Anda di halaman 1dari 20

GERTIAN UUD 1945

1. Sejarah terbentuknya UUD 1945

Undang-Undang Dasar 1945 dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni 1945 oleh
BadanPenyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI ) yang
beranggotakan 21 orang, diketuai Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil ketua,
dengan 19 orang anggota yang terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa, 3 orang dari Sumatera dan
masing-masing 1 wakil dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda Kecil. Badan ini kemudian
menetapkan tim khusus yang bertugas menyusun konstitusi bagi Indonesiamerdeka yang
kemudian dikenal dengan nama Undang-Undang 1945 ( UUD 45 ). Para tokoh perumus itu
adalah : dr. Radjiman Widiodiningrat, Ki Bagus Hadikoesoemo, Oto Iskandardinata, Pangeran
Purboyo, Pangeran Soerjohamidjojo, Soetardjo Kartohamidjojo, Prof. Dr. Mr. Soepomo,
Abdul Kadir, Drs. Yap Tjwan Bing, Dr. Mohammad Amir ( Sumatera ), Mr. Abdul Abbas (
Sumatera), Dr. Ratulangi, Andi Pangerang ( keduanya dari Sulawesi ), Mr. Latuharhary, Mr.
Pudja ( Bali ), AH. Hamidan ( Kalimantan ), R.P. Soeroso, Abdul Wachid Hasyim dan Mr.
Mohammad Hassan (Sumatera ).
Latar belakang terbentuknya UUD 1945 bermula dari janji Jepang untuk memberikan
kemerdekaan bangsa Indonesia di kemudian hari.Janji tinggalah janji, setelah Jepang berhasil
memukul mundur tentara Belanda, malah mereka sendiri yang menindas kembali bangsa
Indonesia, bahkan lebih sadis dari sebelumnya.

2. Pengertian UUD

UUD Negara adalah peraturan perundang-undangan yang tertinggi dalam Negara dan
merupakan hukum dasar Negara tertulis, yang mengikat berisi aturan yang harus ditaati.Hukum
dasar Negara meliputi keseluruhan system ketatanegaraan yang berupa kumpulan peraturan
yang membentuk Negara dan mengatur pemerintahannya.UUD merupakan dasar tertulis
(convensi).
Oleh karena itu UUD menurut sifat dan fungsinya adalah suatu naskah yang memaparkan
karangan dan tugas-tugas pokok cara kerja badan tersebut 2. ( Kaelan. Pendidikan
Pancasila.2008:178 ) UUD menentukan cara-cara bagaimana pusat kekuasaan itu bekerja sama
dan menyesuaikan diri satu sama lainnya. UUD merekam hubungan-hubungan kekuasaan
dalam suatu Negara. UUD disebutkan bersifat singkat dan super karena hanya memuat 37 pasal
adapun pasal-pasal yang lain, hanya memuat aturan peralihan dan aturan tambahan. Hal ini
bermakna :
a. UUD 1945 hanya memuat aturan pokok, memuat GBHN intruksi kepala pemerintahan pusat
dan lain-lain untuk menyelenggarakan Negara.
b. Sifatnya yang super atau elastis maksudnya senantiasa harus ingat bahwa masyarakat harus
berkembang seiring dengan perubahan zaman. Memang sifat aturan yang tertulis semakin supel
sifat aturannya semakin baik agar tidak ketinggalan zaman.

3. Kedudukan Pembukaan UUD 1945

Pembukaan UUD 1945 bersama – sama dengan pasal – pasal UUD 1945, disahkan oleh
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, dan diundangkan dalam Berita Republik Indonesia Tahun
II NO.7.
Pembukaan UUD 1945 terdiri atas empat alinea, pada bagian alinea IV memuat
pernyataan mengenai keadaan setelah Negara Indonesia terbentuk dan memiliki hubungan
yang bersifat kausal dan organis dengan pasal – pasal UUD 1945.
Hubungan tersebut menyangkut beberapa hal, antara lain :
a. Undang – undang Dasar ditentukan akan ada
b. Yang diatur dalam UUD adalah tentang pembentukan pemerintahan Negara
c. Negara Indonesia adalah bentuk Republik yang berkedaulatan Rakyat
d. Ditetapkannya Pancasila sebagai dasar falsafat Negara Indonesia
Hal – hal tersebut “ bersifat fundamental dan asasi bagi Negara Indonesia, sehingga
Pembukaan UUD 1945 berkedudukan tetap dan tidak dapat diubah “
Hal ini sesuai dengan ketetapan MPR / MPRS, yang menyatakan :
“ Pembukaan UUD 1945 sebagai pernyataan kemerdekaan yang terperinci yang mengandung
cita – cita luhur dari Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan yang memuat Pancasila
sebagai dasar Negara, merupakan satu rangkaian dengan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus
1945 dan oleh karena itu tidak dapat diubah oleh siapapun juga termasuk MPR hasil Pemilu,
karena merubah pembukaan UUD 1945 berarti sama halnya dengan pembubaran Negara RI”.
1
Pengertian UUD 1945 dan Pokok – pokok Pemikiran di dalamnya., http://pendulangan.
wordpress.com/2012/03/26/149/.
2
Kaelan.2010. Pendidikan Pancasila. Jogjakarta: PARADIGMA.
3
Pembukaan UUD 1945 NKRI, http://herrypkn.blogspot.com/2012/07/pembukaan-uud-
1945.html.

4. Hakekat Pembukaan UUD 1945

a. Pembukaan UUD 1945 sebagai tertib hukum tertinggi


Oleh sebab itu, maka kedudukan Pancasila sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945 adalah sebagi sumber dari segala sumber hukum Indonesia, sehingga
semua peraturan perundangan yang digunakan di Indonesia harus berdasarkan dan bersumber
pada Pancasila
Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan pasal – pasal UUD 1945, bahwa Pembukaan
UUD 1945 memuat pokok – pokok pikiran , yaitu :
 Pokok pikiran “ Persatuan “
 Pokok pikiran “ Keadilan Sosial “
 Pokok pikiran “ Kedaulatan Rakyat “
 Pokok pikiran “ Ketuhanan YME, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab “
Dan, keempat pokok pikiran yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut,
dijabarkan dalam pasal – pasal UUD 1945.Jadi, Pasal – pasal UUD 1945 merupakan
penjabaran dari pokok – pikiran yang termuat dalam pembukaan UUD 1945.Dengan demikian
maka dapat disimpulkan bahwa pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber hukum positif
Indonesia.
b. Pembukaan UUD 1945 Sebagai Pokok kaidah Negara yang Fundamental
(Staatsfundamentalnorm)
Sebagai pokok kaidah negara yang fundamental,Pembukaan UUD 1945 ,memiliki beberapa
ciri,antara lain:
a. Sebagai norma dasar yang memberikan arah serta dasr-dasar cita-cita hukum bagi Undang-
Undang Dasar negara.
b. Memiliki kedudukan hukum yang tinggi dari pada pasal UUD 1945
c. Mengandung pokok-pokok pikiran yang dijabarkan dalam pasal-pasalnya.
d. Mengandung norma yang harus dipatuhi
B. DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945 PADA MASA AWAL KEMERDEKAAN
Pada awal masa Indonesia setelah memproklamasikan kemerdekaan, mengalami berbagai
macam gangguan terutama dalam upaya untuk mempertahankan kemerdekaannya. Pada masa ini,
kolonialisme Belanda berupaya untuk mengembalikan kekuasaannya di Indonesia dengan
membonceng tentara sekutu. Selain itu juga telah terjadi berbagaimacam pemberontakan yang
bersumber pada pertentangan ideologi yang ingin merubah negara kesatuan
Republik Indonesia dengan ideologi lainnya. Antara lain pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948.
PRRI Permesta, DI/TII dan lain sebagainya.

Sistem pemerintahan berdasarkan UUD 1945 belum dapat dilaksanakan. Pada tahun ini di
bentuklah DPA sementara, sedangkan DPR dan MPR belum dapat dibentuk karena harus melalui
pemilu. Waktu itu masih di berlakukan pasal aturan peralihan pasal IV yang menyatakan, “Sebelum
Majelis Permusyawaratan Rakyat,Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung
dibentuk menurut Undang-Undang Dasar, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden
dengan bantuan sebuah komite nasional.”

Pada saat itu terjadilah suatu perkembangan ketatanegaraan Indonesia yaitu: (1) berubahnya
fungsi komite nasional Indonesia pusat dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi
kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara. Hal ini berdasarkan
maklumat wakil presiden No. X (iks) tanggal 16 Oktober 1945. Selain itu dikeluarkan juga maklumat
pemerintah tanggal 14 Nopember 1945. Yang isinya perubahan sistem pemerintahan negara dari
sistem Kabinet Presidensial menjadi sistem Kabinet Parlementer, berdasarkan usul Badan Pekerja
Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP).

Akibat perubahan tersebut pemerintah menjadi tidak stabil, Perdana Menteri hanya
bertahan beberapa bulan serta berulang kali terjadi pergantian.

Tanggal 3 November 1945 di keluarkan juga suatu maklumat yang ditandatangani oleh Wakil
Presiden yang isinya tentang pembentukan partai politik. Hal ini bertujuan agar berbagai aliran yang
ada didalam masyarakat dapat di arahkan kepada perjuangan untuk memperkuat mempertahankan
dengan persatuan dan kesatuan.

Sejak tanggal 14 Nopember 1945 kekuasaan pemerintah (eksekutif) dipegang oleh Perdana
Menteri sebagi pimpinan kabinet. Secara bersama-sama atau sendiri-sendiri, perdana menteri atu
para menteri itu bertanggung jawap kepada KNPI, yang berfungsi sebagai DPR, dan tidak bertanggung
jawab kepada presiden sebagaimana yang dikehendaki oleh UUD 1945. Hal ini berakibat semakin
tidak setabilnya Negara Republik Indonesia baik di bidang politik, ekonomi, pemerintahan maupun
keamanan. Semangat ideologi liberal itu kemudian memuncak dengan dibentuknya Negara Federal
yaitu negara kesatuan Republik Indonesia Serikat dengan berdasar pada konstitusi RIS, pada tanggal
27 Desember 1949. Konstitusi RIS tersebut sebagai hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB)
di Den Haag negeri Belanda.Syukurlah konstitusi itu tidak berlangsung lama dan Indonesia kembali
bersatu pada tahun 1950.Dalam negara RIS tersebut masih terdapat negara bagian Republik
Indonesia yang beribukota di Yogyakarta. Kemudian terjadilah suatu persetujuan antara Negara RI
Yogyakarta dengan negara RIS yang akhirnya membuahkan kesepakatan untuk kembali, untuk
membentuk negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pada Undang-Undang Dasar
Sementara sejak 17 agustus 1950 isi UUDS ini berbeda dengan UUD 1945 terutama dalam sistem
pemerintahan negara yaitu menganut sistem Parlementer, sedangkan UUD 1945 menganut sistem
Presidensial.

Pada bulan September 1955 dan Desember 1955 diadakan pemilihan umum,yang masing-masing
untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota konstituante.

Tugas konstituante adalah untuk membentuk, menyusun Undang-Undang Dasar yang tetap
sebagai pengganti UUDS 1950. Untuk mengambil putusan mengenai Undang-Undang dasar yang baru
ditentukan pada pasal 137 UUDS 1950 sebagai berikut :

1. Untuk mengambil putusan tentang rancangan Undang-Undang Dasar baru sekurang-kurangnya 2/3
jumlah anggota konstituante harus hadir.

2. Rancangan tersebut diterima jika disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang
hadir.

3. Rancangan yang telah diterima oleh konstituante dikirimkan kepada Presiden untuk disahkan oleh
pemerintah.

4. Pemerintah harus mengesahkan rancangan itu dengan segera serta mengumumkan Undang-Undang
Dasar itu dengan keluhuran.

Dalam kenyataannya konstituante selama dua tahun dalam bersidang belum mampu
menghasilkan suatu keputusan tentang Undang-Undang Dasar yang baru.Hal ini dikarenakan dalam
sidang konstituante ,muncullah suatu usul untuk mengembalikan Piagam Jakarta dalam pembukaan
UUD baru. Oleh karena itu Presiden pada tanggal 22 april 1959 memberikan pidatonya didepan
siding Konstituante untuk kembali kepada UUD 1945. Hal ini diperkuat dengan suatu alasan bahwa
sidang Konstituante telah mengalami jalan buntu. Terutama setelah lebih dari separuh anggota
Konstituante menyatakan untuk tidak akan menghadiri sidang lagi.
Atas dasar kenyataan tersebut maka Presiden mengeluarkan suatu dekrit yang didasarkan pada
suatu hukum darurat negara (Staatsnoodrecht). Hal ini menginggat keadaan ketata negaraan yang
membahayakan kesatuan, persatuan, keselamatan serta keutuhan bangsa dan negara
Repubik Indonesia.

Dekrit presiden 5 juli 1959 :

 Menetapkan pembubaran konstituante.

 Menetapkan Undang-Undang dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia serta
tumpah darah Indonesia, terhitung mulai hari tanggal penetapan dekrit ini, dan tidak berlakunya lagi
Undang-Undang Dasar 1950.

 Pembentukan majelis permusyawaratan rakyat sementara yang terdiri atas anggota-anggota Dewan
Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan serta
Dewan Agung Sementara, akan diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Dekrit itu
diumumkan oleh Presiden dari Istana Merdeka di hadapan rakyat pada tanggal 5 juli 1959, pada hari
minggu pukul 17.00 Dekrit tersebut dimuat dalam keputusan Presiden No.150 tahun 1959 dan di
umumkan dalam lembaran Negara Republik Indonesia no.75 tahun 1959.

C. DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945 PADA MASA ORDE LAMA

Sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 juli 1959 itu maka UUD 1945 berlaku kembali di Negara
Republik Indonesia. Sekalipun UUD 1945 secara yuridis formal sebagai hukum dasar tertulis yang
berlaku di Indonesia namun realisasi ketatanegaraan Indonesia tidak melaksanakan makna dari UUD
1945 itu sendiri.Sejak itu mulai berkuasa kekuasaan Orde Lama yang secara ideologis banyak
dipengaruhi oleh paham komunisme. Hal ini nampak adanya berbagai macam penyimpangan
ideologis yang dituangkan dalam berbagai bidang kebijaksanaan dalam negara.
Dikukuhkannya ideologi Nasakom, dipaksakannya doktrin Negara dalam keadaan revolusi.
Oleh karena revolusi adalah permanen maka Presiden sebagai Kepala Negara yang sekaligus juga
sebagai Pemimpin Besar Revolusi, diangkat menjadi Pemimpin Besar Revolusi, sehingga Presiden
masa jabatannya seumur hidup.Penyimpangan ideologis maupun konstitusional ini berakibat pada
penyimpangan-penyimpangan konstitusional lainnya sebagai berikut,
1. Demokrasi di Indonesia diarahkan menjadi demokrasi terpimpin, yang dipimpin oleh presiden,
sehingga praktis bersifat otoriter.pada sebenarnya di negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila
berazas-kan kerakyatan,sehingga seharusnya rakyatlah sebagai pemegang serta asal mula kekuasaan
negara, demikian juga sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945.
2. Oleh karena Presiden sebagai pemimpin besar revolusi maka memiliki wewenang yang melebihi
sebagaimana yang sudah di tentukan oleh Undang-Undang Dasar 1945, yaitu mengeluarkan produk
hukum yang setingkat denganUndang-Undang tanpa melalui persetujuan DPR dalam bentuk
penetapanpresiden.

3. Dalam tahun 1960, karena DPR tidak dapat menyetujui rancangan pendapatan dan Belanja Negara
yang di ajukan oleh pemerintah. Kemudian presiden waktuitu membubarkan DPR hasil pemilu 1955
dan kemudian membentuk DPR gotong royong. Hal ini jelas-jelas sebagai pelanggaran konstitusional
yaitukekuasaan eksekutif di atas kekuasaan legislatif.

4. Pimpinan lembaga tertinggi dan tinggi negara dijadikan menteri negara, yangberarti sebagai
pembantu presiden.Selain penyimpangan-penyimpangan tersebut masih banyak penyimpangan-
penyimpangan dalam pelaksanaan ketatanegaraan yang seharusnya berdasarkanpada UUD 1945.
Karena pelaksanaan yang inskonstitusional itulah maka berakibatpada ketidak stabilan dalam bidang
politik, ekonomi terutama dalam bidangkeamanan. Puncak dari kekuasaan Orde Lama tersebut
ditandai denganpemberontakan G30S.PKI. syukur alhamdulillah pemberontakan tersebut
dapatdigagalkan oleh rakyat Indonesia terutama oleh generasi muda.Dengan dipelopori oleh pemuda,
pelajar, dan mahasiswa rakyat IndIndonesiamenyampaikan Tritula (Tri Tuntutan Rakyat) yang
meliputi,

a. Bubarkan PKI.
b. Bersihkan kabinet dari unsur-unsur KPI.
c. Turunkan harga/perbaikan ekonomi.
Gelombang gerakan rakyat semakin besar, sehingga presiden tidak mampulagi
mengembalikannya,maka keluarlah surat perintah 11 maret 1966 yangmemberikan kepada Letnan
Jenderal Soeharto untuk mengambil langkah-langkahdalam mengembalikan keamanan negara. Sejak
peristiwa inilah sejarahketatanegaraan Indonesiadikuasai oleh kekuasaan Orde Baru (Dardji
Darmodihardjo 1979).

Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut,
Indonesia menggunakan bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando.Di saat
menggunakan sistem ekonomi liberal, Indonesia menggunakan sistem pemerintahan
parlementer.Presiden Soekarno di gulingkan waktu Indonesia menggunakan sistem ekonomi
komando.
Pemerintahan Soekarno pada era 1960-an, masa ekonomi surut di Indonesia.Saat itu harga-
harga melambung tinggi, sehingga pada tahun 1966 mahasiswa turun ke jalan untuk mencegah rakyat
yang turun.Mereka menuntut Tritura. Jika saat itu rakyat yang turun, mungkin akan terjadi people
power seperti yang terjadi di Philipina.
Pemerintahan Rezim Militer (Orba) cukup baik pada era 1970-an dan 1980-an, namun
akhirnya kandas di penghujung 1990-an karena ketimpangan dari pemerintah itu sendiri. Di
pemerintahan Soekarno malah terjadi pergantian sistem pemerintahan berkali-kali.Liberal, terpimpin,
dsb mewarnai politik Orde Lama. Rakyat muak akan keadaan tersebut. Pemberontakan PKI pun
sebagian dikarenakan oleh kebijakan Orde Lama. PKI berhaluan sosialisme/komunisme (Bisa disebut
Marxisme atau Leninisme) yang berdasarkan asas sama rata, jadi faktor pemberontakan tersebut
adalah ketidakadilan dari pemerintah Orde Lama.
 Penerapan demokrasi orde lama
Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada
situasi dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi.Pada saat itu kondisi politik dan keamanan
dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam suasana transisional dari
masyarakat terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka.Masa orde lama adalah masa pencarian
bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan.Pancasila diimplementasikan
dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat 3 periode implementasi Pancasila
yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan periode 1959-1966.
Orde Lama telah dikenal prestasinya dalam memberi identitas, kebanggaan nasional dan
mempersatukan bangsa Indonesia. Namun demikian, Orde Lama pula yang memberikan peluang bagi
kemungkinan kaburnya identitas tersebut (Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945). Beberapa
peristiwa pada Orde Lama yang mengaburkan identitas nasional kita adalah; Pemberontakan PKI pada
tahun 1948, Demokrasi Terpimpin, Pelaksanaan UUD Sementara 1950, Nasakom dan Pemberontakan
PKI 1965.

D. DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945 PADA MASA ORDE BARU

Orde baru di bawah pimpinan Soeharto pada awalnya untuk mengembalikan keadaan setelah
pemberontakan PKI bertekad untuk mempelopori pembangunan nasional Indonesia sehingga orde
baru juga sering di istilahkan sebagai orde pembangunan. Untuk itu MPRS mengeluarkan berbagai
macam keputusan penting antara lain sebagai berikut:

i. Tap MPRS No. XVIII/MPRS/1966 tentang kabinet Ampera yang isinyamenyatakan


agar presiden menugasi pengemban Super Semar, JenderalSoeharto untuk segera membentuk
kabinet Ampera.
ii. Tap MPRS No. XVII/MPRS/1966 yang dengan permintaan maaf, menarik kembali
pengangkatan pemimpin Besar Revolusi menjadi presiden seumur hidup.
iii. Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPRGR mengenai sumber tertib
hukum republik Indonesia dan tata urutan perundang -undangan.
iv. Tap MPRS No. XXII/MPRS/1966 mengenai penyederhanaan kepartaian, keormasan dan
kekaryaan.
v. Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran partai komunis Indonesia dan
pernyataan tentang partai tersebut sebagai partai terlarang diseluruh wilayah Indonesia, dan larangan
pada setiap kegiatan untuk menyebar luaskan atau mengembangkan faham ajaran
komunisme/Marxisme, Leninisme.
Pada saat itu bangsa Indonesia dalam keadaan yang tidak menentu baik yang menyangkut
bidang politik, ekonomi maupun keamanan. Dalam keadaan yangdemikian inilah pada bulan Pebruari
1967 DPRGR mengeluarkan suatu resolusi yaitu meminta MPR(S) agar mengadakan sidang istimewa
pada bulan maret 1967. Sidang istimewa tersebut mengambil suatu keputusan sebagai berikut :

1. Presiden Soekarno tidak dapat memenuhi tanggungjawab konstitusional dan tidak menjalankan GBHN
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
2. Sidang menetapkan berlakunya Tap No. XV/MPRS/1966 tentang pemilihan/ penunjukan wakil
presiden dan tata cara pengangkatan pejabat presiden dan mengangkat Jenderal Soeharto.
Pengembangan Tap. No. 6 IX/MPRS/1966, sebagai pejabat presiden berdasarkan pasal 8 Undang-
Undang Dasar 1945 hingga dipilihnya presiden oleh MPR hasil pemilihan umum.
Dalam masa orde baru ini (1967-1997) pelaksanaan UUD 1945 belum juga murni dan
konsekuen, praktis kekuasaan presiden tidak secara langsung kekuasaan lembaga tertinggi dan tinggi
negara dibawah kekuasaan presidan tetapi seluruhnya hampir dituangkan dalam mekanisme
peraturan antara lain :

1. UU no.16/1969 dan UU no.5/1975 tentang kedudukan DPR, MPR, DPRD.


2. UU no.3/1975 dan UU no.3/1985 tentang parpol dan golkar.
3. UU no.15/969 dan UU no.4/1975 tentang pemilu.
Pada masa awal kekuasaan Orde Baru berupaya untuk memperbaiki nasib bangsa dalam
berbagai bidang antara lain dalam bidang politik, ekonomi, soaial,budaya maupun keamanan. Di
bidang politik dilaksanakanlah pemilu yang dituangkan dalam Undang-Undang No.15 tahun 1969
tentang pemilu umum, Undang-Undang No.16 tentang susunan dan kedudukan majelis
permusyawaratan rakyat, dewan perwakilan rakyat dan dewan perwakilan rakyat daerah. Atas
dasar ketentuan undang-undang tersebut kemudian pemerintah Orde Baru berhasil mengadakan
pemilu pertama.
Pada awalnya bangsa Indonesia memang merasakan perubahan peningkatan nasib bangsa
dalam berbagai bidang melalui suatu program negara yang dituangkan dalam GBHN yang disebut
pelita (pembangunan lima tahun). Hal ini wajar dirasakan oleh bangsa Indonesia karena sejak
tahun 1945 setelah kemerdekaan nasib bangsa Indonesia senantiasa dalam kesulitan
dan kemiskinan.Namun demikian lambat laun program-program negara buakannya diperuntukan
kepada rakyat melainkan demi kekuasaan. Mulailah ambisi kekuasaan orde baru menjalar keseluruh
sandi-sandi kehidupan ketatanegaraan Indonesia. Kekuasaan orde baru menjadi otoriter namun
seakan-akan dilaksanakan secara demokratis.

Penafsiran dan penuangan pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 tidak dilaksanakan sesuai
dengan amanat sebagaimana tertuang dan terkandung dalam Undang-Undang
Dasar tersebut melainkan dimanipulasikan demi kekuasaan. Bahkan pancasila pun diperalat demi
legitimasi kekuasaan dan tindakan presiden.Hal ini terbukti dengan adanya ketetapan MPR
No.II/MPR/1978. Tentang P-4 yang dalam kenyataannya sebagai media untuk propaganda kekuasaan
orde baru.Realisasi UUD 1945 lebih banyak memberikan porsi atas kekuasaan presiden.Walupun
sebenarnya UUD 1945 tidak mengamanatkan demikian.

E. Dinamika pelaksanaan pada masa reformasi

Kekuasaan Orde Baru di bawah Soeharto sampai tahun 1998 membawa ketatanegaraan Indonesia
tidak mengamanatkan nilai-nilai demokrasi sebagaimana yang tergantung dalam Pancasila yang
mendasarkan pada kerakyatan dimana rakyat memiliki kekuasaan tertinggi dalam Negara.
1. Krisis Multidimensi dan Munculnya Reformasi
Krisis moneter di Indonesia dimulai dengan menurunnya nilai tukar rupiah. Hal itu memicu
penurunan produktivitas ekonomi serta munculnya fungsi institusi ekonomi dalam mengatasi krisis
tersebut. Hal ini kemudian mengarah pada munculnya krisis legitimasi kepercayaan atas
pemerintahan Orde Baru yaitu krisis kepercayaan pada bidang politik, bidang hukum, bidang sosial
dan bidang ekonomi. Permasalahan krisis kepercayaan terhadap pemerintahan Orde Baru makin
meningkat dengan diangkatnya kembali Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia. Dimulai dari
krisis ekonomi yang menghantam Indonesia pada medio 1997, efek domino pun langsung mendera
masyarakat Indonesia diberbagai lini. Penurunan tingkat daya beli, munculnya krisis sosial, dan
meningkatnya pengangguran karena PHK menjadi permasalahan sosial yang krusial. Krisis politik, krisis
social, dan krisis legitimasi atas pemerintahan Orde Baru kemudian bermunculan sebagai reaksi
pertama.

 Krisis ekonomi
Krisis ekonomi melanda Indonesia pada 1997, merupakan sebuah efek domino dari krisis
ekonomi Asia yang melanda berbagai Negara, seperti Thailand, Filipina, dan Malaysia. Perkembangan
ekonomi Indonesia telah mengalami stagnansi sejak 1990-an.. barang-barang produksi Indonesia
menjadi tidak berdaya saing apabila dibandingkan dengan barang-barang luar negeri yang secara
bebas memasuki pasaran Indonesia. Oleh bank dunia, pembangunan ekonomi tergolong berhasil
apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Bank Dunia. Syarat-syarat tersebut diantaranya
adalah adanya peningkatan investasi di bidang pendidikan, yang ditandai dengan peningkatan sumber
daya manusia, rendahnya tingkat korupsi yang ada di tataran pemerintahan, dan adanya stabilitas dan
kredibilitas politik.. adanya krisis moneter ditandai dengan rendahnya mutu sumber daya manusia,
tingginya tingkat korupsi di instansi-instansi pemerintah, dan kondisi instabilitas politik.
Perekonomian Indonesia mengalami penurunan hingga mencapai 0% pada 1998.

Pada 15 januari 1998, presiden Soeharto menandatangani 50 butir Letter of Intent (Lol)
dengan disaksikan oleh direktur IMF Asia, Michel Camdessus, sebagai sebuah syarat untuk
mendapatkan kucuran dana bantuan luar negeri tersebut. Penanganan krisis ekonomi Indonesia pada
1997/1998, berujung pada munculnya krisis multidimensi, baik itu politik dan social, maupun krisis
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

 Krisis Sosial
Suhu politik ditataran elite yang makin memanas menimbulkan berbagai potensi perpecahan
social di masyarakat. Kelompok masyarakat yang menuntut presiden Soeharto mundur dari
pemerintahan diwakili oleh mahasiswa. Kelompok ini memiliki cita-cita reformasi terhadap Indonesia.
Organisasi yang berada pada jalur ini, diantaranya Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia
(KAMMI) dan Forum Kota (Fosrkot). Meskipun kedua organisasi mahasiswa tersebut memiliki napas
perjuangan yang berbeda, tetapi tetap memiliki tujuan yang sama, yakni menurunkan Soeharto dari
kursi kepresidenan, menghapus Dwi fungsi ABRI, dan mewujudkan reformasi Indonesia secara
optimal.

Kerusuhan sistematis yang terjadi dibeberapa daerah di Indonesia pada 13-14 mei 1998,
menjadi bukti dari adanya pergesekan social antarmasyarakat. Munculnya berbagai kerusuhan
horizontal ini merupakan implikasi dari kebijakan ekonomi sentralistik yang menimbulkan jurang
pemisah kesejahteraan yang begitu tinggi antara pusat dan daerah.

 Krisis Politik
Proses aspirasi politik ke pemerintahan tidak terdistribusi secara sempurna. Dengan demikian,
proses penyaluran aspirasi rakyat pun terhambat. Segala peraturan yang dibentuk oleh MPR/DPR
pada prinsipnya tidak berorientasi jangka panjang, melainkan semata-mata bertujuan untuk
memenuhi keinginan dan kepentingan para oknum-oknum tertentu. Selain itu, budaya korupsi, kolusi
dan nepotisme (KKN) telah mengakar kuat didalam tubuh birokrasi pemerintahan. Unsure legislative
yang sejatinya dilaksanakan oleh MPR dan DPR dalam membuat dasar-dasar hokum dan haluan
Negara menjadi sepenuhnya dilakukan oleh Presiden Soeharto. Kondisi ini memicu munculnya kondisi
status quo yang berakibat pada munculnya krisis politik, baik itu dalam tataran elite politik maupun
masyarakat yang mulai mempertanyakan legitimasi pemerintahan Orde baru.

2. Kronologi Jatuhnya Pemerintahan Orde Baru


Latar belakang krisis Asia dan tingginya KKN di Tubuh Pemerintahan Negara. Pemicu dari
kejatuhan Pemerintahan Orde Baru ini, antara lain adalah karena tingginya tingkat KKN (Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme) di dalam pemerintahan. Selain itu membengkakanya angka utang luar negeri
juga menjadi salah satu pemicu dari jatuhnya Orde Baru. Keadaan tersebut menimbulkan gerakan
masyarakat yang dipelopori generasi muda terutama mahasiswa sebagai sesuatu gerakan moral yang
memiliki kekuatan yang luar biasa yang menuntut adanya reformasi disegala bidang terutama bidang
politik, bidang ekonomi dan hukum

Para mahasiswa yang mempelopori gerakan reformasi kemudian menyusun agenda reformasi
yang ditujukan kepada pemerintah Orde baru. Isi dari agenda reformasi ini, antara lain terfokus pada
hal-hal berikut ini :

1. Mengadili Soeharto dan kroni-kroninya


2. Melakukan amandemen terhadap UUD 1945
3. Menghapus Dwi Fungsi ABRI didalam struktur pemerintahan Negara.
4. Penegakan supremasi hokum di Indonesia
5. Mewujudkan pemerintahan yang bersih dari unsure-unsur Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)
Menurunnya pamor pemerintahan Orde Baru telah dimulai semenjak penandatanganan
perjanjian pemberian dana bantuan pada Medio 1997. Akan tetapi, pemberian dana bantuan ini
sebenarnya mengandung 2 kelemahan utama bagi Indonesia dan hal ini disadari oleh rakyat.
Kelemahan pertama terletak pada posisi dana bantuan itu. Pemberian dana bantuan oeh IMF adalah
uang luar negeri yang harus dibayar kembali oleh Indonesia beserta bunganya. Kelemahan kedua
adalah penerapan Structural Adusment Program ( program penyesuaian strtuktural ) dari IMF yang
menyertai penurunan dana bantuan tersebut.

3. Kronologi Pengunduran Diri Soeharto dari Kursi Kepresidenan


Menanggapi kondisi perekonomian yang semakin parah, para mahasiswa bersama elemen-
elemen masyarakat yang tergabung dalam gerakan reformasi pun mulai bergerak untuk turun kejalan
berdemonstrasi menuntut penurunan harga. Aksi demonstrasi damaipun berjalan tertib, tetapi situasi
kemudian memanas ketika mahasiswa yang ingin melakukanlong march menuju DPR/MPR tidak
diperbolehkan oleh petugas. Bentrokan pun terjadi, dalam insiden bentrokan ini 4 mahasiswa tewas
yaitu, Elang Mulya Lesmana, Hafidhin Royan, Hendrawan Sie, dan Heri Hartanto. Mereka kemudian
diberi gelar Pahlawan Reformasi. Aksi di gedung MPR/DPR mencapai puncaknya pada 21 Mei 1998,
pada pukul 09.06 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya dari posisi presiden Republik
Indonesia. Momentum turunnya Soeharto pada 21 Mei 1998 mengakhiri pemerintahan Orde Baru
yang telah berjalan selama 32 tahun di Indonesia. Setelah Soeharto mundur dari singgasanahnya
kedudukan presiden digantikan oleh wakil presiden Prof. Dr. Bj. Habibie.

7. Perkembangan politik Setelah 21 Mei 1998

M.C. Ricklefs (seorang sejarawan Australia) melihat bahwa terdapat lima bidang yang menjadi
konsiderasi utama pemerintahan presiden Habibie, yakni masa depan reformasi, masa depan ABRI,
masa depan daerah-daerah yang ingin melepaskan diri dari Indonesia, masa depan Soeharto beserta
keluarga dan kroni-kroninya, dan masa depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Selanjutnya, 22 Mei 1998, Presiden B.J. Habibie membentuk susunan cabinet yang dinamakan cabinet
Reformasi Pembangunan. Kabinet yang beranggotakan 16 menteri ini memfokuskan pembenahan
ekonomi dalam lima bidang kerja utama, diantaranya sebagai berikut:

a. Melakukan proses rekapitulasi perbankan Indonesia.


b. Melaksanakan likuidasi bank-bank yang bermasalah.
c. Memperbaiki nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sehingga mencapai angka dibawah
Rp10.000,00.
d. Membangun konstruksi baru perekonomian Indonesia.
e. Melaksanakan syarat-syarat reformasi ekonomi yang diberikan IMF kepada Indonesia.

Pemberian Amnesti dan Munculnya Kebebasan Berpendapat

Tahanan-tahanan politik Orde Baru yang dimasukkan ke penjara dengan tuduhan subversive,
seperti mochtar Pakpahan dan Sri Bintang Pamungkas pun diberikan amnesty dan dibebaskan pada
masa pemerintahan Presiden Habibie. Amnesty pembebasan Sri Bintang Pamungkas dan Mochtar
Pakpahan ini dikukuhkan didalam Keppres No.80 Tahun 1998. Kebebasan berkumpul dan menyatakan
pendapat pun kembali terangkat. Hal ini dapat terlihat dari munculnya partai-partai politik dari
berbagai golongan da ideology.

Presiden Habibie juga mengeluarkan kebijakan untuk membuat Tim Gabungan Pencari Fakta
(TPGF). Tugas dari tim ini adalah mencari segala sesuatu yang berhubungan dengan kerusuhan 13-14
mei 1998 di Jakarta. TGPF diketuai oleh Marzuki Darusman, yang pada waktu itu menjabat sebagai
ketua Komnas HAM. TGPF , antara lain membawahi institusi-institusi, seperti Departemen Luar
negeri (Deplu), Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM),
Kejaksaan, lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), ABRI, dan Kepolisian. Selanjutnya TGPF
melaksanakan tugasnya untuk mengusut mengenai peristiwa seputar kerusuhan 13-14 Mei 1998
secara kronologis.

Presiden Habibie mengeluarkan suatu kebijakan, yang tertuang dalam Undang-Undang No.9
tahun 1998 yang berisi tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Tata cara
berdemonstrasipun dinyatakan didalam UU tersebut. Bentuk penyampaian pendapat dimuka umum
ini dapat berupa unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum, dan mimbar bebas. Ketentuan ini
dinyatakan didalam pasal 9 (2) UU No.9 Tahun 1998. Selain itu, Presiden Habibie juga mencabut UU
No. 11/PNS/1963 tentang Pemberantasan Aksi Subversi dengan mengeluarkan UU No.26 Tahun 1999.

4. Permasalahan Dwi Fungsi ABRI


Tuntutan untuk mengahapus Dwi fungsi ABRIpun menjadi isu utama dalam agenda reformasi.
Presiden Habibie menganggapi hal tersebut dengan menerapkan berbagai kebijakan. Kebijakan yang
diterapkan oleh Presiden Habibie, antara lain adalah memisahkan Kepolisian Republik Indonesia dari
tubuh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Kebijakan ini mulai diterapkan pada 5 mei 1999.
Pembenahan Dwi Fungsi ABRI didalam tubuh pemerintahan dilaksanakan dengan mereduksi
keberadaan ABRI didalam DPR. Pengurangan ini menetapkan hanya 38 kursi yang berasal dari ABRI,
sebelumnya terdapat 75 kursi. Dengan demikian, pelaksanaan doktrin Dwi Fungsi ABRI didalam tubuh
pemerintahan dapat dieliminir secara bertahap.

5. Reformasi Hukum dan Perundang-undangan


Di dalam Sidang Istimewa MPR tanggal 10-13 November 1998, terdapat perombakan besar-
besaran terhadap sistem hokum dan perundang-undangan tersebut. Adapun focus pembenahan
sector hokum dan perundang-undangan ini mengacu pada 12 ketetapan yang dibagi menjadi tiga
bagian besar yaitu:

 Bagian ketetapan yang terdiri dari enam ketetapan MPR baru, antara lainnya sebagai berikut.

1. Tap. MPR No. X/MPR/1998, Tentang pokok-pokok reformasi pembangunan dalam rangka
penyelamatan dan normalisasi kehidupan nasional sebagai haluan negara

2. Tap. MPR No. XI/MPR/1998, tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi
dan nepotisme
3. Tap. MPR No. XIII/MPR/1998, tentang pembatasan masa jabatan Presiden dan wakil presiden republik
Indonesia

4. Tap. MPR No. XV/MPR/1998, tentang penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan, pembagian, dan
pemanfaatan sumber daya nasional, yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pussat dan
daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Tap. MPR No. XVI/MPR/1998, tentang politik ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi.

6. Tap. MPR No. XVII/MPR/1998, tentang hak asasi manusia

 Bagian ketetapan yang terdiri dari dua ketetapan yang mengubah dan menambah ketetapan
lama.

1. Tap. MPR No. VII/MPR/1998, tentang perubahan dan tambahan atas ketetapan majelis
permusyawatan rakyat Republik Indonesia nomor I/MPR/1983, tentang peraturan tata tertib majelis
permusyawaratan rakyat Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah
terakhir dengan ketetapan majelis permusyawaratan rakyat Republik Indonesia nomor I/MPR/19988

2. Tap. MPR No. XIV/MPR/1998, tentang perubahan dan tambahan atas ketetapan majelis
permusyawaratan rakyat Republik Indonesia nomor III/MPR/1988 tentang pemilihan umum

 Bagian yang berisi empat ketetapan yang bersifat mencabut ketetapan-ketetapan MPR terdahulu,
adalah sebagai berikut:
1. Tap. MPR No. IX/MPR/1998.

2. Tap. MPR No. XII/MPR/1998, tentang pencabutan ketetapan majelis permusyawaratan rakyat
Republik Indonesia nomor V/MPR/1988 tentang pemberian tugas dan wewnang khusus
kepada presiden /mandataris majelis permusyawaratan rakyat Republik Indonesia dalam
rangka penyusunan dan pengamanan pembangunan nasional sebagai pengamanan

3. Tap. MPR No. V/MPR/1998, tentang pemberian tugas dan wewenang khusus kepada
presiden/mandataris majelis permusyawaratan rakyat Republik Indonesia dalam rangka
penyuksesan dan pengamatan pembangunan nasional sebagai pengamalan pancasila

Era baru dalam reformasi hokum dan perundang-undangan pada masa pemerintahan Presiden
Habibie menjadi semacam pemecah kekakuan sistem hokum di Indonesia selama Orde Baru.
6. Pemilihan Umum 1999
Ditetapkan 3 undang-undang politik baru yang ditandatangani pada 1 Februari 1999. Isinya
menyangkut undang-undang mengenai partai politik, proses pemilihan umum, serta susunan dan
kedudukan (susduk) MPR, DPR, dan DPRD. Setelah itu presiden membentuk Komisi Pemilihan Umum
(KPU) yang anggota-anggotanya terdiri dari wakil parpol dan wakil pemerintah. Berdasarkan undang-
undang yang telah disahkan pada 1 februari 1999 tersebut, hanya 48 partai politik yang lolos untuk
melaju diputaran pemilihan umum dari 112 partai politik yang mendaftar. Panitia yang bertugas untuk
menyaring partai-partai politik itu dinamakan Panitia 11.

Sistem pengaturan pemilu 1999 diatur dalam UU No.3 Tahun 1999. Didalam peraturan ini,
ditetapkan bahwa peraturan pemilihan umu bersifat campuran antara sistem proporsional dan sistem
distrik. Pemilihan umum tingkat nasional akhirnya digelar pada 7 Juni 1999. Dari 48 partai politik yang
berpartisipasi didalam pemilu 1999, terdapat 5 partai besar yang menempati urutan tertinggi, yaitu
PDI-P, Golkar, PKB, PPP, dan PAN. Perolehan jumlah suara partai secara keseluruhan ini juga digunakan
untuk menghitung pembagian antara wakil-wakil yang berasal dari utusan golongan maupun yang
berasal dari utusan daerah.

7. Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Pasca-Reformasi


Tingginya tingkat intensitas konflik politik internal dalam negeri membuat konsentrasi
penanganan masalah ekonomi dan social menjadi tidak optimal. Selain itu, dorongan IMF untuk
menerapkan Structural Adjustment Program (Program Penyesuaian Struktural) di Indonesia tidak
menambah ringan beban ekonomi bangsa. Penyebabnya adalah bahwa paket-paket kebijakan yang
disodorkan oleh IMF tersebut sebenarnya tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh rakyat Indonesia.

Premis IMF yang melihat bahwa adanya peningkatan ketahan ekonomi suatu Negara akan secara
langsung berimbas pada peningkatan ketahanan social masyarakat, kemudian terpatahkan dalam
kasus Indonesia. Kondisi social dan ekonomi masyarakat Indonesia tidak menunjukkan hasil yang
membaik. Memburuknya kondisi social dan ekonomi Indonesia pascareformasi salah satunya dapat
dilihat dari poin kebijakan penghapusan subsidi bagi masyarakat yang disodorkan oleh IMF.
Pemerintah tidak boleh memberikan subsidi yang signifikan untuk meningkatkan perekonomian
masyarakat, baik itu dalam bentuk subsidi usaha maupun proteksionisme terhadap sector ekonomi
local. Meningkatnya angka pengangguran, melambatnya laju pertumbuhan ekonomi, dan makin
meningginya angka kriminalitas menjadi warna dari krisis multidimensi yang dihadapi oleh Indonesia
pascareformasi. Menurunnya investasi asing di Indonesia juga menjadi salah satu penyebab
melambatnya kinerja ekonomi ini. Perwujudan lapangan pekerjaan menjadi hal yang konkret untuk
menanggulangi krisis multidimensi tesebut. Proyek pembenahan kondisi ekonomi dan social yang
dicanangkan pemerintah era reformasi,antara lain berfokus pada hal-hal sebagai berikut:
1. Meningkatkan lapangan pekerjaan seoptimal mungkin.

2. Menyediakan barang-barang kebutuhan pokok masyarakat.

3. Optimalisasi fasilitas umum bagi masyarakat.

4. Mengoptimalkan sector pendidikan.

5. Memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk akses kesehatan.

8. Perkembangan Bahasa dan Karya Sastra Pasca Reformasi


Seperti yang dikatakan oleh Zaelani Tamaka perkembangan sastra cenderung mengikuti
perkembangan politik. Kekhasan yang ditimbulkan oleh para pengarang dari perubahan social ini
dimasukkan kedalam sbuah istilah yang mewakili keberadaan para pengarang yaitu angkatan
reformasi. Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya karya-karya sastra yang berupa puisi,
cerpen, maupun novel, yang bertema sosial-politik, khususnya seputar reformasi.

Berbagi bentuk seperti novel, puisi, drama, dan prosa menggambarkan keadaan, akibat dan
semua perasaan yang tercampur baur dengan keadaan politik saat itu. Bahkan, penyair-penyair yang
pada awalnya menulis karya sastra jauh dari tema-tema social politik, seperti Sutardji Calzoum Bachri,
Ahmadun yosi herfanda, dan Acep zamzam noer, juga ikut menulis sajak-sajak dengan tema social-
politik. Namun, wacana tentang keberadaan angkatan reformasi tidak menarik banyak pihak untuk
turut serta menilik dan menikmati karya mereka. Sehingga oleh Koriee Layun Rampan dilemparkan
wacana tentang sastrawan angkatan 2000 yang karya-karyanya banyak berisi masalah-masalah sosial
politik.

12. Kelebihan-kelebihan pada masa Reformasi

 Munculnya kesadaran masyarakat akan pentingnya reformasi bagi bangsa Indonesia.


 Kebebasan berpendapat kembali ditegakkan.
 Pengurangan masalah Dwi Fungsi ABRI dalam pemerintahan.
 Melakukan reformasi hukum dan perundang-undangan di Indonesia.
 Adanya jaminan terhadap Hak Asasi Manusia.
 Sector social politik Indonesia menjadi terbuka.
 Pemilu yang tadinya hanya dapat diikuti oleh 3 parpol saja sekarang dapat diikuti oleh 48 parpol
melalui seleksi.
 Kekakuan hukum masa Orde Baru menjadi terpecah atau mulai lenyap.
 Pemerintah memikirkan masalah social yang dialami masyarakat dengan mewujudkan program
membentuk lapangan pekerjaan bagi pengangguaran.
 Corak karya sastra menjadi lebih berwarna dan banyak jenisnya sesuai dengan kondisi social-politik
saat itu.
 Pemublikasian karya sastra menjadi lebih mudah dan terbantu karena adanya media komunikasi.
12. Kekurangan-kekurangan pada masa Reformasi

 Adanya perpecahan presepsi antara mahasiswa dan kelompok masyarakat mengenai pengangkatan
B.J Habibie sebagai Presiden.
 Tidak adanya pemberian subsidi terhadap masyarakat.
 Keputusan reformasi ekonomi yang dibutuhkan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan masyarakat.
 Terlalu dibebani oleh program penyesuaian structural dari IMF.
 Posisi militer tidak mendapat tempat yang cukup baik dihati masyarakat.
 Penanganan masalah ekonomi dan social menjadi tidak optimal karena konflik politik internal dalam
negeri.
 Adanya krisis multidimensi yang dihadapi oleh Indonesia.
 Pemerintah hanya terfokus pada perbaikan ekonomi.
 Kurangnya minat para pembaca pada karya sastra angkatan reformasi.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. UUD 1945 merupakan peraturan perundang-undangan tertinggi dalam Negara dan menjadi hukum
dasar tertulis Negara, yang bersifat mengikat dan berisi aturan yang harus ditaati oleh setiap warga
negara.
2. Pada awal masa Indonesia setelah memproklamasikan kemerdekaan, Sistem pemerintahan
berdasarkan UUD 1945 belum dapat dilaksanakan. Pada tahun ini di bentuklah DPA sementara,
sedangkan DPR dan MPR belum dapat dibentuk karena harus melalui pemilu. Waktu itu masih di
berlakukan pasal aturan peralihan pasal IV yang menyatakan, “Sebelum Majelis Permusyawaratan
Rakyat,Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-
Undang Dasar, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah komite
nasional.”
3. Sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 juli 1959 itu maka UUD 1945 berlaku kembali di Negara
Republik Indonesia.Dengan dipelopori oleh pemuda, pelajar, dan mahasiswa rakyat
IndIndonesiamenyampaikan Tritula (Tri Tuntutan Rakyat) yang meliputi,
a. Bubarkan PKI.
b. Bersihkan kabinet dari unsur-unsur KPI.
c. Turunkan harga/perbaikan ekonomi.
Beberapa peristiwa pada Orde Lama yang mengaburkan identitas nasional kita adalah;
Pemberontakan PKI pada tahun 1948, Demokrasi Terpimpin, Pelaksanaan UUD Sementara 1950,
Nasakom dan Pemberontakan PKI 1965.
4. Pelaksanaan UUD 1945 pada masa Orde Baru masih terjadi banyak penyimpangan meskipun telah
dilakukan berbagai upaya oleh MPRS untuk mengatasinya yakni salah satunya dengan mengeluarkan
Tap MPRS dan sidang istimewa yang dilakukan oleh MPRS
5. Pelaksanaan dinamika UUD 1945 pada orde reformasi masih banyak penyimpangan yang terjadi
karena pada masa ini belum semua UUD 1945 dilaksanakan dan masih adanya korupsi, kolusi dan
nepotisme. Sehingga memunculkan orde ini terjadi krisis ekonomi, krisis social, krisis politik dan krisis
hukum.

B. SARAN

Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca sekalian serta menjadi jalan untuk kita mempelajari
dinamika pelaksanaan UUD 1945 di indonesia lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai