Anda di halaman 1dari 19

6

BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka
I. Makanan Halal
A. Definisi
Halal adalah kata Arab yang diterjemahkan ke berarti

diperbolehkan, resmi, disetujui, legal atau sah (Alhabshi, 2013). Secara

umum halal adalah kebolehan untuk makan, minum dan melakukan sesuatu

berdasarkan prinsip dan hukum Islam (Samori et al. 2014).


Menurut Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001

Tanggal 30 November 2001 pasal 1 menjelaskan bahwa pangan halal

adalah pangan yang tidak mengandung unsur atau bahan haram atau

dilarang untuk dikonsumsi umat Islam dan pengolahannya tidak

bertentangan dengan syariat Islam.


Dalam era teknologi, konsep halal tidak hanya sebatas makanan

yang “bebas babi” secara fisik akan tetapi konsep halal saat ini juga

mengenai bahan – bahan yang digunakan dalam teknologi pangan, yang

kemungkinan terkontaminasi atau mengandung bahan yang tidak halal.

Bahan makanan yang kemungkinan terkontaminasi atau mengandung

bahan makanan tidak halal antara gelatin, enzim, lesitin, dan gliserin

sebagai serta aditif seperti stabilizer, penyedap, pewarna dll (Zakaria,

2008).
Konsep produk halal atau makanan halal memperoleh perhatian di

seluruh dunia karena pengakuan sebagai patokan alternatif untuk


7

keselamatan, kebersihan dan jaminan kualitas untuk dikonsumsi (Ambali &

Bakar, 2013).

B. Kriteria Produk Halal


Menurut Paduan Sertifikat Halal Departemen Agama tahun 2003

dalam buku Nuryati S (2008), produk produk halal memiliki kriteria :


1. Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi.
2. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti bahan-

bahan dari organ manusia, darah, kotoran dan sebagainya.


3. Semua bahan yang berasal dari hewan halal dan disembelih menurut

syariat Islam.
4. Semua tempat penyimpanan, penjualan, pengolahan, pengelolaan

dan transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi. Jika pernah

digunakan babi atau barang tidak halal lainnya harus dibersihkan

terlebih dahulu dengan tata cara syariat Islam.


5. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamer.

C. Kategori makanan halal yang berasal dari tumbuh-tumbuhan


Secara syar’i makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan

(nabati) adalah halal. Namun yang sering mempengaruhi kehalalan suatu

bahan nabati yaitu efek tumbuhan bagi kesehatan dan proses pengolahan

atau pencampuran. Tumbuh-tumbuhan yang mempunyai kandungan yang

beracun bagi tubuh diharamkan, sedangkan proses pengolahan atau

pencampuran sayuran dengan bahan tambahan pangan yang haram,

walaupun hanya dicampur sedikit sudah termasuk haram.

D. Kategori makanan halal yang berasal dari hewan


8

Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam kehalalan makanan

hewani yaitu:
1. Zatnya
Dari QS. Al-baqarah ayat 172-173 menegaskan bahwa asal muasal

bahan makanan adalah halal kecuali yang diharamkan. Makanan yang

di haramkan hanya bangkai, darah, daging babi dan binatang yang

ketika disembelih tidak menyebut nama Allah.


2. Pengolahan dan pencampuran
Daging yang halal memenuhi kriteria 100% halal. Jika dalam

daging halal dicampuri daging haram, walaupun sedikit , maka tidak

boleh dimakan.

3. Penyembelihan

Suatu daging dikatakan halal jika memenuhi kriteria

penyembelihan menurut syariat Islam. Jika tidak memenuhi kriteria

penyembelihan tersebut maka akan keluar dari kriteria halal, walaupun

penyembelihan tersebut dilakukan di negara Islam atau bahkan

mengatasnamakan “higienitas”.

(Kurniadi, 2008)

E. Metode penyembelihan Islami


Metode penyembelihan secara Islami menurut Nuryati S (2008) yaitu :
1. Mungucapkan Basmallah.
2. Berbuat kasih sayang terhadap hewan sembelihan.
a. Menajamkan pisau dan menyenangkan hewan sembelihan.
b. Menjauhkan penglihatan hewan ketika menajamkan pisau.
c. Menggiring hewan ke tempat penyembelihan dengan baik.
d. Membaringkan hewan yang akan disembelih.
9

e. Tempat (bagian tubuh) yang disembelih harus tepat yaitu pada

akses pembuluh darah besar atau disekitar kerongkongan dan

labbah (lekuk yang ada di atas dada).


3. Menghadapkan hewan sembelihan ke arah kiblat.
4. Tidak boleh menggunakan taring/gading dan kuku ketika akan

menyembelih.

II. Label Halal


A. Definisi
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang

Label dan Iklan Pangan menyebutkan label adalah setiap keterangan

mengenai pangan yang berbentuk gambar,tulisan, kombinasi keduanya,

atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam,

ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan.


Menurut Departemen Ilmu Tekonologi Pangan-IPB 2010 dalam

penelitian Anggreini M (2016) menyatakan label halal adalah label yang

dicantumkan pada kemasan pangan yang mengindikasikan bahwa suatu

produk telah menjalani proses pemeriksaan kehalalan dan telah dinyatakan

halal.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Pasal 10 Tahun 1999,

setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke

dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa

pangan tersebut halal bagi umat Islam, bertanggung jawab atas kebenaran

pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atu tulisan halal

pada label.
Dengan adanya label halal ini konsumen muslim dapat memastikan

produk mana saja yang boleh mereka konsumsi, yaitu produk yang

memiliki dan mencantumkan label halal pada kemasannya (Fauziah, 2012).


10

Label halal sendiri memberikan keuntungan bagi pelaku usaha seperti

meningkatkan kepercayaan konsumen, meraih pasar pangan halal global,

meningkatkan marketability produk di pasar dan investasi berbiaya murah.

Konsumen Muslim harus cerdas sebelum membeli sebuah produk atau jasa

demi keamanan dan keselamatan (Ramlan, 2013).


Dalam penelitian Sukesti F dan Budiman M (2014), menyatakan

bahwa label halal berpengaruh dalam keputusan pembelian produk

makanan di Indonesia.

B. Fungsi Label
Dalam kegiatan pemasaran suatu produk label memiliki beberapa fungsi

antara lain sebagai berikut:


1. Merupakan salah satu bentuk perlindungan pemerintah kepada para

konsumen yang berupa pelaksanaan tertib suatu undang-undang bahan

makanan dan minuman atau obat. Dalam hal ini pemerintah

mewajibkan produsen untuk melekatkan label pada hasil produksinya

sesuai dengan peraturan yang tercantum dalam undang-undang bahan

makan.
2. Dengan melekatkan label sesuai dengan peraturan berarti produsen

memberikan keterangan yang diperlakukan oleh para konsumen agar

dapat memilih membeli serta meneliti secara bijaksana.


3. Merupakan jaminan bahwa barang yang telah dipilih tidak berbahaya

bila digunakan, untuk megatasi hal ini maka para konsumen

membiasakan diri untuk membaca label terlebih dahulu sebelum

membelinya
4. Bagi produsen label dipergunakan untuk alat promosi dan perkenalan

terhadap barang tersebut.


(Angraeni, 2016)
11

C. Logo Label Halal


Label halal yang ada pada kemasan produk yang beredar di

Indonesia adalah sebuah logo yang tersusun dari huruf-huruf Arab yang

membentuk kata halal dalam sebuah lingkaran (Fauziah, 2012).

D. Sertifikasi Halal
Untuk melindungi hak-hak konsumen Muslim dalam mematuhi

perintah mengkonsumsi produk halal, lembaga sertifikasi muncul di

beberapa negara di seluruh dunia untuk memberikan sertifikasi makanan,

minuman dan produk obat yang bebas dari haram komponen. Salah satu

lembaga tersebut muncul di Indonesia, di bawah MUI (Ulama Indonesia

Majelis), disebut LPPOM-MUI (Salehudin & Luthfi, 2011).


Sertifikasi halal adalah fatwa tertulis Majelis Ulama Indonesia

(MUI) yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat

Islam (Hasan, 2014). Sertifikasi halal merupakan syarat untuk

mencantumkan label halal pada kemasan produk dan hanya berlaku selama

2 tahun (Nuryati, 2008).

E. Tujuan Sertifikasi Halal

Sertifikasi Halal MUI pada produk pangan, obat-obat, kosmetika

dan produk lainnya dilakukan untuk memberikan kepastian status


12

kehalalan, sehingga dapat menenteramkan batin konsumen dalam

mengkonsumsinya. Kesinambungan proses produksi halal dijamin oleh

produsen dengan cara menerapkan Sistem Jaminan Halal

(www.halalmui.org).

F. Prosedur sertifikasi halal Majelis Ulama Indonesia (MUI)


Menurut www.halalmui.org prosedur yang harus dilaksanakan oleh

pihak perusahaan / warabala untuk mendapatkan sertifikasi halal dari

Majelis Ulama Indonesia (MUI) yaitu :

1. Memahami persyaratan sertifikasi halal dan mengikuti pelatihan

Sistem Jaminan Halal (SJH).

Perusahaan harus memahami persyaratan sertifikasi halal

yang tercantum dalam HAS 23000. Selain itu, perusahaan juga

harus mengikuti pelatihan SJH yang diadakan LPPOM MUI, baik

berupa pelatihan reguler maupun pelatihan online (e-training)

2. Menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH).

Perusahaan harus menerapkan SJH sebelum melakukan

pendaftaran sertifikasi halal, antara lain: penetapan kebijakan halal,

penetapan Tim Manajemen Halal, pembuatan Manual SJH,

pelaksanaan pelatihan, penyiapan prosedur terkait SJH,

pelaksanaan internal audit dan kaji ulang manajemen.


13

3. Menyiapkan dokumen sertifikasi halal.

Perusahaan harus menyiapkan dokumen yang diperlukan

untuk sertifikasi halal, antara lain: daftar produk, daftar bahan dan

dokumen bahan, daftar penyembelih (khusus RPH), matriks

produk, manual SJH, diagram alir proses, daftar alamat fasilitas

produksi, bukti sosialisasi kebijakan halal, bukti pelatihan internal

dan bukti audit internal.

4. Melakukan pendaftaran sertifikasi halal (upload data).

Pendaftaran sertifikasi halal dilakukan secara online di

sistem Cerol melalui website www.e-lppommui.org. Perusahaan

harus melakukan upload data sertifikasi sampai selesai, baru dapat

diproses oleh LPPOM MUI.

5. Melakukan monitoring pre audit dan pembayaran akad sertifikasi.

Setelah melakukan upload data sertifikasi, perusahaan

harus melakukan monitoring pre audit dan pembayaran akad

sertifikasi. Monitoring pre audit disarankan dilakukan setiap hari

untuk mengetahui adanya ketidaksesuaian pada hasil pre audit.

Pembayaran akad sertifikasi dilakukan dengan mengunduh akad di


14

Cerol, membayar biaya akad dan menandatangani akad, untuk

kemudian melakukan pembayaran di Cerol dan disetujui oleh

Bendahara LPPOM MUI.

6. Pelaksanaan audit.

Audit dapat dilaksanakan apabila perusahaan sudah lolos

pre audit dan akad sudah disetujui. Audit dilaksanakan di semua

fasilitas yang berkaitan dengan produk yang disertifikasi.

7. Melakukan monitoring pasca audit.

Setelah melakukan upload data sertifikasi, perusahaan

harus melakukan monitoring pasca audit. Monitoring pasca audit

disarankan dilakukan setiap hari untuk mengetahui adanya

ketidaksesuaian pada hasil audit, dan jika terdapat ketidaksesuaian

agar dilakukan perbaikan.

8. Memperoleh Sertifikat halal

Perusahaan dapat mengunduh Sertifikat halal dalam bentuk

softcopy di Cerol. Sertifikat halal yang asli dapat diambil di kantor

LPPOM MUI Jakarta dan dapat juga dikirim ke alamat perusahaan.

Sertifikat halal berlaku selama 2 (dua) tahun.

III. Sikap
15

A. Definisi
Sikap adalah reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu

stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007). Sikap dapat menggambarkan

suatu penilaian kognitif yang baik maupun tidak baik, perasaan-perasaan

emosional dan kecenderungan berperilaku yang bertahan selama waktu

tertentu terhadap beberapa objek (Philip Kotler, 1992:203). Sikap

merupakan merek dalam suatu kerangka berpikir, menyukai atau tidak

menyukai terhadap suatu objek yang sama (Sunyoto, 2014).


Definisi sikap menggambarkan pandangan kognitif dari psikologi

sosial terdiri dari kognitif (pengetahuan), afektif (emosi dan perasaan) dan

konatif (tindakan). Dapat disimpulkan bahwa sikap adalah ungkapan

perasaan konsumen tentang suatu objek apakah disukai atau tidak. Sikap

juga bisa menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai

atribut dan manfaat dari objek (Windisukma, 2015)


Kata halal dapat diartikan sebagai makanan yang sehat. Kata halal

telah disebutkan bersama-sama dengan kata "Tayyib" beberapa kali dalam

Quran. Kata "Tayyib" berarti murni, baik, sehat dan berkualitas baik. Hal

ini mencerminkan karakteristik barang halal sebagai sehat dan memiliki

kualitas yang baik dan tidak merugikan konsumen. Sikap sangat

dipengaruhi niat perilaku umat Islam untuk memilih makanan halal

(Khalek, 2015).

B. Komponen pokok sikap


Komponen pokok sikap menurut Azwar (2012) :
1. Komponen kognitif
Sikap seorang konsumen berisi keyakinan dan pengetahuan seseorang

terhadap suatu objek yang telah dilihat atau diketahui.


2. Komponen afektif
16

Sikap yang sama dengan perasaan dan menyangkut masalah

emosional terhadap suatu objek sikap.


3. Komponen konatif
Kecenderung seseorang bertindak berkaitan dengan suatu objek sikap

yang dihadapi.
Berdasarkan ketiga komponen-komponen diatas, diketahui bahwa

sikap dapat terbentuk secara utuh dari pengetahuan, pikiran, keyakinan dan

emosi (Notoatmodjo, 2005).

C. Ciri-ciri sikap
Menurut Notoatmodjo (2005), sikap memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Sikap bukan bawaan dari lahir yang berarti

sikap dapat dibentuk dan dipelajari selama perkembangan setiap

individu.
2. Sikap dapat berubah-ubah sehingga sikap

dapat dipelajari
3. Sikap tidak berdiri sendiri melainkan sikap

memiliki hubungan tertentu terhadap suatu objek.


4. Sikap dapat tertuju pada satu objek atau

sekumpulan objek.
5. Sikap juga mengandung perasaan atau

motivasi, dimana pengetahuan seseorang akan membentuk perasaan

tertentu baik positif maupun negatif.

D. Tingkatan sikap
Menurut Notoatmodjo (2007) sikap terdiri dari 4 tingkatan, yaitu:
1. Menerima (receiving)
Seseorang bersedia memperhatikan stimulus yang diberikan.
2. Merespon (responding)
Menanggapi ide seseorang dengan menjawab pertanyaan atau

menyelesaikan tugas yang diberikan.


3. Menghargai
17

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah.

4. Bertanggung jawab
Seseorang bersedia menanggung segala resiko atas segala sesuatu yg

telah dipilihnya.

E. Karakteristik sikap
Menurut Azwar (2012) karakteristik sikap terdiri dari:
1. Arah
Sikap dibagi menjadi dua arah yaitu positif dan negatif. Arah positif

berarti seseorang mendukung atau setuju pada sesuatu, sedangkan

arah negatif berarti seseorang tidak mendukung atau tidak setuju pada

sesuatu.
2. Intensitas
Tingkat kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu

sama, walaupun arahnya sama.


3. Keluasan
Sikap setuju atau tidak setuju pada suatu objek sikap dapat mengenai

hanya aspek yang sangat sedikit dan sangat spesifik atau sebaliknya

yaitu yang mencakup banyak aspek.


4. Konsistensi
Kesesuaian pernyataan sikap dengan perilaku. Konsistensi sikap dapat

dilihat dari kesesuaian sikap antar waktu. Sikap yang konsisten tidak

cepat berubah dan tidak labil. Butuh waktu yang lama untuk

mendapatkan sikap yang konsisten karena sikap harus ada dalam diri

individu dalam waktu yang relatif panjang.


5. Spontanitas
Kesiapan individu dalam menyatakan sikapnya secara spontan. Sikap

yang dilakukan secara terbuka dan tanpa paksaan dikatakan sikap

yang memiliki spontanitas tinggi.


18

F. Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap


Menurut Azwar (2012), faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap

yaitu:
1. Pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi dapat menjadi dasar pembentukan sikap apabila

pengalaman tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan lebih

mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan

faktor emosional.
2. Pengaruh orang lain yang di anggap penting
Pada umumnya individu cenderung memiliki sikap yang searah atau

serupa dengan sikap seseorang yang dianggapnya penting untuk

menghindari konflik dengan orang tersebut.


3. Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dapat memberi corak pengalaman individu-individu yang

menjadi masyarakat asuhannya. Sehingga tanpa disadari kebudayaan

membentuk sikap seseorang dalam menghadapi masalah.


4. Media massa
Terkadang pemberitaan di surat kabar, radio, televisi atau sarana

komunikasi lainnya memuat berita-berita faktual yang dimasuki unsur

subyektif dari penulis berita, sehingga mempengaruhi sikap pembaca

atau pendengar berita.


5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Konsep moral dan ajaran agama yang ditanamkan oleh lembaga

pendidikan dan lembaga agama dalam diri individu sangat

menentukan sistem kepercayaan dan ikut berperan dalam membentuk

sikap individu terhadap suatu hal.


6. Pengaruh faktor emosional
Terkadang sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang

berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk

mekanisme pertahanan ego.


19

G. Pengukuran sikap
Semua karakteristik sikap harus ada dalam pengukuran dan

pemahaman tentang sikap, tetapi hal ini sulit dilakukan. Banyak skala

sikap hanya menggunakan dimensi arah dan dimensi intensitas saja, yaitu

hanya menunjukkan kecenderungan sikap positif atau negatif dan

memberikan tafsiran mengenai derajat kesetujuan atau ketidaksetujuan

terhadap respons individu. Berikut ini beberapa metode pengukuran sikap

yang telah dilakukan orang (Azwar, 2012) :


1. Observasi perilaku
Memperhatikan perilaku seseorang dapat digunakan untuk

mengetahui sikap seseorang, sebab perilaku merupakan salah satu

indikator sikap dalam konteks situasional tertentu.


2. Penanyaan langsung
Sikap seseorang dapat diketahui dengan menanyakan langsung

namun metode ini memiliki kelemahan dan keterbatasan. Metode ini

dapat menghasilkan ukuran yang valid apabila seseorang menjawab

pertanyaan secara terbuka dalam situasi dan kondisinya

memungkinkan kebebasan berpendapat tanpa adanya tekanan

psikologis maupun fisik.


3. Skala sikap
Metode ini menggunakan pernyataan-pernyataan mengenai suatu

objek sikap yang harus dijawab individu. Dari respon individu pada

setiap pernyataan dapat disimpulkan arah dan intensitas sikap individu

tersebut.

IV. Pendidikan
Pendidikan adalah bimbingan yang diberikan orang kepada orang

lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat mengerti. Semakin tinggi
20

pendidikan seseorang maka sesorang tersebut akan semakin mudah

menerima informasi sehingga makin banyak pengetahuan yang

dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang mempunyai tingkat pendidikan

rendah maka akan menghambat sikap sesorang terhadap penerimaan

informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Mubarak dkk, 2007).


Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 47 Tahun

2008 Tentang Wajib Belajar Pasal 3 ayat 2 menyatakan “Penyelenggaraan

wajib belajar pada jalur formal dilaksanakan minimal pada jenjang

pendidikan dasar yang meliputi SD, MI, SMP, MTs, dan bentuk lain yang

sederajat”.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 pasal 14

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tingkat pendidikan bisa

dikategorikan menjadi :
1. Dasar, jika pendidikan menengah kebawah (SD dan SMP)
2. Menengah, jika pendidikan menengah ke atas (SMA/SMK)
3. Tinggi, jika pendidikan akademi/perguruan tinggi (Diploma/Sarjana)

V. Pengetahuan
A. Definisi
Pengetahuan adalah hasil dari tahu setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan dapat melalui

panca indra manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).


Pengetahuan konsumen didefinisikan sebagai sejumlah

pengalaman dengan informasi tentang produk atau jasa tertentu yang

dimiliki seseorang. Dengan meningkatnya pengetahuan konsumen,


21

memungkinkan bagi konsumen tersebut berpikir kembali tentang produk –

produk yang sama yang beredar dipasaran. Konsumen akan lebih selektif

untuk memilih produk yang dianggap paling sesuai dengan

pengetahuannya dan apa yang telah dialami sebelumnya

(Ferrinadewi,2008).
Djannah (2009) dalam penelitiannya di Yogyakarta

mengungkapkan bahwa semakin tinggi pengetahuan terhadap suatu objek

maka semakinbaik pula sikap seseorang terhadap objek tersebut (Astuti,

2013).

B. Tingkatan pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
1. Tahu
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya.mtermasuk mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.


2. Memahami
Kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang

diketahui dan dapat mengin materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada

kondisi yang nyata.


4. Analisis
Kemampuan untuk menguraikan materi atau suatu objek ke dalam

komponen-komponen, namun tetap di dalam satu struktur organisasi.


5. Sintesis
Kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru. Atau bisa diartikan sebagai kemampuan

untuk menyusun formulasi baru.


6. Evaluasi
22

Kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau

objek. Kriteria penilaian ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-

kriteria yang telah ada.


C. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Mubarak dkk (2007) ada 5 faktor yang mempengaruhi

pengetahuan yaitu :
1. Pekerjaan
Pengalaman dan pengetahuan seseorang secara langsung atau tidak

langsung dapat diperoleh dari lingkungan pekerjaan.

2. Pendidikan
Bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu

hal agar seseorang tersebut paham. Semakin tinggi tingkat pendidikan

maka semakin banyak pengetahuan yang dimiliki.


3. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada

aspek fisik maupun psikologis (mental). Pada aspek psikologis atau

mental tingkat berpikir seseorang semakin matang dan dewasa.


4. Minat
Keinginan untuk menekuni sesuatu sehingga diperoleh pengetahuan

yang lebih mendalam.


5. Pengalaman
Suatu kejadian di masa lalu yang pernah dialami seseorang dalam

berinteraksi dengan lingkungannya.


23

Kerangka Teori

 Pengalaman pribadi
 Pengaruh orang lain yang

dianggap penting
 Pengaruh kebudayaan
 Media massa
 Lembaga pendidikan dan

agama
 Faktor emosional

 Pendidikan
 Pekerjaan
 Umur Pengetahuan Sikap
 Minat tentang tentang
 Pengalaman makanan makanan
halal halal

B. Kerangka konsep
24

Pendidikan
Sikap tentang
makanan halal

Pengetahuan
tentang makanan
halal

C. Hipotesis
1. Apakah ada hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan tentang

makanan halal pada konsumen di X Semarang


2. Apakah ada hubungan antara pendidikan dengan sikap tentang makanan halal

pada konsumen di X Semarang.


3. Apakah ada hubungan antara pengetahuan dengan sikap tentang makanan

halal pada konsumen di X Semarang.

Anda mungkin juga menyukai