Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS INDUSTRI DAN ANALISIS

PERUSAHAAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Investasi

Disusun Oleh
ADELINA NOOR ISHAR (165030200111024)
RICE LOLA LOLO MAGDALENA (165030200111117)
HAFIZH AZHARY (165030201111020)
AZMI MUAFA ZAKIA (165030207111022)
ERMI SHOLIKHAH (165030207111096)
Manjemen Investasi Kelas C

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI BISNIS

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG
2019
I. ANALISIS INDUSTRI
A. Pengertian Analisis Industry

Analisis industry merupakan salah satu bagian dalam analisis fundamental dimana
dilakukan setelah melakukan analisis ekonomi. Investor membandingkan kinerja dari berbagai
industry untuk melihat jenis industry apa saja yang bisa memberikan prospek yang paling
menjanjikan ataupun perusahaan yang memberikan resiko paling tinggi. Menurut Undang –
Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, industri adalah kegiatan ekonomi yang
mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi
barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang
bangun dan perekayasaan industri.

Pengelompokkan industry tidaklah mudah terlebih lagi jika berhadapan dengan banyak
perushaan yang memiliki banyak lini bisnis. Berkenaan dengan masala tersebut, analis dan
investor memerlukan metode yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan industry degan
tepat. Salah satu sistem klasifikasi industry yang telah dikenal dan digunakan secara luas adalah
sistem Standard Industrial Classification (SIC) yang didasarkan pada data sensus dan
pemgklasifikasian perusahaan berdasarkan produk dasar yang dihasilkan. SIC memiliki 11
divisi dimana ditandai dari A sampai K. kelompok industry utama pada masing masing bagian
dalam SIC dibagi lagi menjadi 3 hingga 5 digit kode SIC dimana semaki banyak kode digit
maka semakin spesifik pengelompokan industry tersebut.

B. Pentingnya Analisis Industry

Analisis industi sangat penting dilakukan baik untuk mengetahui industry mana saja
yang memiliki prospek menguntungkan ataupun untuk meminimalkan resiko selain itu dalam
melakukan analisis industry investor dapat menentukan saham saham perusahaan mana saja
yang memiliki kombinasi return-resiko yang terbaik. Berikut adalah hasil penelitian mengenai
hasil industri menurut Reilly dan Brown (1997):

1. Industry yang berbeda memiliki tingkat return yang berbeda. Dengan analysis industri
kita dapat mengetahui bagaimana kinerja antar industry yang dapat membantu investor
untuk mengidentifikasi peluang yang ada
2. Tingkat return masing masing industry berbeda setiap tahunnya. Analisis dan investor
disamping menggunakan data return masa lalu juga perlu menambahkan data dari hasil
analisis industry untuk memperkirakan bagaimana return industry tersebut dimasa
depan
3. Tingkat return perusahaan perusahaan disuatu industry yang sama, terlihat cukup
beragam.
4. Tingkat resiko berbagai industry juga beragam. Sama halnya dengan estimasi return
investor perlu mempelajari factor factor yang mempengaruhi resiko yang dihadapi
suatu perusahaan.
5. Tingkat resiko suatu industry relative stabil sepanjang waktu sehingga dapat
mengestimasi resiko industry di masa depan.

C. Estimasi Tingkat Keuntungan Industry

Untuk menilai suatu industry terdapat 2 hal yang harus dilakukan yaitu dengan
menestimasi EPS dan mengestimasi P/E. Dengan mengestimasi EPS atau Earning Per share
dan mengestimasi P/E atau price earning ratio maka hasil kali kedua estimasi tersebut akan
memperoleh nilai akhir yang diharapkan suatu industry ( expected ending value of industry)
sehingga dapat menentukan tingkat return harapan industry itu juga. Dengan cara nilai akhir
yang diharapkan yang ditambahkan dengan deviden yang diharapkan lalu dibagi dengan nilai
awal industry tersebut pada periode sebelumnya maka industry bisa menentukan tingkat return
harapan suatu industry tersebut. Dalam memutuskan investasi industry, investor sebaiknya
memilih industry yang dapat memberikan return lebih besar dibandingkan return yang
disyaratkan investor tersebut.

D. Estimasi Earning pre Share Industri

Untuk mengestimasi EPS kita perlu mengestimasi penjualan perlembar saham dari
suatu industri terlebih dahulu. Ada tiga teknik yang dapat digunakan untuk mengestimasi
tingkat pernjualan suatau industry, yaitu dengan daur hidup industry (industry life cycle),
analisis input-output, serta hubungan antara industry dengan ekonomi secara keseluruhan

Dalam pertumbuhan penjualan, untuk menggambarkan kontribusi tahap daur hidup


industri dalam estimasi penjualan, maka berikut ini akan dibahas masing masing tahap tersebut
dan dampaknya terhadap pertumbuhan penjualan dan keuntungan (profit) industri.

1. Tahap pemulaan. Tahap pemulaan merupakan masa-masa awal perkembangan sebuah


industry. Pada tahap ini, pertumbuhan penjualan sangat kecil dan profit yang dihasilkan
kemungkinan akan menunjukan angka negative karena perusahaan harus mengeluarkan
dana yang cukup besar untuk menutupi biaya promosi di awal pertumbuhan industry.
2. Tahap pertumbuhan. Pada tahap pertumbuhan, penjualan tumbuh sangat cepat.
Permintaan semakin meningkat, sedangkan persaingan belum begitu ketat, sehingga
pada tahap pertumbuhan akan tumbuh dengan tinggi.
3. Tahap kedewasaan. Pada tahap ini, pertumbuhan penjualan mulai menurun, karena
banyaknya pesaing yang baru masuk dan permintaan relative stabil, oleh karna itu,
profit pada tahap mature akan mengalami pertumbuhan yang mulai menurun dan
menuju tingkat keuntungan yang normal.
4. Tahap stabil. Tahap stabil mungkin merupakan tahap yang paling panjang dalam daur
hidup industri, pertumbuhan industri akan cenderung sama dengan pertumbuhan
ekonomi secara keseluruhan atau segmen ekonomi dimana industri tersebut berada.
Pada tahap ini investor dapat mengestimasi pertumbuhan penjualan dengan mudah
dengan kondisi ekonomi.
5. Tahap penurunan. Pada tahap penurunan, tingkat penjualan dan profit industri semakin
menurun. Oleh karna itu, pada tahap ini ada perusahaan yang mulai keluar dari industry
dan investor pun mulai berfikir untuk mencari alternatif industri lain yang lebih
menguntungkan.

Pada umumnya analisis input-output adalah suatu cara alternatif untuk mengetahui
gambaran prospek penjualan suatu industru dimasa yang akan dating, dengan cara
mengidentifikasi pemasok (supplier) dan konsumen dari suatu industry. Dengan melakukan
analisi input-output, kita dapat mengestimasi permintaan konsumen dimasa dating, serrta
kemampuan pemasok untuk menyediakan barang dan jasa yang diperlukan dalam suatu
industry.

Prakiraan penjualan dan hubungan industri dan ekonomi.Teknik yang ketiga ini
dilakukan dengan cara membandingkan tingkat penjualan industri dengan kondisi
perekonomian secara kesluruhan yang berhubungandengan barang dan jasa yang diproduksi
oleh industri tersebut.

E. Persaingan dan Return Industri yang Diharapkan

Intensitas persaingan dalam suatu industru akan menentukan kemampuan industri


untuk tetapp memperoleh tingkat return diatas rata-rata. Intensitas persaingan merupakan
gambaran dari lima faktor utama persaingan, dan pengaruh masing masing faktor tersebut utuk
masing-masing industri akan berbeda-beda. Lima kekuatan persaingan akan menentukan
profitabilitas industri karenal lima faktor tersebut mempunyai pengaruh terhadap komponen
return on investment (ROI) dalam suatu industri.Adapun lima faktor menurut porter (1985)
yang menentukan intensitas persaingan dalam suatu industri kelima faktor tersebut.

1. Persaingan antara perusahaan yang ada dalam indsutri. Persaingan dalam suatu
industri akan semakin meningkat jika terdapat banyak perusahaan yang ukurannya
relative sama bersaing dalam industri tersebut. Di samping itu, persaingan juga akan
dipengaruhi oleh pertumbuhan industri dan biaya tetap, serta dahmabtan untuk keluar
dari industri tersebut.
2. Ancaman pemain baru. Besarnya ancaman pemain baru ini akan dipengaruhi oleh
adanya hambatan masuk (barrier to entry) dalam suatu industri, seperti tingginya biaya
investasi, perarturan pemerintah, dan harga barang yang relatif kecil dengan biaya
produksi.
3. Ancaman adanya produk baru subtitusi. Produk subsitusi akan membatasi profit
potential suatu industri karena barang subsitusi akan memunculkan alternatif bagi
produk perusahaan. Kemampuan perusahaan untuk menentukan harga produk akan
semakin berkurang, karna dibatasi produk subtitusi.
4. Bargaining power pembeli. Daya tawar pembeli dipasar yang kuat bias mempengaruhi
profitabilitas industri. Hal ini terjadi jika konsumen dapat menawar harga atau meminta
kualitas yang lebih tinggi kemungkinan pilihan dari produkyang diberikan pesaing lain.
5. Bargaining power pemasok. Pemasok dapat mempengaruhi return industri dimasa
datang karena mereka mempunyai kekuatan untuk menentukan harga dan kualitas
produknya. Jika jumlah pemasok lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah
industrinya, maka pemasok memiliki bargaining power yang besar, begitu juga
sebaliknya.
F. Estimasi Earning Multiplier Industri

Teknik untuk melakukan estimasi earning multipier industri ada dua, analisis mikro dan
makro. Investor mempelajari hubungan antara earning multiplier industri dengan earning
multiplier pasar. Sedangkan dengan analisis mikro, estimasi earning multiplier industri
dilakukan dengan cara mengamati variable-variabel yang mempengaruhi earning multiplier
industri, seperti devident-payout ratio, timgak return yang disyaratkandalam industri, dan
tingkat pertumbuhan earning dan deviden industri yang diharapkan.

Sebelum menggunakan analisis makro untuk mengestimasi earning multiplier untuk


industri, kita perlu mengevaluasi terlebih dahulu kualitas hubungan antara rasio P/E industri
yang akan dinalisis dengan P/E pasar. Disamping itu kita juga perlu melengkapi analisis makro
dengan analisis mikro. Estimasi earning multiplier industri dengan analisis mikro dilakukan
dengan cara mengestimasi tiga variable yang menentukan earning multiplier industri dan
membandingkan ketiga variable tersebut dengan P/E pasar.

I. ANALISIS PERUSAHAAN
A. EPS dan Informasi Laporan Keuangan
EPS (Earning Per Share) adalah laba bersih yang siap dibagikan kepada pemegang
saham dibagi dengan jumlah lembar saham perusahaan. Laporan Keuangan ini merupaka
informasi akuntansi yang menggambarkan seberapa besar kekayaan perusahaan, seberapa
besar penghasilan perusahaan serta transaksi-transaksi ekonomi apa saja yang telah
dilakukan perusahaan yang bisa mempengaruhi kekayaan dan penghasilan perusahaan.
Informasi laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan merupakan salah satu jenis
informasi yang paling mudah dan yang paling murah didapatkan dibandingkan alternatif
informasi lainnya dan juga sudah cukup menggambarkan kepada kita sejauh mana
perkembangan kondisi perusahaan selama ini dan apa saja yang telah dicapainya. Dengan
menggunakan laporan keuangan, investor juga akan bisa menghitung berapa besarnya
pertumbuhan earning yang telah dicapai perusahaan terhadap jumlah saham perusahaan.

Jenis-jenis laporan keuangan berdasarkan informasi yang dikandungnya bisa dibagi


dalam tiga laporan utama, yaitu:
1. Neraca
Neraca adalah laporan keuangan yang menggambarkan kondisi finansial. Neraca
memberikan gambaran aktiva dan kewajiban perusahaan hanya pada saat tertentu saja,
ketika laporan tersebut disusun. Neraca merupakan laporan tentang aktiva, kewajiban,
dan ekuitas pemegang saham perusahaan pada suatu tanggal tertentu.
2. Laporan Rugi Laba
Laporan rugi laba adalah ringkasan profitabilitas perusahaan selama peridoe
waktu tertentu, misalnya satu tahun. Laporan ini pada dasarnya mencerminkan perbedaan
antara penghasilan dan biaya perusahaan selama periode tertentu sehingga menghasilkan
keuntungan (ataupun kerugian) bersih perusahaan. Dalam analisis laporan rugi laba perlu
dilakukan pembedaan unsur-unsur biaya yang tercantum dalam laporan rugi laba,
menjadi:
a. Biaya produksi
b. Biaya administrasi dan umum
c. Biaya bunga
d. Biaya pajak penghasilan
3. Laporan Aliran Kas Perusahaan
Laporan aliran kas merupakan laporan yang memuat aliran kas yang berasal dari
tiga sumber yaitu:
a. aktivitas operasi perusahaan
b. aktivitas investas
c. aktivitas pendanaan yang dilakukan perusahaan.

B. Kelemahan Laporan Earning Per Share dalam Laporan Keuangan


Penggunaan laporan keuangan dalam analisis perusahaan pasti memiliki
kelebihan maupun kelemahan, khususnya yang berkaitan dengan pelaporan laba
perusahaan. Beberapa kelemahan pelaporan EPS dalam laporan keuangan:
 Permasalahan pelaporan earning yang akan menimbulkan konflik kepentingan
antara investor di satu sisi sebagai pengguna laporan keuangan dan manajemen di
sisi lainnya sebagai penyaji laporan keuangan.
 Lemahnya kemampuan laporan keuangan untuk menggambarkan kondisi
perusahaan yang paling terkini. Seperti yang kita ketahui bahwa laporan keuangan
disusun pada akhir periode (biasanya 1 tahun) untuk menggambarkan apa yang
telah terjadi pada perusahaan pada periode tertentu. Kelemahan seperti ini dikenal
juga dengan istilah snapshot.
C. Analisis Rasio Profabilitas Perusahaan
Untuk melakukan analisis perusahaan, disamping dilakukan dengan melihat
laporan keuangan perusahaan, juga bisa dilkukan dengan menggunakan analisis rasio
keuangan. Dari sudut pandang investor, salah satu indikator penting untuk menilai
prospek keuangan perusahaan di masa datang adalah dengan melihat sejauh mana
pertumbuhan profitabilitas perusahaan. Indikator ini sangat penting diperhatikan untuk
mengetahui sejauh mana investasi yang akan dilakukan investor di suatu perusahaan
mampu memberikan return yang sesuai dengan tingakat yang diisyaratkan investor.
Untuk itu biasanya digunakan dua rasio profabilitas utama, yaitu: (1) Return On Equity
(ROE) – yang menggambarkan sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan
laba yang bisa diperoleh pemegang saham, dan (2) Return On Asset (ROA) –
menggambarkan sejauh mana kemampuan aset-aset yang dimiliki perusahaan bisa
menghhasilkan laba. Secara sistematis, rumus untuk menghitung ROE dan ROA bisa
ditulis sebagai berikut:
ROE = Laba bersih setelah bunga dan pajak / Jumlah modal sendiri dan,
ROA = EBIT / Jumlah aset
Bisakah kita memprediksi ROE dan ROA di masa datang? Jawabannya adalah
bisa, tetapi mungkin kurang akurat. Memprediksi ROE dan ROA perusahaan di masa
datang dengan berdasarkan data masa lalu. ROE dan ROA masa lalu memang
mengandung kelemahan, karena secara implisit berasumsi bahwa ROE dan ROA masa
lalu akan sama dengan ROE dan ROA masa depan. Padahal, dalam kenyataannya
belum tentu ROE perusahaan yang tinggi tahun lalu akan berarti ROE perusahaan tahun
depan juga akan tinggi.
D. Earning Per Share
Earning Per Share (EPS) merupakan komponen pennting pertama yang harus
diperhatikan dalam analisis perusahaan. Menurut Zaki Baridwan (2005) Earning Per
Share adalah jumlah pendapatan yang diperoleh dalam suatu periode untuk setiap
lembar saham yang beredar. Sedangkan Menurut Dictionary of Accounting (Abdultah,
1994) Laba bersih per saham adalah Pendapatan bersih perusahaan selama setahun
dibagi dengan jumlah rata-rata lembar saham yang beredar, dengan pendapatan bersih
tersebut dikurangi dengan saham preferen yang diperhitungkan untuk tahun tersebut.
Dapat disimpulkan EPS adalah jumlah pendapatan atau keuntungan bersih
dikurangi saham biasa untuk setiap lembar saham yang beredar saat menjalankan
operasinya dalam suatu periode. Laba merupakan alat ukur utama kesuksesan suatu
perusahaan, karena itu para pemodal sering kali memusatkan perhatian pada besarnya
Earning Per Share (EPS) dalam melakukan analisis saham. Semakin tinggi nilai EPS
tentu saja menggembirakan pemegang saham karena semakin besar laba yang
disediakan untuk pemegang saham (Eduardus Tandelilin, 2011).

Rumus perhitungan Earning Per Share (EPS) :

EPS = Earning available for common stock


x Rp 1,00
Number of Shares of common stock
out standing
EPS = ROE X Jumlah Modal Sendiri
Jumlah Saham Beredar

E. Price Earning Ratio


Komponen penting kedua setelah EPS yang harus diperhatikan dalam analisis
perusahaan adalah price earning ratio (PER) atau juga disebut sebagai earning
multiplier. Infor masi PER mengindikasikan besarnya rupiah yang harus dibayarkan
untuk memperoleh satu rupiah earning perusahaan. Dengan kata lain, PER
menunjukkan besarnya harga setiap satu rupiah earning perusahaan. Disamping itu,
PER juga merupakan ukuran harga relatif dari seuah saham perusahaan. Rumus untuk
menghitung PER adalah sebagai berikut:

PER = D1/E1
k–g

Dalam hal ini:

D1/E1 = tingkat dividend payout ratio yang diharapkan

k = tingkat return yang disyaratkan

g = tingkat pertumbuhan dividen yng diharapkan

Komponen pertama, yaitu dividend payout ratio, menunjukkan besarnya


dividen yang akan dibayarkan perusahaan dari total earning yang diperoleh perusahaan.
Dengan kata lain, DPR merupakan perbandingan antara dividen yang dibayarkan
perusahaan terhadap earning yang diperoleh perusahaan.

Komponen kedua dari persamaan PER adalah tingkat return yang diisyaratkan
(k), yang menunjukkan tingkat return yang diisyaratkan investor atau suatu saham
sebagai kompensasi atas risiko yang harus ditanggung investor. Untuk menentukan
besarnya k suatu saham, kita bisa menghitung dengan menjumlahkan tingkat return
bebas risiko (risk-free rate) dan premi risiko yang disyaratkan investor. Secara
matematis, rumus untuk menentukan tingkat bunga yang disyaratkan adalah sebagai
berikut:
K =Rf + RP
= tingkat return bebas risiko + premi risiko

Komponen ketiga, yaitu tingkat pertumbuhan dividen yang diharapkan (g),


merupakan fungsi dari besarnya ROE dan tingkat laba ditahan perusahaan (retention
rate). Dengan kata lain, secara matematis, rumus unruk menghitung g suatu perusahaan
bisa dihitung dengan rumus berikut ini:

G = ROE x tingkat laba ditahan

= laba bersih setelah bunga dan pajak X (1 –DPR)


Jumlah modal sendiri

F. Estimasi Nilai Intrinsik Saham


Analisis perusahaan akan terkait dengan penetuan saham-saham perusahaan
manakah dalam industri terpilih yang mampu menawarkan keuntungan bagi investor.
Dengan kata lain, saham-saham mana yang harga pasarnya leih rendah dari nilai
intrinsiknya, sehingga layak dibeli, serta saham-saham manakah yang harga pasarnya
lebih tinggi dari nilai intrinsiknya, sehingga menguntungkan untuk dijual. Semua
pertanyaan tersebut kan bisa dijawab jika kita sudah berhasil mengestimasi nilai
intrinsik saham sudah bisa ditentukan, lankah selanjutnya adalah membandingkan nilai
intrinsik saham yang dianalisis denga harga pasarnya sebagai dasar keputusan untuk
menentukan apakah saham tersebut undervalued atau overvalued.

Estimasi nilai intrinsik saham dalam analisis perusahaan bisa dilakukan dengan
memanfaatkan dua komponen informasi penting dalam analisis perusahaan, yang telah
dibahas, yaitu EPS dan PER. Dengan kata lain, nilai intrinsik suatu saham merupakan
fungsi dari EPS yang diharapkan dan besarnya PER saham bersangkutan. Secara
sistematis, kita bisa mengestimasi nilai intrinsik saham perusahaan dengan
mengunakan rumus berikut ini:

P0 = Estimasi EPS x PER


= E1 x PER

Jika nilai intrinsik saham sudah berhasil diestimasi, langkah selanjutnya adalah
membandingkan nilai intrinsik saham dengan harga pasarnya. Jika nilai intrinsik suatu
saham lebih tinggi dibandingkan harga pasarnya, maka saham tersebut tergolong sebgai
saham undervalued, dan sebaiknya dibeli. Sebaliknya, jika nilai intrinsik suatu saham
lebih rendah dibandingkan harga pasarnya, maka saham tersebut tergolong sebagai
saham overvalued, dan sebaiknya tidak dibeli, atau sebaiknya dijual jika sudah dimilki.

G. Analisis Perusahaan dengan Menggunakan Ringkasan Laporan Keuangan


Menurut PSAK No. 1 tahun 2002, laporan keuangan yang lengkap terdiri dari
lima komponen, yaitu:
a Neraca, memberikan potret mengenai kondisi finansial perusahaan dengan
menunjukkan aset, kewajiban, dan ekuitas pemegang saham pada suatu tanggal
tertentu misalnya pada akhir tahun.
b Laporan rugi laba, meringkas kinerja operasi selama satu periode akuntansi
misalnya satuh tahun dengan menunjukkan pendapatan dan biaya.
c Laporan perubahan ekuitas, menggambarkan peningkatan atau penurunan
aktiva bersih atau kekayaan selama satu periode akuntansi.
d Laporan arus kas, melaporkan bagaimana kas diperoleh dan di mana saja kas
digunakan selama satu periode akuntansi.
e Catatan atas laporan keuangan, menjelaskan atau merinci jumlah yang tertera
dalam keempat komponen sebelumnya.
Informasi secara lengkap laporan keuangan perusahaan diperoleh pada laporan
tahunan yang dipublikasikan perusahaan. Laporan tahunan dapat diperoleh di
perusahaan yang bersangkutan atau di bursa efek yang mencatat saham perusahaan
tersebut. Sumber lain umumnya menyajikan laporan keuangan perusahaan dengan
format ringkasan, misalnya Indonesian Capital Market Directory (IMCD) yang
dikeluarkan oleh Institute for Economics and Financial Research (ECFIN).

H. Data per Lembar Saham dan Rasio Kinerja


Data per lembar saham atau earning per share (EPS), ekuitas per lembar saham
atau dikenal dengan nilai buku per lembar saham [book value per share (BVPS)],
deviden per lembar saham atau dividend per share (DPS), dan harga penutupan (closing
price). Sedangkan harga penutupan merupakan harga pasar yang terjadi di BEJ pada
akhirr tahun yang bersangkutan.
Data per lembar juga dapat diperoleh dari:
EPS = Laba setelah pajak / lembar saham beredar
BVPS = Equitas pemegang saham / lembar saham yang beredar
DPS = Dividen / lembar saham beredar
Sebagai contoh pada tahun 2003, jumlah lembar saham beredar dari PT. Indofood
Sukses Makmur Tbk adalah 9.443.269.500 dan dividen / berjumlah Rp 264.411,5 juta.
Maka data per lembar untuk PT. Indofood Sukses Makmur Tbk pada tahun 2003
dihitung:
EPS = Rp 2.390.988 juta / 9.443.269.500 = Rp 63,906
BVPS = Rp 4.093.881 juta / 9.443.269.500 = Rp 4.333,524
DPS = Rp 264.411,5 juta / 9.443.269.500 = Rp 28

Data untuk EPS, BVPS, DPS dan harga saham kedua perusahaan memperlihatkan
nilai yang lebih besar pada PT Bank Central Asia Tbk dibandingkan PT. Indofood
Sukses Makmur Tbk. Untuk PT Indofood Sukses Makmur Tbk, keempat data per
lembar saham tersebut memperlihatkan pergerkan yang relative stabil. Dividen
pertahun terlihat stabil, yaitu Rp 28 per lembar untuk dua tahun terakhir. Sedangkan
untuk PT bank Central Asia Tbk, keempat data per lembar tersebut memperlihatkan
pola yang lebih fluktuatif. Tambahan, PT Bank Central Asia Tbk, tidak membagikan
dividen pada tahun 2002.
DAFTAR PUSTAKA

Tandelilin, Eduardus. 2010. Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi. Edisi 1. Kanisius.
Yogyakarta.
Syamsuddin, Drs. Lukman. 2011. Manajemen Keuangan Perusahaan. PT Rajagrafindo
Persada. Jakarta.

Baridwan, Zaki. 2008. Intermediate Accounting. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai