Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Survei Demografi dan Kesehatan pada tahun 1997 dan tahun

2002-2003 mencatat angka persalinan bedah sesar secara nasional hanya

berjumlah kurang lebih 4% dari jumlah total persalinan. Hal ini sesuai dengan

ketentuan WHO bahwa prevalensi bedah sesar sekitar 10-15% dari total proses

persalinan. Namun pada tahun 2006 jumlah persalinan bedah sesar mengalami

peningkatan yakni di rumah sakit pemerintah sekitar 20-25% dari total persalinan,

dan di rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi yaitu sekitar 30-80% dari total

persalinan. Peningkatan ini karena banyaknya permintaan pasien untuk

melahirkan secara bedah sesar (Depkes RI, 2011).

Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2010, tingkat persalinan caecar di

Indonesia 15, 3 % sampel dari 20,591 ibu yang melahirkan dalam kurun waktu 5

tahun terakhir yang diwawancarai di 33 provinsi mana janin dilahirkan melalui

suatu institusi melalui perut dinding rahim dalam keadaan utuh serta berat janin

diatas 500 gram. Bedah sesar dibagi menjadi dua yaitu dilakukan secara elektif

(terencana) maupun bedah sesar yang dilakukan secara cito (segera) (Prasetya,

2010).

Bedah sesar adalah proses persalinan melalui pembedahan dimana irisan

dialkukan di perut ibu (laparatomi) dan rahim (histeretomi) untuk mengeluarkan

bayi (Juditha & Cynthia, 2009).

1
Wanita yang melakukan bedah sesar memiliki resiko infeksi lebih besar 5-

20 kali lipat dibandingkan persalinan normal (Purnamaningrum, 2013). Infeksi

bedah sesar yang umumnya yaitu demam, endometritis, infeksi luka, dan infeksi

saluran kemih (Smaill & Hofmeyr, 2007). Tanda infeksi pasca bedah dapat berupa

purulent (nanah), peningkatan drainase (adanya cairan luka), nyeri, kemerahan

dan bengkak disekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah leukosit

(Aryshire & Arran, 2012). Resiko dari tindakan bedah sesar tersebut dapat

diturunkan dengan adanya pemberian antibiotik profilaksis. Pemberian antibiotik

profilaksis ini dapat menurunkan resiko endometritis sebesar 60-70% dan

menurunkan resiko luka infeksi sebesar 30-65 (Prasetya, 2013).

Antibiotik profilaksis adalah antibiotik yang diberikan untuk mencegah

terjadinya infeksi pada pasien yang belum terkena infeksi. Tujuan dari pemberian

antibiotik profilaksis adalah untuk mengurangi insidensi infeksi luka pasca bedah

(Rusdiana, 2016).

Angka kejadian bedah sesar di Indonesia semakin meningkat salah satunya

di daerah Kota Bekasi. Karena angka bedah sesar semakin meningkat maka resiko

kejadian infeksi pasca operasi akan tinggi maka tujuan dari pemberian antibiotik

profilaksis agar resiko infeksi pasca operasi menurun. Melakukan penelitian

terhadap Efektivitas penggunaan antibiotik profilaksis pada bedah sesar perlu

dilakukan untuk mengetahui efektivitas terkait obat antibiotik profilaksis yang

dapat mencegah infeksi.

RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi merupakan Rumah Sakit

yang salah satunya melayani operasi sesar kemudian pasien yang akan dioperasi

harus menjalani serangkaian pemeriksaan meliputi laboratorium, radiologi, dan

2
lain-lain sebelum dilakukan tindakan operasi dan pasien sudah harus diperiksa

oleh Dokter Bedah. Berdasarkan pertimbangan tersebut, peneliti tertarik

melakukan penelitian mengenai Efektivitas Penggunaan Antibiotik profilaksis

Pada Bedah Sesar di RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi .

B. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini akan membahas rumusan masalah mengenai

efektivitas penggunaan antibiotik profilaksis pada bedah sesar di RSUD dr.

Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi.

C. Tujuan Penelitian
Pada penelitian ini mempunyai tujuan umum dan khusus yaitu :

1. Tujuan Umum

Mengidentifikasi efektivitas penggunaan antibiotik profilaksis pada bedah sesar di

RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi jenis antibiotik profilaksis yang digunakan pada bedah sesar

di RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi

b. Mengidentifikasi tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat dan tepat dosis

terhadap penggunaan antibiotik profilaksis pada bedah sesar di RSUD dr.

Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi.

c. Mengidentifikasi kejadian infeksi pascaoperasi bedah sesar di RSUD dr.

Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi.

3
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Penelitian Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Adapun manfaat bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yaitu sebagai

sumber informasidan referensi evaluasi efektivitas penggunaan antibiotik

profilaksis pada pasien bedah sesar di RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota

Bekasi.

2. Manfaat Penelitian Bagi Institusi

Penelitian ini bermanfaat sebagai sumber informasi dan referensi

terhadap efektivitas penggunaan antibiotik profilaksis pada bedah sesar di RSUD

dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi.

3. Manfaat Penelitian Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat dalam menambah wawasan peneliti terhadap

Efektivitas PenggunaaAntibiotik Profilaksis pada bedah sesar di RSUD dr.

Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi serta untuk memenuhi syarat kelulusan dan

mendapat gelar Sarjana Farmasi .

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bedah Sesar

1. Definisi Bedah Sesar

Sectio Caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin,

dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. SC ini merupakan

alternatif dari kelainan vagina bila keamanan ibu atau janin terganggu

(Maryunani, 2014, hal.194).

Persalinan melalui bedah sesar didefinisikan sebagai pelahiran

janin melalui insisi di dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus

(histerotomi) ( Gant & Cunningham, 2011, hal.466 )

2. Jenis-jenis Bedah Sesar

Menurut Chapter II, Universitas Sumatera Utara Ada beberapa jenis bedah

sesar, diantaranya :

a) Jenis Klasik

Yaitu dengan melakukan sayatan vertical sehingga memungkinkan

ruangan yang lebih besar untuk jalan keluar bayi. Jenis ini sudah jarang

dilakukan karena sangat beresiko terhadap terjadinya komplikasi.

b) Sayatan mendatar dibagian atas dar kandung kemih

Metode ini sangat umum dilakukan karena meminimalkan resiko

terjadinya pendarahan dan penyembuhan yan g lebih cepat.

c) Histerektomi Caesar

5
Yaitu bedah sesar diikuti dengan pengangkatan rahim. Hal ini dilakukan

dalam kasus-kasus dimana pendarahan sulit tertangani atau ketika plasenta

tidak dapat dipisahkan dari rahim.

d) Bedah sesar berulang

Bedah ini dilakukan ketika pasien sebelumnya telah pernah menjalani

bedah sesar. Umumnya sayatan dilakukan pada bekas luka operasi

sebelumnya.

3. Indikasi Medis Bedah Sesar

Menurut Maryunani, 2014.hal 196-21 indikasi medis Bedah Sesar didasarkan

pada dua faktor, yaitu faktor ibu dan faktor bayi yaitu :

a) Faktor Ibu sebagai indikasi medis bedah sesar

(1) Cephalopelvik Disproporsional

Antara ukuran janin dan ukuran pelvis yakni pelvis tertentu tidak cukup besar

untuk mengakomodasi keluarnya janin tertentu melalui pelvis sampai terjadi

kelahiran per vagina (Verney, 2009).

(2) Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi

Tumor neoplasma pada jalan lahir terbagi menjadi neoplasma yang berada di

vagina, serviks uteri, uterus dan ovarium.

(3) Stenosis Servicks/Vagina (penyempitan leher rahim)

Suatu kondisi dimana saluran rahim bagian dalam menyempit bahkan tertutup.

Kondisi ini dapat memicu terjadinya infeksi karena penimbunan bakteri atau

darah didalam vagina, serta dapat menyebabkan gangguan kesuburan.

6
(4) Plasenta Previa

Plasenta implantasinya tidak normal sehingga menutupi seluruh atau sebagian

jalan lahir.

(5) Rupture Uteri Membakat

Robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau persalinan pada saat umur

kehamilan lebih dari 28 minggu.

(6) Usia

Ibu yang melahirkan pertama kalinya berusia lebih dari 35 tahun memiliki risiko

melahirkan dengan bedah sesar karena pada usia tersebut ibu memiliki penyakit

beresiko seperti hipertensi, jantung, diabetes mellitus, preeklamsia.

(7) Kelainan tali pusat

Kelainan tali pusat terdiri dari pelepasan tali pusat dan terlilit tali pusat.

(8) Tingkat Pendidikan

Ibu dengan pendidikan tinggi lebih cenderung memperhatikan kesehatannya

selama kehamilan bila dibanding dengan ibu yang tingkat pendidikannya lebih

rendah.

(9) Penyakit ibu yang berat dan penyakit akibat hubungan seksual

Seperti penyakit Gonorea, Clamydia Trachomatis, Herpes Simpleks, AIDS dan

Hepatitis Infeksiosa.

b) Faktor Bayi atau Janin sebagai indikasi medis bedah sesar

Beberapa faktor bayi/janin yang perlu diperhatikan sebagai penyebab

dilakukannya bedah sesar, antara lain :

7
(1) Janin Besar

Berat bayi 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit

keluar dari jalan lahir. Dengan perkiraan berat yang sama tetapi pada ibu yang

berbeda maka tindakan persalinan yang dilakukan juga berbeda, misalnya untuk

ibu yang mempunyai panggul terlalu sempit, berat janin 3000 gram sudah

dianggap besar karena bayi tidak dapat melewati jalan lahir.

(2) Gawat Janin

(a) Diagnosa gawat janin berdasarkan pada keadaan kekurangan oksigen

(hipoksia) yang diketahui dari denyut jantung janin yang abnormal, dan adanya

mekonium dalam air ketuban.

(b) Normalnya, air ketuban pada bayi cukup bulan berwarna putih agak keruh,

seperti air cucian beras.

(c) Jika tindakan bedah sesar tidak dilakuka, dikhawatirkan akan terjadi

kerusakan neurologis akibat keadaan asidosis yang progresif, dan bila juga ibu

menderita tekanan darah tinggi atau kejang pada rahim, mengakibatkan gangguan

pada plasenta dan tali pusat sehingga aliran oksigen kepada bayi menjadi

berkurang. Kondisi ini bisa menyebabkan janin mengalami kerusakan otak,

bahkan tidak jarang meninggal dalam rahim. (Oxorn, 2003).

(d) Dalam hal ini, keadaan gawat janin bisa mempengaruhi keadaan janin, jika

penentuan waktu bedah sesar terlambat, kelainan neurologis seperti celebral palsy

dapat dihindari dengan waktu yang tepat untuk bedah sesar.

8
(3) Letak Lintang

(a) Kelainan letak ini dapat disebabkan karena adanya tumor dijalan lahir,

panggul sempit, kelainan dinding rahim, kelainan bentuk rahim, plasenta previa,

dan kehamilan kembar.

(b) Keadaan tersebut menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan macet dengan

presentasi tubuh janin di dalam rahim.

(c) Kelahiran secara bedah sesar diindikasikan jika terdapat ketuban pecah

sebelum pembukaan lengkap dan disertai dengan tali pusat menumbung.

(4) Letak Sungsang

(a) Resiko bayi lahir sungsang dengan presentasi bokong pada persalinan alami

diperkirakan empat kali lebih besar dibandingkan keadaan normal.

(b) Pada bayi aterm, tahapan moulage kepala sangat penting agar kepala berhasil

lewat jalan lahir.

(c) Pada keadaan ini persalinan pervaginal kurang menguntungkan.

(d) Karena ; pertama, persalinan terlambat beberapa menit, akibat penurunan

kepala menyesuaikan dengan panggul ibu, padahal hipoksia dan asidosis

bertambah berat. Serta persalinan yang dipacu dapat menyebabkan trauma karena

penekanan, traksi ataupun kedua-duanya. Misalnya trauma otak, syaraf, tulang

belakang, tulang rangka dan visceral abdomen.

(e) Kelahiran secara bedah sesar pada persalinan letak sungsang dilakukan jika

dicurigai ada kesempitan panggul ringan, janin besar, dan dipertimbangkan, pada

primitua, wanita dengan riwayat infertilitas, dan wanita dengan riwayat obstetrik

yang kurang baik.

(5) Bayi Abnormal

9
Bayi dengan kelainan bawaan yang tidak memunginkan partus per vagina,

misalnya pada keadaan hidrosefalus dan kelainan pada dinding perut, seperti

gastroskisis, dan omphalokel. (Brown et al, 2003).

(6) Bayi Kembar

(a) Kelahiran kembar mempunyai resiko terjadinya komplikasi yang lebih tinggi

misalnya terjadi preeklamsia pada ibu hamil yang stress, cairan ketuban yang

berlebihan .

(b) Saat kontrol, sebaiknya ibu aktif bertanya perihal letak janin di dalam

kandungan.

(c) Begitu juga dengan umur kehamilan, perkiraan berat janin, letak plasenta

serta volume air ketuban.

(d) Operasi sesar dilakukan jika terdapat janin pertama dalam keadaan letak

lintang, tali pusat menubung, plasenta previa.

4. Kontra Indikasi Bedah Sesar

menurut Maryunani, 2014, hal.213 bahwa kontra indikasi pada bedah sesar ada

beberapa yaitu :

a) Infeksi pada peritoneum

b) waktu yang digunakan untuk melahirkan janin mati secara pervaginam lebih

lama daripada waktu yang diperlukan untuk melahirkan janin mati perabdominan

atau secara bedah sesar).

c) Kurangnya fasilitas dan tenaga ahli (Williams, 2005).

5. Infeksi Luka Operasi (ILO)

10
Menurut buku Linda Tietjen, dkk (2004) dalam buku panduan dalam

pencegahan infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya

Terbatas yang diterbitkan oleh Yayasan Bina Pustaka SP bekerjasama dengan

JNPKKR/POGI dan JHPIEGO, mendefisinikan Infeksi Luka Operasi (ILO)

sebagai berikut :

a) Infeksi Luka Operasi, infeksi yang terjadi baik berupa infeksi insisi ataupun

organ/ruang yang terjadi dalam 30 hari setelah operasi atau dalam waktu 1 tahun

apabila terdapat implant. Insisi Infeksi Luka Operasi (ILO) terbagi menjadi :

(1) Insisi Superfisial, hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutis (tidak

mencakup abses jahitan, infeksi episiotomy atau khitanan bayi baru lahir atau luka

bakar yang terinfeksi).

(2) Insisi dalam, melibatkan jaringan lunak lebih dalam, termasuk lapisan fasia

dan otot. (untuk konfirmasi infeksi luka operasi, temuan klinis, seperti tanda-tanda

atau gejala-gejala infeksi dan/atau hasil tes laboratorium (organism yang terisolasi

dari kultur yang dipersiapkan secara aseptik) dibutuhkan).

b) Infeksi Luka Operasi Organ/Ruang

Merupakan infeksi yang terjadi pada bagian tubuh manapun maupun selain dari

bagian insisi dinding tubuh yang dibuka atau ditangani selama suatu operasi.

6. Faktor Resiko yang Dapat Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Luka

Operasi

Menurut Maryunani, 2014, hal.178-179 faktor resiko yang dapat mempengaruhi

terjadinya infeksi luka operasi yaitu :

a) Faktor Resiko Pasien

11
Faktor Resiko Pasien diantanya yaitu umur, status nutrisi, diabetes

mellitus, obesitas, Koeksitensi infeksi pada bagian tubuh lain, Kolonisasi dengan

mikroorganisme, Kekebalan terhadap Imunisasi, lama rawat inap prabedah/pre

operasi.

b) Faktor Resiko dari Tindakan Operasi

Faktor Resiko dari tindakan operasi meliputi durasi lamanya cuci tangan

bedah (surgical scrub), Antiseptik kulit, pencukuran pra bedah/pre operasi, durasi

operasi, Profilaksis antimikroba, Ventilasi kamar bedah, Sterilisasi instrumen

yang kurang memadai, Benda asing dalam luka operasi, Drainase bedah, Teknik

Operasi (Hemostatis yang kurang baik, kegagalan untuk menghindari ruang

kosong (dead space) dan Trauma Jaringan.

B. Antibiotik Profilaksis

1. Definisi Antibiotik Profilaksis

Penggunaan antibiotik profilaksis dapat dilakukan untuk mengatasi

kejadian infeksi karena tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien pada

kondisi dan situasi klinis yang memiliki manfaat yang lebih besar dibandingkan

dengan risiko infeksinya. Di beberapa Negara maju, sekitar 30-50% antibiotik

diberikan dengan tujuan profilaksis. Namun sering kali pemberian profilaksis ini

dilakukan secara berlebihan. Uji klinis telah membuktikan bahwa pemberian

profilaksis sangat bermanfaat untuk beberapa indikasi tertentu, sedangkan untuk

indikasi lain sama sekali tidak bermanfaat atau controversial (Radji, 2016, hal.22)

Secara umum dapat dikatakan bahwa jika suatu antibiotik digunakan

untuk terjadinya kolonisasi dan multiplikasi, profilaksis sering kali berhasil.

12
Namun, jika profilaksis dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan infeksi oleh

segala macam mikroba yang ada disekitar pasien, profilaksis biasanya gagal.

Pemilihan jenis antibiotik profilaksis didasarkan pada beberapa hal, antara lain

biaya, luka infeksi, efek samping, pola kepekaan mikroorganisme lokasi setempat,

dan potensi resistensi antibiotic (Radji, 2016, hal.23).

2. Jenis Antibiotik Profilaksis

Menurut (Radji, 2016 hal.23-24) Antibiotik profilaksis dibedakan

menjadi 2, yaitu profilaksis bedah dan nonbedah. Infeksi luka operasi (ILO) dapat

dibagi menjadi tiga kategori, yaitu luka permukaan, luka dalam, dan luka organ.

Luka permukaan merupakan luka infeksi yang terjadi pada kulit dan jaringan,

sedangkan luka dalam terjadi pada bagian fasia dan otot. Sementara itu, luka

organ merupakan luka infeksi yang terjadi pada bagian organ dan rongga tubuh.

Kejadian infeksi luka operasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :

a) Faktor personel atau individu

Meliputi obesitas, diabetes, infeksi, kontaminasi saat pembedahan, rawat

inap sebelum tindakan operasi, lama operasi (>2jam), pembawa Staphylococcus

aureus, dan pertahanan tubuh yang lemah.

b) Faktor ahli bedah atau tenaga kesehatan

Tenaga kesehatan sering kali menjadi sumber atau pembawa bakteri

staphylococcus aureus dan strepcoccus pyogen yang menular. Keahlian dan

kompetensi tenaga kesehatan yang kurang memadai juga dapat menyebabkan

angka infeksi luka operasi yang tinggi.

c) Faktor bakteri

13
Jenis, virulensi, serta jumlah bakteri yang terdapat di lokasi ruang bedah

sangat memengaruhi pemilihan antibiotik profilaksis.

3. Prinsip-prinsip Penggunaan Antibiotik Profilaksis

Menurut (Radji, 2016, hal.23) prinsip-prinsip penggunaan antibiotik profilaksis

yaitu :

a) Tepat Indikasi

Pemberian antibiotik tergantung pada jenis pembedahan yang akan

dilakukan, yaitu untuk pembedahan dengan criteria bersih kontaminasi dan

criteria bersih. Namun, antibiotik profilaksis tidak tepat jika digunakan pada

operasi kontaminasi atau kotor karena telah terjadi kolonisasi bakteri dalam

jumlah besar atau sudah ada infeksi yang secara klinis belum muncul.

b) Tepat Obat

Antibiotik yang digunakan untuk tujan profilaksis berbeda dengan obat

yang digunakan untuk tujuan terapi. Antibiotik juga harus disesuaikan dengan

jenis bakteri yang berpotensi menimbulkan infeksi.

c) Tepat Dosis

Dosis harus tinggi untuk mencapai kadar di atas KHM. Biasanya dosis yang

diberikan takarannya 2-4 kali dosis normal.

d) Tepat Cara Pemberian

Antibiotik diberikan secara intravena atau intramuskular agar obat segera

didistribusikan kejaringan tubuh.

14
e) Tepat Waktu Pemberian

Pemberian obat dilakukan pada 30 menit (intravena) atau 1 jam

(intramuskular) sebelum insisi (saat induksi anestesi) sehingga pada saat insisi,

kadar antibiotik di dalam jaringan telah terpenuhi. Pemberian antibiotik

profilaksis lebih dari 24 jam tidak dibenarkan.

Table 2.1 kelas operasi dan penggunaan antibiotik menurut (Radji, 2016, hal.26)

Kelas Definisi Penggunaan Antibiotik

Operasi

Operasi yang dilakukan pada Kelas operasi bersih

daerah tanpa infeksi, tanpa terencana umumnya tidak


Bersih
membuka memerlukan antibiotik

traktus,(respiratorius, profilaksis kecuali pada

gastrointestinal,urinarius, beberapa jenis operasi,

bilier), operasi terencana atau misalnya mata, jantung,

penutupan kulit primer dengan dan sendi.

atiau tanpa digunakan drain

tertutup.

Operasi yang dilakukan pada Pemberian antibiotik

traktus (digestivus, bilier, pada kelas operasi bersih


Bersih
urinarius, respiratorius, kontaminasi perlu
Kontaminasi
reproduksi kecuali ovarium) dipertimbangkan manfaat

atau operasi tanpa disertai dan risikonya karena

kontaminasi yang nyata. bukti ilmiah mengenai

efektivitas antibiotik

profilaksis belum

ditemukan

15
Operasi pada perforasi saluran Kelas operasi kotor

cerna, saluran urogenital atau memerlukan antibiotik


Kotor
saluran napas yang terinfeksi profilaksis

ataupun operasi yang

melibatkan daerah yang

purulen (inflamasi bakterial).

Dapat pula operasi pada luka

terbuka lebih dari 4 jam setelah

kejadian atau terdapat jaringan

nonvital yang luas atau nyata

kotor

Table 2.2 jenis operasi beserta jenis mikroba patogen dan regimen

antibiotik profilaksisnya menurut (Radji, 2016, hal.26)

Mikroba Patogen Regimen Antibiotik

Jenis Operasi Profilaksis

Basil enterik Gram negatif Cefazo1in 1-2 g i.v.

enterik, kokus Gram positif


Gastroduodenal

Basil Gram negatif, Cefazo1in 1-2 g i.v.

enterokokus, anaerob
Kantong

Empedu

Basil Gram negatif, Oral : neomisin 1 g +

enterokokus, anaerob eritromisin 1 g atau


Kolorektal
mitronidazol

Parenteral : cefoxitin 1-2 g

i.v.

16
Basil Gram negatif, Cefazolin 1-2 g i.v. atau

enterokokus, anaerob cefoxitin 1-2 g i.v.


Apendiks

Basil Gram negatif, Cefazolin 1-2 g i.v.

enterokokus, anaerob
Urologi

Basil enterik Gram Cefazolin 1-2 g i.v.

negatif,enterokokus,anaero
Sesar
b

Basil enterik Gram negatif, Cefazolin 1-2 g i.v.

enterokokus, anaerob
Histerektomi

S.aureus, Streptococcus, Cefazolin 1-2 g i.v.

Basil enterik Gram negatif, Atau vankomisin 15


Kepala dan
anaerob mg/KgBB i.v.
Leher

S.aureus, S. epidermis, Cefazolin 1-2 g i.v.

Basil Gram negatif enterik


Jantung

S.aureus, S. epidermis, Cefazolin 1-2 g i.v.

Basil Gram negatif enterik


Vaskuler

s. aureus, S. epidermis Cefazolin 1-2 g i.v.

Kemudian tiap 8 jam 2 dosis


Ortopedik
atau lebih perbaikan fraktur :

sama, tetapi harus dilanjutkan

total selama 48 jam

s. aureus, S. epidermis Cefazolin 1-2 g i.v.

Bedah saraf

17
A. Profil RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi

Pada tahun 2001 dikeluarkannya Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2001

tentang Penetapan RSUD Kota Bekasi menjadi Unit Swadana, untuk melengkapi

Dasar Hukum dalam operasional Rumah Sakit ditetapkanlah Perda Nomor 21

Tahun 2001 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan RSUD Kota Bekasi. Pada

tahun 2009 dikeluarkan Peraturan Walikota Nomor 060/Kep.251-Org/VII/2009

tentang RSUD Kota Bekasi menjadi BLUD dengan status penuh.

Tanggal 8 Juni 2016 Nama RSUD Kota Bekasi di ubah menjadi RSUD dr.

Chasbullah A.M yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota Bekasi Nomor :

445/Kep.332-RSUD/VI/2016 tentang Nama Rumah Sakit Umum Daerah dr.

Chasbullah A.M Kota Bekasi. Dikarenakan salah penulisan nama Rumah Sakit

Umum Daerah Kota Bekasi sesuai dengan Keputusan Wali Kota Bekasi Nomor

445/Kep.332-RSUD/VI/2016 tentang Nama Rumah Sakit Umum Daerah dr.

Chasbullah A.M Kota Bekasi, maka nama RSUD dr. Chasbullah A.M diubah

kembali menjadi Rumah Sakit Umum Daerah dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota

Bekasi sesuai dengan Keputusan Wali Kota Bekasi Nomor 445/Kep.204-

RSUD/IV/2017 tentang Perubahan Nama Rumah Sakit Umum Kota Bekasi yang

ditetapkan tanggal 3 April 2017.

18
BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan uraian tentang hubungan antara variable-

variabel terkait yang akan diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang

akan dilakukan (Notoatmodjo, 2012).

Variable Independen Variabel Dependen

Sosiodemografi

- Usia
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Jenis Indikasi

Efektivitas Penggunaan
Ketepatan Penggunaan Antibiotik Antibiotik Profilaksis
Profilaksis :

- Tepat Indikasi
- Tepat Obat
- Tepat Dosis
- Tepat Cara Pemberian
- Tepat Waktu Pemberian

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

19
A. Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang

dimaksud atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan

(Notoadmodjo, 2012).

Tabel B.Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Penelitian

Variabel

Independen

1 Usia Usia pasien yang Melihat - <20 tahun Interval

menjalani terapi pencatatan - 20-35 tahun

berdasarkan ulang status pasien - >35 tahun

tahun terakhir di rekam

medis

2 Pendidikan Suatu kondisi Melihat -SD Ordinal

jenjang pendidikan pencatatan -SMP

yang dimiliki oleh status pasien -SMA

seseorang melalui di rekam -Perguruan

pendidikan formal medis Tinggi

yang dipakai oleh

pemerintah serta

diusahakan oleh

departemen

pendidikan

3 Pekerjaan Sesuatu yang Melihat - Knowladge Nominal

dilakukan untuk pencatatan Basic

20
mendapat nafkah status pasien - Pekerjaan

di rekam Fisik

medis - Pensiun

- Tidak

Bekerja

4 Jenis Suatu tanda-tanda Melihat -Faktor Ibu Nominal

Indikasi yang menarik pencatatan -Faktor bayi


perhatian status pasien atau janin
di rekam

medis

5 Tepat Ketepatan DIH -Tepat Indikasi Nominal

Indikasi pemberian obat -Tidak Tepat

sesuai indikasi Indikasi

penyakit

6 Tepat Obat Ketepatan obat yang DIH -Tepat Obat Nominal

diberikan sesuai -Tidak Tepat

keluhan pasien Obat

7 Tepat Dosis Ketepatan DIH -Tepat Dosis Nominal

pemberian dosis -Tidak Tepat

pada pasien Dosis

8 Tepat Cara Ketepatan pemilihan Melihat -Tepat cara Nominal

Pemberian bentuk sediaan obat pencatatan Pemberian

yang diberikan status pasien -Tidak Tepat

sesuai dengan di rekam cara

diagnosa, kondisi medis Pemberian

pasien, dan sifat obat

21
9 Tepat Waktu pada saat Melihat -Tepat Waktu Nominal

Waktu antibiotik pencatatan Pemberian

status pasien -Tidak Tepat


Pemberian profilaksis
di rekam Waktu
diberikan
medis Pemberian
pertamakali

sebelum operasi

Variabel

Dependen

1 Efektivitas Ukuran hasil yang Melihat -Efektivitas Nominal

dicapai pencatatan

status pasien

di rekam

medis

A. Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu asumsi pernyataan hubungan antara 2 variabel

atau lebih yang diharapkan dapat menjawab pertanyaan penelitian. Hipotesis

merupakan suatu jawaban sementara dari pernyataan penelitian.

Ho : Tidak terdapat efektivitas pada penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien

bedah sesar di RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi.

Ha : Terdapat efektivitas pada penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien

bedah sesar di RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi.

22
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian survei analitik non eksperimental

(observasional) dengan rancangan analisis yang digunakan yaitu metode

deskriptif. Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekaligus pada

satu waktu. Data dalam penelitian ini bersifat retrospektif, dengan melakukan

observasi terhadap data sekunder berupa rekam medik.

B. Populasi, Sampel dan Sampling

1. Populasi

Populasi penelitian adalah keseluruhan objek yang diteliti (Notoatmodjo,

2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data (rekam medis) pasien

bedah sesar yang mendapat obat antibiotik profilaksis di RSUD dr. Chasbullah

Abdulmadjid.

2. Sampel

Dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel dengan mengunakan total

sampel.Menurut (Sugiyono, 2009), total sampel adalah teknik penentuan sampel

bila semua angota populasi yang memenuhi kriteria penelitian dengan criteria

inklusi dan ekslusi.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

a) Pasien yang menjalani bedah sesar di RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota

Bekasi.

23
b) Pasien yang menjalani bedah sesar dan menerima antibiotic profilaksis.

c) Data rekam medic yang lengkap ( nomor rekam medik, LOS, umur, satatus

paritas, penggunaan antibiotik, suhu, dan nilai leukosit).

Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah :

a) Pasien yang dirujuk ke Rumah Sakit lain.

b) Pasien meninggal.

c) Pasien yang pulang dengan status PAPS (pulang atas permintaan sendiri) dan

pasien yang dipulangkan paksa oleh pihak RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid

Kota Bekasi.

3. Sampling
Pada penelitian ini yang dilakukan pengambilan sampel pasien Bedah

Sesar yang menggunakan obat antibiotik profilaksis yang di rawat di RSUD dr.

Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi pada tahun 2018 dengan teknik total

sampel.

C. Variable Penelitian

Pada penelitian yang dilakukan meliputi usia, pendidikan, pekerjaan, jenis

indikasi, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat cara pemberian dan tepat waktu

pemberian sebagai variabel bebas (independen). Sedangkan variabel terikat

(dependen) Efektivitas Penggunaan Antibiotik Profilaksis.

D. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi.

E. Waktu Penelitian
Pengambilan data dilakukan pada tahun 2018

24
F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah data rekam medik.

Pengambilan data rekam medik mencakup identitas pasien yang meliputi nama,

nomor rekam medik, usia, pendidikan, pekerjaan, paritas, jenis indikasi dan jenis

antibiotik. Sedangkan data pasien yang lainnya meliputi ketepatan obat, ketepatan

indikasi, ketepatan dosis, ketepatan waktu pemberian dan ketepatan cara

pemberian.

G. Prosedur Pengumpulan Data

Setelah mendapatkan perizinan dari pihak RSUD dr. Chasbullah

Abdulmadjid Kota Bekasi untuk melakukan penelitian maka prosedur

pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Peneliti mengambil data dari rekam medis pasien. Data yang diambil meliputi

kondisi demografi pasien yang terdiri dari nama pasien, nomor rekam medis,

usia, status pengobatan, diagnosis, daftar pengunaan obat.

2. Obat antibiotik profilaksis yang digunakan (nama obat, interval dosis dan

lama pemberian).

3. Hasillabolatorium

4. Peneliti mengambil data pasien berdasarkan kriteria inklusi yang telah

ditentukan.

5. Peneliti mengklasifikasi obat berdasarkan jenis obat dan jenis indikasi.

6. Penelit imengelolah data dengan bantuan alat pengelolah data SPSS.

7. Peneliti melakukan analisis data dan menarik kesimpulan tentang gambaran

efektivitas penggunaan obat antibiotik profilaksis pada pasien bedah sesar di

25
RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi Periode Januari hingga

Desember 2018.

8. Peneliti menerima surat balasan dari RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota

Bekasi bahwa penelitian telah selesai melaksanakan kegiatan penelitian di

RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi.

H. Analisa Data
Analisa data adalah kegiatan lanjutan setelah pengumpulan data

dilaksanakan. Data yang disajikan dalam bentuk distribusi persentase dengan

meliputi proses :

1. Editing

Editing adalah memeriksa data-data yang sudah dikumpulkan dari

lapangan kemudian melihat apakah ada ketidakserasian (inconsistency),

kesesuainya terhadap kriteria yang dibutuhkan ataupun jika ada kesalahan-

kesalahan lain.

2. Coding

Coding padalangkahini data yang terkumpul dilakukan pengkodean

atau“coding”, yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data

angka atau bilangan. Misalnya jenis kelamin: 1=Umum, 2=BPJS, 3= SKTM.

Coding atau pemberian kode ini sangat berguna dalam memasukan data (data

entry).

3. Memasukan data (data entry) atauprocessing

Setelah pengkodean selesai dilakukan maka data yang berupa kode

dimasukan ke dalam program atau “software” kompoter. Dalam penelitian ini

yaitu dengan program IBM SPSS Statistic 21.

26
4. Pembersihan data (Cleaning)

Semua data yang selesai dimasukan dicek kembali untuk melihat

kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidak lengkapan dan

sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi (Notoadmodjo, 2012).

27

Anda mungkin juga menyukai