Disusun Oleh :
JATI SULISTYO
15/ 17275/ THP – STIPP B
0,5 g sampel
20 mL iodin
10 mL Penambahan bahan bromida dalam
khloroform asam asetat glasial
2 mL
Penambahan indikator amilum
Perhitungan
(tb – ts) x N Na2 S2 O3 x BM iod x 100
Angka iodin minyak goreng =
berat sampel (g) x 1000
(5,5 – 5)x 0,1 x 126,9x 100
=
0,5 g x 1000
= 1,269
(tb – ts) x N Na2 S2 O3 x BM iod x 100
Angka iodin CPO =
berat sampel (g) x 1000
(5,5 – 3,7)x 0,1 x 126,9x 100
=
0,5 g x 1000
= 4,5684
Keterangan :
tb = volume titrasi blanko
ts = volume titrasi sampel
N Na2S2O3 = normalitas Na2S2O3
BM iod = berat molekul iod
B. Pembahasan
Angka iod dapat digunakan untuk menentukan mutu minyak goreng. tidak
hanya untuk menentukan mutu minyak kelapa sawit, tetpi dapat juga
digunakan untuk menentukan mutu minyak kedelai. Terdapat 4 cara penentuan
angka iodin akan tetapi dalam praktikum ini hanya menggunakan metode
Hanus karena lebih mudah dan sederhana.
Langkah pertama dalam penentuan angka iod metode Hanus adalah dengan
menimbang bahan minyak kedelai 0,5 g. Dalam ketentuannya apabila bahan
berupa lemak maka perlu ditimbang 0,5 gram akan tetapi jika bahan berupa
minyak maka perlu penimbangan bahan 0,19 – 0,2 gram. Dalam praktikum ini
walaupun bahan berupa minyak akan tetapi penimbangan sebanyak 0,5 gram
karena praktikan masih pemula sehingga diharapkan semakin banyak bahan
yang digunakan maka semakin jelas juga perubahan dalam setiap langkah
pengujian.
Penambahan kloroform sebanyak 10 mL bertujuan supaya minyak dapat
larut secara sempurna, hal ini karena kloroform bersifat non polar demikian
juga dengan minyak kedelai sehingga keduanya dapat tercampur secara
sempurna. Hal ini sesuai dengan prinsip like dissolve like. Setelah kloroform
bercampur dengan minyak kedelai maka minyak akan menjadi jenuh.
Perlakuan selanjutnya adalah penambahan 20 larutan iodin bromida.
Larutan iodin bromida ini akan mempercepat jalannya reaksi pengikatan iod
dengan ikatan rangkap yang terdapat dalam minyak kedelai. Pendiaman selama
1 jam dalam keadaan terbungkus dengan alumunium foil dan dalam ruangan
tertutup ini bertujuan untuk memberikan waktu kepada iod untuk mengikat
ikatan rangkap sampel. Dilakukan di tempat gelap karena kloroform sangat
peka terhadap cahaya sehingga apabila dilakukan ditempat terbuka maka
dikhawatirkan sampel akan rusak. Selain itu adanya fotolisis akan
mengakibatkan minyak menjadi rusak sehingga angka iod tidak tepat.
Penambahan indikator amilum ini akan menyebabkan warna sampel yang
awalnya merah kecoklatan menjadi biru tua. Indikator ini bertindak sebagai
suatu tes yang amat sensitive untuk iodin. Penambahan indikator amilum harus
menunggu hingga titrasi mendekati sempurna, hal ini disebabkan bila
pemberian indikator terlalu awal maka ikatan antara ion dan amilum sangat
kuat, amilum akan membungkus iod sehingga iod sukar lepas, akibatnya warna
biru sukar hilang dan titik akhir titrasi tidak kelihatan tajam lagi. Titik akhir
titrasi dinyatakan dengan hilangnya warna biru dari larutan yang dititrasi.
Titrasi dilakukan menggunakan natrium thiosulfat ini akan mengikat I2
yang dibebaskan selama pendiaman 1 jam. Apabila sudah tidak ada lagi I2 yang
akan ditangkap oleh natrium thiosulfat maka akan terjadi lagi perubahan warna
dari biru menjadi merah kecoklatan kembali. Pada saat terjadi perubahan warna
ini titrasi dapat dihentikan.
Perhitungan pada uji angka iodium ini berbeda dengan pada angka
peroksida yaitu volume tiosulfat blanko dikurangi volume tiosulfat sampel,
volume blanko nilainya lebih besar, karena blanko merupakan larutan tanpa
sampel, sehingga tidak ada yang bereaksi antara I2 dari hanus dengan ikatan
rangkap, sehingga yang dititrasi bukan I2 sisa, melainkan seluruh I2 yang ada
pada larutan hanus, sehingga membutuhkan tiosulfat yang lebih banyak untuk
mencapai titik akhir titrasi. Sedangkan volume sampel lebih kecil dikarenakan,
terjadinya reaksi antara sebagian I2 dalam larutan hanus dengan ikatan rangkap
yang ada pada sampel, sehingga saat titrasi, yang dititrasi adalah I2 sisa dari
larutan hanus, maka tiosulfat yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir titrasi
lebih sedikit karena jumlah I2 lebih sedikit.
Titrasi blangko membutuhkan titran sebanyak 5,5 mL sedangkan sampel
CPO goreng membutuhkan titran 3,7 mL. Hasilnya diperoleh angka iodin
4,5684 mg/g. Standar mutu menurut Ketaren tentang angka iodin CPO yang
diperbolehkan antara 129 – 143. Hasil akhir dari praktikum dapat diketahui
bahwa CPO memenuhi persyaratan.
SNI 01-2902-1992 mengenai minyak goreng menunjukkan jika angka iod
pada minyak goreng berkisar antara 0,08 – 0,1 mg/g. Pada hasil praktikum ini
diketahui jika angka iod minyak goreng yang diuji adalah 1,269 mg/g.
Menunjukkan jika angka iod pada minyak goreng terlalu tinggi. Hal ini
kemungkinan terjadi karena sampel minyak goreng yang digunakan sudah
mengalami kerusakan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil setelah dilaksanakan praktikum mengenai
pengujian angka iodin diantaranya adalah :
1. Angka iod menunjukkan ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak.
2. Semakin tinggi nilai iod maka semakin baik mutu minyak.
3. Standar mutu angka iod CPO berkisar antara 129 – 143 mg/g sedangkan
dalam praktikum ini didapat angka iod 4,5684 mg/g.
4. Angka iod hasil praktikum dengan sampel minyak goreng adalah 1,269
mg/g sedangkan dalam SNI adalah 0,08 – 0,1 mg/g.
B. Saran
Diperlukan ketelitian dan kesabaran praktikan dalam melakukan
praktikum ini.
DAFTAR PUSTAKA
Sastro, Hamidjojo. 2005. Kimia Dasar. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Oxtoby Gillis Nachtrieb. 2003. Prinsip-Prinsip Kimia Modern edisi Ke-4 jilid 2.
Jakarta: PT. Erlangga.
Pudjaatmaka, A. Hadyana & L. Setiono. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik
Kualitatif Makro dan SemiMikro. Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka.
Anwar, Chairil, dkk. 1996. Pengantar Praktikum Kimia Organik. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, DIKTI.
Ketaren, S. (1986). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-
Press.
Sudarmadji, Slamet. Suhardi, Bambang Haryono. (1989). Analisa Bahan Pangan
dan Pertanian. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM.