Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan industri di Indonesia saat ini semakin maju tetapi
perkembangan itu belum di imbangi dengan kesadaran untuk memahami dan
melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara benar supaya
untuk mencegah kecelakaan yang sering terjadi di tempat kerja. K3
merupakan suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmani maupun rohani. dengan K3 maka para pihak
diharapkan dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman. Sehingga
diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan
tingkat kesehatan yang tinggi (Sucipto, 2014)
Industri konstruksi menempati peringkat pertama pekerjaan paling
berbahaya di dunia (Khosravi dkk, 2011). Dalam industri konstruksi, risiko
kecelakaan kerja fatal 5 kali lebih tinggi dan risiko cedera utama 2,5 kali
lebih tinggi dari pada sektor manufaktur, sementara itu biaya yang harus
dikeluarkan akibat kecelakaan kerja sektor ini diperkirakan menghabiskan 10
miliar USD lebih per tahun. Kecelakaan yang terjadi pada satu pekerjaan
konstruksi kebanyakan disebabkan oleh tenaga kerja yang tidak
berpengalaman terhadap apa yang dia kerjakan, peralatan yang sudah tidak
layak untuk untuk dipakai, kondisi lingkungan kerja yang tidak aman,
menggunakan peralatan tidak sesuai dengan peruntukannya, perilaku
karyawan kurang peduli terhadap safety, serta management perusahaan yang
belum peduli sepenuhnya terhadap safety serta metode kerja yang tidak aman.
Untuk kecelakaan akibat kesalahan metoe kerja dapat dihindari dengan
membuat keputusan yang tepat saat fase enggineering and design, dan ini
merupakan tanggung jawab engineer, sementara untuk penyebab kecelakaan
yang lainnya merupakan tanggung jawab kontraktor untuk memeprhatikan
hal tersebut. (Wiryanto Dewobroto, 2007).
Data International Labour Organization (ILO) tahun 2013, 1 pekerja di
dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja
mengalami sakit akibat kerja. Tahun sebelumnya (2012) ILO mencatatat
angka kematian dikarenakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK)
sebanyak 2 juta kasus setiap tahun (ILO, 2014).
Data BPJS Ketenaga kerjaan tahun 2015 mencatat sebanyak 105.182 kasus
kecelakaan kerja yang terjadi di Indonesia 2.375 diantaranya mengakibatkan
korban meninggal. Jumlah kecelakaan kerja yang tecatat merupakan
fenomena gunung es, di mana adanya kemungkinan dilapangan menunjukkan
tingkat kecelakaan kerja yang lebih tinggi namun tidak tercatat (BPJS
Ketenagakerjaan, 2015). Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan menyatakan bahwa terjadi 100.000 tenaga kerja di Indonesia
mengalam kecelakaan kerja setiap tahunnya. Sektor yang mengalami
kecelakaan kerja tertinggi yaitu sektor konstruksi sebesar 30% dari jumlah
kecelakaan kerja yang terjadi di Indonesia (BPJS Ketenagakerjaan, 2016).
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencatat, pada
tahun 2017 angka kecelakaan kerja yang dilaporkan mencapai 123.041 kasus,
terjadi peningkatan kecelakaan kerja sekira 20% dibandingkan 2016 secara
nasional. Total kecelakaan pada tahun 2017 sebanyak 123 ribu kasus den,gan
nilai klaim Rp 971 miliar lebih. Angka ini meningkat dari tahun 2016 dengan
nilai klaim Rp 792 miliar lebih. Sementara sepanjang 2018 mencapai 173.105
kasus dengan klaim Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar Rp 1,2 triliun.
Setiap tahunnya, rata-rata BPJS Ketenagakerjaan melayani 130 ribu kasus
kecelakaan kerja, dari kasus-kasus ringan sampai dengan kasus-kasus yang
berdampak fatal.
Pencegahan dan pengurangan kecelakaan serta penyakit akibat kerja dapat
dilakukan dengan menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja (SMK3). Hal ini disebabkan oleh kecelakaan kerja selama ini sebagian
besar disebabkan oleh faktor manajemen, di samping faktor manusia dan
teknis. Penerapan SMK3 sebagaimana tercantum dalam Permenaker RI
Nomor 05 Tahun 1996 yang sekarang berganti menjadi PP 50 tahun 2012
yang menyebutkan bahwa komunikasi dalam hal ini komunikasi K3
merupakan bagian dari kegiatan pendukung.
Suatu program keselamatan dan kesehatan kerja akan berfungsi secara
efektif, apabila program keselamatan dan kesehatan kerja tersebut dapat
dikomunikasikan pihak perusahaan kepada seluruh lapisan individu yang
terlibat dalam proyek konstruksi. Program keselamatan dan kesehatan kerja
sebaiknya di mulai dari tahap yang paling dasar, yaitu pembentukan budaya
keselamatan dan kesehatan kerja. PT Adhi Persada Gedung didirikan pada
tanggal 10 Desember 2013 bergerak di bidang jasa konstruksi khususnya
konstruksi bangunan bertingkat (high-rise building). Perusahaan ini
dikembangkan untuk menjawab tantangan dalam pertumbuhan industri bisnis
jasa konstruksi, khususnya high-rise building, yang mengalami peningkatan
pesat.
PT Adhi Persada Gedung telah menjalankan SMK3 sesuai PP. Nomor
50 Tahun 2012 serta memiliki program terkait pengendalian
adminitratif yang rutin dilaksanakan untuk mencapai tujuan dan sasaran
departemen. Dalam mencegah kecelakaan kerja, PT Adhi Persada Gedung
telah menerapkan salah satu kebijakan pemerintah yang harus ada dalam
proyek kontruksi yaitu program safety patrol yang terdapat dalam
Permenaker No. 05/MEN/1996. Safety patrol merupakan salah satu sarana
penunjang dalam upaya mencegah terjadinya bahaya dan kecelakaan di
tempat kerja, serta berbagai temuan masalah dalam safety patrol dapat
didiskusikan, untuk dapat di laporkan atau di evaluasi.
Hal ini di perkuat dari Hasil penelitian (Ike Pratiwi, 2017) Gambaran
Program Safety Patrol di PT Adhi Karya (Persero) Tbk, menunjukkan
Program Safety patrol yang dilakukan sangat efektif dalam mengkaji kembali
temuan di lapangan berupa unsafe action dan unsafe condition kemudian
forum membahas hal-hal yang perlu dilakukan agar temuan tersebut dapat
ditindaklanjuti dengan harapan dapat mencegah terjadianya kecelakaan kerja.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melihat “Gambaran
Penerapan Safety Patrol Guna Menurunkan Angka Kecelakaan Kerja Di PT
Adhi Persada Gedung Proyek Trans Park Bintaro Tahun 2019”

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui Gambaran Penerapan Safety Patrol Guna Menurunkan Angka
Kecelakaan Kerja Di PT Adhi Persada Gedung Proyek Trans Park Bintaro
Tahun 2019.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui gambaran perencanaan program safety patrol di Unit HSE PT.
Adhi Persada Gedung Proyek Trans Park Bintaro Tahun 2019.
b. Mengetahui gambaran pengorganisasian program safety patrol di Unit
HSE PT. Adhi Persada Gedung Proyek Trans Park Bintaro Tahun 2019.
c. Mengetahui gambaran pelaksanaan program safety patrol di Unit HSE PT.
Adhi Persada Gedung Proyek Trans Park Bintaro Tahun 2019.
d. Mengetahui gambaran monitoring dan evaluasi program safety patrol di
Unit HSE PT. Adhi Persada Gedung Proyek Trans Park Bintaro Tahun
2019.

C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Mendapatkan gambaran program safety patrol dari berbagai permasalahan
di lapangan.
b. Mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang lebih aplikatif sesuai
peminatan keselamatan dan kesehatan kerja industri.
2. Bagi STIKes Kharisma Persada
a. Hasil magang diharapkan dapat menjadi informasi terhadap penelitian
selanjutnya.
b. Terbinanya suatu jaringan kerjasama dengan institusi lahan magang dalam
upaya meningkatkan keterkaitan dan kesepadanan antara substansi
akademik dengan pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia
yang dibutuhkan dalam pembangunan kesehatan.
c. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi tambahan
bagi civitas academica prodi kesehatan masyarakat STIKes Kharisma
Persada pamulang terurama mengenai gambaran program safety patrol di
Unit HSE PT. Adhi Persada Gedung.
3. Bagi PT. Adhi Persada Gedung
a. Hasil magang diharapkan dijadikan saran untuk perbaikan pelaksanaan
program safety patrol di Unit HSE PT. Adhi Persada Gedung Proyek
Trans Park Bintaro Tahun 2019.
b. Dapat mengembangkan kemitraan dengan fakultas dan institusi lain yang
terlibat dalam magang, baik untuk kegiatan penelitian maupun
pembangunan.

Anda mungkin juga menyukai