Anda di halaman 1dari 8

PTERIGIUM

A. Definisi
Pterygium berasal dari bahasa Yunani yaitu “Pteron” yang artinya sayap
(wing). Pterygium didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada
subkonjungtiva dan tumbuh menginfiltrasi permukaan kornea, umumnya bilateral di
sisi nasal, biasanya berbentuk segitiga dengan kepala/apex menghadap ke sentral
kornea dan basis menghadap lipatan semilunar pada cantus.1,2,3
Pterygium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang
bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak
bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterygium
berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Pterigium
mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterygium akan berwarna
merah. 4

B. Epidemiologi
Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas
dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang sering
mempengaruhi adalah daerah dekat dengan ekuator yaitu daerah <370 lintang utara
dan selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22 % di daerah dekat ekuator dan
<2 % pada daerah di atas lintang 400. 5
Di Amerika Serikat, kasus pterygium sangat bervariasi tergantung pada lokasi
geografisnya. Di daratan Amerika Serikat, prevalensinya berkisar kurang dari 2%
untuk daerah di atas 40o lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 28-
36o. Sebuah hubungan terdapat antara peningkatan prevalensi dan daerah yang
terkena paparan ultraviolet lebih tinggi di bawah garis lintang. Sehingga dapat
disimpulkan penurunan angka kejadian di lintang atas dan peningkatan relatif angka
kejadian di lintang bawah. Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium.
Prevalensi pterygium meningkat dengan umur, terutama dekade ke 2 dan 3
kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20-49 tahun. Pterygium rekuren sering
terjadi pada umur muda dibandingkan dengan umur tua. Laki-laki 4 kali lebih berisiko
daripada perempuan dan berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah dan
riwayat paparan lingkungan di luar rumah. 5,6
C. Etiologi
Hingga saat ini etiologi pasti pterygium masih belum diketahui secara pasti.
Beberapa faktor resiko pterygium antara lain adalah paparan ultraviolet, mikro trauma
kronis pada mata, infeksi mikroba atau virus. Selain itu beberapa kondisi kekurangan
fungsi lakrimal film baik secara kuantitas maupun kualitas, konjungtivitis kronis dan
defisiensi vitamin A juga berpotensi menimbulkan pterygium. Selain itu ada juga
yang mengatakan bahwa etiologi pterygium merupakan suatu fenomena iritatif akibat
pengeringan dan lingkungan dengan banyak angin karena sering terdapat pada orang
yang sebagian besar hidupnya berada di lingkungan yang berangin, penuh sinar
matahari, berdebu dan berpasir. Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota
keluarga dengan pterygium dan berdasarkan penelitian menunjukkan riwayat keluarga
dengan pterygium, kemungkinan diturunkan autosom dominan. 2,5,7
Terdapat banyak perdebatan mengenai etiologi atau penyebab pterygium.
Disebutkan bahwa radiasi sinar Ultra violet B sebagai salah satu penyebabnya. Sinar
UV-B merupakan sinar yang dapat menyebabkan mutasi pada gen suppressor tumor
p53 pada sel-sel benih embrional di basal limbus kornea. Tanpa adanya apoptosis
(program kematian sel), perubahan pertumbuhan faktor Beta akan menjadi berlebihan
dan menyebabkan pengaturan berlebihan pula pada sistem kolagenase, migrasi seluler
dan angiogenesis. Perubahan patologis tersebut termasuk juga degenerasi elastoid
kolagen dan timbulnya jaringan fibrovesikular, seringkali disertai dengan inflamasi.
Lapisan epitel dapat saja normal, menebal atau menipis dan biasanya menunjukkan
dysplasia. 7
Terdapat teori bahwa mikrotrauma oleh pasir, debu, angin, inflamasi, bahan
iritan lainnya atau kekeringan juga berfungsi sebagai faktor resiko pterygium. Orang
yang banyak menghabiskan waktunya dengan melakukan aktivitas di luar ruangan
lebih sering mengalami pterygium dan pinguekula dibandingkan dengan orang yang
melakukan aktivitas di dalam ruangan. Kelompok masyarakat yang sering terkena
pterygium adalah petani, nelayan atau olahragawan (golf) dan tukang kebun.
Kebanyakan timbulnya pterygium memang multifaktorial dan termasuk kemungkinan
adanya keturunan (faktor herediter). 7

D. Patofisiologi
Terjadinya pterygium sangat berhubungan erat dengan paparan sinar matahari,
walaupun dapat pula disebabkan oleh udara yang kering, inflamasi, dan paparan
terhadap angin dan debu atau iritan yang lain. UV-B merupakan faktor mutagenik
bagi tumor supressor gene p53 yang terdapat pada stem sel basal di limbus. Ekspresi
berlebihan sitokin seperti TGF-β dan VEGF (vascular endothelial growth factor)
menyebabkan regulasi kolagenase, migrasi sel, dan angiogenesis. 7
Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan
subepitelial fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva mengalami degenerasi elastoid
(degenerasi basofilik) dan proliferasi jaringan granulasi fibrovaskular di bawah epitel
yaitu substansia propia yang akhirnya menembus kornea. Kerusakan kornea terdapat
pada lapisan membran Bowman yang disebabkan oleh pertumbuhan jaringan
fibrovaskular dan sering disertai dengan inflamasi ringan. Kerusakan membran
Bowman ini akan mengeluarkan substrat yang diperlukan untuk pertumbuhan
pterygium. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia. 5,7
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan
defisiensi limbal stem cell, terjadi konjungtivalisasi pada permukaan kornea. Gejala
dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi,
inflamasi kronis, kerusakan membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik.
Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan oleh karena itu banyak penelitian yang
menunjukkan bahwa pterygium merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi
localized interpalpebral limbal stem cell. Pterygium ditandai dengan degenerasi
elastotik dari kolagen serta proliferasi fibrovaskuler yang ditutupi oleh epitel. Pada
pemeriksaan histopatologi daerah kolagen abnormal yang mengalami degenerasi
elastolik tersebut ditemukan basofilia dengan menggunakan pewarnaan hematoxylin
dan eosin, Pemusnahan lapisan Bowman oleh jaringan fibrovascular sangat khas.
Epitel diatasnya biasanya normal, tetapi mungkin acanthotic, hiperkeratotik, atau
bahkan displastik dan sering menunjukkan area hiperplasia dari sel goblet. 2,5,6,7

E. Tanda Gejala
Pterygium biasanya terjadi secara bilateral, namun jarang terlihat simetris,
karena kedua mata mempunyai kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar
ultraviolet, debu dan kekeringan. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal karena daerah
nasal konjungtiva secara relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih banyak
dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain. Selain secara langsung, bagian
nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet secara tidak langsung akibat
pantulan dari hidung. 2
Pterygium yang terletak di nasal dan temporal dapat terjadi secara bersamaan
walaupun pterygium di daerah temporal jarang ditemukan. Perluasan pterygium dapat
sampai ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi sumbu penglihatan dan
menyebabkan penglihatan kabur. 2
Secara klinis muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang
meluas ke kornea pada daerah fissura interpalpebra. Biasanya pada bagian nasal tetapi
dapat juga terjadi pada bagian temporal. Deposit besi dapat dijumpai pada bagian
epitel kornea anterior dari kepala pterygium (stoker’s line). 2
Gejala klinis pterygium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa
keluhan sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien
antara lain:
 Mata sering berair dan tampak merah
 Merasa seperti ada benda asing
 Timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan
pterygium
 Pada pterygium derajat 3 dan 4 dapat terjadi penurunan tajam
penglihatan
 Dapat terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan
mata. 2

F. Interpretasi Pemeriksaan
Pada inspeksi pterygium terlihat sebagai jaringan fibrovaskular pada
permukaan konjuntiva. Pterygium dapat memberikan gambaran yang vaskular dan
tebal tetapi ada juga pterygium yang avaskuler dan flat. Perigium paling sering
ditemukan pada konjungtiva nasal dan berekstensi ke kornea nasal, tetapi dapat pula
ditemukan pterygium pada daerah temporal. 6
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada pterygium adalah topografi
kornea untuk menilai seberapa besar komplikasi berupa astigmtisme ireguler yang
disebabkan oleh pterygium. 6

G. Diagnosis dan Diagnosis Banding


Penderita dapat melaporkan adanya peningkatan rasa sakit pada salah satu atau
kedua mata, disertai rasa gatal, kemerahan dan atau bengkak. Kondisi ini mungkin
telah ada selama bertahun-tahun tanpa gejala dan menyebar perlahan-lahan, pada
akhirnya menyebabkan penglihatan terganggu, ketidaknyamanan dari peradangan dan
iritasi. Sensasi benda asing dapat dirasakan, dan mata mungkin tampak lebih kering
dari biasanya. Penderita juga dapat melaporkan sejarah paparan berlebihan terhadap
sinar matahari atau partikel debu. 6
Uji ketajaman visual dapat dilakukan untuk melihat apakah visi terpengaruh.
Dengan menggunakan slitlamp diperlukan untuk memvisualisasikan pterygium
tersebut. Dengan menggunakan sonde di bagian limbus, pada pterigium tidak dapat
dilalui oleh sonde seperti pada pseudopterigium. 6

Diagnosis banding:

1. Pinguekula
Bentuknya kecil dan meninggi, merupakan massa kekuningan berbatasan dengan
limbus pada konjungtiva bulbi di fissura intrapalpebra dan kadang terinflamasi.
Tindakan eksisi tidak diindikasikan pada kelainan ini. Prevalensi dan insiden
meningkat dengan meningkatnya umur. Pingecuela sering pada iklim sedang dan
iklim tropis. Angka kejadian sama pada laki laki dan perempuan. Paparan sinar
ultraviolet bukan faktor resiko pinguecula. 6

2. Pseudopterigium
Pertumbuhannya mirip dengan pterygium karena membentuk sudut miring atau
Terriens marginal degeneration. Selain itu, jaringan parut fibrovaskular yang
timbul pada konjungtiva bulbi pun menuju kornea. Namun berbeda dengan
pterygium, pseudopterygium merupakan akibat inflamasi permukaan okular
sebelumnya seperti pada trauma, trauma kimia, konjungtivitis sikatrikal, trauma
bedah atau ulkus perifer kornea. Pada pseudopterigium yang tidak melekat pada
limbus kornea, maka probing dengan muscle hook dapat dengan mudah melewati
bagian bawah pseudopterigium pada limbus, sedangkan pada pterygium tak dapat
dilakukan. Pada pseudopteyigium tidak didapat bagian head, cap dan body dan
pseudopterygium cenderung keluar dari ruang interpalpebra fissure yang berbeda
dengan true pterigium. 6

H. Tatalaksana
1. Konservatif
Penanganan pterygium pada tahap awal adalah berupa tindakann konservatif
seperti penyuluhan pada pasien untuk mengurangi iritasi maupun paparan sinar
ultraviolet dengan menggunakan kacamata anti UV dan pemberian air mata
buatan/topical lubricating drops. 7
2. Tindakan operatif
Adapun indikasi operasi menurut Ziegler dan Guilermo Pico, yaitu: 7
Menurut Ziegler :
1) Mengganggu visus
2) Mengganggu pergerakan bola mata
3) Berkembang progresif
4) Mendahului suatu operasi intraokuler
5) Kosmetik

Menurut Guilermo Pico :

1) Progresif, resiko rekurensi > luas


2) Mengganggu visus
3) Mengganggu pergerakan bola mata
4) Masalah kosmetik
5) Di depan apeks pterygium terdapat Grey Zone
6) Pada pterygium dan kornea sekitarnya ada nodul
7) Terjadi kongesti (klinis) secara periodik
Pada prinsipnya, tatalaksana pterygium adalah dengan tindakan operasi. Ada
berbagai macam teknik operasi yang digunakan dalam penanganan pterygium di
antaranya adalah:

1) Bare sclera : bertujuan untuk menyatukan kembali konjungtiva dengan


permukaan sklera. Kerugian dari teknik ini adalah tingginya tingkat rekurensi
pasca pembedahan yang dapat mencapai 40-75%
2) Simple closure : menyatukan langsung sisi konjungtiva yang terbuka, diman
teknik ini dilakukan bila luka pada konjuntiva relatif kecil
3) Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas eksisi untuk
memungkinkan dilakukannya penempatan flap
4) Rotational flap : dibuat insisi berbentuk huruf U di sekitar luka bekas eksisi
untuk membentuk seperti lidah pada konjungtiva yang kemudian diletakkan
pada bekas eksisi
5) Conjungtival graft : menggunakan free graft yang biasanya diambil dari
konjungtiva bulbi bagian superior, dieksisi sesuai dengan ukuran luka
kemudian dipindahkan dan dijahit atau difiksasi dengan bahan perekat
jaringan (misalnya Tisseel VH, Baxter Healthcare, Dearfield, Illionis). 7

I. Pencegahan
Pada penduduk di daerah tropik yang bekerja di luar rumah seperti nelayan, petani
yang banyak kontak dengan debu dan sinar ultraviolet dianjurkan memakai kacamata
pelindung sinar matahari.

J. Prognosis
Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. Kebanyakan pasien
dapat beraktivitas lagi setelah 48 jam post operasi. Pasien dengan pterygium rekuren
dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva autograft atau transplantasi
membran amnion. 6

DAFTAR PUSTAKA
1. Ardalan Aminlari, MD, et al. Management of Pterygium. Opthalmic Pearls. 2010
2. Caldwell, M. Pterygium. 2011. Website: www.eyewiki.aao.org/Pterygium , pada
1 Februari 2017
3. Riordan, Paul, et al. Vaughan & Asbury’s Oftalmologi Umum: edisi 17. Jakarta :
EGC. 2010
4. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata edisi 6. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2006
5. Laszuarni. Prevalensi Pterygium di Kabupaten Langkat. Tesis Dokter Spesialis
Mata. Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. 2009
6. Jerome P Fisher, Pterygium. 2011. Website:
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview , pada 1 Februari 2017
7. Skuta, Gregory L. et al. Clinical Approach to Depositions and Degenerations of
the Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In: External Disease and Cornea. San
Fransisco : American Academy of Ophtalmology. 2008

Anda mungkin juga menyukai