Step 1
1. Imunodefisiensi Suatu keadaan dimana produksi & pemberi respon imun menurun ;
2. VCT Voluntery Conselling and Testing ; merupakan salah satu strategi kesehatan
masyarakat yang dilakukan untuk menangani penyebaran HIV/AIDS; Terbagi atas
proses : Konseling , pra-testing,post-testing yang dilakukan secara sukarela dan
bersifat pribadi
3. TB Paru Infeksi kuman Mikrobacterium Tubercullar yang mengenai jaringan paru
STEP 2
1. Mengapa bercak merah yang semula hanya dipipi bisa meluas?
2. Hubungan bercak merah bersisik yang ditutupi minyak dan TB paru?
3. Hubungan penyakit imunodefisiensi dengan pelaku hubungan seksual?
4. Apa etiologi imunodefisiensi?
5. Sebut dan jelaskan Klasifikasi imunodefisiensi !
6. Apa saja penyakit akibat dari imunodefisiensi?
7. Apa saja manifestasi klinis imunodefisiensi?
8. Bagaimana mekanisme dari imunodefisiensi yang disebabkan virus?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari imunodefisiensi?
10. Bagaimana mencegah imunodefisiensi ?
11. Apa kaitan dari Imunodefisiensi dengan auto imun?
12. Apa diagnosis dari skenario dibuku?
STEP 3
1. Mengapa bercak merah yang semula hanya dipipi bisa
meluas? Apa penyebab dermatitis seboreik?
Karena imunodefisiensi sifatnya sistemik jadi bisa menyerang kemana saja ;
Ada kaitannya dari manifestasi klinis HIV yaitu dermatitis seboreik;
STEP 7
Pejamu yang mengalami gangguan fungsi antibodi mudah menderia infeksi berulang di kulit, telinga
bagian tengah, selaput otak, sinus pranasal, dan struktur bronkopulmonar.
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC
Penularan parenteral
Terbagi dalam 3 kelompok berbeda: penyalahguna obat intravena,
penderita hemophilia yang menerima konsentrat faktor VIII dan IX dan
resipien acak transfusi darah.
Penularan ibu ke bayi
Melalui 3 jalur yaitu: in utero (melalui penyebaran tranpalsental),
intrapartum (selama persalinan), dan melalui ingestinal air susu ibu yang
tercemar oleh virus HIV.
Defisiensi imun terjadi akibat kegagalan satu atau lebih komponen sistem imun.
Defisiensi imun congenital atau primer ditemukan pada waktu lahir, merupakan
defek genetic yang meningkatkan kerentanan terhadap infeksi yang sering sudah
bermanifestasi pada bayi dan anak-anak, tetapi kadang secara klinis baru
ditemukan pada usia lebih lanjut.
Defisiensi mun sekunder atau didapat timbul karena berbagai sebab setelah lahir,
misalnya : malnutrisi, kanker yang menyebar, pengobatan dengan imunosupresan,
infeksi sel system imun yang Nampak jelas pada infeksi virus HIV
Relative : tidak terjadi penurunan,produksinya bagus tapi sel sel yang dibuat belum
mampu memerangi antigen yang masuk,,,pada ibu hamir tejadi hemodilusi,darah
menjadi encer.
Klasifikasi Immunodefisiensi
DEFISIENSI IMUN NON SPESIFIK
A. Defisiensi komplemen
1. defisiensi komplemen kongenital
defisiensi komplemen biasanya mengakibatkan infeksi yang berulang atau pnyakit
kompleks imun seperti lupus eritemetosus sitemik dan glomerulus nefritis.
2. defisiensi komplemen fisiologik
defisiensi C6, C7, dan C8 menimbulkan peningkatan kerentanan terhadap septikemi
meningokok dan gonokok oleh karena lisis melalui jalur komplemen merupakan
mekanisme kontrol utama. Defisiensi komplemen fisiologik hanya ditemukan pada
neonatus yang disebabkan kadar C3, C5 dan faktor B masih rendah
3. defisiensi komplemen didapat
defisiensi komplemen didapat disebabkan oleh depresi sintetis, misalnya pada
sirosis hati dan malnutrisi protein atau kalori.
B. Defisiensi interferon (IFN) dan lisozim
1. defisiensi IFN kongenital
defisiensi IFN kongenital dapat menimbulkan infeksi mononukleus yang fatal
2. defisiensi IFN dan lisozim didapat
defisiensi IFN dan lisozim dapat ditemukan pada malnutrisi protein dan kalori
C. Defisiensi sel NK
1. defisiensi kongenital
defisiensi sel NK kongenital telah dilaporkan pada penderita dengan osteoporisis.
Kadar IgG, IgA dan kekerapan antibodi biasanya meningkat.
2. defisiensi didapat
defisiensi sel NK yang didapat terjadi akibat imunosupresi atau radiasi
D. Defisiensi sistem fagosit
1. defisiensi kuantitatif
netropenia atau granulositopenia yang ditemukan dapat disebabkan oleh
penurunan produksi atau peningkatan destruksi.
2. defisiensi kualitatif
defisiensi kualitatif dapat mengenai fungsi fagosit seperti kemotaksis,
menelan/memakan dan membunuh mikroba interselular.
DEFISIENSI IMUN SPESIFIK
A. Defisiensi Imun primer sel B
1. defisiensi imun primer sel B
defisiensi sel B dapat berupa gangguan perkembangan sel B. Berbagai akibat
ditemukan seperti tidak adanya semua Ig atau satu kelas atau subkelas Ig
2. defisiensi imun primer sel T
penderita dengan defisiensi sel T kongenital sangat rentan terhadap infeksi virus,
jamur dan protozoa. Oleh karena itu sel T juga berpengaruh terhadap sel B, maka
defisiensi sel T disertai pula gangguan produksi Ig yang nampak dari tidak adanya
respon terhadap vaksinasi dan seringnya terjadi infeksi.
B. Defisiensi imun spesifik fisiologik
1. kehamilan
defisiensi imun selular dapat ditemukan pada kehamilan. Keadaan ini mungkin
diperlukan untuk kelangsungan hidup fetus yang merupakan allograft dengan
antigan paternal. Hal tersebut antara lain disebabkan terjadinya peningkatan
aktivitas sel Ts atau oleh efek supresif faktor humoral yang dibentuk trofoblast.
2. usia tahun pertama
sistem imun pada usia datu tahun pertama sampai usia 5th masih belum matang.
Meskipun neonatus menunjukkan jumlah sel T yang tinggi, semuanya berupa sel naif
dan tidak memberikan respon yang adekuat terhadap antigen
3. usia lanjut
golongan usia lanjut lebih sering mendapat infeksi dibanding usia muda. Hal ini
disebabkan oleh karena terjadi atrofi timus, fungsi timus menurun. Akibat involusi
timus, jumlah sel T naif dan kualitas respon sel T makin berkurang.
C. defisiensi imun didapat sekunder
1. malnutrisi
malnutrisi dan defisiensi zat besi dapat menimbulkan depresi sistem imun terutama
pada imunitas selular
2. infeksi
infeksi dapat menimbulkan defisiensi. Malaria dan rubela kongenital dapat
menimbulkan defisiensi antibodi
3. obat, trauma, tindakan katerisasi dan bedah
pemberian obat, tindakan katerisasi dan bedah dapat menimbulkan
imunokompromais. Penderita yang mendapat trauma akan kurang mampu
menghadapi patogen, mungkin akibat penglepasan faktor dan menekan respon
imun.
4. penyinaran
dalam dosis tinggi penyinaran menekan seluruh jaringan limfoid. Sedang dalam dosis
rendah dapat menekan aktivitas sel Ts secara selektif.
5. penyakit berat
defisiensi imun didapat bisa terjadi akibat berbagai penyakit yang menyerang
jaringan limfoid seperti penyakit hodgkin, mieloma multipel, leukemia dan
limfosarkoma.
6. kehilangan imuniglobulin/leukosit
defisiensi imunoglobulin dapat juga terjadi karena tubuh kehilangan protein yang
berlabihan seoerti pada penyakit ginjal dan diare.
7. stres
stres akut atau kronis menunjukkan berbagai efeek terhadap sistem imun. Sistem
imun berintegrasi dengan sters. Sistem imun dapat bekerja sebagai sistem sensoris
pasa infeksi dini melalui respon fase akut. Pada keadaan lain, stres menghambat
kerja sistem imun.
8. agamaglobulinema dengan timoma
agamaglobulinema dengan timoma disertai dengan menghilangnya sel B total dari
sirkulasi. Eosinopenia atau apalasia sel darah merah juga dapat pula menyertai
agamaglobulinema.
(Siti Boedina K.2001.Imunologi.Jakarta:FKUI)
Defisiensi fagositosis
-Kuantitatif
Defisiensi C2 & C4 menyebabkan SLE karena kegagalan menghilangkan kompleks imun. Penyakit ini
muncul akibat kelainan fungsi sistem kekebalan tubuh. Dalam tubuh seseorang terdapat antibodi
yang berfungsi menyerang sumber penyakit yang akan masuk dalam tubuh. penyakit Lupus ini
antibody yang terbentuk dalam tubuh muncul berlebihan. Hasilnya, antibodi justru menyerang sel-
sel jaringan organ tubuh yang sehat. Kelainan ini disebut autoimunitas.
Patologi Robbin, Kumar edisi 7
Gejala mayor :
limfadenopati umum
kandidiasis orofaring
infeksi umum yang rekuren (otitis, faringitis)
Batuk – batuk yang persisten
Dermatitis umum
Infeksi HIV yang maternal
R.S. Siregar. 1996. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit edisi 3. Jakarta: EGC
1. Pengobatan HIV?
Pengobatan kombinasi penghambat reverse transcriptase dan
penghambat protease
Zidovudin (AZT)
Dosis : 500-600 mg sehari
Lamivudin (3TC)
Dosis: 150 mg sehari 2x
Neviropin
Dosis: 200 mg sehari selama 14 hari, kemudian 200 mg sehari
2x
Terapi Genetik