Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN
PEMERKOSAAN DAN ABORTUS

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK
 NURZAKINAH (16CP1025)
 FARADILLAH RAMADHANI .M (16CP1026)
 NURSYAMSI TOBO (16CP1027)
 NURBAIDAH (16CP1029)
 NURNANINGSIH (16CP1030)
 FAISAL APRYATNA (16CP1032)
 NENGSIH (16CP1033)
 NUR MUHAMMAD (16CP1034)
 PUTRI FEBY FEBYESTI EDWARD (16CP1035)
 RESYA NASRUN (16CP1036)
 AMINULLAH (16CP1040)

STIKES TANAWALI PERSADA


TAHUN AJARAN
2018-2019
KATA PENGANTAR

AssalamuAlaikum Warahmatullahiwabarakatuh
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atasa rahmat dan
karunianyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Asuhan keperawatan
perkosaan dan Abortus Oleh karenanya makalah ini kiranya dapat membantu dalam
Asuhan keperawatan perkosaan dan Abortus.
Makalah ini merupakan acuan bagi teman teman sekalian umtuk memulai
pelajaran keperawatan gawat darurat dengan membahas Asuhan keperawatan perkosaan
dan Abortus Ucapan terimah kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang sudah
membantu dalam penyelesaian makalah ini . semoga makalah ini memberi manfaat
kepada kita semua .

Takalar 25 April 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Perkosaan adalah suatu tindakan kriminal di saat korban dipaksa


untuk melakukan hubungan seksual, khususnya penetrasi dengan alat kelamin
di luar kemauannya sendiri. Saat ini tindak pidana kekerasan seksual atau
yang sering disebut dengan tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan
yang mendapat perhatian di kalangan masyarakat dan pemerintah, banyak
pemberitaan di media massa baik cetak maupun elektronik memberitakan
kejadian tentang tindak pidana perkosaan.Tindak pidana perkosaan dalam
sejarah, sebenarnya tindak pidana yang sudah ada sejak dulu, atau dapat
dikatakan sebagai suatu bentuk kejahatan klasik yang akan selalu mengikuti
perkembangan kebudayaan manusia. Tindak pidana perkosaan tidak hanya
terjadi di kota-kota besar yang relatif lebih maju kebudayaan dan kesadaran
atau pengetahuan hukumnya, tetapi juga terjadi di pedesaan yang relatif
masih memegang nilai tradisi dan adat istiadat1.

Di Indonesia kasus tindak pidana perkosaan setiap tahunnya


mengalami peningkatan, korbannya bukan hanya dari kalangan dewasa saja
sekarang sudah merambah ke remaja bahkan anak-anak. Kebanyakan korban
dari kasus perkosaan adalah anak dibawah umur yang tidak berdaya dan takut
untuk melakukan perlawanan. Maraknya kasus perkosaan terhadap anak-anak
sering kali disebabkan karena kemajuan teknologi. Peredaran materi
pornografi melalui media massa antara lain tersalur melalui media cetak,
televisi, internet, film layar lebar, VCD maupun telepon selular.
Pelaku perkosaan terhadap anak sering kali terjadi justru di
lingkungan terdekat anak, yakni rumah tangga, sekolah, lembaga pendidikan
dan lingkungan sosialnya. Pelakunya adalah orang yang seharusnya
melindungi anak, seperti orang tua, paman, guru, pacar, teman, bapak/ibu
angkat, maupun ayah/ibu tiri. Hal ini mencerminkan betapa parahnya
kebobrokan moral di negeri ini. Perlu adanya penanganan dan penelitian
secara khusus tentang faktor-faktor yang menyebabkan banyaknya kasus-
kasus kriminal berupa perkosaan yang terjadi di negeri ini2.

Laporan dari tahun ke tahun kasus perkosaan pada anak mengalami


peningkatan yang terus menerus, menurut laporan dari Komisi Perlindungan
Anak Indonesia sepanjang tahun 2011 telah mencatat 2.508 kasus kekerasan
terhadap anak. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2010
yakni 2.413 kasus. 1.020 atau setara 62,7 persen dari jumlah angka tersebut
adalah kasus kekerasan seksual yang dilakukan dalam bentuk sodomi,
perkosaan, pencabulan serta incest, dan selebihnya adalah kekerasan fisik dan
psikis.
Korban perkosaan berpotensi mengalami trauma parah karena
peristiwa perkosaan tersebut dapat menyebabkan goncangan kejiwaan,
dimana goncangan kejiwaan dapat dialami pada saat perkosaan maupun
sesudahnya. Goncangan kejiwaan dapat disertai dengan reaksi-reaksi fisik
maupun psikis, secara umum peristiwa tersebut dapat menimbulkan dampak
jangka pendek maupun jangka panjang.
Dampak jangka panjang dan pendek tersebut merupakan suatu proses
adaptasi setelah seseorang mengalami peristiwa traumatis. Korban perkosaan
dapat menjadi murung, menangis, mengucilkan diri, menyesali diri, merasa
takut, dan sebagainya. Upaya korban untuk menghilangkan pengalaman
buruk dari alam bawah sadar mereka sering kali tidak berhasil.

Dewasa ini, terdapat beberapa macam kelainan dalam kehamilan, dan


yang paling sering terjadi adalah abortus. Abortus adalah keluarnya janin
sebelum mencapai viabilitas, dimana masa gestasi belum mencapai usia 22
minggu dan beratnya kurang dari 500gr (liewollyn, 2002). Terdapat beberapa
macam abortus, yaitu abortus spontan, abortus buatan, dan abortus terapeutik.
Abortus spontan terjadi karena kualitas sel telur dan sel sperma yang kurang
baik untuk berkembang menjadi sebuah janin. Abortus buatan merupakan
pengakhiran kehamilan dengan disengaja sebelum usia kandungan 28 minggu.
Pengguguran kandungan buatan karena indikasi medik disebut abortus
terapeutik (Prawirohardjo, 2002).

Angka kejadian abortus, terutama abortus spontan berkisar 10-15%.


Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% jika diperhitungkan banyaknya
wanita mengalami yang kehamilan dengan usia sangat dini, terlambatnya
menarche selama beberapa hari, sehingga seorang wanita tidak mengetahui
kehamilannya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun,
dengan demikian setiap tahun terdapat 500.000 - 750.000 janin yang
mengalami abortus spontan.

Abortus terjadi pada usia kehamilan kurang dari 8 minggu, janin


dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara
mendalam. Pada kehamilan 8–14 minggu villi koriales menembus desidua
secara mendalam, plasenta tidak dilepaskan sempurna sehingga banyak
perdarahan. Pada kehamilan diatas 14 minggu, setelah ketubah pecah janin
yang telah mati akan dikeluarkan dalam bentuk kantong amnion kosong dan
kemudian plasenta (Prawirohardjo, 2002).

B. Manfaat
Berdasarkan latar belakang diatas di dapatkan rumusan masalah yaitu:
“ Asuhan keperawatan Perkosaan dan Abortus
C. Tujuan
Tujuan umum makalah ini adalah untuk mengetahui Asuhan
keperawatan perkosaan dan Abortus
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asuhan Keperawatan Perkosaan
1. Definisi
Perkosaan adalah tindakan kekerasaan atau kejahatan seksual berupa
hubungan seksual yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan
dengan kondisi atas kehendak dan persetujuaan perempuan, dengan
persetujuan perempuan namun dibawah ancaman, dengan persetujuan
perempuan namun melalui penipuan. Dalam KUHP pasal 285
disebutkan perkosaan adalah kekerasan atau ancaman kekerasan,
memaksa seseorang perempuan bersetubuh dengan dia (laki-laki)
diluar pernikahan.
2. Realitas perkosaan
a) Terjadi secara spontan. Biasanya pemerkosa sudah mempunyai
niat, tindakan perkosaan dilakukan tergantung kesempatan.
b) Pelaku bukn orang asing. Pelaku pemerkosaan sering kali
adalah orang yang sudah dikenal, seperti teman, pacar,
tetangga, atau saudara.
c) Bukan hanya terjadi padang orang dewasa. Perkosaan juga
dialami anak-anak, remaja, dan orang tua.
d) Bukan hanya terjadi ditempat sepi. Kebanyakan kasus
perkosaan terjadi ditempat yang aman termasuk dirumah,
tempat kerja, atau sekolah.
e) Semua perempuan bisa jadi korban perkosaan, tanpa
memperdulikan penampilan, cara berpakaian, agama, ras, suku,
pendididkan, pekerjaan, atau tingkat sosial ekonomi.
f) Tidak hanya dilakukan penderita gangguan jiwa, tetapi juga
laki-laki normal
g) Bukan hanya dilakukan laki-laki yang berstatus sosial ekonomi
rendah. Semua laki-laki bisa menjadi pemerkosa tampa
memperdulikan tingkat sosiaal ekonomi, pendidikan,
pekerjaan, atau penampilan
h) Bukan hanya masalah perempuaan. Pemerkosaan menjadi
tanggung jawab bersam, baik laki-laki maupun perempuan
serta masyarakat dan negara.
i) Merahasiakan perkosaan tidak menyelesaikan masalah.
Berusahalah untuk mencari pertolongan pada orang ang dapat
dipercaya dan bisa memabantu.
3. Perempuan yang rentan terhadap korban perkosaan
a) Kekurangan pada fisik dan mental, adanya suatu penyakit atau
permasalahan berkaitan dengan visik sehingga perempuan
dudu diatas kursi roda bisu, tuli, buta, atau keterlambatan
mental. Mereka tidak mampu mengadakan perlawanan.
b) Pengungsi, imigran, tidak mempunyai rumah anak jalan atau
gelandangan, di daerah peperangan.
c) Korban tindak kekerasan suami atau pacar.
4. Dampak perkosaan
Tindak perkosaan membawa dampak emosional dan fisik pada
korbannya. Secara emosional, korban perkosaan bisa mengalami :
a) Perasaan mudah marah
b) Takut, cemas, dan gelisah
c) Rasa bersalah
d) Malu, reaksi-reaksi lain yang bercampur aduk
e) Merasa menyalahkan diri sendiri
f) Menangis bila mengingat peristiwa tersebut
g) Ingin melupakan peristiwa yang telah terjadi.
h) Merasa takut berhubungan intim.
i) Merasa diri tidak normal, kotor, berdosa, dan tidak berguna.
j) Stress depresi dan guncangan jiwa
k) Ingin bunuh diri.
Secara fisik, korban mengalami hal-hal berikut:
a) Penurunan nafsu makan
b) Merasa lelah, tidak ada gairah, sulit tidur, dan sakit kepala
c) Selalu ingi muntah
d) Perut dan vagina selalu merasa sakit
e) Beresiko tertular PMS
f) Luka ditubuh akibat perkosaan dengan kekerasan dan lainnya
5. Tindakan yang harus dilakukan bila terjadi perkosaan dengan
kekerasan
a) Jangan membersihkan diri atau mandi karena sperma, serpihan
kulit atau rambut pelaku yang bisa dijadikan barang bukti akan
hilang.
b) Simpan pakaian, barang-barang lain, seperti kancing atau
sobekan baju pelaku yang bisa dijadikan barang bukti
c) Segera melapor polisi terdekat dengan membawa bukti-bukti
tersebut, sebaiknya disertai pihak keluarga atau teman.
d) Segera hubungi fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan
surat keterangan yang menyatakan adanya tanda-tanda
persetubuhan secara paksa(visum).
e) Yakinkan diri korban perkosaan bukanlah orang yang bersalah,
tetapi pelaku perkosaanlah yang harus dihukum. Korban
berhak untuk melaporkan pelaku agar bisa dihukum sesuai
dengan kejahatan yang dilakukannya.
6. Pengkajian pada korban perkosaan
Anamnesa
Nama :-
Umur :-
Jenis kelamin :-
Faktor presipitasi : Data yang disampaikan oleh keluarga
Faktor fisiologis : Data yang ditimbulkan atau di tampakkan
Faktor psikologis : Data yang mengancam masalah kejiwaan
Perilaku : Pasien tidak mampu berinteraksi
Respon emosional : Pasien mudah emosi
7. Analisa Data
No Data Pasien Masalah Keperawatan
1 DS : Resiko bunuh diri
- Keluarga mengatakan bahwa
pasien melakukan pencobaan
bunuh diri
- Ibu mengatakan bahwa pasien
menjadi korban pemerkosaan
- Ibu mengatakan bahwa melihat
anaknya mengkonsumsi narkotika
pasca kejadian pemerkosaan
DO :
-
2 DS : Isolasi sosial
- Ibu mengatakan bahwa pasien
mudah curiga kepada orang lain
- Ibu mengataan pasien tdak mau
beriteraksi kepada orang lain
- Ibu mengatakan pasien
mengurung diri di kamar
DO :
- Pasien tidak mau berkomunikasi
- Pasien tampak ketakutan
3 DS : Harga diri rendah
- Pasien mengatakan bahwa dia
telah membuat aib keluarga
- Pasien mengatakan bahwa dirinya
sudah tidak berguna lagi
- Keluarga mengatakan pasien tidak
mau beraktivitas seperti biasanya
DO :
- Pasien tidak mau menatap lawan
bicara
- Pasien tampak menunduk

8. Diagnosa
a) Resiko bunuh diri
b) Isolasi social
c) Harga diri rendah
9. Intervensi
No Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Pasien mampu : Setelah 1 pertemuan, SP 1
- mengidentifikasi pasien mampu : - Identifikasi
1 penyebab dan - Menyebutkan penyebab,
tanda perilaku penyebab, tanda, tandadan
kekerasan gejala, dan akibat gejala serta
- menyebutkan jenis perilaku akibat dari
perilaku kekerasan kekerasan perilaku
yang pernah - Memperagakan kekerasan
dilakukan cara fisik 1 untuk - Latih cara
- menyebutkan mengontrol fisik 1 : tarik
akibat dari perilaku perilaku nafas dalam
kekerasan yang kekerasan - Masukkan
dilakukan dalam jadwal
- menyebutkan cara harian pasien
mengontrol
perilaku kekerasan
B. Asuhan Keperawatan Abortus
1. Defenisi
Abortus adalah pengeluaran atau ekstraksi janin atau embrio
yang berbobot 500 gram atau kurang, dari ibunya yang kira – kira
berumur 20 sampai 22 minggu kehamilan (Moore, 2001).
Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas.
Dimana masa gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya
kurang dari 500gr (Liewollyn, 2002).
2. Epidemologi
Frekuensi Abortus sukar ditentukan karena Abortus buatan
banyak tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi. Abortus
spontan kadang-kadang hanya disertai gejala dan tanda ringan,
sehingga pertolongan medik tidak diperlukan dan kejadian ini
dianggap sebagai terlambat haid. Diperkirakan frekuensi Abortus
spontan berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat mencapai angka 50%
bila diperhitungkan wanita yang hamil sangat dini, terlambat haid
beberapa hari, sehingga seorang wanita tidak mengetahui
kehamilannya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-
tahun, dengan demikian setiap tahun 500.000-750.000 abortus
spontan.
3. Klasifikasi Abortus
a) Abortus Spontania
Abortus spontanea adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan
atau terjadi dengan sendirinya. Aborsi ini sebagian besar
terjadi pada gestasi bulan kedua dan ketiga.
b) Abortus Insepies
Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks
uteri yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
4. Etiologi
Sebab – sebab Abortus antara lain :
a) Etiologic dan keadaan patologis
Abortus spontan terjadi dengan sendiri atau yang disebut
dengan keguguran.Prosentase abortus ini 20% dari semuajenis
abortus. Sebab-sebab abortus spontan yaitu :
a. Faktor janin
Perkembangan zigot abnormal. Kondisi ini
menyebabkan kelainan pertumbuhan yang sedemikian
rupa sehingga janin tidak mungkin hidup terus. Abortus
spontan yang disebabkan oleh karena kelainan dari
ovum berkurang kemungkinannya kalau kehamilan
sudah lebih dari satu bulan, artinya makin muda
kehamilan saat terjadinya abortus.
b. Factor ayah dan ibu
Translokasi kromosom pada sperma dapat mnyebabkan
abortus.
5. Patofisiologi
Patofisiologi abortus dimulai dari perdarahan pada desidua
yang menyebabkan necrose dari jaringan sekitarnya. Selanjutnya
sebagian / seluruh janin akan terlepas dari dinding rahim. Keadaan ini
merupakan benda asing bagi rahim, sehingga merangsang kontraksi
rahim untuk terjadi eksplusi seringkali fatus tak tampak dan ini disebut
“Bligrted Ovum”.

Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti


dengan nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi
terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum
menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan
seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah
lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan
menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14
minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil
konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau
benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir
mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau
fetus papiraseus.

6. Pemeriksaan genekologi
a) Inspeksi vulva
Perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil
konsepsi, tercium bau busuk dari vulva.
b) Inspekulo
Perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau
sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada
atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
c) Colok vagina
Porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau
tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih
kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang,
tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak
menonjol dan tidak nyeri.
7. Pemeriksaan penunjang
a) Tes kehamilan positif atau tidak pada 2- 3 minggu terlambat
dating bulan
b) Pemeriksaan Doppler atau USG untuk memastikan apakah
janin masih hidup atau tidak
c) Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion
8. Pengkajian
a) Identitas klien
Meliputi nama, usia, alamat, agama ,bahasa, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, tanggal
masuk rumah sakit, dan diagnosa medis. Ibu hamil pada usia
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun rentang terjadi
aborsi pada kandungannya. Pendidikan dan pekerjaan yang
semakin berat akan meningkatkan resiko aborsi.
b) Keluhan utama
Dalam kasus abortus masalah yang banyak dikeluhkan
pasien pada umumnya adalah rasa nyeri pada bagian abdomen.
Tingkat nyeri yang dirasakan dapat menunjukkan jenis aborsi
yang terjadi.
c) Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan yang dimonitor adalah riwayat kesehatan
sekarang, riwayat kesehatan dahulu(faktor pendukung
terjadinya aborsi misalnya mioma uteri) dan keluarga(faktor
genetik), riwayat pembedahan ( seksio sesaria atau tidak),
riwayat penyakit yang pernah dialami(misal : hipertensi, DM,
typhoid, dll), riwayat kesehatan reproduksi, riwayat seksual,
riwayat pemakaian obat(misalnya : obat jantung), pola aktivitas
sehari – hari.
9. Diagnosa keperawatan
a) Resiko syok hemoragic b.d pendarahan
b) Gangguan aktivitas b.d kelemahan
c) Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d kerusakan jaringan intra
uteri
d) Resiko tinggi infeksi b.d pendarahan
e) Cemas b.d kurang pengetahuan
10. Intervensi keperawatan
a) Cek Airway, Breathing, and Circulation
b) Penderita dibaringkan dalam posisi trendelenburg, yaitu posisi
telentang biasa dengan kaki sedikit tinggi 30 derajat
c) Monitor kondisi TTV tiap 2 jam
d) Monitor input dan output cairan
e) Berikan sejumlah cairan pengganti harian(NaCl 0.9%, RL,
Dekstran), plasma dan transfusi darah
f) Evaluasi status hemodinamika
g) Setelah kebebasan jalan nafas terjamin untuk meningkatkan
oksigenasi dapat diberi oksigen 100% kira- kira 5 liter pm
melalui jalan nafas
h) dan bila perlu penderita diberi cairan bikarbonat natricus
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Abortus terjadi pada usia kehamilan kurang dari 8 minggu, janin


dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua
secara mendalam. Pada kehamilan 8–14 minggu villi koriales menembus
desidua secara mendalam, plasenta tidak dilepaskan sempurna sehingga
banyak perdarahan. Pada kehamilan diatas 14 minggu, setelah ketubah
pecah janin yang telah mati akan dikeluarkan dalam bentuk kantong
amnion kosong dan kemudian plasenta (Prawirohardjo, 2002).

Pelaku perkosaan terhadap anak sering kali terjadi justru di


lingkungan terdekat anak, yakni rumah tangga, sekolah, lembaga
pendidikan dan lingkungan sosialnya. Pelakunya adalah orang yang
seharusnya melindungi anak, seperti orang tua, paman, guru, pacar,
teman, bapak/ibu angkat, maupun ayah/ibu tiri. Hal ini mencerminkan
betapa parahnya kebobrokan moral di negeri ini. Perlu adanya
penanganan dan penelitian secara khusus tentang faktor-faktor yang
menyebabkan banyaknya kasus-kasus kriminal berupa perkosaan yang
terjadi di negeri ini2.

2. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah Asuhan keperawatan Perkosaan


dan Abortus masih banyak keslahan dan masih perlu referensi yang lebih
banyak , penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada berbagai macam referensi .
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta : EGC
Hamilton, C. M. 1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC: Jakarta.
Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius : Jakarta.
Marylin E. D. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku Kedoketran.
Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai