Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH SISTEM PERKEMIHAN

“ SINDROM NEFROTIK ”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 10

AKADEMI KEPERAWATAN NGESTI WALUYO


PARAKAN
TAHUN AJARAN 2017/2018
MAKALAH SISTEM PERKEMIHAN
“ SINDROM NEFROTIK ”

DISUSUN OLEH :

1. BIMO SUJATMIKO 2017.1561


2. DANANG KURNIAWAN 2017.1563
3. ERIKA ASTRIANI PUTRI 2017.1571

AKADEMI KEPERAWATAN NGESTI WALUYO


PARAKAN
TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya. Makalah
ini kami buat untuk melengkapi tugas mata kuliah keperawatan mengenai “ SINDROM
NEFROTIK “.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasi kepada berbagai pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan masalah ini. Kami menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dalam kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Parakan, 18 Juli 2018


PENDAHULUAN

Latar belakang
Sistem perkemihan terdiri dari organ ginjal, ureter, vesika urinaria (kandung kemih) dan
uretra membentuk sistem urinarius. Ginjal memiliki fungsi mengatur cairan serta
elektrolit dan komposisi asam basa cairan tubuh, dan dapat mengeluarkan produk akhir
metabolik dari dalam darah, dan mengatur tekanan darah. Hasil dari proses (urine)
diangkut melalui ureter kedalam kandung kemih tempat urine disimpan sementara. Pada
saat urinasi kandung kemih berkontraksi dan urine akan di ekskresikan dari tubuh lewat
uretra. Oleh karena itu hal ini dapat menimbulkan beberapa penyakit atau gangguan salah
satunya berupa syndrom nefrotik.
Insiden ini lebih tinggi terjadi pada laki laki dari pada perempuan. Sindrom nefrotik
jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun. Syndrom nefrotik peribahan minimal
(SNPM) mencakup 60-90% dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak. Angka
mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan
pemberian steroid.

Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tentang konsep asuhan keperawatan pada klien
dengan sindrom nefrotik.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan proses pengkajian, pengambilan data pada pasien sindrom
nefrotik.
b. Menjelaskan perumusan diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang di
alami oleh pasien dengan sindrom nefrotik.
c. Menjelaskan Intervensi atau rencana asuhan keperawatan yang diberikan pada
pasien sindrom nefrotik.
Manfaat
1. Mahasiswa memahami penyakit sindrom nefrotik sehingga menunjang pembelajaran
mata kuliah sistem perkemihan.
2. Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi
bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit.
BAB I
Konsep Medis

1.1. ANATOMI FISIOLOGI


Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak retroperitoneal
dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan vertebra. Pada
umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar dan
lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi batas atas vertebra
thorakalis XII dan batas bawah ginjal setinggi batas bawah vertebra lumbalis III.
Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid
yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan
oleh kolumna bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh korteks, sedang puncaknya
(papilla marginalis) menonjol ke dalam kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu
menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini
bersatu menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis inilah keluar ureter.
Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubuli, sedangkan pada medula hanya
terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu unit nefron
terdiri dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-
kadang dimasukkan pula duktus koligentes). Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-
2 juta nefron berarti pula lebih kurang 1,5-2 juta glomeruli
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui
ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat
dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac
output.
1. Faal glomerulus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat
masuk ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding
tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat
tiap menit per luas permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR
normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur
2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
2. Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat
yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus.
a. Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan
reabsorbsi yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-
zat yang direabsorbsi adalah protein, asam amino dan glukosa yang
direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat),
endogenus organic ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat
yang diekskresi asam dan basa organik.
b. Loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending
thick limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.
c. Tubulus distali
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara
reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen.
d. Duktus koligentis
Mereabsorbsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan pada
duktus koligen kortikal dan dikendalikan oleh aldosteron.

1.2. DEFINISI
Menurut Baughman (2000), nefrotik sindrom merpakan kelainan klinik yang ditandai
dengan proteinuria, hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolemia.
Sedangkan menurut Sowden (2002), nefrotik sindrom adalah keadaan klinis yang
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma yang
menimbulkan proteinuri, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema.
Nefrotik sindrom merupakan keadaan klinis dan biokimia yang melibatkan
peningkattan permeabilitas glomeruli. Dapat terjadi berkaitan dengan berbagai
penyakit ginjal. Tanda khas penyakit ini adalah edema, proteinuria, hipoalbuminemia
dan hiperlipidemia (Sachrin, 1994).
Nefrotik sindrom adalah suatu gangguan dimana ginjal telah mengalami kerusakan,
yang menyebabkan kebocoran protein dari darah ke dalam urin. Nefrotik sindrom
ditandai oleh proteinuria (lebih dari 3,5 g/hari), hipoalbuminemia, hiperlipidemiaan
edema.

1.3. TANDA DAN GEJALA


a. Tanda paling umum adalah peningkatan cairan didalam tubuh, diantaranya adalah:
1) Edema periorbital, yang tampak pada pagi hari
2) Pitting, yaitu edema (penumpukan cairan) pada kaki bagian atas
3) Penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura.
4) Penumpukan cairan pada rongga peritoneal yang menyebabkan asites
b. Hipertensi (jarang terjadi)
c. Beberapa pasien mungkin mengalami dimana urin berbusa, akibat penurunan
tekanan permukaan akibat proteinuri.
d. Hematuri dan oliguri (tidak umum terjadi pada nefrotik sindrom)

1.4.ETIOLOGI
Penyebab nefrotik sindrome di bagi menjadi 2 yaitu :
a. Primer
1) Gromeluronefritis
2) Nefrotik sindrome perubahan minimal
b. Sekunder
1) Diabetes militus
2) Sistema lupus eritematosus
3) Amiloidosis

1.5. PENATALAKSANAAN
a. Suportif
1) Memonitor dan mempertahankan volume cairan tubuh yang normal
 Memonitor urine output
 Pemeriksaan tekanan darah secara berkala
 Pembatasan cairan sampai 1 liter
 Pemberian diuretik (Furosemid IV)
2) Memonitor fungsi ginjal
 Lakukan pemeriksaan eliktrolit, ureum, dan kreatinin setiap hari
 Hitung GFR setiap hari
3) Mencegah komplikasi
4) Pemberian transfusi albumin secara umum tidak dipergunakan karena efek
kehilangannya hanya bersifat sementara.
b. Tindakan khusus
1) Pemberian imunosupresi untuk mengatasi glomerulonefritis (steroids,
cyclosporin)
2) Pembatasan glukosa darah, apabila diabetes mellitus
3) Pemberian ACE inhibitor: untuk menurukan tekanan darah

1.6. KOMPLIKASI
a. Trombosis vena
Akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi untuk mencegah terjadinya
trombosis, trombosis vena ini sering terjadi pada vena renalis. Tindakan yang
dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan pemberian heparin.
b. Infeksi
Seperti haemophilus influenzae and streptococcus pneumonia), akibat kehilangan
immunoglobulin.
c. Gagal ginjal akut
Akibat hipovolemia. Disamping terjadinya penumpukan cairan didalam jaringan,
terjadi juga kehilangan cairan di dalam intravaskuler.
d. Edema pulmonal
Akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk ke dalam paru-paru yang
menyebabkan hipoksia dan dipsnea
1.7. PATOFISIOLOGI
Kondisi dari sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma protein, terutama albumine
kedalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumine, namun
organ ini tidak mampu untuk terus mempertahankanya jika albumine terus menerus
hilang melalui ginjal sehingga terjadi hipoalbumininemia.
Terjadinya penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata akibat
cairan yang berpindah dari sistem vaskular kedalam ruang cairan ekstra seluler.
Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem renin-angiotensin
menyebabkan retensi natrium dan edeme lebih lanjut. Manisfestasi dari hilangya
protein dalam serum akan menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan terjadi
peningkatan konsentrasi lemak dalam darah atau hiperlipidemia.
Sisdrome nefrotik dapat terjadi di hampir setiap penyakit renal instrinsik atau sistemik
yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap
menyerang anak anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa
termasuk lansia. Penyebab sindrom nefrotik mencakup glomerulo nefritis kronis,
diambetes militus disertai glomerulosklerosis interkapiler, amiloidosis ginjal,
oenyakit lupus erythenatosus sistemik, dan trombosis vena renal.

1.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan sampel urine
Pemeriksaan sampel urine menunjukan adanya proteinuri( adanya
protein didalam urin).
2) Pemeriksaan darah
 Hipoalbuminemia, dimana kadar albumine kurang dari 30 g/l
 Hiperkolesterolemia(kadar kolesterol darah meningkat),
khususnya peningkatan low densiti lipoprotein, yang secara
umum bersamaan dengan peningkatan VLDL.
3) Pemeriksaan elektrolit, ureum dan kreatinin, yang berguna untuk
mengetahui fungsi ginjal.
b. Pemeriksaan lain
Pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan bila penyebabnya belum diketahui
secara jelas, yaitu :
1) Biopsi ginjal (jarang dilakukan kepada anak anak)
2) Pemeriksaan penanda auto-imune(ANA,ASOT,CT,cryoglobulins,serum
elektroporesis).
BAB II
Konsep Keperawatan

1.1. PATHWAY
1.2. PENGKAJIAN
a. Pengkajian anamnesia
Keluhan utama yang sering dikeluhkan wajah atau kaki. Pada pengkajian
riwayat kesehatan sekarang, perawat menanyakan hal berikut :
a. Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urin output
b. Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai dengan
adanya keluhan pusing dan cepat lelah
c. Kaji adanya anoreksia pada klien
d. Kaji adanya keluhan sakit kepada dan malaise
Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu, perawat perlu mengkaji apakah
klien pernah menderita penyakit edema, apakah ada riwayat dengan penyakit
diabetes mellitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya. Pentingnya
dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan. Pada pengkajian
psikososiokultural, adanya kelemahan fisik, wajah, dan kaki yang bengkak akan
memberikan dampak rasa cemas dan koping yang maladaptif pada klien.
b. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat kesadaran
biasanya compos mentis. Pada TTV sering tidak didapatkan adanya perubahan.
B1 ( Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan nafas walau
secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada afse akut. Pada fase
lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang
merupakan respons terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dan peningktan
beban volume
B3 (Brain)
Didapatkan edema wajah terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status
neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada
sistem saraf pusat.
B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan mutah, anoreksia sehingga sering didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema
tungkai dari keletihan fisik secara umum
c. Pengkajian diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama
albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran
glomerulus.
d. Pengkajian penatalaksanaan medis
Tujuan terapi adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut dan
menurunkan risiko komplikasi. Untuk mencapai tujuan terapi, maka
penatalaksanaan tersebut, meliputi hal-hal berikut :
1. Tirah baring
2. Dieuretik
3. Adnekortikosteroid, golongan prednison
4. Diet rendah natrium tinggi protein
5. Terapi cairan. Jika klien dirawat dirumah sakit, maka intake dan output
diukur secara cermat dan dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi
kehilangan cairan dan berat badan harian.

1.3.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume urine, retensi
cairan dan natrium
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kehilangan nafsu makan
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan
1.4. INTERVENSI
Dx. 1 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan di dalam
jaringan
1) Kaji masukan dan haluaran cairan :
 Ukur dan catat masukan dan haluaran cairan
 Timbang berat badan setiap hari adanya retensi cairan
2) Kaji perubahan edem :
 Ukur lingkar perut
 Pantau edema sekitr mata
 Perhatikan derajat pitting
 Perhatikan warna dan tekstur urine
3) Pantau hasil pemeriksaan urin :
 Berat jenis
 Protein
 Albumin
4) Tampung spesimen urin untuk pemeriksaan laboratorium
5) Berikan diuretik (furosemid) jika diperlukan
6) Batasi cairan smapai 1 liter atau sesuai program

Dx. 2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan
nafsu makan (anoreksia)
1) Berikan diet yang bergizi
2) Batasi pemberian natrium selama edema
3) Berika suplemen vitamin dan besi
4) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan, bersih dan rileks
5) Berikan makanan porsi sedikit pada awalnya
6) Berikan makanan yang disukai dan menarik
Dx. 3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan
1) Pertahankan tirah baring bila edema berat
2) Atur keseimbangan antara istirahat dengan aktivitas
3) Rencanakan dan berikan aktivitas ketenangan
4) Intruksikan untuk istirahat bila merasa lelah
5) Berikan periode istirahat dan gangguan
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, A. and Sari, K. (2014) Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.


jakarta: Salemba Medika.
Suharyanto, T. and Madjid, A. (2013) Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. jakarta timur: CV. Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai