Anda di halaman 1dari 15

LBM 3

Bercak Merah Bersisik di Wajah dan Badan Semakin Kurus

Step 1
1. Imunodefisiensi Suatu keadaan dimana produksi & pemberi respon imun menurun ;
2. VCT Voluntery Conselling and Testing ; merupakan salah satu strategi kesehatan
masyarakat yang dilakukan untuk menangani penyebaran HIV/AIDS; Terbagi atas
proses : Konseling , pra-testing,post-testing yang dilakukan secara sukarela dan
bersifat pribadi
3. TB Paru Infeksi kuman Mikrobacterium Tubercullar yang mengenai jaringan paru

STEP 2
1. Mengapa bercak merah yang semula hanya dipipi bisa meluas?
2. Hubungan bercak merah bersisik yang ditutupi minyak dan TB paru?
3. Hubungan penyakit imunodefisiensi dengan pelaku hubungan seksual?
4. Apa etiologi imunodefisiensi?
5. Sebut dan jelaskan Klasifikasi imunodefisiensi !
6. Apa saja penyakit akibat dari imunodefisiensi?
7. Apa saja manifestasi klinis imunodefisiensi?
8. Bagaimana mekanisme dari imunodefisiensi yang disebabkan virus?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari imunodefisiensi?
10. Bagaimana mencegah imunodefisiensi ?
11. Apa kaitan dari Imunodefisiensi dengan auto imun?
12. Apa diagnosis dari skenario dibuku?

STEP 3
1. Mengapa bercak merah yang semula hanya dipipi bisa
meluas? Apa penyebab dermatitis seboreik?
Karena imunodefisiensi sifatnya sistemik jadi bisa menyerang kemana saja ;
Ada kaitannya dari manifestasi klinis HIV yaitu dermatitis seboreik;

2. Hubungan bercak merah bersisik yang ditutupi minyak dan


TB paru?
Ketika sistem imun turun , penderita lebih mudah tertular TB Paru
3. Hubungan penyakit imunodefisiensi dengan pelaku hubungan
seksual? Bagaimana penularan HIV?
Penularan HIV salah satunya dengan hubungan seksual , jika salah satu
pasangan hubungan seksual dapat menularkan penyakitnya ke pasangannya
yang sehat , Penularan HIV paling banyak disperma dan darah ;
4. Apa etiologi imunodefisiensi?
Ada 2 Primer & Sekunder : Primer penyebabnya karena genetik biasanya
penderita anak anak dan bayi sedangkan sekunder penyebabnya bisa
malnutrisi stress dan luka bakar , sekunder bisa menyebabkan imunosupresi
sehingga imunnya turun ;
5. Bagaimana mekanisme dari imunodefisiensi yang disebabkan
virus?
Ada virus masukmenyerang set T CD4+Melakukan replikasiMenyebar
kejaringantransferin RNA masuk sel T CD4+ merubah menjadi DNA
infeksi DNA infeksi berikatan dengan penjamunyamenginfeksi
6. Sebut dan jelaskan Klasifikasi imunodefisiensi !
dibagi menjadi 2 : nospesifik dan spesifik : non spesifik : defisiensi
komplemen,interferon&lisozim,def sel nk , def sistem fagosit dll
def komplemen:inhibitor C1-C8
Spesifik : primer (def kongenital), sekunder(yang didapat),AIDS dan def imun
fisiologik ;
7. Apa saja penyakit akibat dari imunodefisiensi?
Imunodefisiensi Primer : penyakit bruton (agama globulinemia) : globulin
berkurang,disebabkan sel B yang belum mature yang proses menjadi
maturenya terganggu , akhirnya terjadi penyakit bruton , biasanya ditandai
dengan tidak adanya sel B dalam sirkulasi / jumlahnya kurang dari normal ;

8. Apa saja manifestasi klinis imunodefisiensi?


Timbul ruam merah , diare, penurunan pertumbuhan,ada abses recuren ,
mudah terkena infeksi berulang ,rentang terkena kanker
9. Bagaimana penatalaksanaan dari imunodefisiensi?
Pemberian antibiotik , pemberian globulin gama,pemberian sitokin,
tranfusi,transplantasi,vaksinasi penambahan imunomodulator (sebagai
stimulus agar imun kita tetap terjaga) dan terapi genetik
10.Bagaimana mencegah imunodefisiensi ?
Tidak melakukan hubungan seksual sesama jenis maupun sex bebas, deteksi
sejak dini ( ada2:tes antibody mikrobial & invitro(yang diperiksa
komplemennya)); konsumsi makanan yang mengandung zat besi dan seng,
Refreshing agar tidak stress,
11.Apa kaitan dari Imunodefisiensi dengan auto imun?
Auto imun bisa menyebabkan defek pada sel t dan sel b bisa menyebabkan
resiko seperti tumor pada sistem hematopoetin , sementara tumor merupakan
salah satu penyebab imunodefisiensi ;penyakit autoimun (SLE) didalam darah
terdapat kompleks imun untuk menghancurkan kompleks imun diperlukan
komplemen , komplemen berkurang akibat kompleks imun yang banyak pada
darah , akibatnya terjadi defisiensi komplemen
12.Apa diagnosis dari skenario dibuku?
AIDS ,karena tanda tandanya merupakan tanda tanda penyakit AIDS karena
dilihat dari riwayatnya penderita merupakan pelaku hubungan seksual

STEP 7

a. Mengapa bercak merah yang semula hanya dipipi bisa meluas?


Dermatitis Seboroik pada pasien HIV
Dermatitis seboroik merupakan salah satu manifestasi kulit yang paling umum pada
pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV). Oleh karena itu, pertanda lesi
pada dermatitis seboroik harus dicermati secara tepat pada pasien yang berisiko tinggi
seperti pasien HIV. 2 Dermatitis seboroik ditemukan pada 85 % pasien yang
terinfeksi HIV. 1,2
Perjalanan khas infeksi HIV yang tidak diobati, berjangka waktu sekitar satu dekade.
Tahap-tahapnya meliputi infeksi primer, penyebaran virus ke organ limfoid, latensi
klinis, peningkatan ekspresi HIV, penyakit klinis dan kematian. Durasi antara infeksi
primer dan progresi menjadi penyakit klinis rata-rata sekitar 10 tahun. Pada kasus
yang tidak diobati, kematian biasanya terjadi dalam 2 tahun setelah onset gejala.
Setelah infeksi primer, selama 4-11 hari masa antara infeksi mukosa dan viremia
permulaan, viremia dapat terdeteksi selama sekitar 8-12 minggu. Virus tersebar luas
ke seluruh tubuh selama masa ini, dan menjangkiti organ limfoid. Pada tahap ini
terjadi penurunan jumlah sel –T CD4 yang beredar secara signifikan. Respon imun
terhadap HIV terjadi selama 1 minggu sampai 3 bulan setelah terinfeksi, viremia
plasma menurun dan level sel CD4 kembali meningkat. Tetapi respon imun tidak
mampu menyingkirkan infeksi secara sempurna, dan selsel yang terinfeksi HIV
menetap dalam limfoid.
Masa laten klinis ini dapat berlangsung sampai 10 tahun, selama masa ini banyak
terjadi replikasi virus. Siklus hidup virus dari saat infeksi sel ke saat produksi
keturunan baru yang menginfeksi sel berikutnya rata-rata 2,6 hari. Limfosit T -CD4,
merupakan target utama yang bertanggung jawab memproduksi virus.
Seborheic dermatitis, lebih sering dan lebih berat pada orang yang terinfeksi dengan
HIV, terutama pada mereka yang CD4 nya dibawah 400/mm, dibandingkan dengan
orang yang tidak terinfeksi, dan dapat kembali sempurna dengan terapi anti retroviral
aktif yang tinggi. Semua ini dipercaya oleh beberapa peneliti dicetuskan oleh kondisi
imunitas tubuh yang mulai menurun. Sehingga berbagai macam faktor pencetus dari
seborhea misalnya infeksi pytosporum ovale, bakteri maupun kondisi stress yang
berlebih dapat meningkatkan aktivitas dari kelenjar sebasea.
Bentuk dermatitis seboroik pada AIDS tentunya berbeda dengan bentuk dermatitis
yang klasik, dimana dermatitis seboroik pada AIDS stlesinya tidak hanya dikepala,
tetapi juga di wajah, aksila, dada, paha dan agenitalia, gejala yang lebih berat, dan
penatalaksanaannya yang sering kali sulit .Secara klinis, yang khas terkait HIV
dermatitis seboroik terjadi terutama pada kulit kepala, biasanya dengan keterlibatan
ringan pada wajah (terutama di dahi, sekitar bulu mata, bawah lipatan nasolabial, dan
di sekitar telinga). Kadang-kadang, dermatitis seboroik juga akan terjadi pada tengah
dada, terutama pada individu dengan banyak bulu dada, dan di aksila dan pangkal
paha. Dermatitis biasanya bermanifestasi sebagai buruk didefinisikan, patch merah
muda samar, dengan ringan hingga berlimpah baik, longgar, sisik lilin. Dalam
sebagian kecil pasien, dermatitis seboroik yang lebih luas dan hadir pada daerah kulit
kepala dan wajah yang besar. Lesi intertriginosa secara klinis identik dengan yang
terlihat pada sindrom Reiter dan bersamaan psoriasis dengan infeksi HIV.

Sumber : Plewig G, Jansen T. Seborrheic Dermatitis. Klaus Wolff, et al. Fitzpatric's


Dermatology in Genenral Medicine. 7th. New York : The McGraw-Hill Company, 2008

b. Hubungan bercak merah bersisik yang ditutupi minyak dan TB paru?

Pejamu yang mengalami gangguan fungsi antibodi mudah menderia infeksi berulang di kulit, telinga
bagian tengah, selaput otak, sinus pranasal, dan struktur bronkopulmonar.
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC

c. Hubungan penyakit imunodefisiensi dengan pelaku hubungan seksual?


Dan bagaimana penularan HIV?
HIV (human immunodeficiency virus) infeksi / AIDS (acquired
immunodeficiency syndrome) adalah penyakit yang perlahan dan terus
menghancurkan sistem kekebalan tubuh. Hal ini disebabkan oleh HIV, virus
yang menghapus dari beberapa jenis limfosit yang disebut sel T-helper. Tanpa
sel T-helper, sistem kekebalan tubuh tidak dapat mempertahankan tubuh
terhadap organisme biasanya tidak berbahaya, yang dapat menyebabkan infeksi
yang mengancam jiwa pada orang yang mengidap AIDS. Orang bisa
mendapatkan infeksi HIV dengan melakukan hubungan seksual tanpa kondom
dengan orang yang terinfeksi.
Penularan HIV melalui 3 cara:
a. Penularan seksual
b. Penularan parenteral : penyalah guna obat intravena, penderita hemofilia
dan resipien acak transfusi darah.
c. Penularan ibu ke bayi : melalui penyebaran transplasental dan melalui
ingesti air susu ibu yang tercemar oleh HIV.

Buku ajar patologi Robbins volume 1

 Penularan parenteral
Terbagi dalam 3 kelompok berbeda: penyalahguna obat intravena,
penderita hemophilia yang menerima konsentrat faktor VIII dan IX dan
resipien acak transfusi darah.
 Penularan ibu ke bayi
Melalui 3 jalur yaitu: in utero (melalui penyebaran tranpalsental),
intrapartum (selama persalinan), dan melalui ingestinal air susu ibu yang
tercemar oleh virus HIV.

Kumar, Vinay. Cotran, Ramzi S. Robbins, Stanley L. 2004. Buku


Ajar Patologi Robbins. Jakarta: EGC

d. Apa etiologi imunodefisiensi?


e. Imunodefisiensi primer primer merupakan kelainan langka yang
penyebabnya bersifat genetik dan terutama ditemukan pada bayi serta
anak-anak kecil. Gejala biasanya timbul pada awal kehidupan setelah
perlindungan oleh antibodi maternal menurun. Tanpa terapi, bayi dan
anak-anak yang menderita kelainan ini jarang dapat bertahan hidup
sampai berusia dewasa. Kelainan ini dapat mengenai satu atau lebih
komponen pada sistem imun. Gejala pada penyakit imunodefisiensi
berhubungan dengan peranan yang dalam keadaan normal dimainkan
oleh komponen defisien.

f. Imunodefiesiensi sekunder lebih sering di jumpai di bandingkan


defisiensi primer dan kerapkali terjadi sebagai akibat dari proses
penyakit yang mendasarinya atau akibat dari reapi terhadap penyakit
ini. Penyebab umum imunodefisiensi sekunder adalah malnutrisi, stres
kronik, luka bakar, uremia, diabetes miletus, kelainan autoimun
tertentu, kontak dengan obat-obat serta zat kimia yang imotoksik, dan
penggunaan sendiri obat-obat serta alkohol. Penyakit AIDS merupakan
kelainan imunodefisiensi sekunder yang paling sering ditemukan.
Penderita imunodefisiensi sekunder akan mengalami imunosupresi dan
sering disebut sebagai hospes yang terganggu kekebalannya
(immunocompromised).

(Roitt, Ivan. 2002. Essential Immunology Edisi 8. Jakarta: Widya Medika)

Defisiensi imun terjadi akibat kegagalan satu atau lebih komponen sistem imun.
 Defisiensi imun congenital atau primer ditemukan pada waktu lahir, merupakan
defek genetic yang meningkatkan kerentanan terhadap infeksi yang sering sudah
bermanifestasi pada bayi dan anak-anak, tetapi kadang secara klinis baru
ditemukan pada usia lebih lanjut.
 Defisiensi mun sekunder atau didapat timbul karena berbagai sebab setelah lahir,
misalnya : malnutrisi, kanker yang menyebar, pengobatan dengan imunosupresan,
infeksi sel system imun yang Nampak jelas pada infeksi virus HIV

Relative : tidak terjadi penurunan,produksinya bagus tapi sel sel yang dibuat belum
mampu memerangi antigen yang masuk,,,pada ibu hamir tejadi hemodilusi,darah
menjadi encer.

PATOLOGI, Robin Kumar


Imunodefisiensi Primer
Diakibatkan dari kegagalan bagian esensial dari sistem imun untuk
berkembang.

Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan.


Jakarta: EGC

g. Sebut dan jelaskan Klasifikasi imunodefisiensi !

Klasifikasi Immunodefisiensi
 DEFISIENSI IMUN NON SPESIFIK
A. Defisiensi komplemen
1. defisiensi komplemen kongenital
defisiensi komplemen biasanya mengakibatkan infeksi yang berulang atau pnyakit
kompleks imun seperti lupus eritemetosus sitemik dan glomerulus nefritis.
2. defisiensi komplemen fisiologik
defisiensi C6, C7, dan C8 menimbulkan peningkatan kerentanan terhadap septikemi
meningokok dan gonokok oleh karena lisis melalui jalur komplemen merupakan
mekanisme kontrol utama. Defisiensi komplemen fisiologik hanya ditemukan pada
neonatus yang disebabkan kadar C3, C5 dan faktor B masih rendah
3. defisiensi komplemen didapat
defisiensi komplemen didapat disebabkan oleh depresi sintetis, misalnya pada
sirosis hati dan malnutrisi protein atau kalori.
B. Defisiensi interferon (IFN) dan lisozim
1. defisiensi IFN kongenital
defisiensi IFN kongenital dapat menimbulkan infeksi mononukleus yang fatal
2. defisiensi IFN dan lisozim didapat
defisiensi IFN dan lisozim dapat ditemukan pada malnutrisi protein dan kalori
C. Defisiensi sel NK
1. defisiensi kongenital
defisiensi sel NK kongenital telah dilaporkan pada penderita dengan osteoporisis.
Kadar IgG, IgA dan kekerapan antibodi biasanya meningkat.
2. defisiensi didapat
defisiensi sel NK yang didapat terjadi akibat imunosupresi atau radiasi
D. Defisiensi sistem fagosit
1. defisiensi kuantitatif
netropenia atau granulositopenia yang ditemukan dapat disebabkan oleh
penurunan produksi atau peningkatan destruksi.
2. defisiensi kualitatif
defisiensi kualitatif dapat mengenai fungsi fagosit seperti kemotaksis,
menelan/memakan dan membunuh mikroba interselular.
 DEFISIENSI IMUN SPESIFIK
A. Defisiensi Imun primer sel B
1. defisiensi imun primer sel B
defisiensi sel B dapat berupa gangguan perkembangan sel B. Berbagai akibat
ditemukan seperti tidak adanya semua Ig atau satu kelas atau subkelas Ig
2. defisiensi imun primer sel T
penderita dengan defisiensi sel T kongenital sangat rentan terhadap infeksi virus,
jamur dan protozoa. Oleh karena itu sel T juga berpengaruh terhadap sel B, maka
defisiensi sel T disertai pula gangguan produksi Ig yang nampak dari tidak adanya
respon terhadap vaksinasi dan seringnya terjadi infeksi.
B. Defisiensi imun spesifik fisiologik
1. kehamilan
defisiensi imun selular dapat ditemukan pada kehamilan. Keadaan ini mungkin
diperlukan untuk kelangsungan hidup fetus yang merupakan allograft dengan
antigan paternal. Hal tersebut antara lain disebabkan terjadinya peningkatan
aktivitas sel Ts atau oleh efek supresif faktor humoral yang dibentuk trofoblast.
2. usia tahun pertama
sistem imun pada usia datu tahun pertama sampai usia 5th masih belum matang.
Meskipun neonatus menunjukkan jumlah sel T yang tinggi, semuanya berupa sel naif
dan tidak memberikan respon yang adekuat terhadap antigen
3. usia lanjut
golongan usia lanjut lebih sering mendapat infeksi dibanding usia muda. Hal ini
disebabkan oleh karena terjadi atrofi timus, fungsi timus menurun. Akibat involusi
timus, jumlah sel T naif dan kualitas respon sel T makin berkurang.
C. defisiensi imun didapat sekunder
1. malnutrisi
malnutrisi dan defisiensi zat besi dapat menimbulkan depresi sistem imun terutama
pada imunitas selular
2. infeksi
infeksi dapat menimbulkan defisiensi. Malaria dan rubela kongenital dapat
menimbulkan defisiensi antibodi
3. obat, trauma, tindakan katerisasi dan bedah
pemberian obat, tindakan katerisasi dan bedah dapat menimbulkan
imunokompromais. Penderita yang mendapat trauma akan kurang mampu
menghadapi patogen, mungkin akibat penglepasan faktor dan menekan respon
imun.
4. penyinaran
dalam dosis tinggi penyinaran menekan seluruh jaringan limfoid. Sedang dalam dosis
rendah dapat menekan aktivitas sel Ts secara selektif.
5. penyakit berat
defisiensi imun didapat bisa terjadi akibat berbagai penyakit yang menyerang
jaringan limfoid seperti penyakit hodgkin, mieloma multipel, leukemia dan
limfosarkoma.
6. kehilangan imuniglobulin/leukosit
defisiensi imunoglobulin dapat juga terjadi karena tubuh kehilangan protein yang
berlabihan seoerti pada penyakit ginjal dan diare.
7. stres
stres akut atau kronis menunjukkan berbagai efeek terhadap sistem imun. Sistem
imun berintegrasi dengan sters. Sistem imun dapat bekerja sebagai sistem sensoris
pasa infeksi dini melalui respon fase akut. Pada keadaan lain, stres menghambat
kerja sistem imun.
8. agamaglobulinema dengan timoma
agamaglobulinema dengan timoma disertai dengan menghilangnya sel B total dari
sirkulasi. Eosinopenia atau apalasia sel darah merah juga dapat pula menyertai
agamaglobulinema.
(Siti Boedina K.2001.Imunologi.Jakarta:FKUI)

Defisiensi fagositosis

-Kuantitatif

Neutropenia krn destruksi neutrofil (obat kuinidin, oksasilin), Defisiensi


mieloperoksidase

Imunologi Dasar FKUI Edisi 10


h. Apa saja penyakit akibat dari imunodefisiensi?
Imunodefisiensi Primer : penyakit bruton (agama globulinemia) : globulin
berkurang,disebabkan sel B yang belum mature yang proses menjadi
maturenya terganggu , akhirnya terjadi penyakit bruton , biasanya ditandai
dengan tidak adanya sel B dalam sirkulasi / jumlahnya kurang dari normal ;

Penyakit Bruton terkait pada kromosom-X :


 Kegagalan sel pra-B untuk berdiferensiasi menjadi sel B,
 Akibatnya tidak ditemukan gama globulin didalam darah
 Pematangan sel B berhanti stelah dimulainya penataan
ulang gen rantai berat karena mutasi pada tirosin kinase yg
terlibat dlm transduksi sinyal sel pra-B,
Penyakit HIV/AIDS : Penyakit retrovirus yang disebabkan oleh HIV
dan ditandai imunosupresi berat yang menimbulkan infeksi
oportunistik, neoplasma sekunder, dan manifestasi neurologis.
SUMBER: BUKU AJAR PATOLOGI ROBBINS KUMAR EDISI 7
 Spesifik
- Defisiensi imun kongenital atau primer
Agamaglobulinemia, def Ig A, hiper Ig M, sindrom digeorge
- Defisisensi imun spesifik fisiologik
kehamilan
- Defisiensi imun didapat sekunder
AIDS
 Non spesifik
- Defisiensi komplemen
Oedem lokal, LES, infeksi mikroba piogenik, infeksi bakteri yang
berhubungan dengan gangguan kemotaksis
- Defisiensi interferon dan lisozim
Infeksi mononukleosis yang fatal, mal nutrisi protein atau kalori
- Defisiensi sel NK
Osteoporosis
- Defisiensi sistem fagosit
Infeksi piogenik

Immunologi dasar, ed 6 FKUI

i. Apa saja manifestasi klinis imunodefisiensi?


HIV
Kriteria diagnosis
- Mayor : berat badan turun, demam, diare
- Minor : TBC, herpes

Immunologi dasar, ed 6 FKUI

j. Bagaimana mekanisme dari imunodefisiensi yang disebabkan virus

Patologi Robbin, Kumar edisi 7

k. Bagaimana penatalaksanaan dari imunodefisiensi (HIV) ?


Terapi Antiretrovirus
Inhibitor Reverse Transcriptase Nukleosida (NRTI)
- Menghambat transcriptase HIV, sehingga pertumbuhan rantai DNA dan
replikasi HIV terhenti
Ex; Zidovudin, Didanosin, Lamivudin, Stavudi, Zalsitabin, Abacavir
Inhibitor Reverse Transcriptase NonNukleosida (NNRTI)
- Menghambat transcriptase RNA HIV menjadi DNA suatu langkah penting
dalam proses replikasi virus
Ex: Nevirapin, Delavirdin, Evafirenz
Inhibitor Protease (PI)
- Menghambat protease HIV, yang mencegah pematangan virus HIV
infeksiosa
Ex: Indinavir, Ritonavir, Nelfinavir, Sakuinavir, Amprenavir, Lopinavir

Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi: Konsep


Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
l. Bagaimana mencegah imunodefisiensi (HIV) ?

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Patofisiologi Corwin. Jakarta: EGC


Untuk meningkatkan absorbsi di usus > BABnya tidak cair

m. Apa kaitan dari Imunodefisiensi dengan auto imun?

Defisiensi C2 & C4 menyebabkan SLE karena kegagalan menghilangkan kompleks imun. Penyakit ini
muncul akibat kelainan fungsi sistem kekebalan tubuh. Dalam tubuh seseorang terdapat antibodi
yang berfungsi menyerang sumber penyakit yang akan masuk dalam tubuh. penyakit Lupus ini
antibody yang terbentuk dalam tubuh muncul berlebihan. Hasilnya, antibodi justru menyerang sel-
sel jaringan organ tubuh yang sehat. Kelainan ini disebut autoimunitas.
Patologi Robbin, Kumar edisi 7

n. Apa diagnosis dari skenario dibuku?


Langkah-Langkah Diagnosis
1. Anamnesis ( dengan Sacred seven : lokasi,kualitas, kuantitas, kronologi,
masalah dasar, factor modifikasi, keluhan lain. Dan dengan Fundamental
four : Riwayt penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayt
kesehatan keluarga, riwayt pribadi) gejala dan kanker yang terkait dgn
AIDS = gatal,bercak merah (dermatitis seboroik) > infeksi pytosporum
ovale,sistem imun turun tidak ada keseimbangan dari jamur2 tersebut,
2. Telusuri perilaku beresiko yang memungkinkan penularan
3. Pemeriksaan fisisk(meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, Auskultasi) untuk
mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker terkait (jngn lupa
perubahan kelenjar,pemeriksaan mulut,kulit dan funduskopi)
4. Pemeriksaan penunjang (di cari jmlh limfosit total,antibodi HIV/yg sering
dipakai tes ELISAtes Western Blood utk menghindari adanya tes yang
positif palsu,dan pemeriksaan rontgen).

Seseorang dinyatakan HIV apabila dengan pemeriksaan laboratorium terbukti


terinveksi HIV baik dengan metode pemeriksaan antibody / pemeriksaan untuk
mendeteksi adanya virus dalam tubuh.

Diagnosis AIDS untuk kepentingan surveilans ditegakkan apabila terdapat


infeksi oportunistik atau limfosit CD4+ kurang dari 200 mm3

Sumber : IPD FK UI JILID III EDISI IV

Gejala mayor :

 penurunan BB atau pertumbuhan lambat yang abnormal


 diare kronik > 1 bulan
 demam > 1 bulan
 Demensia (pelupa)
Gejala minor

 limfadenopati umum
 kandidiasis orofaring
 infeksi umum yang rekuren (otitis, faringitis)
 Batuk – batuk yang persisten
 Dermatitis umum
 Infeksi HIV yang maternal

Menurut WHO seseorang dicurigai menderita AIDS jika paling sedikit


mempunyai 2 gejala mayor dan 1 gejala minor. Dan hendaknya dilakukan
pemeriksaan darah dengan tes ELISA sebagai tes penyaring dan pastikan
dengan tes Western-Blot sebagai tes penentu

R.S. Siregar. 1996. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit edisi 3. Jakarta: EGC

1. Pengobatan HIV?
Pengobatan kombinasi penghambat reverse transcriptase dan
penghambat protease

Penggunaan Obat di RSCM

Kombinasi 3 obat antiretroviral, yaitu

 Zidovudin (AZT)
Dosis : 500-600 mg sehari

 Lamivudin (3TC)
Dosis: 150 mg sehari 2x

 Neviropin
Dosis: 200 mg sehari selama 14 hari, kemudian 200 mg sehari
2x

( Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI )

Terapi Genetik

 Terapi gen somatik


 Prosedurnya
 Menyisipkan gen normal ke populasi sel yang terkena penyakit.
 Untuk membentuk gen yang sebelumnya tidak ada.
Hasil Terapi genetik

 Limfosit T perifer mempunyai kemampuan terbatas untuk


berproliferasi
 Sehingga penggobatan jangka panjang
 Memerlukan penyisipan gen ke sel asal sumsum tulang yang
pleuripoten.
(Sumber :Sudoyo,dkk.2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI).

Anda mungkin juga menyukai