Anda di halaman 1dari 10

SYOK (HIPOVOLEMIK, KARDIOGENIK)

A. Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang
menyebabkan ketidak cukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan
akibat gangguan mekanisme homeostasis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc
Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostasis, syok adalah keadaan tidak
cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan.1

B. Etiologi
Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik disebabkan oleh penurunan volume darah efektif. Kekurangan
volume darah sekitar 15 sampai 25 persen biasanya akan menyebabkan penurunan
tekanan darah sistolik, sedangkan defisit volume darah lebih dari 45 persen umumnya
fatal. Syok hipovolemik disebabkan oleh perdarahan (internal atau eksternal) atau
karena kehilangan cairan ke dalam jaringan kontusio.2
Syok hipovolemik disebabkan karena tubuh:
1. Kehilangan darah (hemoragik)
Dapat berupa hemoragik eksternal, berupa trauma atau perdarahan
gastrointestinal, maupun hemoragik internal, berupa hematoma atau hematotoraks.
2. Kehilangan cairan lain (non-hemoragik)
Dapat berupa kehilangan cairan plasma pada luka bakar, maupun kehilangan
cairan dan elektrolit, berupa muntah, diare, keringat berlebih, atau ascites.

Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik sering diakibatkan oleh infark jantung akut. Syok merupakan
komplikasi infark paling berbahaya karena angka mortalitasnya yang sangat tinggi.3
Penyebab syok kardiogenik dapat terjadi akibat:

- Disfungsi sistolik, dapat terjadi pada:


1. Infark
2. Kardiomiopati
3. Hipertensi pulmonal
- Disfungsi diastolik, dapat terjadi pada:
1. Hipertrofi ventrikel
2. Kardiomiopati
- Disritmia, dapat berupa:
1. Takiaritmia
2. Bradiaritmia
- Gangguan struktur, dapat berupa:
1. Stenosis atau regurgitasi
2. Ruptur septal

C. Patofisiologi
Syok hipovolemik
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi sistem
fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler, ginjal, dan sistem
neuroendokrin. 4
1. Sistem hematologi
Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut
dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah
(melalui pelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga
melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk bekuan darah immatur
pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak menghasilkan kolagen, yang
selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan menstabilkan bekuan darah.
Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan fibrinasi dari bekuan
darah dan menjadi bentuk yang sempurna. 4
2. Sistem kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik dengan
meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan
pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur
oleh baroreseptor di arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah
pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan mengalirkan darah ke
otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus
gastrointestinal. 4
3. Sistem renal
Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan sekresi
renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen
menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di
paru-paru dan hati. Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya
membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol
otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan
retensi air. 4
4. Sistem neuroendokrin
Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan meningkatan
Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari glandula
pituitari posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah (dideteksi
oleh baroreseptor) dan terhadap penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi
oleh osmoreseptor). Secara tidak langsung ADH menyebabkan peningkatan
reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distalis, duktus kolektivus, dan
lengkung Henle. 4,5

Syok kardiogenik

Patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah depresi kontraktilitas


miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan curah jantung, tekanan darah
rendah, insufisiensi koroner, dan selanjutnya terjadi penurunan kontraktilitas dan
curah jantung. Syok kardiogenik ditandai dengan gangguan fungsi ventrikel kiri,
yang mengakibatkan gangguan berat pada pefusi jaringan dan penghantaran oksigen
ke jaringan. Syok kardiogenik oleh infark miokardium akut memiliki ciri khas, yaitu
hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri. Selain dari kehilangan
masif jaringan otot ventrikel kiri juga ditemukan daerah-daerah nekrosis fokal
diseluruh ventrikel. Nekrosis fokal diduga merupakan akibat dari ketidakseimbangan
kontinyu antara kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. 6

Pembuluh koroner yang terserang juga tidak mampu meningkatkan alira darah
secara memadai sebagai respon terhadap peningkatan beban kerja dan kebutuhan
oksigen jantung oleh aktivitas respon kompensatorik seperti perangsangan simpatik.
Sebagai akibat dari proses infark, kontraktilitas ventrikel kiri dan kinerjanya menjadi
sangat terganggu. 6
Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan
curah jantung yang adekuat untuk mempertahankan perfusi jaringan. Maka
dimulailah siklus berulang. Siklus dimulai dengan terjadinya infark yang berlanjut
dengan gangguan fungsi miokardium, yang dalam keadaan berat akan menyebabkan
menurunnya curah jantung dan hipotensi arteria. Akibatnya terjadinya asidosis
metabolik dan menurunnya perfusi koroner, yang lebih lanjut mengganggu fungsi
ventrikel dan menyebabkan terjadinya aritmia. 6

D. Tanda Gejala
Gejala klinis syok secara umum:
 Hipotensi, sistolik < 90 mmHg atau ≥ 30 mmHg dari semula
 Takikardi, denyut nadi > 100/menit, kecil, lemah/tak teraba
 Penurunan aliran darah koroner
 Kulit sianotik, dingin dan basah, kecuali pada syok distributif, dapat
ditemukan esktremitas tetap hangat
 Hiperventilasi akibat anorki jaringan, penurunan venous return serta
peninggian physiological dead space dalam paru
 Penurunan kesadaran
 Oligori (diuresis < 30 ml/jam), dapat berlnjut menjadi anuri, uremi akibat
payah ginjal akut
 Perubahan biokimiawi, berupa asidosis metabolik, hiponatremi,
hiperkalemi, dan hiperglikemi (terutama pada syok yang lama dan berat)

E. Interpretasi Pemeriksaan
Pemeriksaan penunjang:
1. Darah Lengkap
2. Analisa Gas Darah
3. Kadar Elektrolit (Na, K, Cl)
4. Tes faal ginjal (ureum, kreatinin, BUN)
5. Golongan darah (bila perlu transfusi darah)
6. EKG (untuk monitoring jantung)

F. Diagnosis
Syok hipovolemik
Syok hipovolemik sendiri paling sering disebabkan oleh perdarahan. Selain itu dapat
juga disebabkan oleh dehidrasi. Berdasarkan perkiraan kehilangan cairan dan darah
berdasarkan presentasi penderita, syok hipovolemik dibagi menjadi empat kelas:

Syok kardiogenik
Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan
dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama
jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung,
kelainan katub atau sekat jantung. 7
Syok kardiogenik ditandai dengan tekanan sistolik rendah (kurang dari 90 mmHg),
diikuti menurunnya aliran darah ke organ vital: 5,7
1. Produksi urin kurang dari 20 ml/jam
2. Gangguan mental, gelisah, sopourus
3. Akral dingin
4. Aritmia yang serius, berkurangnya aliran darah koroner, meningkatnya laktat
kardial
5. Meningkatnya adrenalin, glukosa, free fatty acid cortisol, rennin, angiotensin
plasma serta menurunnya kadar insulin plasma.

Pada keadaan lanjut akan diikuti hipoksemia primer ataupun sekunder, terjadi
karena ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hipovolemia, dan asidosis metabolik.
Hipovolemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada syok kardiogenik,
disebabkan oleh meningkatnya redistribusi cairan dari intravaskular ke interstitiel,
stres akut, ataupun penggunaan diuretika. 7
Kriteria hemodiamik syok kardiogenik adalah hipotensi terus menerus (tekanan
darah sistolik < 90 mmHg lebih dari 90 menit) dan bekurangnya cardiac index
(<2,2/menit per m2) dan meningginya tekanan kapiler paru (>15 mmHg). 7

Diagnosis dapat juga ditegakkan sebagai berikut: 7

1. Tensi turun : sistolik < 90 mmHg atau menurun lebih dari 30-60 mmHg dari
semula, sedangkan tekanan nadi < 30 mmHg
2. Curah jantung, indeks jantung < 2,1 liter/menit/m2
3. Tekanan di atrium kanan (tekanan vena sentral) biasanya tidak turun, normal,
rendah sampai meninggi
4. Tekanan diatrium kiri (tekanan kapiler baji paru) rendah sampai meninggi
5. Resistensi sistemis
6. Asidosis

G. Tatalaksana
Syok hipovolemik
1. Bila disebabkan perdarahan, hentikan dengan tourniket balut tekan atau penjahitan
2. Meletakan penderita dalam posisi syok :
 Kepala setinggi atau sedikit lebih tinggi dari pada dada
 Tubuh horizontal atau dada sedikit lebih rendah
 Kedua tungkai lurus, diangkat 200
3. Perhatikan keadaan umum dan tanda-tanda vital; pelihara jalan napas. Bila perlu
lakukan resusitasi
4. Pemberian cairan :
 Cairan diberikan sebanyak mungkin dalam waktu singkat (dengan
pengawasan tanda vital)
 Sebelum darah tersedia atau pada syok yang bukan disebabkan oleh
perdarahan, dapat diberikan cairan :
o Plasma : Plasmanate
o Plasma expander : Plasmafusin (maksimum 20 ml/kgBB), Dextran
70 ( maksimum15 ml/kgBB ),Persiton, Subtosan, Hemacell plasma
expander dalam jumlah besar dapat mengganggu mekanisme
pembentukan darah
o Cairan lain : Ringer – Laktat, NaCl 0,9%. Harus dikombinasikan
dengan cairan lain karena cepat keluar ke ruang ekstravaskuler
 Untuk memperoleh hasil yang optimal, letakan botol infuse setinggi
mungkin dan gunakan jarum yang besar; bia perlu gunakan beberapa vena
sekaligus
 Pengawasan yang perlu :
o Auskultasi paru untuk mencari tanda over-hidrasi, berupa ronki
basah halus di basal akibat edema paru
o CVP ( bila mungkin ) dipertahankan pada 16 – 19 cm H2O
o Pengukuran diuresis melalui pemasangan kateter, pertahankan
sekitar 30 ml/jam
 Kecuali pada syok ireversibel, perbaikan keadaan biasanya tercapai
setelah pemberian ± 3000 ml cairan koloid (plasma / plasma expander),
bila digunakan cairan nonkoloid bisa sampai 8000 ml
5. Pemberian obat-obat suportif :
a) Vasodilator
Dapat diberikan setelah terdapat perbaikan ke dalam umum, sambil terus
diberikan cairan, dengan tujuan :
- Diagnostic, bila terjadi penurunan tekanan darah berarti tubuh masih
kekurangan cairan
- Terapeutik, untuk memperbaiki perfusi organ penting dengan membuka
pre dan post capillary sphincter
- Isoproterenol (Isuprel)
- Dosis 2 mg dalam 500 ml glukosa 5-10%
- Tetesan disesuaikan untuk mempertahankan tekanan sistolik disekitar 60
mmHg
- Tidak dapat diberikan bila frekuensi jantung > 120 /menit atau diketahui
mempunyai kelainan jantung karena mempunyai efek memperbesar
kebutuhan oksigen jantung dan mempertinggi iritabilitas miokardium
- Hentikan pengobatan bila frekuensi jantung >150/menit atau aritmik
- Dopamin
Dosis 200 mg dalam 250 ml glukosa 5-10%
- Jumlah tetesan mula-mula 2 mcg/kgbb/menit, kemudian di sesuaikan
dengan tekanan darah
- Dapat digunakan sebagai pengganti isoproterenol
- Alpha adrenergic blockers
- Fenoksibenzamin (Dibenzyline) 1mg/kgbb dalam 250-500 ml glukosa
5% atau NaCl 0,9% per drip, atau,
- Klorpromazin (Largactil) ¼ - 1 mg/ kgbb iv lambat
b) Vasokonstriktor ( norepinefrin, Aramine ` Effortil )
Tidak dianjurkan karena dapat memperburuk sirkulasi organ penting
c) Kortikosteroid
Bila secara klinik derajat syok tidak sesuai dengan pendarahan atau bila
dengan penggantian cairan yang adekuat tidak terlihat perbaikan, pikirkan
kemungkinan insufisiensi korteks adrenal. Untuk itu berikan kortikosteroid
dosis besar, misalnya hidrokortison 300 mg iv lambat ( dalam 30 detik ), dapat
diulang sampai mencapai total 2-6 gram /24 jam. Dapat juga digunakan
preparat lain dengan perbandingan dosis : kortison 25, hidrokortison 20, metal
prednisolon 4 dan deksametason 0,75. Sering memberikan efek yang
memuaskan terutama pada syok hipovolemik dan syok septik.
d) Koreksi asidosis
Tidak dianjurkan karena dapat memperburuk sirkulasi organ penting
e) Diuretic
Bila tekanan darah dan CVP telah membaik tetapi diuresis tetap < 30 ml/jam,
berikan manitol 20% 100 ml per drip dalam waktu satu jam :
1) Bila setelah itu diuresis . 40 ml/jam, pertahankan dengan dosis manitol
ulangan sampai mencapai dosis maksimum 100 gram/24 jam
2) Bila tetap < 40 ml/jam, berikan asam etakrinat (Edecrine ) 50-100 mg iv
3) Bila diuresis membaik ( > 40 ml/jam ) pertahankan dengan kombinasi
manitol dan asam etakrinat
4) Bila tatap < 40 ml/jam, di anggap telah terjadi payah ginjal akut
Syok kardiogenik
Penatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik:
1. Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi
2. Berikan oksigen 8 – 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankan PO2 70 – 120 mmHg
3. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus diatasi
dengan pemberian morfin
4. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi
5. Bila mungkin pasang CVP
6. Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik. 3,4

Medikamentosa: 3,8

1. Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri


2. Anti ansietas, bila cemas
3. Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi
4. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit
5. Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung tidak
adekuat. Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m
6. Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon IV
7. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m
8. Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi jaringan
9. Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel

H. Prognosis
Jika tidak diobati, biasanya berakibat fatal
Jika diobati, hasilnya tergantung kepada penyebabnya, jarak antara timbulnya syok
sampai dilakukannya pengobatan serta jenis pengobatan yang diberikan.
Kemungkinan terjadinya kematian pada syok karena serangan jantung atau syok
septik pada penderita usia lanjut sangat tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 2005
2. Ho MT, Saunders 2012. CE: Current Emergency Diagnosis and Treatment, 4th
ed. Appleton and Lange
3. Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C. 2009. Diagnosis and
Management of Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of
Critical Care Medicine
4. Kanaparthi, Lalith. 2013. Distributive Shock. Department of Pulmonary
Medicine, Lenox Hill Hospital
5. Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. 2010. Monitoring the Patient in Shock.
Dalam buku: Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and
Noninvasive Clinical Application. USA : EB. Saunders Co
6. Dries DJ (ed). 2012. Fundamental Critical Care Support. Society of Critical Care
Medicine
7. Hollenberg S. 2011. Cardiogenic Shock. In: Goldman L, Schafer AI, eds.
Goldman's Cecil Medicine. 24th ed. Philadelphia, PA: Saunders Elsevier
8. Buerke. M, Lemm H, Dietz S, Werdan K.2011. Pathophysiology, Diagnosis, And
Treatment Of Infarction-Related Cardiogenic Shock. NCBI. US National Library
Of Medicine National Institutes Of Health

Anda mungkin juga menyukai