik tidak menyangkut masalah yurisdiksi, perlindungan hak
terfokus pada penggunaan teknologi tertentu pribadi, asas perdagangan secara e-commerce, asas
sehingga dapat mengikuti perkembangan pada persaingan usaha tidak sehat dan perlindungan konsumen,
masa yang akan datang. asas hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan hukum
Internasional serta asas cybercrime. Undang-Undang
UU ITE meski tidak secara khusus merupakan tersebut mengkaji cyber case dalam beberapa sudut
undang-undang tentang cybercrime, namun beberapa pandang secara komprehensif dan spesifik, fokusnya
pasal dalam undang-undang tersebut mengatur tentang adalah semua aktivitas yang dilakukan dalam cyberspace,
cybercrime. Pengaturan suatu permasalahan hukum, kemudian ditentukan pendekatan mana yang paling cocok
termasuk kejahatan, apalagi yang bersifat transnasional, untuk regulasi Hukum Cyber di Indonesia. Jaringan
tidak dapat melepaskan diri dari perkembangan yang komputer global pada awalnya digunakan hanya untuk
terjadi di dunia internasional. Dengan kata lain dalam saling tukar-menukar informasi, tetapi kemudian
melakukan regulasi tersebut pemerintah dituntut untuk meningkat dari sekedar media komunikasi kemudian
melakukan harmonisasi hukum dengan instrumen hukum menjadi sarana untuk melakukan kegiatan komersil
internasional. Hal ini perlu dilakukan agar peraturan yang seperti informasi, penjualan dan pembelian produk.
dibuat dapat diberlakukan secara efektif, karena mendapat Keberadaannya menjadi sebuah intangible asset

30
sebagaimana layaknya intelectual property. Adanya 3. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa
pergeseran paradigma dimana jaringan informasi hak mendistribusikan dan/atau
merupakan infrastruktur bagi perkembangan ekonomi mentransmisikan dan/atau membuat
suatu negara, mengharuskan kita secara sistematis dapat diaksesnya Informasi Elektronik
membangun pertumbuhan pemanfaatan Teknologi dan/atau Dokumen Elektronik yang
23
Informasi di Indonesia. memiliki muatan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik;
4. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa
Berdasarkan UU ITE perbuatan-perbuatan yang dilarang terkait
hak mendistribusikan dan/atau
dengan cybercrime yaitu:
mentransmisikan dan/atau membuat
1. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa
dapat diaksesnya Informasi Elektronik
hak mendistribusikan dan/atau
dan/atau Dokumen Elektronik yang
mentransmisikan dan/atau membuat
memiliki muatan pemerasan dan/atau
dapat diaksesnya Informasi Elektronik
pengancaman;
dan/atau Dokumen Elektronik yang
5. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa
memiliki muatan yang melanggar
hak menyebarkan berita bohong dan
kesusilaan;
menyesatkan yang mengakibatkan
2. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa
kerugian konsumen dalam Transaksi
hak mendistribusikan dan/atau
Elektronik;
mentransmisikan dan/atau membuat
6. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa
dapat diaksesnya Informasi Elektronik
hak menyebarkan informasi yang
dan/atau Dokumen Elektronik yang
ditujukan untuk menimbulkan rasa
memiliki muatan perjudian;
kebencian atau permusuhan individu
23 dan/atau kelompok masyarakat tertentu
Ibid.

31
berdasarkan atas suku, agama, ras, dan 9. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa
antargolongan (SARA); hak atau melawan hukum melakukan
7. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa intersepsi atau penyadapan atas
hak mengirimkan Informasi Elektronik Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
dan/atau Dokumen Elektronik yang Elektronik dalam suatu Komputer
berisi ancaman kekerasan atau menakut- dan/atau Sistem Elektronik tertentu
nakuti yang ditujukan secara pribadi. milik orang lain. Setiap orang dengan
Orang dengan sengaja dan tanpa hak sengaja dan tanpa hak atau melawan
atau melawan hukum mengakses hukum melakukan intersepsi atas
Komputer dan/atau Sistem Elektronik transmisi Informasi Elektronik dan/atau
milik orang lain dengan cara apa pun; Dokumen Elektronik yang tidak bersifat
8. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa publik dari, ke, dan di dalam suatu
hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain, baik yang
dengan cara apa pun dengan tujuan tidak menyebabkan perubahan apa pun
untuk memperoleh Informasi Elektronik maupun yang menyebabkan adanya
dan/atau Dokumen Elektronik. Setiap perubahan, penghilangan, dan/atau
orang dengan sengaja dan tanpa hak penghentian Informasi Elektronik
atau melawan hukum mengakses dan/atau Dokumen Elektronik yang
Komputer dan/atau Sistem Elektronik sedang ditransmisikan. Kecuali
dengan cara apa pun dengan melanggar, intersepsi intersepsi yang dilakukan
menerobos, melampaui, atau menjebol dalam rangka penegakan hukum atas
sistem pengamanan; permintaan kepolisian, kejaksaan,
dan/atau institusi penegak hukum

32
lainnya yang ditetapkan berdasarkan negara. Oleh karenanya menjadi penting bagi
undang-undang. negara kita untuk merujuk konvensi ini sebagai
salah satu pembanding bagi pengaturan
24
European Convention on Cyber Crime cybercrime di Indonesia. Dalam konvensi ini
merupakan konvensi tentang cyber crime yang cybercrime diatur mulai dari pasal (article) 2
disepakati oleh negara-negara anggota Uni sampai dengan Pasal 7. Sebagaimana telah
Eropa, namun konvensi ini terbuka bagi negara disinggung sebelumnya bahwa cybercrime dalam
lain di luar Uni Eropa untuk mengikutinya. Oleh pembicaraan konvensi ini terbagi dalam 2 (dua)
karena banyak negara yang mengikuti konvensi kategori dasar, yaitu cybercrime dalam arti
tersebut, maka isi perjanjian ini menjadi model sempit dan dalam arti luas, maka pengaturan
bagi banyak pengaturan cybercrime di berbagai cybercrime dalam konvensi ini juga mengikuti
klasifikasi tersebut. Cybercrime dalam arti
24
Pada tanggal 23 November 2001, Dewan Eropa (Council of Europe) sempit adalah perbuatan-perbuatan: a)
menetapkan suatu Konvensi tentang Cybercrime yang kini terbuka
mengakses sistem komputer tanpa hak (illegal
untuk ratifikasi dan akan mulai berlaku segera setelah ratifikasi
oleh lima negara, termasuk sekurang-kurangnya tiga negara Dewan acces); b) Tanpa hak menangkap/mendengar
Eropa (dalam bulan Mei 2002, Konvensi itu telah ditandatangani
pengiriman dan pemancaran (illegal
oleh 29 negara dari Dewan Eropa dan empat negara non-anggota).
Konvensi itu didasarkan pada pengakuan akan perlunya suatu interception); c) tanpa hak merusak data (data
kebijakan bersama tentang kejahatan yang ditujukan pada
interference); d) tanpa hak mengganggu sistem
perlindungan masyarakat, antara lain dengan menetapkan
perundangan yang sesuai dan menjalin kerjasama internasional. (system interference); e. menyalahgunakan
Substansi konvensi mencakup area yang cukup luas, bahkan
perlengkapan (misuse of device). Sedangkan
mengandung kebijakan kriminal (criminal policy) yang bertujuan
untuk melindungi masyarakat dari cyber crime, baik melalui cybercrime dalam arti luas, perbuatan yang
undang-undang maupun kerjasama internasional. Hal ini dilakukan
terkait dengan komputer karena dilakukan
dengan penuh kesadaran sehubungan dengan semakin
meningkatnya intensitas digitalisasi, konvergensi, dan globalisasi dengan komputer, serta kejahatan yang terkait
yang berkelanjutan dari teknologi informasi, yang menurut
dengan pornografi anak, dan pelanggaran hak
pengalaman dapat juga digunakan untuk melakukan tindak pidana.

33
atas kekayaan intelektual. Secara lengkap may require that the offence be committed with
dishonest intent, or in relation to a computer
pengaturan cybercrime dalam konvensi tersebut
system that is connected to another computer
sebagai berikut:25 system.

Title.1. Offences against the confidentiality, Article 4 – Data interference: (1) Each Party
integrity and availability of computer data and systems : shall adopt such legislative and other measures
Article 2 – Illegal access: Each Party shall adopt as may be necessary to establish as criminal
such legislative and other measures as may be offences under its domestic law, when committed
necessary to establish as criminal offences under intentionally, the damaging, deletion,
its domestic law, when committed intentionally, deterioration, alteration or suppression of
the access to the whole or any part of a computer computer data without right; (2) A Party may
system without right. A Party may require that reserve the right to require that the conduct
the offence be committed by infringing security described in paragraph 1 result in serious harm.
measures, with the intent of obtaining computer
data or other dishonest intent, or in relation to a Article 5 – System interference: Each Party shall
computer system that is connected to another adopt such legislative and other measures as
computer system. may be necessary to establish as criminal
offences under its domestic law, when committed
Article 3 – Illegal interception: Each Party shall intentionally, the serious hindering without right
adopt such legislative and other measures as of the functioning of a computer system by
may be necessary to establish as criminal inputting, transmitting, damaging, deleting,
offences under its domestic law, when committed deteriorating, altering or suppressing computer
intentionally, the interception without right, data.
made by technical means, of non-public
transmissions of computer data to, from or Article 6 – Misuse of devices: Each Party shall
within a computer system, including adopt such legislative and other measures as
electromagnetic emissions from a computer may be necessary to establish as criminal
system carrying such computer data. A Party offences under its domestic law, when committed
intentionally and without right: (a) the
25 production, sale, procurement for use, import,
Nani Mulyati (Tim), Harmonisasi Hukum Pengaturan Cyber
distribution or otherwise making available of: (i)
crime Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
a device, including a computer program,
Informasi dan Transaksi Elektronik, sumber :
designed or adapted primarily for the purpose of
http://lp.unand.ac.id/?pModule=news&pSub=news&pAct=detail&
committing any of the offences established in
detail=234, 21 Mei 2010, diakses tanggal 20 Oktober 2010.

34
accordance with Articles 2 through 5; (ii) a loss of property to another person by: (a) any
computer password, access code, or similar data input, alteration, deletion or suppression of
by which the whole or any part of a computer computer data; (b) any interference with the
system is capable of being accessed, with intent functioning of a computer system with fraudulent
that it be used for the purpose of committing any or dishonest intent of procuring, without right,
of the offences established in Articles 2 through an economic benefit for oneself or for another
5; and (b) the possession of an item referred to in person.
paragraphs a.i or ii above, with intent that it be
used for the purpose of committing any of the Title 3 – Content-related offences :
offences established in Articles 2 through 5. A Article 9 – Offences related to child
Party may require by law that a number of such pornography: Each Party shall adopt such
items be possessed before criminal liability legislative and other measures as may be
attaches. necessary to establish as criminal offences under
its domestic law, when committed intentionally
and without right, the following conduct: (a)
Title 2 – Computer-related offences : producing child pornography for the purpose of
Article 7 – Computer-related forgery: Each its distribution through a computer system; (b)
Party shall adopt such legislative and other offering or making available child pornography
measures as may be necessary to establish as through a computer system; (c) distributing or
criminal offences under its domestic law, when transmitting child pornography through a
committed intentionally and without right, the computer system; (d) procuring child
input, alteration, deletion, or suppression of pornography through a computer system for
computer data, resulting in inauthentic data with oneself or for another person; (e) possessing
the intent that it be considered or acted upon for child pornography in a computer system or on a
legal purposes as if it were authentic, regardless computer-data storage medium.
whether or not the data is directly readable and
intelligible. A Party may require an intent to Title 4 – Offences related to infringements of
defraud, or similar dishonest intent, before copyright and related rights :
criminal liability attaches. Article 10 – Offences related to infringements of
copyright and related rights: (1) Each Party
Article 8 – Computer-related fraud: Each Party shall adopt such legislative and other measures
shall adopt such legislative and other measures as may be necessary to establish as criminal
as may be necessary to establish as criminal offences under its domestic law the infringement
offences under its domestic law, when committed of copyright, as defined under the law of that
intentionally and without right, the causing of a Party, pursuant to the obligations it has

35
undertaken under the Paris Act of 24 July 1971 juga mengatur sanksi bagi orang lain yang juga
revising the Bern Convention for the Protection
dianggap bertanggungjawab terhadap terjadinya
of Literary and Artistic Works, the Agreement on
Trade-Related Aspects of Intellectual Property suatu cyber crime, termasuk mereka yang
Rights and the WIPO Copyright Treaty, with the
melakukan percobaan, membantu atau
exception of any moral rights conferred by such
conventions, where such acts are committed memerintahkan. Bahkan konvensi mengatur
willfully, on a commercial scale and by means of
secara khusus terhadap korporasi yang
a computer system; (2) Each Party shall adopt
such legislative and other measures as may be melakukan kejahatan ini, sebagaimana terdapat
necessary to establish as criminal offences under
dalam Pasal 12. Lengkapnya pengaturan
its domestic law the infringement of related
rights, as defined under the law of that Party, tersebut adalah:
pursuant to the obligations it has undertaken
Title 5 – Ancillary liability and sanctions :
under the International Convention for the
Article 11 – Attempt and aiding or abetting: (1)
Protection of Performers, Producers of
Each Party shall adopt such legislative and other
Phonograms and Broadcasting Organizations
measures as may be necessary to establish as
(Rome Convention), the Agreement on Trade-
criminal offences under its domestic law, when
Related Aspects of Intellectual Property Rights
committed intentionally, aiding or abetting the
and the WIPO Performances and Phonograms
commission of any of the offences established in
Treaty, with the exception of any moral rights
accordance with Articles 2 through 10 of the
conferred by such conventions, where such acts
present Convention with intent that such offence
are committed willfully, on a commercial scale
be committed; (2) Each Party shall adopt such
and by means of a computer system; (3) A Party
legislative and other measures as may be
may reserve the right not to impose criminal
necessary to establish as criminal offences under
liability under paragraphs 1 and 2 of this article
its domestic law, when committed intentionally,
in limited circumstances, provided that other
an attempt to commit any of the offences
effective remedies are available and that such
established in accordance with Articles 3
reservation does not derogate from the Party’s
through 5, 7, 8, and 9.1.a and c. of this
international obligations set forth in the
Convention; (3) Each Party may reserve the
international instruments referred to in
right not to apply, in whole or in part, paragraph
paragraphs 1 and 2 of this article.
2 of this article.
Disamping mengatur perbuatan yang
Article 12 – Corporate liability: (1) Each Party
dikategorikan sebagai cyber crime, konvensi ini shall adopt such legislative and other measures

36
as may be necessary to ensure that legal persons tidak mengelompokkan perbuatan tersebut secara
can be held liable for a criminal offence
eksplisit sebagaimana terdapat dalam Konvensi
established in accordance with this Convention,
committed for their benefit by any natural tersebut. Lebih jelasnya pengaturan cybercrime
person, acting either individually or as part of an
dalam UU ITE adalah sebagai berikut:
organ of the legal person, who has a leading
position within it, based on: (a) a power of 1. Indecent Materials/ Illegal Content
representation of the legal person; (b) an
(Konten Ilegal). Setiap orang dengan
authority to take decisions on behalf of the legal
person; (c) an authority to exercise control sengaja dan tanpa hak mendistribusikan,
within the legal person; (2) In addition to the
mentransmisikan, dan atau membuat
cases already provided for in paragraph 1 of this
article, each Party shall take the measures dapat diaksesnya Informasi Elektronik
necessary to ensure that a legal person can be
dan/ atau Dokumen Elektronik yang
held liable where the lack of supervision or
control by a natural person referred to in memiliki muatan yang melanggar
paragraph 1 has made possible the commission
kesusilaan, perjudian, pencemaran nama
of a criminal offence established in accordance
with this Convention for the benefit of that legal baik serta pemerasan, pengancaman
person by a natural person acting under its
serta yang menimbulkan rasa kebencian
authority; (3) Subject to the legal principles of
the Party, the liability of a legal person may be berdasarkan atas SARA serta yang
criminal, civil or administrative; (4) Such
berisi ancaman kekerasan (Pasal 27, 28,
liability shall be without prejudice to the
criminal liability of the natural persons who dan 29 UU ITE);
have committed the offence.
2. Illegal Acces (Akses Ilegal). Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak
Pengaturan cybercrime yang mengelompokan
atau melawan hukum mengakses
berbagai perbuatan ke dalam 2 klasifikasi besar,
komputer dan/ atau Sistem Elektronik
kemudian dibagi lagi dalam beberapa kelompok
milik orang lain dengan cara apapun
berdasarkan pasal-pasal di atas, dipedomani oleh
untuk memperoleh Informasi elektronik
pembuat UU ITE. Hanya saja pembuat UU ITE
serta melanggar, menerobos, melampaui

37
atau menjebol sistem pengamanan yang tidak berhak, sehingga
(Pasal 30 UU ITE); mengakibatkan terbukanya suatu
3. Illegal Interception (Penyadapan Informasi Elektronik dan/ atau
Ilegal). Setiap orang dengan sengaja dan Dokumen Elektronik yang bersifat
tanpa hak melakukan intersepsi atas rahasia menjadi dapat diakses oleh
Informasi Elektronik dan/ atau publik dengan keutuhan data yang tidak
Dokumen Elektronik dalam suatu sebagaimana mestinya. (Pasal 32 UU
Sistem Elektronik tertentu milik orang ITE);
lain, baik yang tidak menyebabkan 5. System Interference (Gangguan Sistem).
perubahan apapun maupun yang Setiap orang dengan sengaja dan tanpa
menyebabkan adanya perubahan, hak melakukan tindakan apapun yang
penghilangan, dan/ atau penghentian berakibat terganggunya Sistem
Informasi Elektronik dan/ atau Elektronik dan/ atau mengakibatkan
Dokumen Elektronik yang sedang Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja
ditransmisikan (Pasal 31 UU ITE); sebagaimana mestinya (Pasal 33 UU
4. Data Interference (Gangguan Data). ITE);
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa 6. Misuse of Devices (Penyalahgunaan
hak atau melawan hukum mengubah, Perangkat). Setiap orang dengan sengaja
menambah, mengurangi, melakukan dan tanpa hak memproduksi, menjual,
transmisi, merusak, menghilangkan, mengadakan untuk digunakan,
memindahkan, menyembunyikan, atau mengimpor, mendistribusikan,
mentransfer suatu Informasi Elektronik menyediakan atau memiliki perangkat
milik orang lain atau milik publik keras atau perangkat lunak komputer
kepada Sistem Elektronik orang lain yang dirancang atau secara khusus

38
dikembangkan untuk memfasilitasi secara terpisah. Semua perbuatan yang dilarang
perbuatan yang dilarang dan sandi lewat dalam Pasal 27 sampai Pasal 35 di atas, diancam
komputer, kode akses, atau hal yang dengan sanksi pidana dalam Pasal 45-52. Jika
sejenis dengan itu, yang ditujukan agar diteliti pengaturan cybercrime dalam UU ITE
sistem elektronik menjadi dapat akses maka terlihat bahwa semua perbuatan yang
dengan tujuan memfasilitasi perbuatan direkomendasikan dalam European Convention
yang dilarang (Pasal 34 UU ITE); on Cybercrime telah diatur dalam UU ITE.
7. Computer Related Fraud and Forgery Perbedaannya hanya pada tata letak atau urutan
(Penipuan dan Pemalsuan yang pengaturan berbagai perbuatan tersebut. Jika
berkaitan dengan Komputer). Setiap Konvensi memulai dengan perbuatan yang
orang dengan sengaja dan tanpa hak dikategorikan sebagai cybercrime dalam arti
melakukan manipulasi, penciptaan, sempit (murni), maka pengaturan dalam UU ITE
perubahan, penghilangan, pengerusakan tidak mengikuti pola tersebut. Hal ini terlihat
Informasi Elektronik dan/ atau bahwa pasal pertama yang mengatur tentang
Dokumen Elektronik dengan tujuan cybercrime tersebut, justru mengatur perbuatan
agar Informasi Elektronik dan/ atau yang sebenarnya merupakan tindak pidana
Dokumen Elektronik tersebut dianggap konvensional (ada dalam KUHP), hanya saja
seolah-olah data yang otentik (Pasal 35 sekarang dilakukan dengan media komputer
UU ITE). berikut jaringannya. Perhatikan Pasal 27 UU ITE
yang melarang perbuatan orang yang dengan
Sebagaimana umumnya undang-undang sengaja atau tanpa hak mendistribusikan,
di luar KUHP yang mengatur perbuatan dengan mentransmisikan, atau membuat dapat
sanksi pidana, dalam UU ITE perumusan diaksesnya informasi elektronik atau dokumen
perbuatan dan sanksi pidana juga dicantumkan elektronik yang memilik muatan yang melanggar

39
kesusilaan, perjudian, pencemaran nama baik, sanksi, maka pertimbangan pertama tentunya
ataupun pemerasan. Meskipun pengaturan adalah bahwa perbuatan tersebut dianggap
cybercrime dalam UU ITE telah mengupayakan menimbulkan kerugian terhadap orang lain atau
pengaturan semua bentuk cybercrime dalam masyarakat. Memang kerugian yang ditimbulkan
konvensi tersebut, namun masih ada beberapa oleh suatu perbuatan itu mestilah diprediksi
bentuk cybercrime dalam praktik sehari-hari cukup besar sehingga layak diancam dengan
yang belum terakomodasi dalam UU ITE. sanksi pidana. Pertimbangan berikut adalah cost
Diantara perbuatan tersebut adalah: and benefit analyse, tentunya tidak menghendaki
a. Spamming, baik untuk email spamming suatu perbuatan yang dikriminalisasi ternyata
maupun masalah penjualan data pribadi tidak begitu efektif mencapai tujuannya (dalam
oleh perbankan, asuransi, dan bentuk social defence). Jika dikaitkan dengan
sebagainya; tingkat kerugian yang ditimbulkan oleh
b. Virus dan worm komputer (pengaturan perbuatan spamming, memang secara ekonomis
tentang ini hanya bersifat implisit dalam tidak begitu berarti. Namun perbuatan tersebut
Pasal 33 UU ITE). Hal yang lebih tetap menimbulkan perasaan terganggu atau
penting dalam pengaturan virus perasaan tidak senang, bagi pihak yang menjadi
komputer ini terutama untuk korban. Perbuatan yang demikian, menimbulkan
pengembangan dan penyebarannya. perasaan tidak senang pada orang lain, diatur
dalam KUHP, meski hanya terkategori sebagai
Tidak diaturnya kedua bentuk kejahatan pelanggaran. Jika KUHP saja yang dibuat seabad
di atas dalam UU ITE akan menimbulkan yang lalu sudah menghargai terganggunya
permasalahan tersendiri. Jika dikaitkan dengan perasaan atau tidak senangnya seseorang karena
tujuan diaturnya suatu perbuatan dalam hukum tindak pidana, mengapa di jaman yang semakin
positif sebagai suatu tindak pidana dan diberi modern yang menjunjung tinggi HAM,

40
perbuatan yang menimbulkan akibat yang sama “penyidikan terhadap tindak pidana dalam
melalui media komputer berikut jaringannya undang-undang ini dilakukan menurut ketentuan
tidak dianggap sebagai perbuatan yang perlu hukum acara pidana yang berlaku sepanjang
dikriminalisasi. Hal ini harus menjadi tidak ditentukan lain dalam undang-undang ini”.
pertimbangan para pembuat undang-undang di Perumusan sebagaimana terdapat dalam Pasal 42
negeri ini, karena tidak seharusnya UU ITE menimbulkan konsekuensi berbeda dari
terganggu/tidak senang oleh perbuatan orang rumusan umum tadi. Jika terdapat pengaturan
lain, tidak diancam dengan sanksi pidana, meski dalam UU ITE yang berbeda, maka ketentuan
pelaku mungkin tidak mendapatkan keuntungan mana yang harus diterapkan? Dengan rumusan
26
apapun dari perbuatannya itu. yang umum dalam beberapa ketentuan hukum
pidana khusus di atas, jelaslah bagi praktisi
Sebagaimana undang-undang lain yang hukum bahwa yang harus diberlakukan adalah
mengatur tentang suatu tindak pidana khusus, UU ITE, karena pernyataan “sepanjang tidak
UU ITE juga mengatur tentang penyidikan ditentukan lain dalam Undang-Undang ini“
tindak pidana yang diatur di dalamnya. Pasal menjadi pembatas berlakunya ketentuan yang
pertama yang mengatur tentang hukum pidana umum tadi. Banyak pihak beranggapan bahwa
formal dalam hal ini adalah Pasal 42, yang dalam hal demikian, berlakulah asas lex specialis
menentukan bahwa penyidikan terhadap tindak derogaat legi generali. Jika dalam hal ini UU
pidana dalam undang-undang ini dilakukan ITE dianggap sebagai ketentuan khusus, maka
menurut ketentuan KUHAP dan menurut UU ITE lah yang berlaku jika terjadi pengaturan
undang-undang ini. Rumusan demikian sedikit yang berbeda. Dalam UU ITE ini diatur beberapa
berbeda dari rumusan dalam undang-undang lain, hal penting dalam rangka penegakan hukum
yang biasanya merumuskan sebagai berikut cybercrime, termasuk juga pengaturan kerjasama
26
Ibid.

41
antar instansi penegak hukum. Pengaturan Negeri melalui Penuntut Umum dalam
tersebut antara lain: hal hendak melakukan penangkapan dan
penahanan.
1. Adanya Penyidik Pegawai Negei Sipil 6. Kerjasama dengan penyidik dari negara
(PPNS), yang mengakui PNS di bidang lain untuk berbagi informasi dan alat
informasi dan transaksi elektronik bukti, dalam hal penyidikan tindak
sebagai Penyidik. pidana di bidang ITE.
2. Adanya alat bukti yang lebih luas
daripada ketentuan dalam Pasal 184 Dari berbagai pengaturan di atas, ada
KUHAP. Dalam UU ITE alat bukti beberapa hal yang perlu mendapat perhatian
yang digunakan ditambah dengan alat khusus, diantaranya:
bukti elektronik sebagaimana diatur
dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4, 2. Kewajiban untuk meminta persetujuan

serta Pasal 5 ayat (1), (2) dan (3). dari Ketua Pengadilan Negeri melalui

3. Kerjasama PPNS dalam UU ITE Penuntut Umum dalam melakukan

dengan Penyidik Polri dalam rangka penangkapan dan penahanan. Ketentuan

pemberitahuan dimulainya penyidikan ini sesungguhnya mengadopsi

dan penyerahan berkas hasil penyidikan pemikiran yang berkembang dalam

kepada Jaksa Penuntut Umum. penyusunan Revisi KUHAP yang

4. Adanya kewajiban untuk mendapatkan sedang berlangsung sekarang ini.

izin dari Ketua Pengadilan dalam Namun karena Revisi KUHAP itu

rangka penggeledahan dan penyitaan. sendiri belum tentu mendapat

5. Adanya kewajiban untuk meminta persetujuan dari DPR nantinya, maka

persetujuan dari Ketua Pengadilan pemberlakuan Pasal 43 ayat (6) ini akan

42
menimbulkan masalah dalam praktik bukti yang diperlukan dapat dihilangkan
penegakan hukumnya. Pertama adalah dengan cara cepat.
pengaturan dalam pasal tersebut 3. Terkait dengan pengaturan alat bukti
menyebutkan “Penyidik”, yang berarti elektronik sebagaimana dinyatakan
berlaku baik penyidik Polri maupun dalam beberapa pasal, di antaranya
penyidik PNS. Padahal selama ini Pasal 1 angka 1 dan angka 4, serta Pasal
penyidik dapat melakukan sendiri upaya 5 ayat (1), (2) dan (3) UU ITE. Alat
paksa tersebut, tanpa meminta izin bukti elektronik tersebut mempunyai
Pengadilan Negeri apalagi harus melalui sifat yang berbeda dari alat bukti umum
Jaksa Penuntur Umum. Kedua, yang diatur dalam KUHAP. Salah satu
permintaaan izin dilakukan melalui perbedaannnya adalah bentuknya yang
Penuntut Umum, yang berarti bersifat digital (non paperbased)
memperpanjang prosedur pelaksanaan sehingga membutuhkan keahlian khusus
upaya paksa, yang sebenarnya harus untuk dapat memahami arti dan makna
dilakukan secara cepat, mengingat serta keaslian alat bukti digital tersebut.
kemungkinan tersangka telah Terkait dengan hal ini tidak terdapat
melakukan tindakan lain yang dapat pengaturannya dalam UU ITE, apakah
menghambat proses penyidikan. sebuah alat bukti elektronik dapat
Misalnya melarikan diri, diterima begitu saja sebagai alat bukti di
menghilangkan alat bukti, dan lain persidangan, ataukah harus mememnuhi
sebagainya. Ketiga, prosedur yang standar tertentu yang menjamin keaslian
panjang itu bersifat kontradiktif dengan alat bukti tersebut. Hal ini berbeda
sifat cybercrime sendiri yang begitu dengan praktik di berbagai negara yang
maya dan borderless, sehingga alat mengatur Standard Operational

43
Procedure (SOP) terhadap penggunaan internasional dalam penanganan
alat bukti elektronik, yang cybercrime ini. Seharusnya Undang-
dikembangkan dari SOP yang dibuat Undang ini menjadi payung bagi
oleh International Organization of pengaturan kerjasama intenasional
Computer Evidence (IOCE) yang dalam penanganan tindak pidana yang
27
merupakan standar intenasional. bersifat transnational bounderies28,
4. Terkait dengan pengaturan kerjasama khususnya cybercrime. Dengan
internasional, karena cybercrime pengaturan yang lebih lengkap
seringkali bersifat lintas batas teritorial mengenai kerjasama tersebut, maka
(transnational bounderies). Dalam UU kerjasama internasional dalam
ITE hanya terdapat satu pasal yang penanganan cybercrime ini dapat
mengatur kerjasama ini, yaitu bahwa diterapkan pula dalam penanganan
penyidik dapat bekerjasama dengan tindak pidana lain yang juga bersifat
penyidik dari negara lain untuk lintas batas teritorial.
melakukan berbagi informasi dan alat
bukti. Sesungguhnya pengaturan yang
demikian tidaklah memadai jika
dibandingkan dengan tingkat kesulitan
28
pembuktian cybercrime, dan Masih ada banyak bentuk tindak pidana lain yang seringkali juga
bersifat transnational boundaries, misalnya tindak pidana
keniscayaan akan kerjasama
perdagangan orang, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana
terorisme, bahkan tindak pidana perbankan, dan tindak pidana
narkotika. Lihat United Nation Convention on Transnational
27
Ahmad Zakaria, Kode Sumber (Source Code) Website Sebagai Organized Crime, tahun 2000, yang menentukan kejahatan money
Alat Bukti Dalam Tindak Pidana Terorisme di Indonesia (Studi laundering, corruption, terrorism, trafficking in person, serta arm
Kasus Website Anshar.net), Tesis, Program Pascasarjana-UI, 2007, smuggling sebagai kejahatan yang bersifat transnational
Depok. boundaries.

44
E. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 Tentang melakukan atau telah dipidana karena
Ekstradisi melakukan pembantuan, percobaan dan
Dalam Sistem perundang-undangan di Indonesia, permufakatan jahat untuk melakukan
ekstradisi diatur dalam undang Undang Nomor 1 Tahun kejahatan tersebut dalam ayat (1),
1979. Dari pelbagai hal yang terrrcantum dalam sepanjang pembantuan, percobaan, dan
beberrrapa pasal, diantarrranya dikutip : permufakatan jahat itu dapat dipidana
Pasal 2 menurut hukum Negara republik
(1) Ekstradisi dilakukan berdasarkan suatu Indonesia dan menurut hukum Negara
perjanjian, yang diminta ekstradisi.
(2) Dalam hal belum ada perjanjian tersebut
dalam ayat (1), maka ekstradisi dapat Pasal 4
dilakukan atas dasar hubungan baik dan (1) ekstradisi dilakukan terhadap kejahatan
jika kepentingan Negara Republik yang tersebut dalam daftar kejahatan
Indonesia menghendakinya. terlampir sebagai suatu naskah yang
tidak terpisahkan dari undang-undang
Pasal 3 ini.
(1) Yang dapat diekstradisikan ialah orang (2) Ekstradisi dapat juga dilakukan atas
yang oleh pejabat yang berwenang dari kebijaksanaan dari Negara yang diminta
Negara asing diminta karena disangka terhadap kejahatan lain yang tidak
melakukan kejahatan atau untuk disebut dalam daftar kejahatan.
menjalani pidana atau perintah (3) Dengan Peraturan Pemerintah, pada
penahanan. daftar kejahatan yang dimaksud dalam
(2) Ekstradisi dapat juga dilakukan ayat (1) dapat ditambahkan jenis
terhadap orang yang disangka perbuatan lain yang oleh undang-

45
undang telah dinyatakan sebagai hukumpidana umum, tidak dilakukan kecuali
kejahatan. apabila dalam suatu perjanjian ditentukan lain.

Pasal 5 Pasal 7
(1) Ekstradisi tidak dilakukan terhadap (1) Permintaan ekstradisi terhadap warga
kejahatan politik Negara Republik Indonesia ditolak.
(2) Kejahatan yang pada hakekatnya lebih (2) Penyimpangan terhadap ketentuan ayat
merupakan kejahatan biasa daripada (1) tersebut di atas dapat dilakukan
kejahatan politik, tidak dianggap apabila orang yang bersangkutan karena
sebagai kejahatan politik. keadaan lebih baik diadili di tempat
(3) terhadap beberapa jenis kejahatan dilakukannya kejahatan.
politik tertentu pelakunya dapat juga
diekstradisikan sepanjang diperjanjikan Pasal 8
antara Negara Republik Indonesia Permintaan ekstradisi dapat ditolak jika
dengan Negara yang bersangkutan. kejahatan yang dituduhkan dilakukan seluruhnya
(4) Pembunuhan atau percobaan atau sebagiannya dalam wilayah Negara
pembunuhan terhadap kepala Negara Republik Indonesia.
atau anggota keluarganya tidak
dianggap sebagai kejahatan politik. Pasal 9
Permintaan ekstradisi dapat ditolak jika orang
Pasal 6 yang diminta sedang diproses di Negara
Ekstradisi terhadap kejahatan menurut hokum Republik Indonesia untuk kejahatan yang sama.
pidana militer yang bukan kejahatan menurut
Pasal 10

46
Permintaan ekstradisi ditolak, jika putusan yang atau pidana mati tidak selalu
dijatuhkan oleh Pengadilan Republik Indonesia dilaksanakan,kecuali jika negara peminta
yang berwenang mengenai kejahatan yang memberikan jaminan yang cukup meyakinkan,
dimintakan ekstradisinya telah mempunyai bahwa pidana mati tidak akan dilaksanakan.
kekuatan hukum yang pasti.
Pasal 14
Pasal 11 Permintaan ekstradisi ditolak, jika menurut
Permintaan ekstradisi ditolak, apabila orang yang instansi yang berwenang terdapat sangkaan yang
dimintakan ekstradisinya telah diadili dan cukup kuat, bahwa orang yang dimintakan
dibebaskan atau telah selesai menjalani ekstradisinya akan dituntut, dipidana, atau
pidananya di negara lain mengenai kejahatan dikenakan tindakan lain karena alasan yang
yang dimintakan ekstradisinya. bertalian dengan agamanya,keyakinan
Pasal 12 politiknya, atau kewarganegaraannya, ataupun
Permintaan ekstradisi ditolak, jikamenurut karena ia termasuk suku bangsa atau golongan
hukum Negara Republik Indonesia hak untuk penduduk tertentu,
menuntut atau hak untuk melaksanakan putusan
pidana telah kadaluarsa. Pasal 15
Permintaan ekstradisi ditolak, jika orang yang
Pasal 13 dimintakan ekstradisi akan dituntut, dipidana,
Permintaan ekstradisi ditolak, jika kejahatan yang atau ditahan karena melakukan kejahatan lain
dimintakan ekstradisi, diancamdengan pidana daripada kejahatan yang karenanya ia dimintakan
mati menurut hukum negara peminta sedangkan ekstradisinya, kecuali dengan izin Presiden.
menurut hukum Negara Republik Indonesia
kejahatan itu tidak diancam dengan pidana mati

47
Pasal 16 dalam pasal demi pasal dan merupakan antisipasi Negara
Permintaan ekstradisi ditolak, jika orang yang dalam penanggulangan kasus cybercrime, yang telah
dimintakan ekstradisinya akan diserahkan kepada menjadi kejahatan yang tidak mengenal batas Negara.
negara ketiga untuk kejahatan-kejahatan lain Semangat dan tekad yang melandasi keberadaan
yang dilakukan sebelum ia dimintakan ekstradisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 berkenaan dengan
itu. munculnya tindak pidana ataupun kasus-kasus cybercrime
yang bersifat transnasional atau lintas Negara yang
Pasal 17 menyebabkan timbulnya permasalahan hukum antar
Permintaan ekstradisi yang telah memenuhi Negara. Padahal dalam perwujudan hubungan antar
syarat ditunda apabila orang yang akan diminta Negara perlu didasari dengan hubungan baik, saling
sedang diperiksa atau diadili atau sedang menghormati, saling menghargai, saling bekerjasama baik
menjalani pidana untuk kejahatan lain yang itu dibidang ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan
dilakukan di Indonesia. penanggulangan kejahatan termasuk cybercrime.
Bantuan timbal balik dalam masalah pidana
B A B III
mencakup permintaan bantuan tentang penyidikan,
PENYAJIAN HASIL PENELITIAN
penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Sesuai
dengan prinsip hukum Negara yang diminta. Cakupan
bantuan timbal balik ini meliputi administratif penyidikan,
A. Penerapan Bantuan Timbal Balik Masalah Pidana Dalam
bantuan tindakan upaya paksa, pembekuan asset dan
Kasus Cyber Crime
bantuan lainnya.
Pelaksanaan Bantuan Timbal Balik terhadap
Sebagai pembatasan yang harus diketahui,
kasus-kasus cyber crime sesuai dengan Undang- Undang
bantuan timbal balik dalam masalah pidana tidak
Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal Balik
menunjukan untuk melakukan ekstradisi atau penyerahan
Dalam Masalah Pidana secara normative dinyatakan
orang. Di samping itu juga tidak melakukan upaya paksa,

48
berupa penangkapan atau penahanan; serta mengalihkan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
narapidana atau pengalihan perkara. Prinsip umum dalam yang cukup pesat dan semakin canggih tersebut sangat
pemberian bantuan timbale balik dalam masalah pidana besar pengaruhnya antara lain :
dilakukan berdasarkan perjanjian. Namun, dalam hal 1. Di bidang transportasi, yaitu semakin tingginya
belum ada perjanjian dapat dimungkinkan atas dasar mobilitas orang dimana orang dengan mudah dan
hubungan baik antar Negara berdasarkan prinsip cepat dapat bepergian dari satu Negara ke Negara
resiprositas. lain;
Fenomena khusus dalam kejahatan transnasional 2. Di bidang komunikasi dan informasi, telah
yang menandai teknologi canggih dan dilakukan tanpa memberikan berbagai kemudahan yang didapat
kekerasan, semakin mengancam semua Negara di dunia, oleh masyarakat, misalnya orang dapat
tidak terkecuali Indonesia. Paling tidak eksistensi akan melakukan perbuatan tertentu, tanpa harus berada
cybercrime, kejahatan melalui sarana computer beranjak di Negara tempat perbuatan tersebut dilakukan.
dari modus operandi pelaku kejahatan yang semakin Segala sesuatu dapat dilakukan dengan
meningkat dan canggih. mudah,tanpa dibatasi waktu dan/atau tempat.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Kemajuan ilmu pengetahuan dan
yang cukup pesat dan cukup canggih dewasa ini teknologi, disamping mempunyai dampak positif
khususnya baik di bidang transportasi,komunikasi maupun bagi kehidupan manusia juga membawa dampak
informasi, serta semakin meningkatnya arus globalisasi negatif yang dapat merugikan orang perorangan,
antara lain telah menyebabkan wilayah Negara yang satu masyarakat, dan atau Negara. Tidak jarang
dengan wilayah Negara yang lain seakan-akan tanpa orang-orang yang tidak bertanggung jawab
batas, sehingga perpindahan orang atau barang dari satu melihat adanya peluang tersebut untuk
Negara ke Negara lain dilakukan dengan mudah dan memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri
cepat. dan/atau kelompoknya, walaupun hal itu akan
merugikan orang lain, masyarakat dan Negara.

49
Bahkan hal tersebut mengakibatkan sangat Oleh karena itu untuk menanggulangi
memungkinkan berkembangnya kejahatan dan memberantasnya memerlukan hubungan
transnasional terorganisir (Organized baik dan kerjasama antar Negara, guna saling
Transnational Crimes) yang modus operandinya memberikan bantuan dalam rangka
semakin canggih, seperti tindak pidana korupsi, penanggulangan dan pemberantasan tindak
tindak pidana pencucian uang dan pembobolan pidana yang bersifat transnasional berdasarkan
komputer. hukum masing-masing Negara. Bantuan tersebut,
Kemajuan ilmu pengetahuan dan antara lain dalam bentuk bantuan timbal balik
teknologi pada akhir-akhir ini banyak dalam masalah pidana.
dimanfaatkan secara tidak bertanggung jawab Untuk meletakkan landasan hukum
oleh para pelaku tindak pidana yang bersifat yang kuat guna mengatur mengenai bantuan
transnasional, antara lain dalam upaya timbal balik dalam masalah pidana dengan
meloloskan diri dari tuntutan hukum atas tindak undang-undang, sebagai pedoman bagi
pidana yang telah dilakukan. Tindakan tersebut pemerintah Indonesia dalam meminta dan/atau
jelas dapat mempersulit upaya penyidikan, memberikan bantuan timbal balik dalam masalah
penuntutan dan pemeriksaan di siding pengadilan pidana dan membuat perjanjian dengan negara
bahkan dalam pelaksanaan putusan pengadilan. asing.
Tindak pidana yang bersifat transnasional Sistem bantuan timbal balik dalam
bahkan mengakibatkan timbulnya permasalahan masalah pidana (mutual legal assistance) atau
hokum suatu Negara dengan Negara lain sering disingkat dengan MLA merupakan sistem
sehingga upaya penanggulangan kerjasama internasional dibidang pencegahan
danpemberantasannya sulit dilakukan tanpa kerja dan pemberantasan kejahatan khususnya
sama dan harmonisasi kebijakan dengan Negara terhadap kejahatan lintas negara (transnational
lain. crime). Sistem ini lahir dari kaidah-kaidah

50
hubungan antar negara yang telah diterapkan bantuan timbal balik dalam masalah pidana dari
oleh Indonesai baik dengan perjanjian maupun negara asing.
tidak. Dalam kedudukannya sebagai Central
Pada awal tahun 2006, pemerintah Authority maka negara asing yang meminta
Indonesia bersama dengan Dewan Perwakilan bantuan kepada pemerintah Indonesia maupun
Rakyat mengesahkan Undang-Undang No. 1 sebaliknya harus melewati Kementerian Hukum
Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik dan HAM sebagai entry point, untuk selanjutnya
Dalam Masalah Pidana, yang menjadikan payung Central Authority ini yang akan melanjutkan
hukum dalam penerapan sistem ini di Indonesia. permintaan ke lembaga terkait lain dengan
Terkait kasus penyalahgunaan Bantuan terlebih dahulu memastikan bahwa persyaratan-
Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), pemerintah persyaratan yang telah ditentukan telah dipenuhi.
Indonesia sangat serius dalam menerapkan Bersamaan dengan telah
sistem ini dengan tujuan utama adalah dalam diundangkannya ketentuan ini, Kejaksaaan
mencari, mengejar dan menyita, serta Agung RI telah mendaftarkan secara institusional
mengembalikan aset-aset hasil korupsi di lembaga Kejaksaan Agung RI sebagai anggota
Indonesia. dari The International Association of
Undang-Undang No. 1 Tahun 2006 Prosecutor‟s (IAP) yang berkedudukan di The
memberikan dasar hukum kepada menteri yang Hague Belanda, dalam organisasi ini terdapat
bertanggung jawab di bidang hukum dan Hak lebih dari 150 lembaga kejaksaan dari berbagai
Asasi Manusia sebagai pejabat pemegang belahan dunia, dimana dalam praktek MLA
otoritas (central authority) sebagai koordinator disepakati dalam deklarasi bersama tentang
dalam pengajan permintaan bantuan hukum pelaksanaan kerjasama langsung antar lembaga
timbal balik dalam masalah pidana kepada kejaksaan dalam saling mendukung permintaan
negara asing maupun penanganan permintaan MLA dari sesama anggota IAP.

51
Bagi negara seperti Indonesia yang penyidikan, pemeriksaan di muka persidangan
menghadapi persoalan hukum dimana banyak hingga pelaksanaan putusan pengadilan.
pelaku kejahatan raib dan proceeds of crime dari Sementara, ekstradisi lebih fokus kepada upaya
berbagai kejahatan disembunyikan ke luar menangkap seorang tersangka atau terdakwa
negeri, kejahatan politik hukum dari keberadaan yang berada pada yuridiksi negara lain.
suatu peraturan perundang-undangan yang Kemudian, perjanjian Transfer of Senteced
mengatur mengenai bantuan timbal balik dalam Person meliputi pemindahan orang yang sudah
masalah pidana (mutual legal assistance in menjalani sebagian hukuman ke negara asalnya
criminal matters atau MLA) dirasakan mutlak untuk menjalani sisa hukuman yang belum
diperlukan. dijalani di negaranya.
Saat ini dikenal beberapa bentuk Kerjasama internasional merupakan
kerjasama internasional dalam memberantas proses diplomatik di antara dua negara atau lebih
tindak pidana yang tertuang di dalam berbagai yang memiliki landasan kepentingan yang sama.
perjanjian, antara lain Perjanjian Pertukaran Kerjasama internasional harus dilakukan dengan
Informasi (Memorandum of Understanding on memperhatikan prinsip persamaan (equality)
Exchange Information), MLA, Ekstradisi dan yang didasarkan pada sikap saling menghargai
Perjanjian Pemindahan Terpidana (Transfer of kedaulatan (souvereignity) dariu negara-negara
Senteced Person). Yang membedakan satu sama yang terlibat di dalam kerjasama itu. Kerjasama
lain adalah bahwa dalam perjanjian pertukaran internasional yang tertuang di dalam perjanjian
informasi yang menjadi objek kerjasama atau akan berlaku dan mengikat secara politik dan
yang dipertukarkan adalah informasi dalam hukum (legally and politically binding effect)
rangka penyelidikan atau penyidikan tindak kepada negara-negara yang membuatnya.
pidana. Sedangkan dalam MLA, ruang lingkup Dengan demikian sangat jelas bahwa MLA
kerjasamanya meliputi tahap penyelidikan, sebagai salah satu bentuk kerjasama

52
internasional tidak mungkin dilakukan atas dasar kejaksaan menduga yang bersangkutan sudah
ketidakadilan atau dibuat karena adanya berganti kewarganegaraan. Kalau itu benar, tentu
tekanan/paksaan yang menguntungkan salah satu saja Indonesia akan mengalami kesulitan. MLA
pihak. ASEAN menjadi salah satu pintu untuk
Selama ini pemerintah Indonesia menembus kesulitan itu.
menyusun dan membahas rencana pengesahan Romli Atmasasmita mengingatkan
Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal bahwa MLA ASEAN tidak berlaku surut.
Matters. Perjanjian Bantuan Timbal Balik Dalam Kendala juga bisa timbul dalam hal ada
Masalah Pidana yang hendak disahkan itu tak ketidaksepakatan mengenai asset sharing. Jadi
lain adalah MLA ASEAN. Agar mengikat secara upaya untuk mengejar aset-aset pelaku korupsi
hukum, Indonesia harus meratifikasinya. Sebab yang disinyalir disimpan di Singapura akan sulit
ada beberapa hal penting yang bisa digunakan terwujud. Jadi sebetulnya, tertutup kemungkinan
menjalin hubungan saling membantu dalam dilihat dari segi politik luar negeri, kita meminta
masalah pidana. aset dari negara-negara yang menandatangani
Belum mengikatnya MLA ASEAN ASEAN MLA Treaty.
menimbulkan kesulitan bagi aparat penegak Penerapan bantuan timbal balik dalam
hukum untuk mengejar orang-orang yang diduga masalah pidana sebagaimana diatur dalam
melakukan tindak pidana korupsi dan melarikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006,
diri ke negara tetangga. Agus Anwar, misalnya, merupakan perwujudan penegakan hukum yang
nama pengusaha yang pernah berkiprah di Bank dilakukan pemerintah dan negara Indonesia, baik
Pelita itu dimasukkan sebagai obligor yang tidak terhadap warga negara Indonesia yang
kooperatif. Dalam jawaban pemerintah atas hak melakukan kejahatan tertentu di luar negeri atau
interpelasi BLBI disebutkan bahwa Agus Anwar melarikan diri ke luar negeri, sementara
diperkirakan sudah berada di Singapura, bahkan kejahatan tersebut berlangsung di Indonesia,

53
maupun bentuk dan jenis penegakan hukum yang kejahatan yang sangat profesional dan berdasi
dilakukan negara lain apabila warga negaranya (white collor crime). kejahatan
melakukan kejahatan tertentu di dalam negeri, Modus operandi kejahatan, dilakukan
dan kemudian lari ke negara lain atau warga dengan penyamaran atau memakai identitas
negaranya melakukankejahatan di luar negeri. palsu, penipuan, pembajakan, dan penyusupan,
Berbicara tentang kejahatan dalam sedangkan reaksi sosial masyarakat terhadap
konteks cybercrime, maka perlu mendalami kejahatan dunia maya hanya terbatas kalangan
tentang pelaku kejahatan, modus kejahatan, tertentu yang biasa memanfaatkannya.
reaksi sosial atas kejahatan, dan hukum yang Masyarakat luas cenderung pasif atau terbatas
berlaku. dalam merespon kejahatan-kejahatan cyber yang
Persoalan penerapan bantuan timbal menimpa dirinya. Secara umum masyarakat luas
balik dalam masalah pidana terhadap kasus- tidak begitu memperhatikan ataupun mewaspadai
kasus cybercrime tentu tidak dapat dilepaskan fenomena kejahatan cyber. Karena barangkali
dari empat faktor yang saling berkaitan, pengguna atau pengakses komputer/internet
khususnya dalam aspek penanggulangannya. belum begitu membudaya di Indonesia.
Cybercrime sebagai kejahatan yang Walaupun tingkat kerugian finansial akibat
menggunakan teknologi dunia maya (computer) kejahatan cyber sudah sangat besar, namun
sudah semakin marak terjadi di semua negara di warga mesyarakat tidak begitu tergerak untuk
dunia. Pelakunya sangat beragam yang pasti menyikapinya.
mereka orang-orang yang, sangat profesional, Reaksi sosial masyarakat yang positif
dan yang semula hanya kebetulan (iseng), dan dalam menyikapi penerapan bantuan timbal balik
dilakukan kalangan berpendidikan cukup namun dalam masalah pidana pada kasus cybercrime,
akrab dengan komputer, sampai dengan pelaku cenderung terbatas pada kalangan akademisi
tertentu, dan jajaran penegak hukum tertentu

54
pula.hal itu diwujudkan dengan usulan bulan sebelum kejahatan yang dirancang oleh
perubahan perundang-undangan agar dapat pelaku itu dilaksanakan. Hal itu mengakibatkan
mengantisipasi semakin canggihnya kejahatan kesulitan dalam mengidentifikasi asal muasal
cyber, sekaligus kompleksitas Undang-Undang pembobolan tersebut. Pemegang kartu kredit
Nomor 1 Tahun 2006. dapat tidak segera menyadari tentang telah
Sedangkan hukum yang berlaku saat ini terjadinya pembobolan terhadap rekeningnya dan
diantaranya Undang Undang Nomor 11 Tahun baru mengetahui hal itu dari billing statement
2008 Tentang Informasi dan Transaksi yang diperolehnya dari bank beberapa lama
Elektronik (UU ITE), walaupun terdapat setelah pembobolan itu terjadi.29
ketentuan pidana terkait cybercrime masih belum Apabila suatu kartu hilang atau dicuri,
komprehensif. Dan RUU Tindak Pidana kartu tersebut tetap dapat digunakan sampai
Teknologi Informasi, telah selesai pemegang kartu memberitahukan kepada bank
dibuat,diantaranya merujuk pada salah satu bahwa kartunya hilang. Untuk keperluan
instrumen hukum internasional yaitu EU pelaporan tersebut, kebanyakan bank
Convention on CyberCrime 2001 yang dibuat menyediakan nomor-nomor telepon bebas bayar
tanggal 23 Nopember 2001 di kota Budapest, (toll-free telephone numbers) selama 24 jam bagi
Hongaria oleh Uni Eropa. para nasabahnya yang memerlukan untuk dapat
Menurut Sutan Remmy Syahdeini, melakukan pelaporan sewaktu-waktu dan secepat
jutaan rekening telah dibobol. Apabila seorang mungkin. Sekalipun sudah dilaporkan, masih ada
pemegang kartu kecurian atau kehilangan kartu kemungkinan bagi pencuri kartu untuk
kreditnya ia memang dapat melaporkan berbelanja sampai kartu tersebut dinyatakan
kehilangan tersebut secepat mungkin, tetapi data
29
tentang rekening yang akan dibobol oleh pelaku Lihat Wikipedia, credit card Fraud,
http://en.wikipedia.org/wiki/credit_card_fraud dalam Sutan
dapat disimpan selama beberapa minggu atau
Remmy Syahdeini 2009 : 86

55
tidak berlaku lagi oleh perusahaan penerbitnya waktu transaksi terjadi, misalnya di tangan
(card issuer). Sampai ketika pemegang kartu nasabah online, sehingga dengan demikian dapat
atau bank menyadari bahwa kartu tersebut sudah mengurangi terjadinya kecurangan kartu kredit.
berada di tangan pencuri atau orang lain yang Sayangnya, pada waktu CVV tercatat pada
menemukan kartu yang hilang itu, maka pencuri database dari merchant yang kemudian dibobol,
atau penemu kartu yang beritikad baik dapat antifraud value dari CVV tersebut telah hilang.
membeli barang atau membayar jasa dalam Di negara-negara yang sudah maju
30
jumlah ribuan dolar secara tidak halal. sistem pembayarannya, anggota masyarakatnya
Card verification value atau CVV sudah terbiasa baik untuk melakukan maupun
adalah nomor yang terdiri atas tiga atau empat untuk menerima pembayaran bukan dengan uang
digit yang dibubuhkan pada suatu kartu kredit tunai tetapi menggunakan cek atau kartu kredit.
dan disandikan pada pita magnetik (and encoded Masyarakat seperti itu disebut cashless society.
on the mag strip) yang berada di belakang kartu Negara-negara berkembang, seperti Indonesia
kredit tersebut sebagai sarana untuk misalnya, masih tergolong sebagai negara yang
perlindungan bagi pemegang kartu kredit cashsociety. Sebagian besar anggota
terhadap terjadinya kecurangan. CVV masyarakatnya masih melakukan maupun
menampilkan suatu cryptographic chec dari menerima pembayaran dengan uang tunai.
informasi yang dicetak ”timbul” (embossed) di Mereka itu sudah tentu tidak akan melakukan
atas suatu kartu kredit. Penggunaan CVV pada pembayaran dengan membuka cek maupun
suatu online transaction dimaksudkan untuk dengan menggunakan kartu kredit. Hanya
menunjukkan kehadiran kartu kredit itu pada sebagian kecil dari anggota masyarakat yang
telah memiliki rekening giro pada suatu bank.
30
Lihat Wikipedia, credit card Fraud, Mereka itu adalah yang tergolong masyarakat
http://en.wikipedia.org/wiki/credit_card_fraud dalam Sutan
tingkat elit. Masyarakat tingkat elit di negara-
Remmy Syahdeini 2009 : 86

56
negara yang masyarakatnya masih tergolong Sekalipun perusahaan-perusahaan
cash society telah sangat merasakan kenyamanan penerbit kartu kredit telah melakukan berbagai
menggunakan kartu kredit. langkah pengamanan, bukan mustahil anda tetap
Mengingat pada saat ini pengguna kartu saja dapat menjadi korban kejahatan kartu kredit
kredit semakin banyak jumlahnya, baik di dan anda akan mendapati dalam rekening anda
negara-negara yang masyarakatnya telah munculnya transaksi-transaksi yang dilakukan
tergolong cash society maupun yang masih oleh pencuri atau penemu kartu kredit anda yang
tergolong cash society, maka kejahatan kartu dicuri atau hilang. Sekalipun bank anda memiliki
kredit (credit card fraud) makin meningkat. kebijakan bahwa anda tidak diwajibkan
Artinya, korban kejahatan tersebut dan nilai membayar atas beban rekening anda transaksi-
kerugian yang terlibat semakin besar. transaksi yang tidak anda lakukan sendiri
Perusahaan-perusahaan penerbit kartu (unauthorized charge), tetapi anda akan terpaksa
kredit telah melakukan berbagai langkah agar menempuh kerepotan dan banyak membuang
kartu kredit menjadi semakin aman. Ada kartu waktu mengurusi pencurian atau kehilangan
kredit yang diterbitkan dengan foto dari kartu kredit anda. Oleh karena itu, hendaknya
pemegangnya sehingga para penjahat sulit untuk anda melakukan langkah-langkah untuk
berbelanja secara langsung berhadapan (face-to- melindungi atau mengamnkan kartu kredit anda,
face) dengan merchant dengan menggunakan nomor kartu anda, dan credit card sales slip dari
kartu kredit curian. Kebanyakan kartu kredit penggunaan kartu kredit anda.
memiliki hologram, secret imprints, atau hidden Adapun aparatur negara yang
images sehingga para pencuri sulit membuat melaksanakan tugas Undang Undang Nomor 1
kartu kredit palsu dengan menggunakan kartu Tahun 2006 diantaranya :
kredit curian. 1. Kepolisian Negara Republik Indonesia
sesuai Undang Undang Nomor 2 Tahun

57
2002. Pada pasal 13 dijelaskan ”Tugas t
pokok Kepolisian Negara Republik ;
Indonesia adalah : b. Menegakan hukum; dan
a. Memelihara keamanan dan c. Memberikan perlindungan,
k pengayoman, dan pelayanan
e kepada masyarakat.
t Berikutnya pada pasal 15 (e) Kepolisian
e Negara Republik Indonesia sesuai
r dengan peraturan perundang-undangan
t lainnya berwenang :
i a. Melakukan kerjasama dengan
b kepolisian negara lain dalam
a menyidik dan memberantas
n kejahatan internasional.
b. Mewakili pemerintah Republik
m Indonesia dalam organik
a kepolisian internasional.
s 2. Kejaksaan Republik Indonesia, sesuai
y Undang Undang nomor 16 Tahun 2004,
a pasal 30 (1) di bidang pidana, kejaksaan
r mempunyai tugas dan wewenang :
a a. melakukan penuntutan;
k b. melaksanakan penetapan
a hakim dan putusan pengadilan

58
yang telah memperoleh ”Kementerian Hukum dan Hak Asasi
kekuatan hukum tetap. Manusia mempunyai tugas
c. melakukan penyidikan menyelenggarakan urusan di bidang hukum
terhadap tindak pidana tertentu dan hak asasi manusia dalam pemerintahan
berdasarkan undang undang. untuk membantu Presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara”.

B. Perkembangan Cyber Crime Di Indonesia


Pasal 32. Perkembangan cepat di bidang teknologi
Disamping tugas dan wewenang tersebut informasi yang dimulai dengan ditemukannya komputer
dalam undang undang ini, kejaksaan dapat sampai kemajuan internet saat ini telah membentuk
diserahi tugas dan wewenang lain dimensi baru yang disebut dunia maya dan dunia paralel
berdasarkan undang undang yang disebut „kehidupan kedua‟ dengan nilai dan sistem
normanya sendiri. Interaksi manusia-ke-mesin, dan
Pasal 33 bahkan interaksi mesin-ke-mesin, secara bertahap
Dalam melaksanakan tugas dan menggantikan interaksi manusia-ke-manusia. Dewasa ini,
wewenangnya, kejaksaan membina bukanlah hal yang biasa untuk mendapatkan informasi
hubungan kerjasama dengan badan terbaru dan aktual dari internet melalui ponsel biasa.
penegak hukum dan keadilan serta badan Pesatnya perkembangan teknologi informasi membuat
negara atau instansi lainnya. teknologi saat ini usang dalam beberapa hari lagi.
Meningkatkan manfaat yang diperoleh dari
3. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia teknologi informasi yang terus , yang dihasilkan dari
sesuai dengan Peraturan Presiden Nomo 24 peningkatkan permintaan dan nilai ekonomi duniamaya.
Tahun 2010, dalam pasal 143 menyatakan Permintaan dan keinginan tinggi untukmeraup

59
keuntungan dari dunia maya telah menarik beberapa karena waktu dan ruang “Dunia adalah Flat”
orang untuk menggunakan segala cara yang diperlukan adalah garis yang tepat dalam menggambarkan
untuk mendapatkan manfaat. Meskipun jika itu dengan kondisi dunia kita. Dunia maya tidak mengenal
merampas hak-hak orang lain mereka untuk batas wilayah nasional, dan semua aktivitas yang
memanfaatkan dunia maya. terjadi dalam ruang terjadi secara real time.
Pelanggaran hak-hak rakyat dapat menyebabkan Negara memanfaatkan kesempatan ini untuk
serangan properti pribadi. Hal ini juga mengilhami memajukan kepentingan ekonomis mereka
pengguna dunia maya untuk menciptakan sistem berharga nasional. Meningkatnya jumlah
keamanan untuk melindungi kepentingan mereka. nasional,perdagangan regional dan internasional
Pemerintah mulai memberlakukan peraturan perundang- dilakukan di dunia maya untuk mendapatkan
undangannya untuk mengelola berbagai aspek dunia keuntungan yang lebih tinggi. Indonesia, sebagai
maya. Peraturan tersebut dikenal sebagai hukum siber anggota masyarakat internasional, dipengaruhi
(cyberlaw), diharapkan untuk memayungi sebagai batas- oleh kondisi yang sama pemerintah Indonesia,
batas hukum dan moral untuk semua dunia maya, yang karena itu, harus mulaimempersiapkan berbagai
dikenal sebagai hukum cyber diharapkan untuk melayani hal yang dapat menjamin interaksi dunia maya
sebagai batas-batas hukum dan moral bagi semua baik dan aman sesuai dengan nilai-nilai dan
pengguna dunia maya, untuk melindungi mereka dari norma-norma yang berlaku.
segala bentuk cybercrime. Berbagai jenis cybercrime telah terjadi
di Indonesia, seperti pornografi online, virus,
Legislatif Situasi Trojan, mengotori situs, hacking, pembajakan
a. Isu perangkat lunak, penipuan cyber, serangan
Keberadaan jaringan komputer yang DDos, cyber perjudian, terorisme cyber dan lain-
menghubungkan semua bagian dunia. Adalah lain. Data yang tersedia hanya dari kejahatan
suatu usaha manusia mengatasi keterbatasan yang dilaporkan, ujung gunung es yang tidak

60
dapat digunakan sebagai ukuran aktual dari 2) Dari Negara lain : 19 kasus di Australia,
situasi yang sebenarnya. 1 kasus di Belgia, 13 kasus di Ceko, 10
Pada tahun 2003, Kepolisian Negara kasus di Finlandia, 9 kasus di Perancis,
Republik Indonesia telah membentuk Unit IT 9 kasus di Jerman, 15 kasus di Yunani,
dan cybercrime. Di dalam bagian ekonomi dan 7 kasus di Hongaria, 6 kasus di Inggris,
kejahatan tertentu Direktorat Reserse Kriminal, 7 kasus di Iran, 8 kasus di Columbia, 9
serta Unit cybercrime di Jakarta Kepolisian kasus di New Zealand, 10 kasus di
Daerah, untuk menghadapi ancaman cybercrime. Swiss, 14 kasus di Amerika Serikat, 1
Unit serupa telah didirikan di beberapa kasus di Afrika Selatan, 1 kasus di
departemen kepolisian daerah lain, seperti di Bali Lebanon, 3 kasus di Denmark, 6 kasus
dan Jawa Timur. Pelatihan untuk meningkatkan di Austria, 3 kasus di Israel, 4 kasus di
ketrampilan penyelidikan cybercrime dari Siprus, dan 1 kasus di Malta.
penyidik polisi terus diberikan, serta penyediaan
sarana dan prasarana yang diperlukan. b. Dasar Hukum
Karakteristik cybercrimes, yang batas dan
Sebagai gambaran singkat tentang perkembangan anonim, sekarang kesulitan tertentu dalam proses
cybercrime, berikut ini adalah data tentang penyelidikan. Limited dan saksi kurangnya bukti
keluhan cybercrime, khususnya kasus penipuan fisik merupakan tantangan yang mengharuskan
cyber, dilaporkan kepada NCB-Interpol perlunya bukti penerimaan elektronik dan digital
Indonesia atau Kedutaan Besar Indonesia di luar dalam proses hukum. Pengakuan itu juga akan
negeri dari 2006 sampai hari ini : meminta untuk semua pihak dalam system
1) Dari Negara-negara anggota ASEAN : peradilan pidana, termasuk penyidik cybercrime,
10 kasus di Singapura, 1 kasus di untuk memiliki ketrampilan yang diperlukan
Thailand, dan 1 kasus di Malaysia.

61
untuk mengejar kejahatan. Hukum, apalagi, 4. Pasal 44 (Hukum Republik Indonesia) 2 no. 30
harus siap untuk menangani semuanya. Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan
Penerimaan bukti digital dalam proses Korupsi.
undang-undang pidana adalah perkembangan 5. Pasal 27 Peraturan Pemerintah Pengganti
baru yang menggembirakan dalam penegakan Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 Tentang
hukum di Indonesia. Digital bukti termasuk Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,
sebagai bagian dari jenis bukti sebagaimana yang telah ditetapkan sebagai Undang-
tercantum dalam pasal 184 Kode prosedural Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun
Pidana. Beberapa undang-undang mengakui 2003.
penggunaan bukti digital telah berlaku. Mereka 6. Pasal 29 Undang-Undang Republik Indonesia
adalah : no. 21 Tahun 2007, Tentang Pemberantasan
1. Pasal 15 (Undang-Undang Republik Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Indonesia) 1 no. 8 Tahun 1007, pada Setelah proses sulit dan diskusi sejak tahun
Dokumen Perusahaan. 2003, akhirnya pada tanggal 21 April 2008,
2. Pasal 26 (a) Undang-Undang Republik Indonesia memasuki yang baru dengan
indonesia no. 20 tahun 2001, tentang penerapan Undang-Undang Republik
Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun Indonesia No. 11 Tahun 2008 Tentang
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik.
Korupsi. Hukum, yang terdiri dari 13 bab dan 54 pasal,
3. Pasal 38 Undang-Undang Republik Indonesia merupakan payung hukum pertama untuk
no. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana semua kegiatan dunia maya. Hukum
Pencucian Uang. menerapkan prinsip yurisdiksi ekstra
territorial dan kebebasan untuk memilih
teknologi netral. Hukum mencakup berbagai

62
isu yang mencakup penerimaan informasi pemalsuan, dan penipuan yang berkaitan
elektronik dan/atau dokumen sebagai bukti dengan komputer. Penetapan kebijakan
hukum, pengakuan atas tanda tangan internasional lainnya yang digunakan sebagai
elektronik, dan sistem sertifikasi elektronik, acuan adalah Undang-Undang UNCITRAL
nama domain, hak kekayaan intelektual, dan Model Elektronik Niaga (1996), UNCITRAL
perlindungan pribadi, tindakan illegal dan Model Undang-Undang Tentang Tanda
ketentaun pidana mereka. Jika dalam hukum Tangan Elektronik (2001), dan Konvensi
lainnya, digital bukti legal akui sebagai bukti PBB dalam Penggunaan Elektronik. Hukum
terbatas pada jenis kejahatan yang diatur diamanatkan pembentukan peraturan
dalam undang-undang, maka dalam Undang- pemerintah untuk mengelola beberapa aspek
Undang informasi elektronik dan Transaksi pelaksanaan hukum untuk setiap warga
digital bukti diakui sebagai bukti yang sah Negara. Salah satu RUU yang saat ini dalam
untuk setiap tindak pidana dan perdata. tahap terakhir pembahasan parlemen pada
Dalam merumuskan hukum Pemerintah penangkapan sah.
Indonesia disebut hukum internasional, Pada tanggal 26 November 2008, Pemerintah
seperti Konvensi cybercrime “Budapest Indonesia telah melaksanakan Undang-
Treaty, (2001), terutama yang berkaitan Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun
dengan tindakan melawan hukum yang 2008 Tentang Pornografi. Hukum
mencakup pelanggaran terhadap kerahasiaan, menetapkan pelanggaran yang terkait dengan
integritas dan ketersediaan data computer dan pornografi anak-anak yang tidak dimasukan
system, seperti akses illegal, intersepsi illegal, dalam UU Informasi dan Transaksi
interferensi data, interferensi system, dan Elektronik. Undang-Undang ini juga
penyalahgunaan perangkat, komputer terkait mengakui diterimanya bukti digital. Selain
tindak pidana, seperti komputer terkait itu, Pemerintah Indonesia saat ini sedang

63
mempersiapkan draft RUU tentang ratifikasi terkait, seperti akademisi dan praktisi teknologi
Konvensi Cybercrime dan hukum tentang informasi, serta sektor publik dan swasta. Untuk
hukum pidana tindak pidana teknologi menjalin kerjasama dengan CERT (Computer
Informasi. Undang-undang tersebut berlaku Emergency Response Team) dari Negara lain.
untuk memberikan norma-norma hukum yang Nasional Indonesia (Polisi mengambil bagian
sesuai untuk semua aktifitas dunia maya. dalam pendirian ID-SIRTII (Indonesia Security
Incident Response Team di Internet
c. Penegakan hukum Agen Infrastruktur)

Seperti ditegaskan di atas, Kepolisian Republik


d. Pelaksanaan Komunike Bersama
Indonesia merespon perkembangan cybercrime
1. Pada tahun 2006 Polis Di Raja Malaysia
dengan pembentukan unit IT dan cybercrime di
meminta bantuan dari Kepolisian Nasional
bawah Direktorat Ekonomi dan Pidana Khusus.
Indonesia untuk menemukan pelaku
Unit, selain berfungsi sebagai unit investigasi,
kejahatan penipuan yang dilakukan oleh
juga melakukan pelayanan forensik cyber untuk
pesan teks. Pelaku diduga berada di
mendukung investigasi kegiatan unit IT dan
yurisdiksi Indonesia. Pada saat ini,
cybercrime, serta unit penegak hukum lainnya
Kepolisian Republik Indonesia yang
Beberapa departemen kepolisian daerah di
menunggu untuk informasi tentang hasil
Indonesia telah membentuk unit cybercrime
penyelidikan dari Polis Di Raja Malaysia,
untuk merespon jenis kejahatan baru. Polisi
berdasarkan informasi bahwa Kepolisian
menyadari bahwa penegakan hukum saja tidak
Negara Republik Indonesia telah disediakan.
cukup untuk mengatasi cybercrime. Oleh karena
2. Pada tahun 2007,POLRI kejahatan Cyber
itu, Kepolisian Negara Republik Indonesia telah
unit dikoordinasikan dengan Kepolisian
membentuk kerjasama dengan beberapa pihak
Kerajaan Malaysia untuk mendapatkan

64
informasi tentang ksus cyber perjudian situr
yang telah terdaftar di Filipina Wilayah
sedikit para penjudi itu di Indonesia.
3. Pada tahun 2008, unit kejahatan cyber POLRI
melakukan penyidikan terhadap kasus yang
melibatkan warga Negara Thailand sebagai
korban yang difasilitasi oleh Polisi
Kejahatan Thailand.
4. Pada tahun 2009, IT dan cybercrime Unit
Kepolisian Negara Republik Indonesia
berkoordinasi dengan Senior Liaison Officer
Singapura Polisi dalam penyelidikan atas
warga Singapura yang diduga cybercrime.
5. Pada tahun 2009, unit kejahatan cyber Polri
telah melakukan investigasi bersama dengan
US-ICE dan AFP untuk menemukan kasus
Pornografi Anak dengan menggunakan
www.jualtocil.com dan tersangka berhasil
ditangkap 3 tersangka.

Perkembangan Penanganan CyberCrime


a. Laporan Pelaksanaan Kerja Antara POLRI (Unit V
IT & Cyber Crime) dengan Luar Negeri dan Dalam
Negeri Tahun 2008 sampai dengan 2010 ;

65
(Sumber: Unit V IT & Cyber Crime Bareskrim Mabes Polri) 4 Program Penyerah Penandatanganan
bantuan DS an serah terima bantuan
peralatan dan ATA bantuan peralatan dan
No Jenis Instan Kegiatan Hasil yang Dicapai pelatihan peralatan pelatihan antara
pelatihan Pemerintah Amerika
Kerjasama si yang
Serikat dengan
Telah Pemerintah Republik
Indonesia (Dir.II
Dilaksan
Eksus)
akan 5 Program Pelatihan Menambah
pelatihan- AFP - pengetahuan dan
1 Program Serah Penandatanganan Nota
pelatihan pelatihan wawasan bagi anggota
Pembangunan ICIT terima Kesepahaman proyek
bantuan baik di Unit Cyber Crime
material jasa, AP material Cyber Crime dari
gedung Cyber dalam dalam pelaksanaan
fasilitas kantor jasa, Pemerintah Amerika
Crime yang negeri tugas serta
unit V IT & fasilitas Serikat (ICITAP)
akan dibangun dan di terpenuhinya
Cyber Crime kantor kepada Pemerintah
luar bangunan dan
dan Pelatihan unit V & Republik Indonesia
negeri peralatan High Tech
Cyber (Bareskrim Polri) dan
(Australi Crime
Crime pelatihan
s) dan
2 Program Penyerah Penandatanganan
bantuan
bantuan JICA an serah terima bantuan
penangan
peralatan dan bantuan peralatan pelatihan
an kasus
pelatihan peralatan antara Pemerintah
pencabul
pelatihan Jepang JICA dengan
an anak
Pemerintah Republik
dibawah
Indonesia (Polri)
umur
3 Program Penyerah Penandatanganan dengan
bantuan Micro an serah etrima bantuan tersangka
peralatan dan soft bantuan peralatan pelatihan warga
pelatihan peralatan Software CETS (Child Negara
Software Cets pelatihan Exploitation Tracking Australia
System) antara
6 Pertukaran Penyidik Kasus yang ditangani
Microsoft dengan polri
kepentingan AFP an sudah P21, tersangka
(Wakapolri)
antar Polri dan kolabora Warga Negara

66
AFP si dalam Australis dalam proses wilayah
kasus siding ekstradisi di Polda
eksploita Pengadilan Sydney Kepulaua
si anak Australis n Riau
(ChildPo 10 Pertukaran RCM Penyidik Kasus yang ditangani
rnograph informasi P an sudah dilimpahkan ke
y) kasus Child (Roya kolabora Kejaksaan Agung
7 Sosialisasi dan Sosialisa Menambah pornography l si dengan tinggal menunggu
Narasumber Menk si pengetahuan dan di Internet Cana NCECC tahap II. Rencana
ominf Tentang wawasan bagi peserta dian RCMP pelatihan di Police
o Undang- sosialisasi Moun dalam College RCMP
Undang ted kasus
ITE dan Police child
bukti Cana pornogra
Digital da phy di
Evidence internet
8 Internet sehat Menk Sosialisa Surat Keputusan 11 Pertukaran US Penyidik Kemudahan
bagi remaja ominf si dan Mekominfo tentang
informasi data Custo an mendapatkan data IP
dan anak-anak o penyuluh Pembentukan Tim
an Internet Sehat kasus child m- kolabora Address pelaku
internet melibatkan anggota
pornography Secur si dengan pengguna ISP
sehat Unit V IT & Cyber
Crime. yang terjadi ity NCECC Indonesia
Menambah
dan sedang Home – RCMP
pengetahuan dan
wawasan bagi peserta berjalan land dalam
sosialisasi dan
kasus
penyuluhan di
sekolah-sekolah orang child
tua murid dan guru-
pornogra
guru.
9 Operasi BSA Operasi Dapat terungkapnya phy di
Software software software palsudi
internet
bersama wilayah Polda
di Kepulauan Riau

67
b. Data Kasus Penyelesaian Dan Klasifikasi Penyelesaian c. Penyalahgunaan Kartu Kredit (Carding)
Unit V IT & CyberCrime. Penyalahgunaan Kartu Kredit, berdasarkan
Pasal 301.1 Hukum Pidana Kanada meliputi mencuri
(Sumber: Unit V IT & Cyber Crime Bareskrim Mabes atau memalsukan kartu kredit; memiliki,
Polri) menggunakan atau melakukan transaksi apapun
Jumlah Klasifikasi Kegiatan dengan menggunakan kartu kredit yang diperoleh
Kasus Penanganan Kasus
NO Tahun Selesai Pro secara melawan hukum atau; menggunakan sebuah
Yang
Dilapor ses kartu kredit yang telah dicabut atau dibatalkan31.
kan
Sebagai contoh adalah kasus kejahatan kartu kredit
Sangat sulit Sedang M P.21 SP.3 Limpa P Lidik/Sidi P P.
Sulit ud yang dilakukan oleh komplotan penjahat di bawah
h 2 k . 19
ah pimpinan Simon Woon alias Ciement yang mencuri
2 Ekstradisi 1
data 7,2 juta pemilik kartu kredit di Indonesia.
8
Mereka adalah sindikat pengedar narkoba sekaligus
1 2004 8 8 - - - 3 - 1 - 4 - -
pembobol kartu kredit asal Malaysia.
2 2005 4 4 - - - 2 1 - - 1 - -
Modusnya,membeli barang yang mudah diuangkan
3 2006 24 24 - - - 11 6 3 - 4 - -
kembali seperti ponsel, laptop, dan perhiasan. Dari
4 2007 8 8 - - - 2 1 1 - 4 - -
para tersangka, polisi menyita sejumlah barang bukti
5 2008 13 13 - - - 3 2 2 - 5 - -
yang menunjukan bahwa kawanan ini sangat serius
1
dan professional, yaitu 7.000 lembar kartu kredit
6 2009 18 18 - - - 3 2 - - 7/3
palsu dari 21 bank dan penyelenggara kartu kredit,
1 - -
31
7 2010 12 12 - - - 3 - 3 - 1/1 1 Hukum
Puslitbang 3 dan Pengadilan Mahkamah Agung RI, 2004:
31

68
seperti Citibank, Niaga, Mandiri, BNI, HSBC, dan secara tidak sah dari suatu rekening bank milik orang
Danamon. Sebagian siap pakai, sebagian lagi masih lain.33
dalam proses finishing. Diamankan pula 160 unit Terdapat berbagai program carding dan
mesin gesek kartu kredit (Electronic Data bagaimana cara mendapatkan kartu-kartu kredit,
Computere/EDC) berbagai tipe, 12 unit skimmer, dan bagaimana cara membuat nomor-nomor kartu kredit
87 lembar kartu tanda penduduk (KTP) yang diduga yang palsu, bagaimana menggandakan kartu-kartu
palsu. Juga disita empat paspor, 12 stempel, 17 unit kredit yang sah, dan bagaimana menggunakan kartu-
mesin sales draft printer, dan satu kardus berisi kartu kredit yang palsu itu. Memperoleh data yang
lembaran bahan baku kartu kredit. Yang tak kalah terkait dengan suatu rekening itu dapat dilakukan
mengejutkan, kawanan ini mencuri data 7,2 juta kartu dengan berbagai cara. Hal itu biasanya dilakukan
kredit dari total 9,2 juta kartu kredit di Indonesia. tanpa sepengetahuan pemegang kartu kredit (credit
Sindikat ini memiliki jaringan di sejumlah Negara, card holder), merchant, atau bank penerbit kartu
seperti Inggris dan Perancis32. kredit setidak-tidaknya sampai akhirnya rekening
Carding atau credit card fraud, suatu kejahatan tersebut digunakan untuk melakukan kejahatan. Cara-
kartu kredit, merupakan salah satu bentuk dari cara tersebut seperti dijelaskan di bawah ini. 34
pencurian (theft) dan kecurangan (fraud) di dunia 1). Dengan mencuri kartu kredit. Cara
internet yang dilakukan oleh pelakunya dengan yang digunakan dimulai dengan
menggunakan kartu kredit (credit card) curian atau mencuri kartu kredit atau mendapatkan
kartu kredit palsu yang dibuat sendiri. Tujuannya data yang terkait dengan suatu rekening,
tentu saja adalah untuk membeli barang secara tidak termasuk nomor rekening kartu kredit
sah atas beban rekening dari pemilik kartu kredit
yang sebenarnya (yang asli) atau untuk menarik dana 33
Sutan Remmy Syahdeini (2009 : 82-84)
34
Lihat Wikipedia, Credit Card Fraud,
32
(http://www.gatra.com/2008-02-21/artikel.php?id=112395, http://en.wikipedia.org/wiki/credit_card_fraud, dalam Sutan
21 Februari 2008 (Petrus Reinhard Golose: 2008 :38) Remmy Syahdeini (2009 : 82 -84 )

69
atau informasi lain yang diperlukan oleh program spyware parasite tersebut.
penerima kartu kredit (merchant) dalam Bayangkan apabila seseorang
suatu transaksi. kehilangan kartu kreditnya dan carder
2) Dengan menanamkan spyware (pelaku kejahatan kartu kredit) tersebut
parasites. Spyware parasite ini dapat adalah nasabah dari bank yang sama
melakukan pencurian identitas (identity dengan pemegang kartu kredit tersebut.
theft) dan dapat menelusuri nomor- Carder yang telah memperoleh nomor
nomor kartu kredit ketika seorang kartu kredit tersebut dapat menciptakan
pemegang kartu kredit menggunakan nomor kartu kredit yang lain dengan
kartu kreditnya untuk belanja secara bantuan program-program tertentu.
online. Apabila informasi yang berasal Nomor-nomor kartu kredit biasanya
dari kartu kredit tersebut kemudian memiliki tanggal kadaluarsa (expire
dapat ditangkap oleh mereka yang akan date) yang sama. Apabila melakukan
menggunakan informasi curian itu belanja (shopping) di internet, nama
untuk tujuan-tujuan illegal, maka depan dan nama keluarga (surname)
pemegang kartu kredit dapat kehilangan dari kartu kredit kadang-kadang tidak
uangnya. dicek sehingga memungkinkan bagi
Kadang-kadang semua carder untuk dapat masuk kepada setiap
tindakan-tindakan pengamanan bahkan nama dengan nomor kartu kredit anda
tidak dapat membantu untuk melakukan dan dapat memperoleh barang yang
pengamanan terhadap pencurian data dibelinya atas beban kartu kredit anda
kartu kredit itu karena nomor kartu atau atas beban kerugian perusahaan
kredit anda dapat dengan mudah penerbit kartu kredit. Pada saat itu
didapatkan dengan menggunakan (2005), bahkan sistem otorisasi yang

70
diterapkan tidak melakukan pengecekan 4) Dengan melakukan skimming35
mengenai nama, alamat, zip code, dan Mendapatkan data pribadi anda dapat
CVV2 code dari kartu kredit tersebut. dilakukan dengan apa yang disebut
Dengan demikian carder hanya perlu ”skimming”. Skimming merupakan suatu
mengetahui bank-bank tertentu penerbit hi-tech method, yaitu si pencuri
kartu kredit dan seri dari kartu-kartu memperoleh informasi mengenai
kredit yang diterbitkannya dan dengan pribadi anda atau mengenai rekening
itu membuat kartu-kartu kredit yang anda dari kartu kredit, surat izin
baru. Carder dapat berbelanja dengan mengemudi (SIM), kartu tanda
membuat nomor-nomor kartu kredit penduduk (KTP), atau paspor anda.
hanya dengan mendapatkan software Pelaku skimming menggunakan suatu
download untuk dapat memperoleh alat elektronik (electronic device) untuk
barang-barang yang dibelinya. memperoleh informasi tersebut. Alat itu
Merchant tempat ia berbelanja akan disebut skimmer yang harganya murah,
mengirimkan barang-barang tersebut yaitu dibawah US$50 atau sekitar
kepada alamat palsu dan nama yang Rp450.000. ketika kartu kredit atau
palsu. kartu ATM anda digesek (swipe
3) Seorang petugas toko (merchant) through) melalui skimmer tadi, maka
menyalin tanda terima penjualan (sale informasi yang terdapat di dalam
receipt) dari barang yang dibeli oleh magnetic strip pada kartu anda akan
pelanggan dengan tujuan untuk dapat dibaca oleh skimmer dan disimpan di
digunakan melakukan kejahatan di
35
kemudian hari. Lihat
http://idtheft.about.com/od/methodsoftheft/p/Skimming.htm?p=1
dalam Rutan Remmy Syahdeini (2009: 82-84)

71
dalam alat itu atau di dalam komputer benar untuk mendapatkan sesuatu yang berharga atau
yang tersambung dengan alat itu. menguntungkan. Korban mengetahui dan secara
Skimming bukan saja sukarela memberikan uang atau barang berharga ke
merupakan masalah di Amerika Serikat, pelaku tetapi berdasarkan informasi yang salah atau
tetapi juga merupakan masalah global. tidak benar. E-commerce tidak sedikit membuka
Oleh karena penggunaan smart card peluang bagi terjadinya tindak pidana penipuan.
tecnology makin marak karena dipakai Contoh kasus cyberfraud sebagaimana dikemukakan
dalam rangka pembuatan SIM dan oleh Golose (2006: 3) yaitu kasus penipuan yang
paspor, maka kemungkinan skimming dilakukan oleh sekelompok pemuda di Medan yang
akan tumbuh terus sebagai taktik yang memasang iklan di salah satu website terkenal
populer bagi para pencuri identitas. Di “Yahoo!”. Iklan itu seolah olah menjual mobil
Jepang, kasus-kasus credit card mewah Ferrari dan Lamborghini dengan harga
skimming telah meningkat sebesar 45%, murah sehingga menarik minat seorang pembeli dari
mengingat credit card limit di Jepang Kuwait. Perbuatan tersebut dapat dilakukan tanpa
sangat tinggi. Malaysia, Hongkong, adanya hubungan terlebih dahulu antara penjual dan
Belarus, Columbia, mesir, dan pembeli, padahal biasanya untuk kasus penipuan
Venezuela ditengarai sebagai tempat- terdapat hubungan antara korban atau tersangka
tempat yang berisiko tinggi bagi para (Petrus Reinhard Golose; 2008 : 39)
wisatawan yang berbelanja dengan Adapun masalah-masalah hukum internet36
menggunakan kartu kredit. adalah hubungan melalui internet, misalnya dalam
bentuk e-commerce, menimbulkan berbagai masalah
d. Penipuan di Internet (Cyberfraud) hukum, yaitu antara lain menyangkut :
Shinder (2002: 25), menyatakan bahwa
penipuan melibatkan pemberian informasi yang tidak 36
Sutan Remy Syahdeini, 2009: 16-17

72
 Pemakaian domain name antara pihak-pihak yang melakukan
 Terjadinya berbagai kejahatan komputer transaksi e-commerce yang merupakan
(computer deviance) dan tindak pidana transaksi antar negara (hubungan
komputer (computer crime atau cyber crime) keperdataan internasional)
 Penggunaan data digital sebagai alat bukti
hukum Pilihan mengenai yurisdiksi peradilan (choice of

 Pengakuan ”pemberitahuan melalui e-mail” forum) bagi pihak-pihak yang melakukan transaksi e-

sebagai” pemberitahuan tertulis” (writen commerce, yaitu pilihan mengenai pengadilan mana

notice) menurut hukum yang berwenang menyelesaikan sengketa di antara

 Pembajakan internet (internet piracy) para pihak yang melakukan transaksi e-commerce.

berkaitan dengan HAKI


 Perlindungan bagi konsumen dalam B. Kendala- kendala

transaksi e-commerce Penerapan Undang- Undang Nomor 1 Tahun


2006 Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah
 Pajak atas transaksi e-commerce
Pidana khususnya berkenaan kasus-kasus cybercrime
 Bentuk hukum dari hubungan-hubungan
yang sudah dilaksanakan hampir 4 tahun, masih
antara pihak-pihak yang melakukan
diwarnai kendala-kendala.
transaksi e-commerce
Diantaranya dalam aspek birokrasi pemerintahan
 Perlindungan terhadap the right to privacy
atau birokrasi penegakan hukum di Indonesia, yang
dalam komunikasi melalui internet
masih menghadapi problem kombinasi model
 Pilihan hukum (choice of law) dalam
kerjasama antar aparatur penegak, baik dalam forum
transaksi e-commerce, yaitu pilihan
komunikasi ataupun rapat antar pimpinan, seringkali
mengenai hukum Negara mana yang akan
tidak dapat diimplementasikan sampai ke tingkat
diberlakukan dalam hal terjadi sengketa
pelaksana.

73
pernah meminta paada negara lain agar agar para
Banyak faktor yang melatarbelakangi utamanya pelakunya diadili di Indonesia. Dan juga Indonesia
yang menonjol adalah sumber daya manusia (SDM) pernah menyerahkan tersangka teroris Hambali kepada
yang rendah, tidak renponsif, dan ego sektoral, dana, pemerintah Amerika Serikat, namun tidak dalam
kecepatan, antar negara, hubungan diplomatik yang kerangka bantuan timbal balik masalah pidana, maupun
baik, kepentingan Indonesia menghendakinya. dalam mekanisme ekstradisi. Karena antara Indonesia
dengan Amerika Serikat tidak terikat dalam perjanjian
Keberadaan produk Undang-Undang Nomor 1 ekstradisi.
Tahun 2006 belum begitu disosialisasikan kepada
jajaran aparatur penegak hukum. Kendala yang utama Sebagai perwujudan kerjasama internasional
dalam penerapannya berkenaan dengan sistem hukum antar Kepolisian baik yang diwadahi oleh Interpol
yang berlaku di negara-negara lain saling berbeda. Hal maupun antar kerjasama Kepolisian Republik Indonesia
ini sangat menyulitkan posisi perundingan untuk dengan Kepolisian Negara lain, biasa dilakukan melalui
menyamakan persepsi tentang sistem hukum yang Handling Over yaitu menyerahkan tersangka kejahatan
dianut. Belum lagi kalau menyangkut kepentingan melalui mekanisme deportasi plus plus. Amerika
nasional yang di dalamnya melekat kepentingan politik, Serikat sering melakukan kerjasama dengan Indonesia,
dan keamanan nasionalnya. diantaranya menyerahkan tersangka/kasus David Nusa
Jaya kepada Indonesia. Biasanya diserahkan di bandara
Dari kendala-kendala tersebut sampai saat ini suatu negara bagian Amerika Serikat. Dengan wadah
setidaknya belum ditemukan data tentang jumlah kasus- Interpol, kerjasama internasional dalam
kasus cybercrime di negara lain yang proses penegakan penanggulangan kejahatan seluruh anggota interpol,
hukumnya diminta dialihkan ke indonesia. Walaupun melalui mekanisme ekstradisi, dan deportasi.
dalam penanggulangan kejahatan transnasional seperti
terorisme, narkoba, serta pembunuhan, Indonesia

74
Dalam wawancara singkat dan terbatas dengan mudah. Bahkan secara tegas dikatakan peraturan
Brigadir Jenderal Polisi Dr. Iza Fadri, SIK, SH, MH perundang-undangan tersebut tidak dapat dilaksanakan.
dari Devisi Hukum Mabes Polri di Kementerian
Polhukam, Selasa 30 November 2010 pukul 13.00
WIB, khusus dalam Bantuan Timbal Balik Dalam
Masalah Pidana, tentang Statistik kriminal ataupun
data-data yang berkenaan dengan permintaan
pemerintah Indonesia pada negara-negara lain dalam
konteks kerjasama internasional, sampai sejauh ini
belum mendapat data dan jawaban yang pasti.
Sementara itu, dalam wawancara dengan Dr. Rudi
Satrio, SH, MH, pakar hukum pidana dari FH UI
Jakarta di Depok pada tanggal 8 Desember 2010,
menyatakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006,
sungguh sulit diimplementasikan. Semangat dan
konsistensi Indonesia dalam menanggulangi kejahatan-
kejahatan tertentu yang pelakunya melarikan diri ke
luar negeri ataupun pelaku kejahatan di negara lain
yang pelakunya melarikan diri ke Indonesia, terkendala
dengan sistem hukum yang berbeda di antara negara-
negara. Di samping itu, juga menyangkut kepentingan
nasional masing-masing negara, serta hubungan baik
antar negara yang dalam hal menyangkut
kerjasama/bantuan penegakan hukum, tidak selalu

75
BAB IV penuntutan dan pemeriksaan yang pelakunya tidak dibebaskan,
ANALISIS DATA diberi grasi, atau tidak sesuai mengalami pemidanaan. Disamping
itu,juga terdapat persyaratan-persyaratan lainnya yang dapat
ditolak suatu permintaan bantuan.
Perjanjian Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana , Perjanjian Timbal Balik dalam masalah pidana, yang
merupakan produk baru peraturan perundang-undangan yang ditegaskan adanya pembatasan-pembatasan seperti disebut dalam
berupaya untuk menanggulangi kejahatan transnasional, dalam pasal 6, menunjukkan bahwa undang-undang ini lebih bercorak
kapasitas yang terbatas. Makna dan arti keterbatasan yang ada pada penanggulangan kejahatan secara transnasional pada aspek
dalam undang-undang nomor 1 tahun 2006 Tentang Bantuan kejahatan ekonomi : Pada era sekarang kejahatan ekonomi sudah
Timbal Balik Dalam Masalah Pidana tersebut, merupakan proses dalam bentuk global atau transnasional.
beracara tanpa ada wewenang eksekusi. Implementasi ataupun penerapan Undang-Undang Nomor
Bentuk kerjasama antar negara dalam penanggulangan 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah
kejahatan atau dalam proses penegakan hukum, merupakan proses Pidana, terhadap negara-negara lain termasuk negara sahabat
beracara, tanpa memberikan wewenang untuk ekstradisi atau dalam kerjasama regional ASEAN, tidak berjalan mudah dan
penyerahan orang, tanpa penangkapan atau penahanan, tanpa lancar. Tidak adanya perjanjian timbal balik dalam masalah pidana
pengalihan narapidana atau pengalihan perkara. dengan negara lain, merupakan kendala utama. Sistem hukum yang
Bantuan Timbal Balik dapat dilakukan berdasarkan berbeda, kepentingan nasional yang berbeda, dan sikap dari negara
perjanjian. Dalam hal belum ada perjanjian, dapat dilakukan atas lain terhadap penegakan di Indonesia juga sangat mempengaruhi.
dasar hubungan baik berdasarkan prinsip resiprositas. Sebaliknya juga negara lain melalui kerjasama kepolisian selalu
Ada pembatasan-pembatasan yang dapat ditolak jika meminta bantuan kepada Indonesia dalam penanggulangan
negara meminta bantuan, yaitu tindak pidana politik, kecuali kejahatan terorisme, narkotika dan pembunuhan, tanpa melalui
pembunuhan/percobaan pembunuhan terhadap Kepala prosedur bantuan timbal balik dalam masalah pidana. Polri melalui
Negara/Kepala Pemerintahan, terorisme, atau tindak pidana mekanisme Interpol ataupun dalam tingkat regional ASENAPOL,
berdasarkan hukum militer. Dan juga dalam proses penyidikan, sudah berkali-kali melakukan kerjasama pertukaran atau meminta

76
tersangka kejahatan-kejahatan diserahkan pada masing-masing Republik Rakyat China mengenai bantuan hukum timbal balik
kepolisian negara. dalam masalah pidana).
Penyelesaian penanganan kejahatan transnasional Statistik kriminal tentang pelaksanaan Undang-Undang
khususnya ekonomi yang pelakunya melarikan diri atau transit di No.1 Tahun 1999, dan Undang-Undang No.8 Tahun 2006 tidak
luar negeri untuk mencari negara lain sebagai domisili terakhir, diperoleh. Hal ini dapat diartikan bahwa seperti halnya
dengan negara sahabat atau negara tetangga yang bersahabat pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 2006, kedua Undang-
sekalipun seperti Singapura adalah sangat sulit. Sampai saat ini Undang tersebut hanya berupa dokumen hukum untuk
perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura belum mengantisipasi apabila Indonesia atau RRC, serta Australia harus
dapat terealisir. Mereka menyatakan bahwa Singapura filosof dan bekerjasama ketika terjadi kejahatan-kejahatan tertentu. Dengan
pembentukan negaranya adalah sebagai tenpat transit dari warga- negara ASEAN termasuk Singapura, pemerintah Indonesia yang
warga bangsa seluruh dunia, sehingga apabila ada pelaku kejahatan diwakili oleh Menteri Hukum dan HAM telah menandatangani
dari negara lain kemudian lari dan singgah di Singapura, yang perjanjian timbal balik dalam masalah pidana (Treaty on Mutual
dipersalahkan adalah negara yang kedapatan pelaku kejahatan Legal Assistance in Criminal Matters) pada tanggal 29 November
tersebut kenapa mereka tidak ditangkap dan diproses sewaktu 2004, dan sampai saat ini belum diajukan Pemerintah untuk proses
berada di Indonesia, misalnya dalam kasus illegal loging. Namun ratifikasi ke DPR RI.37
khusus untuk kasus cybercrime, dengan kecepatan dalam hitungan Dalam kasus-kasus cybercrime yang mulai eksis di
menit pelaku dapat menjalankan aksinya, dan kemudian lari ke Indonesia, bantuan timbal balik dalam masalah pidana
Singapura, tentu fenomena ini sulit untuk diprediksi oleh mmerupakan untuk menanggulangi kasus-kasus cybercrime.
pemerintah Indonesia. Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia cybercrime
Sampai sekarang, Indonesia sudah mengadakan perjanjian yang menyangkut Carding dan cyberfraud dapat dijangkau dengan
Bantuan Timbal Balik dalam masalah Pidana dengan Australia beberapa pasal dalam KUHP. Diantaranya pasal 303, 311, 335,
yaitu melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1999. Berikutnya 362, 378 judi di internet, pasal 282 penyebaran pornografi, pasal
dengan China melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2006
(Tentang Pengesahan perjanjian antara Republik Indonesia dan 37
Siswanto Sumarso, 2009 : 147

77
406 kasus hacking . Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun Fenomena kejahatan yang terjadi di dunia sekarang,
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dapat dikenakan dengan modus operandi melalui alat-alat/teknologi modern dan
pasal 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34 dan 35. canggih, seringkali dilakukan tanpa mendatangi lokasi kejahatan.
Dalam keterkaitannya tentang penerapan bantuan timbal Para pelaku kejahatan dengan memanfaatkan komputer, dapat
balik dalam masalah pidana dengan kasus-kasus cyber crime, dengan mudah dan leluasa melakukan aksinya baik jarak dekat
utamanya kejahatan kartu kredit (carding), dan penipuan melalui ataupun jarak jauh, bahkan antar negara tanpa kendala apapun.
internet (cyber fraud) lebih diwarnai dalam bentuk kerjasama Polri Kerugian material sangat besar, dan para pelaku kejahatan
dengan Interpol. Modus operandi carding dan cyber fraud adalah cyber dapat dengan leluasa berdiam diri di suatu negara/tempat
sangat cepat, dalam hitungan menit bahkan detik dapat terjadi tanpa takut diijangkau oleh hukum negara lain yang merugi sangat
transaksi baik legal maupun illegal yang berujung pada kejahatan, besar. Warga masyarakat luas di semua negara sampai dengan
para pelaku kejahatan cybercrime juga dengan mudah berpindah pemerintahan suatu negara dapat dicuri baik harta kekayaan
tempat atau melarikan diri dari kota ke kota lain bahkan antar maupun dana-dana melalui surat/kartu berharga lainnya melalui
negara. penipuan kartu kredit ataupun penipuan di internet serta sarana-
Khusus tentang kasus-kasus cybercrime dalam perbankan sarana canggih lainnya.
di Indonesia, pihak bank lebih banyak bersikap diam, kalau nilai Eksistensi kejahatan di manapun berada, secara mutlak
kerugiannya tidak besar. Kalau diekspos ataupun dilaporkan ke merupakan musuh dan penyakit rakyat dan penyakit negara di
Polri, pihak bank justru sangat khawatir bahwa aspek pengamanan seluruh dunia. Sehingga penanggulangan dan pemberantasan
internal sangat lemah, sehingga dapat mempengaruhi kepercayaan kejahatan merupakan agenda besar rakyat dan negara di seluruh
publik. Sehingga dapat dikatakan bahwa statistik kriminal yang ada dunia.
dari Bareskrim Mabes Polri tentang Carding, dapat dianggap Dengan memanfaatkan transportasi yang modern, sarana
sebagai bukan sebagai keadaan senyatanya di tengah masyarakat, dan teknologi modern termasuk komputer, para pelaku kejahatan
khususnya kerugian-kerugian yang dialami oleh perbankan dengan cepat melakukan aksinya secara bergerak atau berpindah-
Indonesia. pindah dari tempat/negara ke negara yang lain. Di samping itu
tanpa harus meninggalkan tempat tinggalnya, dan dengan

78
bermodal komputer yang sudah disambung internet, pelaku BAB V
kejahatan dapat melakukan kejahatannya tanpa ada kekhawatiran PENUTUP
segera ditangkap oleh jajaran kepolisian di masing-masing negara.
Berkenaan tingkat kejahatan dan jenisnya selalu A. KESIMPULAN
berkembang sejak lebih dari 50 tahun yang lalu, dan terjadi
pelarian pelaku kejahatan dari negara tertentu ke negara lain, telah 1. Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana
dikembangkan suatu bentuk kerjasama dalam penanggulangan (Mutual Legal Assistance) atau sering disingkat
kejahatan yaitu melalui ekstradisi. Dan ekstradisi dilakukan MLA merupakan suatu sistem penanggulangan
berdasarkan perjanjian antar satu negara dengan negara lainnya. kejahatan internasional terhadap kejahatan lintas
Khusus ekstradisi tidak dilakukan terhadap kejahatan politik. negara (transnasional crime). Biasanya, sistem ini
Keberadaan undang-undang ekstradisi ( UndangUndang diterapkan bagi negara-negara yang belum
Nomor 1 Tahun 1979 ) yang beberapa pasalnya telah diangkat mempunyai perjanjian ekstradisi.
dalam BAB II, merupakan produk peraturan perundang-undangan Ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian
yang harus saling melengkapi dengan Undang-Undang No.1 Tahun Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana,
2006. Hal ini berarti permintaan ekstradisi wajib dilengkapi dengan lebih bercorak pada kerjasama penanggulangan
permintaan bantuan timbal balik dalam masalah pidana, terutama kejahatan secara transnasional pada aspek
pengusutan dan pengembalian aset kejahatan dari pelaku kejahatan kejahatan ekonomi.
38
tersebut. 2. Suatu problematika dalam penerapannya, utamanya
Perlu diperhatikan, Undang-Undang No.1 Tahun 1979 tersebut menyangkut administrasi baik dalam penyidikan,
harus dilengkapi dan didukung melalui perjanjian ekstradisi penuntutan, maupun pemeriksaan di sidang
dengan negara lain yang kemudian diratifikasi oleh DPR RI. pengadilan, yang di dalamnya ada perampasan
hasil tindak pidana, penggeledahan dan penyitaan.
Disamping itu, perbedaan sistem hukum antar
38
Siswanto Sumarso 2009 : 146-147

79
negara, serta kepentingan nasional masing-masing Sosialisasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006
negara juga menjadi kendala serius. lemah dan politicall will pemerintah terkendala
Modus operandi cybercrime adalah secara sangat dengan negara-negara lain.
cepat, tersembunyi (tersamar), dan sulit diantisipasi
dengan efektif, dan dapat dilakukan antar negara. B. SARAN
Sehingga, kalau kejahatan cybercrime telah terjadi 1. Penerapan perjanjian bantuan timbal balik dalam
ataupun baru berlangsung, baik pemerintah, badan masalah pidana dapat berjalan optimal, apabila
hukum ataupun perorangan sering tidak menyadari. ada perjanjian ekstradisi. Untuk itu, perjanjian
Dan juga pelakunya sudah melarikan diri ke luar ekstradisi perlu dilakukan dengan negara-negara
negeri. sahabat lainnya dalam konteks kerjasama
internasional yang lebih baik. Persamaann
3. Kejahatan kartu kredit (carding), dan juga persepsi tentang model dan bentuk perjanjian
penipuan di internet (cyber fraud) sebagai dua (2) timbal balik dalam masalah pidana dengan
jenis cybercrime dan pelbagai jenis kejahatan negara-negara lain harus secara intensif
cyber, telah semakin marak terjadi. Statistik dilakukan.
kriminal tidak dapat dianggap sebagai bukti bahwa 2. Aparatur penegak hukum dan jajaran
kejahatan cyber dalam keadaan yang sebenarnya, Kementerian Luar Negeri harus merespon
apalagi kalau menyangkut kejahatan perbankan, dengan cepat tentang fenomena kejahatan
yang tentu akan berpengaruh terhadap kepercayaan cybercrime yang semakin mendunia, karena para
terhadap bank tersebut. Yang jelas para pelakunya pelakunya dengan mudah lari ke luar negeri.
bisa dilakukan di dalam suatu negara atau lintas 3. Semua pihak dari pelbagai kalangan, utamanya
negara. pemegang kartu kredit, penyedia/jasa perbankan
dan/atau lembaga keuangan, pengguna internet
perlu mewaspadai kejahatan cybercrime.

80
- Soedjono Dirdjosiswono. ”Ruang Lingkup
Kriminologi”, Penerbit Remadja Karya, CV
DAFTAR PUSTAKA Bandung; 1986
- Ahmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia,
Penerbit Ghalia Indonesia-Jakarta; 2002
- Sutan Remy Syahdeini, Kejahatan & Tindak Pidana - Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara,
Komputer, Penerbit Grafiti, Jakarta, 2009 Perkembangan Kajian Cybercrime di Indonesia, Raja
- T.R.R Nitibaskara, Ketika Kejahatan Berdaulat Grafindo Persada, Jakarta, 2007
Sebuah Pendekatan Kriminologi Hukum dan - Merry Magdalena dan Maswigrantoro R. Setiyadi,
Sosiologi, Penerbit Peradaban, Jakarta 2001 Cyberlaw, Tidak Perlu Takut, Penerbit Andi,
- Soeryono Soekanto, Pengantar Penelitian hukum, Yogyakarta, 2007
Penerbit UI Pres, Jakarta 1982 - Widodo, Sistem Pemidanaan Dalam Cyber Crime,
- Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Alternatif Ancaman Pidana Kerja Sosial Dan Pidana
Tinjauan Sosiologis, Penerbit Sinar Baru dan BPHN Pengawasan Bagi Pelaku Cybercrime, Laksbang
Departemen Kehakiman, Bandung Mediatama, Yogyakarta, 2009
- Siswanto Sunarso ”Ekstradisi & Bantuan Timbal - Al. Wisnubroto, Strategi Penanggulangan Kejahatan
Balik Dalam Masalah Pidana Instrumen Penegakan Telematika, Atmajaya, Yogyakarta, 2010.
Hukum Pidana Internasional”, Penerbit Bineka Cipta - Ahmad Zakaria, Kode Sumber (Source Code) Website
Jakarta: 2009 Sebagai Alat Bukti Dalam Tindak Pidana Terorisme
- Petrus Reinhard Golose, ” Seputar Kejahatan di Indonesia (Studi Kasus Website Anshar.net), Tesis,
Hacking Teori dan Studi Kasus. Penerbit YPKIK; Program Pascasarjana-UI, 2007, Depok.
Jakarta: 2009
- Undang Undang Dasar 1945
- Kitab Undang Undang Hukum Pidana

81
- Undang Undang Nomor 1 Tahun 2006 Tentang - Ari Juliano Gema, Cyber Crime: Sebuah Fenomena
Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana di Dunia Maya, www.theceli.com, 2000,
- Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE sebagaimana dikutip oleh Abdul Wahid dan
- Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Muhammad Labib, Kejahatan Mayantara (Cyber
Hukum Acara Pidana crime), Refika Aditama, Bandung, 2005, hlm. 39
- Undang Undang Nomor 1 Tahun 1979 Tentang - Yoseph Hizkia, Aplikasi Konvensi Cyber crime 2001
Ekstradisi Dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
- Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Transaksi Elektronik (ITE), sumber:
Kepolisian Negara Republik Indonesia http://dumadia.wordpress.com/2009/04/02/aplikasi-
konvensi-cyber-crime-2001-dalam-uu-no-11-tahun-
- Anang Usman, SH, M.Si, Perspektif Hukum Tentang 2008-mengenai-informasi-dan-transaksi-elektronik-
Cyber Crime Dalam Berbagai Transaksi Perbankan di ite%E2%80%9D/, diakses tanggal 20 Oktober 2010
Indonesia, 8 Pebruari 2010; - Nani Mulyati (Tim), Harmonisasi Hukum
http://www.lodaya.web.id Pengaturan Cyber crime Dalam Undang-Undang
- Ach. Tahir, Penegakan Hukum Cyber Crime Di Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Indonesia: Transaksi Elektronik, sumber: http://lp.unand.ac.id/?
http://ern.pendis.depag.go.id/DocPdf/Jurnal/6 pModule=news&pSub=news&pAct=detail&detail=2
- Yuyun Yulianah, SH, MH, Pembuktian Tindak 34, 21 Mei 2010, diakses tanggal 20 Oktober 2010
Pidana Cyber Crime: - Puslitbang Hukum dan Pengadilan Mahkamah Agung
http://unsur.ac.id/images/articles, Selasa 6 April 2006 RI, 2004: 31
- Hendra Andy Satya Gurning, Kajian Hukum Atas (http://www.gatra.com/2008-02-
Pelaksanaan Sistem Bantuan Hukum Timbal Balik 21/artikel.php?id=112395, 21 Februari 2008 (Petrus
(Mutual Legal Assistence) Antar Negara di Indonesia Reinhard Golose: 2008 :38)
; http://www.digilib.ui.ac.id

82
- http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/05/cyber-
crime-5/
- Wikipedia, credit card Fraud,
http://en.wikipedia.org/wiki/credit_card_fra
ud

83

Anda mungkin juga menyukai