Acara 7
Nim : C1803008
POLITEKNIK BANJARNEGARA
2019
BAB I
A. Tujuan Praktikum
1. Agar mahasiswa mampu mengetahui bagaimana proses terjadinya abu pada
suatu bahan
2. Agar mahasiswa mampu menghitung kadar abu pada suatu bahan
B. Dasar Teori
Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik
(Sudarmadji, 2003). Bahan makanan yang dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari
memiliki banyak kandungan mineral di dalamnya. Mineral yang terdapat dalam suatu
bahan dapat merupakan dua macam garam, yaitu garam organik dan garam anorganik.
Mineral juga biasanya berbentuk sebagai senyawa kompleks yang bersifat organis
(Sediaoetomo, 2000).
Kadar abu yang terukur merupakan bahan-bahan organikyang tidak terbakar
dalam proses pengabuan, sedangkan bahan-bahan organic terbakar. Kadar abu dalam
suatu bahan pangan sangat mempengaruhi sifat dari bahan pangan tersebut. Kandungan
abu dan komposisinya bergantung pada macam bahan dan cara pengabuan yang
digunakan. Kandungan abu dari suatu bahan menunjukkan kadar mineral dalam bahan
tersebut.
Dalam pengeringan pangan umumnya diinginkan kecepatan pengeringan
maksimum berbagai cara dilakukan untuk mempercepat pindah panas dan pindah massa
selama proses pengeringan. Faktor yang mempemharuhi antara lain: luas permukaa,
suhu, kecepatan pergerakan udara, kelembaban udara, tekanan atmosfer,penguapan air,
dan lama pengeringan (Estiasih Teti : 2009)
Abu dalam bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral hasil
pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550-600°C. Kadar abu merupakan
besarnya kandungan mineral dalam tepung. Mineral merupakan zat anorganik dalam
bahan yang tidakterbakar selama proses pembakaran. Kadar abu sangat dipengaruhi
oleh jenis bahan, umur bahan dan lain-lain. Kandungan abu pada suatu bahan pangan
juga merupakan residu bahan anorganik yang tersisa setelah bahan organik dalam
makanan didestruksi.
Pada analisa kadar abu umumnya menggunkan 2 metode, yaitu metode
pengabuan kering dan metode pengabuan basah. Prinsip dari pengabuan cara tidak
langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan
pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alkohol ataupun pasir
bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tinggi. Pemanasan
mengakibatkan gliserol alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya
porositas bahan menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada
pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan
oksigen semakin luas dan memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses
pengabuan. (Sudarmadji, 1996)
Prinsip dari pengabuan cara kering(yang paling sering digunakan) yaitu dengan
mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500–600ºC dan
kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran
tersebut (Sudarmadji, 1996). Pemilihan metode pengabuan bergantung pada tujuan
pengabuan, jenis mineral yang akan diukur, dan metode penentuan mineral yang
digunakan.Prinsip penentuan kadar abu didalam bahan pangan adalah menimbang berat
sisa mineral hasil pembakaran organik pada suhu sekiar 550 ⁰C. Penenetuan kadar abu
dapat dilakukan secara langsung dengan cara membakar bahan pada suhu tinggi (500-
600⁰C) selama beberapa (2-8) jam dan keudian menimbang sisa pembakaran yang
tertinggal sebagai abu jumlah sampel pada analisis kadar abu adalah sekitar 2-5 g untuk
bahan yang banyak mengandung mineral (misalnya: ikan, daging, susu, biji-bijian), atau
sekitar 0 g untuk bahan seperti jelly, selai, sirup dan buah kerin, atau lebih bessar lagi
(25-5- g) untuk bahan yang mengandung sedikit mineral seperti buah segar, jus, dan
anggur (Legowo dan Nurwantoro, 2004).
BAB II
No. Nama Sampel Berat cawan + Berat Berat cawan + Kadar Abu (%
Sampel Berat Sampel db)
1 Kacang hijau 25,54 gr 23,80 gr 0,06 %
2 Beras Merah 24,62 gr 22,97 gr 0,06 %
3 Beras merah 24,32 gr 22, 71 gr 0,06 %
pisang
Pembahasan :
Pada tabel hasil praktikum dapat di ketahui terdapat persamaan kadar abu pada
setiap bahan, penyebab kesamaan tersebut dapat karna bahan yang di kenakan sama
atau karna faktor lain dalam bubur bayi tersebut. Ketelitian pada ssat menghitung
dengan menggunakan rumuspun sagat berpengaruh pada hasilnya.
Pada percobaan kadar abu muffle terlebih dahulu dipanaskan bersamaan dengan
kurs yang sudah dimasukkan kedalam muffle dengan suhu 600o setelah itu pada ssat
proses pendinginan selama kurang lebih 2 jam muffle jngan di sentuh ataupun di buka
terlebih dahulu.
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢
𝑊𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑊𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
= 𝑋 100%
𝑊 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙
24,32−22,71 1.61
Kadar abu = 24,32
𝑋 100% = 24,32 = 0,06 %
24,62−22,97 0,06
Kadar abu = 24,62
𝑋 100% = 24,62 = 0,06 %
Kesimpulan :
Kesimpulan dari percobaan ini adalah Analisis kadar abu sangat penting karena
merupakan bagian dari metode analisis proksimat. Analisis proksimat digunakan untuk
mengevaluasi nilai gizi suatu bahan pangan. Pengabuan adalah tahap persiapan sampel
yang harus dilakukan pada analisis mineral. Selain itu bagi beberapa produk pangan
yang memiliki kadar mineral tinggi, kandungan abu menjadi sangat penting seperti
misalnya pada produk-produk hewani. Kadar abu penting untuk diketahui karena dapat
membantu kita memilih jenis makaan yang baik sekaligus mengolahnya dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI – Press. Khopkar. 2003
. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI – Press. Khopkar. 2003. Konsep
Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI – Press
Sediaoetama Achmad Djaeni. 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Penerbit:
Dian Rakyat. Jakarta, Edisi I, Hal: 31, 45-49, 53, 55, 59, 61, 8591, 106.
Sudarmadji S., B. Haryono dan Suhardi. 1996. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta: Liberty dan PAU Pangan dan Gizi UGM.