Anda di halaman 1dari 8

Citation: Alamsyah, R. & Loebis, E.H.

(2015) Pembuatan Nata dari bahan Baku Air dengan Perlakuan Konsentrasi Nutrisi dan Mikroba. Warta IHP,
32(1), 75-82
Halaman | 75

Pembuatan Nata dari bahan Baku Air dengan Perlakuan


Konsentrasi Nutrisi dan Mikroba
Production Bacterial Celllulose from Fresh Water with Nutritional and Microbial
Treatment

Rizal Alamsyah dan Enny Hawani Loebis


Balai Besar Industri Agro (BBIA),
Jl. Ir. H. Juanda No.11 Bogor 16122

rizalams@kemenperin.go.id; rizalams@yahoo.com

Riwayat Naskah: ABSTRAK: Masalah dalam produksi nata de coco adalah keterbatasan air kelapa sebagai
bahan baku. Kendala lain adalah bahwa air kelapa tidak dapat disimpan untuk waktu yang
Diterima 02, 2015
Direvisi 05, 2015 lama yang diakibatkan kerusakan nutrisi dalam air kelapa oleh mikroba. Penelitian ini
Disetujui 12, 2015 bertujuan untuk menilai efek dari mikroba dan konsentrasi nutrisi pada produksi nata
dengan menggunakan air tawar sebagai bahan baku. Produksi nata dengan menggunakan
substrat air dilakukan dengan menambahkan gula sukrosa (gula) 10%, urea 0,5%, asam
glacial asetat 2 % atau cuka dapur 25% sebanyak 16 ml / liter air kelapa. Nata pembuatan
dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: peremajaan kultur A. xylinum, preparasi
substrat, preparasi starter, fermentasi, pemanenan produk, dan evaluasi hasil. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa jenis air yang memberikan kualitas terbaik berasal dari air
mineral dengan pendidihan terlebih dahulu. Hasil yang sama juga menunjukkan dari nata
berasal dari air sumur. Kekurangan nata de coco yang dihasilkan dari air adalah rendemen
yang lebih rendah dibandingkan dengan nata yang dihasilkan dari media air kelapa.
Karakteristik lain dari nata yang dihasilkan dari air adalah elastisitas produk yang sama,
kadar abu yang rendah, dan warna putih.

Kata kunci: nata de coco, air kelapa, air tawar, mikroba

ABSTRACT: The problems of production of nata de coco is the limition of coconut water as
a raw material. The other constrain relates to the coconut water storage for a long time
causes damage to the nutrients contained in coconut water by microbes. This study aimed
to assess the effect of microbial and nutrition consentration on the production of nata using
fresh water as raw materials. Production of Nata by using water substrate is done by
adding the sugar sucrose (sugar) 10%, urea 0.5%, 2% glacial acetic acid or vinegar kitchen
25% as much as 16 ml / liter of coconut water. Nata -making process through the following
stages: maintenance and rejuvenation of culture A. xylinum, substrate preparation,
preparation starter, fermentation, harvesting, processing the results. From research
conducted, it can seen that the type of water that result in the best quality mineral water
that is heated to boiling, but these results are also not significantly different from that
grown on media nata well water. In general, lack of nata de coco with medium amount of
water contained in the resulting rendemen which is lower when compared to the coconut
water media. Besides elasticity is not significantly different, lower ash content, and the
resulting color is more white. nowdays people tend to substitute such raw materilas to
other raw materials.
Keywords: nata de coco, coconut water, fresh water, microbes

1. Pendahuluan dijadikan sebagai bahan baku. Masalah lain dari


air kelapa sebagai bahan baku nata de coco adalah
Permasalahan yang dihadapi produsen sari terkait dengan mutu yang mudah mengalami
kelapa atau nata de coco di Indonesia saat ini penurunan sehingga tidak tahan disimpan dalam
adalah keterbatasan jumlah air kelapa yang dapat waktu lama. Hal ini terjadi karena komponen gula

© WIHP – ISSN: 0215-1243, 2015, All rights reserved


Warta IHP/Journal of Agro-based Industry Vol.32 (No.2) 12 2015: 75-82
Halaman | 76

yang terkandung didalamnya mudah mengalami 2. Bahan dan Metode


fermentasi spontan dan membuat rasa cepat
menjadi asam. Dengan kondisi tersebut 2.1. Bahan
penggunaan air kelapa bisa dianggap kurang
ekonomis (Woodroof, 1979; Rindengan, 2004; Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini
Haryadi, 2009). Sebagai konsekuensinya, untuk adalah air segar yang terdiri dari air mineral (air
pembuatan nata de coco, industri atau pabrik nata minum dalam kemasan) dan air bersih (air sumur).
de coco harus berlokasi tidak jauh dari bahan baku Bahan penolong terdiri dari amonium sulfat.
(penghasil air kelapa). Kondisi tersebut di atas kalsium sulfat, sukrosa, biakan murni Acetobacter
menyebabkan keterbatasan yang mengikat pada xylinum, asam asetat glacial. natrium metabisulfit,
produsen nata de coco sehingga perlu dicari asam sitrat, asam askorbat, kain saring, dan bahan-
solusinya. bahan kimia untuk pengujian.
Pembuatan nata de coco dari bahan dasar air Alat yang digunakan dalam penelitian terdiri
yang ditambahkan nutrien dan senyawa pendukung dari timbangan analitik, oven merk Memmert
merupakan salah satu alternatif pemecahan (skala suhu 100oC), Whiteness tester, Brabender
masalah tersebut. Kondisi gizi air kelapa dapat Viscoamylograph, baskom berukuran 26 cm x 20
ditiru dengan cara penambahan senyawa-senyawa cm x 10 cm, slicer, pisau stainless steel, alat
tertentu dalam air hingga komposisinya pengemas, loyang plastik, kompor, panci stainless
menyerupai nutrisi air kelapa (Polungkun, 2006 ; steel, tray besi, kain saring, gelas ukur plastik, dan
Tonouchi et al., 2006; Tarigasa, et al., 2011). pengaduk.
Dengan pengkondisian air dengan nutrisi tersebut,
maka diharapkan Acetobacter xylinum dapat 2.2. Metode
tumbuh dan mengeksresikan polisakarida hingga
akhirnya akan menghasilkan lapisan selulosa yang 2.2.1. Penelitian pendahuluan
dikenal dengan nata (Huda, 2009; Misgiyarta, 2007;
Krystynowicz, 2005). Sejauh ini penelitian nata Penelitian pendahuluan diawali dengan
yang berasal dari air masih sangat terbatas. penelitian pembuatan nata dari air dengan
Hidayatullah (2012) melakukan penelitian penambahan sukrosa (6%, 7%, 8%, 9%, 10%, dan
pemanfaatan limbah air cucian beras sebagai 11%) dan pembuatan nata dari air dengan
pengganti bahan baku air kelapa. penambahan sukrosa (0%, 0.2%, 0.4%, 0.6%, 0.8%,
Pembuatan nata de coco dengan cara dan 1%). Dalam penelitian ini dilakukan
melarutkan komponen yang dibutuhkan dalam air pengamatan pertumbuhan nata (ketebalan).
diharapkan dapat mempermudah pembuatan nata. Penelitian kedua, dilakukan percobaan dengan
Kebutuhan nutrisi dipenuhi dengan penambahan perlakuan penambahan ammonium sulfat dan
sukrosa sebagai sumber karbon. Sementara untuk sukrosa. Perlakuan dalam penelitian ini terdiri dari
kebutuhan nitrogen akan dicari sumber yang 1) perlakuan variasi konsentrasi sukrosa dan
menghasilkan produk terbaik antara amonium konsentrasi ammonium tetap, dan 2) perlakuan
sulfat ataupun amonium posfa (Suryani, et al., variasi konsentrasi ammonium sulfat dengan
2005; pambayun, 2002) . Komposisi penambahan kansentrasi sukrosa tetap. Konsentrasi sukrosa
komponen nutrisi dan mineral yang tepat akan yang digunakan 6%, 7%, 8%, 9%, 10%, dan 11%
menghasilkan nata yang berkualitas tinggi. Untuk sementara konsentrasi ammonium sulfat adalah 0,5
mengetahui pertumbuhan bakteri Acetobacter %. Variasi konsentrasi ammonium sulfat adalah
xylinum maka didalam penelitian ini dilakukan 0%, 0.2%, 0.4%, 0.6%, 0.8%, dan 1%, sedangkan
dengan menggunakan beberapa perlakuan yaitu sukrosa yang digunakan yaitu 7.5 %.
media air yang bebas dari cemaran mikroba lain, Dari percobaan kedua di atas kemudian diamati
mengandung mineral anti toxic bagi bakteri, dan dan diambil 3 hasil terbaik dari masing-masing
pengaturan suasana asam sebagai dasar perlakuan dan selanjutnya dilakukan percobaan
pertumbuhan bakteri tersebut (Estu, 2009; dengan mengkombinasikan konsentrasi dari hasil
Wijayanti, 2012; Okiyama, 1992). yang terbaik tersebut. Dalam tahap ini
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari ditambahkan asam askorbat (0,2 gr), kalium sulfat
pembuatan nata dari bahan baku air dengan (0,5 gr), dan ekstrak yeast (1 gram). Tujuan
memodifikasi sifat-sifat air sehingga menyerupai penambahan asam askorbat, kalium sulfat dan
air kelapa melalui cara penambahan konsentrasi ekstrak yeast adalah untuk memberikan nutrisi
nutrisi dan mikroba Acetobacter xylinum dalam (makanan) kepada Acetobacter xylinum sehingga
media air. Hasil yang diharapkan adalah terbentuk ketebalan nata yang optimum (Wijayanti,
tersedianya informasi atau teknologi proses 2012)). Dari hasil percobaan tersebut selanjutnya
pengolahan nata dengan bahan baku air yang lebih diamati ketebalan nata yang dihasilkan.
praktis dan dapat diterapkan dalam skala usaha Berdasarkan ketebalan nata hasil kombinasi
kecil dan menengah. ammonium sulfat dan sukrosa yang terbaik

© WIHP – ISSN: 0215-1243, 2015, All rights reserved


Citation: Alamsyah, R. & Loebis, E.H. (2015) Pembuatan Nata dari bahan Baku Air dengan Perlakuan Konsentrasi Nutrisi dan Mikroba. Warta IHP,
32(1), 75-82
Halaman | 77

selanjutnya dibuat nata dengan perlakuan 0,2%; 0,4%; 0,6%; 0,8% dan 1%) dapat dilihat
penambahan Acetobacter xylinum (10 - 20 %) serta pada gambar 1 dibawah ini. Untuk hasil percobaan
ekstrak yeast (1,5 – 3,5 %). kedua dengan variasi konsentrasi sukrosa
Percobaan penambahan Acetobacter xylinum di (ammonium sulfat tetap) dan variasi ammonium
atas kemudian diamati ketebalan nata serta hasil sulfat (sukrosa tetap) dapat dilihat dalam Gambar
yang terbaik dilanjutkan dengan percobaan 2. Berdasarkan kedua hasil tersebut dipilih metoda
penambahan kultur, ekstrak yeast dan diamonium percobaan variasi konsentrasi sukrosa dan
sulfat (DAP). Konsentrasi DAP yang digunakan konsentrasi Ammonium Sulfat (sukrosa tetap)
adalah 0,3 %, 0,4 %, 0,5 %, 0,6 %, dan 0,7 %. Dari karena memberikan hasil ketebalan yang lebih
hasil nata yang memberikan ketebalan terbaik besar, sehingga percobaan selanjutnya didasarkan
kemudian dijadikan dasar atau formula pada atas hasil tersebut.
percobaan pembuatan nata menggunakan beberpa
jenis air (penelitian lanjutan).
12
2.2.2. Penelitian lanjutan
9 9 9

Ketebalan (mm)
8
Penelitian lanjutan adalah perlakuan 8 7 7 7 7
penggunaan jenis air sebagai bahan baku pengganti 6 6 6
air kelapa dengan menggunakan formula hasil 5
percobaan pendahuluan. Dalam formula tersebut 4
dilihat konsentrasi sukrosa, DAP, ekstrak yeast,
acetobacter xylinum, MgSO4, dan NaCl. Jenis air
yang digunakan terdiri dari air RO (Reverse 0
osmosis), air mineral, air suling, dan air sumur. 1A 1B 1C 1D 1E 1F 2A 2B 2C 2D 2E 2F
Sebagai pembanding dilakukan pembuatan nata Perlakuan Penambahan sukrosa Perlakuan Penambahan Am. Sulfat
dari bahan air kelapa.
Gambar 1. Pertumbuhan ketebalan nata perlakuan
2.2.3. Prosedur analisis penambahan sukrosa dan amonuum sulfat
Keterangan
1A : penambahan sukrosa 6 %
Analisis-analisis yang dilakukan terhadap hasil 2A : tanpa penambahan amonium sulfat
nata yang diolah dari bahan baku air terdiri dari 1B : penambahan sukrosa 7 %
berat nata, ketebalan lapisan nata, kekenyalan 2B : penambahan amonium sulfat 0,2 %
1C : penambahan sukrosa 8 %
tekstur nata, derajat putih, kadar serat kasar. 3C : penambahan amonium sulfat 0,4 %
Rendemen atau berat nata diukur dengan metode 1D : penambahan sukrosa 9 %
gravimetric (AOAC, 1979) dan dinyatakan dalam 4D : penambahan amonium sulfat 0,6 %
gram. Pengukuran ketebalan lapisan nata 1E : penambahan sukrosa 10 %
5E : penambahan amonium sulfat 0,8 %
dilakukan dengan alat mikrometer skrup dan nilai 1F : penambahan sukrosa 11 %
ketebalan yang dihasilkan merupakan rata-rata dari 6F : penambahan amonium sulfat 1 %
pengukuran lima tempat yang berbeda.
Kekenyalan tekstur nata diukur dengan Untuk mendapatkan ketebalan nata lebih jauh,
menggunakan penetromete (Hubeis, 1985). maka hasil yang diperoleh percobaan 2 tersebut
Pengukuran dilakukan dengan melakukan pada dipilih 3 terbaik dari masing-masing perlakuan dan
lima tempat dari nata yang dihasilkan. selanjutnya dilakukan kombinasi konsentrasinya.
Analisis derajat putih diukur dengan Untuk variasi sukrosa diambil konsentrasi 9%, 10%
menggunakan alat Whiteness Meter Model C-100. dan 11% sedangkan untuk variasi Ammonium
Prinsip pengukuran alat ini adalah melalui Sulfat diambil konsentrasi 0,6%; 0.8%; 1.0%.
pengukuran indeks refleksi (reflective index) Sehingga dari kombinasi konsentrasi terpilih
permukan contoh dengan sensor foto diode (AOAC, tersebut didapat 9 kombinasi sukrosa-ammonium
1984). yaitu: (9%-0,6%), (9%-0,8%), (9%-0.9%), (10%-
0,6%), (10%-0.8%), (10%-1,0%), (11%-0,6%),
(11%-0,8%), dan (11%-1,0%). Perlakuan tersebut
3. Hasil dan Pembahasan dinotasikan sebagai 1a, 1b, 1c. 1d, 1e, 1f, 2a, 2b, 2c,
2d, 2e, dan 2f. Hasil pengamatan percobaan ini
3.1. Pertumbuhan ketebalan nata dengan disajikan pada Gambar 2.
penambahan sukrosa dan amonium sulfat Pertumbuhan yang belum optimal dari gambar
2, maka dilakukan percobaan lanjutan. Percobaan
Pertumbuhan nata decoco dengan variasi lanjutan dilakukan dengan perlakuan variasi
penambahan sukrosa ( 6%, 7%, 8%, 9%, 10%, konsentrasi sama dengan percobaan pada gambar 2
11%) dan penambahan ammonium sulfat ( 0%, akan tetapi ditambahkan nutrisi pendukung yaitu

© WIHP – ISSN: 0215-1243, 2015, All rights reserved


Warta IHP/Journal of Agro-based Industry Vol.32 (No.2) 12 2015: 75-82
Halaman | 78

asam askorbat 0,2 gram, kalium sulfat 0.5 gram dan Gambar 3 diperoleh perlakuan A1B3 memberikan
ekstrak yeast 1 gram. hasil yang maksimal yaitu dengan berat 137,41
15 gram dan ketebalan nata terbaik yaitu 7,33 mm.
Kombinasi yang diperoleh adalah sukrosa 9%,
Ketebalan (mm)

10 ammonium 1.0% dengan penambahan nutrisi.


Karena belum diperoleh hasil yang optimal, maka
5 dilakukan percobaan lanjutan yang didasarkan
perlakuan A1B3 ini akan tetapi dilakukan
0 penambahan kultur starter (Acetobacter xylinum).
1a 1b 1c 1d 1e 1f 2a 2b 2c 2d 2e 2f
3.2. Pertumbuhan ketebalan nata dengan variasi
Perlakuan kultur starter dan extract yeast

Gambar 2. Pertumbuhan ketebalan nata perlakuan kombinasi Pertumbuhan ketebalan nata dengan
penambahan sukrosa dan amonuum sulfat perlakuan penambahan kultur (Acetobacter
xylinum) dan ekstrak yeast disajikan dalam Gambar
Pada perlakuan lanjutan ini juga dibuat kontrol 4. Penambahan Acetobacter xylinum yang dilakukan
dengan air mineral yang ditambahkan sukrosa 3% adalah penambahan yang umum digunakan untuk
dan ammonium sulfat 0.4% lalu ditambahkan memproduksi nata berkisar 10%-20%. Dalam
starter; dan blanko yaitu air mineral dan starter; tahap percobaan ini dilakukan juga variasi
untuk melihat apakah ada perbedaan yang penambahan ekstrak yeast 1,5% hingga 3,5 %
signifikan antara ditambahkan atau tidaknya dengan tujuan untuk menambah nutrisi
mineral kedalam medium air mineral. Dari pertumbuhan Acetobacter xylinum dengan
perlakuan lanjutan didapatkan data hasil seperti konsentrasi starter dibuat tetap yaitu 15% (Efendi,
pada Gambar 3. Pada percobaan pendahuluan ini, 2009). Di samping itu juga dibuat dua percobaan
pengkondisian air mineral yang digunakan kontrol dari air kelapa yang telah disimpan selama
disesuaikan dengan penambahan mineral MgSO 4 2 hari.
(00,2%) dan CaSO4 (0,05%) dengan maksud untuk 20
menyamai kondisi air kelapa.
8 16
Ketebalan (mm)

6
4 12
2
Ketebalan (mm)

0 8
Blanko
A1B2

A2B2
A1B1

A1B3
A2B1

A2B3
A3B1
A3B2
A3B3
kontrol

Perlakuan 0
Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
Kontrol 1
Kontrol 2
S3
S1
S2

S4
S5
S6
S7
S8
S9
S10
S11

Gambar 3. Pertumbuhan ketebalan nata perlakuan kombinasi


penambahan sukrosa dan ammonium sulfat dengan
penambahan nutrisi Perlakuan
Keterangan:
Gambar 4. Pertumbuhan ketebalan nata perlakuan
A1B1 : sukrosa 9% + ammonium sulfat 0,6 % + nutrisi (asam penambahan starter Acetobacter xylinum dan ekstrak
askorbat 0,2 gram, kalium sulfat 0,5 gram dan ekstrak yeast
yeast 1 gram.)
A1B2 : sukrosa 9% + ammonium sulfat 0,8% + nutrisi
Keterangan:
A1B2 : sukrosa 9% + ammonium sulfat 0,8% + nutrisi
S1 : Penambahan starter (Acetobacter xylinum) 10%
A1B3 : sukrosa 9% + ammonium sulfat 1,0% + nutrisi
S2 : Penambahan starter 11%
A2B1 : sukrosa 10% + ammonium sulfat 0,6% + nutrisi
S3 : Penambahan starter 12%
A2B2 : sukrosa 10% + ammonium sulfat 0,8% + nutrisi
S4 : Penambahan starter 13%
A2B3 : sukrosa 10% + ammonium sulfat 1,0% + nutrisi
S5 : Penambahan starter 14%
A3B1 : sukrosa 11% + ammonium sulfat 0,6% + nutrisi
S6 : Penambahan starter 15%
A3B2 : sukrosa 11% + ammonium sulfat 0,8% + nutrisi
S7 : Penambahan starter 16%
A3B3 : sukrosa 11% + ammonium sulfat 1,0% + nutrisi
S8 : Penambahan starter 17%
Kontrol : sukrosa 3% + ammonium sulfat 0,4% + nutrisi
S9 : Penambahan starter 18%
Blanko : Tanpa penambahan sukrosa atau ammonium sulfat
S10 : Penambahan starter 19%
S11 : Penambahan starter 20%
Dari percobaan di atas ketebalan nata yang Y1 : Penambahan ekstrak yeast 1,5%
diperoleh belum menunjukkan hasil yang Y2 : Penambahan ekstrak yeast 2,0%
maksimal. Berdasarkan hasil perlakuan pada Y3 : Penambahan ekstrak yeast 2,5%

© WIHP – ISSN: 0215-1243, 2015, All rights reserved


Citation: Alamsyah, R. & Loebis, E.H. (2015) Pembuatan Nata dari bahan Baku Air dengan Perlakuan Konsentrasi Nutrisi dan Mikroba. Warta IHP,
32(1), 75-82
Halaman | 79

Y4 : Penambahan ekstrak yeast 3,0% Berdasarkan data hasil panen dengan


Y5 : Penambahan ekstrak yeast 3,5%
penambahan variasi konsentrasi DAP, didapatkan
Kontrol 1 : air kelapa yang ditambahkan nutrisi sesuai
formulasi A1B3 bahwa konsentasri DAP yang menghasilkan nata
Kontrol 2 : air kelapa yang ditambahkan sukrosa 3% dan dengan rendemen terbaik adalah D2 yaitu
ammonium sulfat 0,4% perlakuan dengan penambahan DAP sebanyak
0,4%. Hal ini menunjukkan perbedaan ketika
Berdasarkan data hasil panen nata pada Gambar sumber nitrogen yang digunakan diganti dari
4, konsentrasi starter yang menghasilkan nata penambahan konsentrasi MgSO4, dan penambahan
dengan rendemen terbaik adalah S11 yaitu starter NaCl sebagai sumber asam amino. Sehingga
dengan konsentrasi 20 %. Sehingga konsentrasi 20 perbedaan rendemen yang dihasilkan tidak
% ini yang akan dijadikan konsentrasi tetap untuk berbeda jauh jika menggunakan air kelapa.
perlakuan selanjutnya. Dari data hasil panen,
konsentrasi extract yeast yang menghasilkan nata 3.4. Penggunaan jenis air
dengan rendemen terbesar adalah Y5 yaitu 3,5%.
Bila dibandingkan dengan percobaan kontrol yang Dari rangkaian perlakuan yang dilakukan di atas
ada, rendemen yang dihasilkan sangat berbeda jauh didapatkan bahwa formulasi yang tepat untuk
sehingga sumber nitrogen yang awalnya dari menghasilkan nata dengan ketebalan yang tinggi
ammonium sulfat diganti dengan diamonium sulfat dapat dilihat pada percobaan d2 dengan bahan
(DAP), sedangkan penambahan jumlah konsentrasi antara lain dengan penambahan DAP (0,4 %),
MgSO4 yang digunakan dari 0,015% menjadi 0,2%, sukrosa (9 %), CaSO₄ (0,2 %), MgSO₄ (0,2 %),
dan penambahan NaCl sebagai sumber asam amino. Acetobacter xylinum (19 %), K2SO4 (0.29%), asam
askorbat (0,02 %), yeast extract (0,3 %), dan NaCl
3.3. Pertumbuhan ketebalan nata dengan variasi (0,04 %). Dalam penelitian utama (penggunaan
DAP jenis air) dilakukan perlakuan variasi jenis air dan
pengaruh pemasakan kepada kualitas nata yang
Untuk mengetahui konsentrasi DAP yang dihasilkan. Pada Gambar 7 dan Tabel 1 dibawah ini
tepat, dilakukan variasi konsentrasi DAP, dari dapat dilihat pengaruh jenis air yang digunakan
konsentrasi 0,3% hingga 0,7% (Nur, 2009). Angka sebagai medium pembuatan nata terhadap
ini didapat dari kisaran konsentrasi DAP yang biasa rendemen (ketebalan) dan kualitas nata. Dilihat
digunakan oleh produsen nata de coco di Indonesia dari data diatas, terlihat bahwa rendemen tertinggi
dalam mengolah produknya. Pada Gambar 5 diperoleh dari medium air mineral yang dimasak
disajikan pembentukan nata sebagai pengaruh dari penuh. Hal dimungkinkan kualitas air mineral yang
penambahan DAP. digunakan lebih bagus dari jenias airnya ditinjau
dari kandungan mineral dan total mikroorganisme
15 awal sesuai dengan persyaratan SNI.
Ketebalan (mm)

10
16 14,9
5 14
11,6 11,1
12 10,63 10,3
0 10,1 10,27 9,93 10
Ketebalan (mm)

10
d1 d2 d3 d4 d5
8
Perlakuan 6
4

Gambar 5. Pertumbuhan ketebalan nata sebagai pengaruh 2


penambahan DAP
0

Keterangan :
d1 : penambahan DAP (0,3 %)
d2 : penambahan DAP (0,4 %)
d3 : penambahan DAP (0,5 %) Jenis Air
d4 : penambahan DAP (0,6 %)
d5 : penambahan DAP (0,7 %) Gambar 7. Ketebalan nata menggunakan berbagai jenis air

© WIHP – ISSN: 0215-1243, 2015, All rights reserved


Warta IHP/Journal of Agro-based Industry Vol.32 (No.2) 12 2015: 75-82
Halaman | 80

Tabel 1 media fermentasi cenderung untuk berikatan


Data hasil panen nata dengan berbagai jenis air
dengan selulosa nata. Kadar abu nata dari media
Perlakuan Ketebalan (mm) Berat Bentuk
nata permukaan air kelapa lebih besar dibandingkan dengan media
1 2 3 Rata- (gr) air mineral dan media air sumur. Semakin tinggi
rata
RO1 9,7 10,2 10,4 10,1 171,04 Rata kadar abu yang dihasilkan kurang baik karena
residu logam juga akan semakin besar.
RO2 10,4 10,2 10,2 10,27 164,50 Rata

AMDK 1 10,2 10,8 10,9 10,63 188,11 Rata Kadar Abu


(air mineral) 0,68
AMDK 2 11,8 11,6 11,4 11,6 207,95 Rata
(air mineral) 0,64

Kadar abu (%)


Suling 1 10.2 9,8 9,8 9,93 170,04 Rata
0,6
Suling 2 10,2 9,4 10,4 10,00 165,26 Rata
0,56
Sumur 1 10,3 1,.2 10,4 10,30 161,89 Rata

Sumur 2 11,4 11,5 10,6 11,1 190,92 Rata


0,52

Kontrol 2 14,6 15,1 15 14,9 243,13 bergelombang 0,48

Keterangan: Air mineral Air Sumur Air kelapa


RO1 : air reverse osmosis, 1 bagian direbus dicampur dengan Jenis air
2,5 bagian air belum masak Gambar 9. Perbandingan kadar serat nata berbahan baku air
RO2 : air reverse osmosis , direbus hingga mendidih mineral, air sumur, dan air kelapa
Aqua1 : air mineral , 1 bagian direbus dicampur dengan 2,5
bagian air belum masak
Aqua 2 : air mineral, direbus hingga mendidih 3.6. Kekenyalaan
Suling 1: air suling, 1 bagian direbus dicampur dengan 2,5
bagian air belum masak Kekenyalan nata ditentukan oleh keberadaan
Suling 2 : air suling, direbus hingga mendidih serat yang terdapat pada nata. Nata yang memiliki
Sumur 1: air sumur, 1 bagian direbus dicampur dengan 2,5
bagian air belum masak struktrur serat yang kompak dan besar cenderung
Sumur 2: air sumur, direbus hingga mendidih memiliki kekenyalan yang besar Data dari hasil uji
Kontrol : air kelapa umur 3 hari sebagai pembanding terhadap nilai kekenyalan nata yang dihasilkan
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara
3.5. Kadar serat kasar ketiga hasil data, walaupun terlihat bahwa nata dari
air kelapa memiliki kekenyalan terbesar.
Hasil analisis serat kasar dari produk nata yang Kekenyalan
dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 8 Serat 10,5
kasar merupakan residu dari bahan makanan 10,383
setelah perlakuan dengan asam dan alkali
Nilai Kekenyalan

10,2
mendidih, yang terdiri dari selulosa dan sedikit
lignin dan pentosan. Nata tidak mengandung lignin. 9,917
9,9
Oleh karena itu hasil analisis nata ini hanya 9,717
menunjukkan kadar selulosa nata. Semakin banyak 9,6
glukosa yang ditambahkan, jumlah serat nata
semakin meningkat karena glukosa merupakan 9,3
precursor selulosa. Namun apabila jumlahnya
AMDK Air Sumur Air Kelapa
terlalu besar rendemennya justru menurun karena Jenis Air
akan banyak glukosa yang dirubah menjadi asam.
Dari Gambar 9 terlihat bahwa kadar serat tertingi Gambar 10. Perbandingan kekenyalan nata berbahan baku air
mineral, air sumur, dan air kelapa
yaitu pada medium air mineral diikuti air sumur
dan air kelapa.
3.7. Warna
Kadar Serat Kasar
Hasil analisis warna terhadap produk nata yang
0,88 dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 11 dibawah
Kadar serat (%)

0,84 ini. Munsell value yang semakin besar menunjukkan


0,8 warna nata yang semakin putih. Dari data diatas
0,76 diketahui bahwa nata yang diproduksi dari media
Air mineral Air Sumur Air kelapa air mineral dan air sumur memiliki warna yang
lebih putih dibanding nata yang diproduksi dari air
Jenis air kelapa. Warna nata yang semakin putih pada saat
dipanen akan mempermudah dalam pengolahan
Gambar 8. Perbandingan kadar serat nata berbahan baku air nata berikutnya. Sehingga tidak banyak waktu yang
mineral, air sumur, dan air kelapa
dibutuhkan untuk membuat nata menjadi putih
Mineral-mineral bivalen yang terdapat pada

© WIHP – ISSN: 0215-1243, 2015, All rights reserved


Citation: Alamsyah, R. & Loebis, E.H. (2015) Pembuatan Nata dari bahan Baku Air dengan Perlakuan Konsentrasi Nutrisi dan Mikroba. Warta IHP,
32(1), 75-82
Halaman | 81

seperti yang diharapkan oleh konsumen. Menurut Daftar Pustaka


Edria et al. (2018) warna nata dipengaruhi oleh
interaksi sukrosa dengan nutrisi dalam bahan baku Agus (2006). Pengaruh pH Awal dan Jumlah Inokulum
Acetobacter xylinum Pada Pembuatan Nata Sari Buah Nanas
air yang bisa, semakin banyak interaksi antara
(Ananas comosus (L) Merr). Skripsi. Fakultas Teknologi
keduanya makan warn anata cenderung menjadi Pertanian. Unibraw. Malang.
tidak cerah (kurang putih). AOAC (1979). Official Methodes of Analysis of the Association of
Warna nata ini dipengaruhi dari banyaknya official Analyical Chemist. Washington DC
AOAC (1984). Official Methodes of Analysis of the Association of
glukosa yang terdapat pada media. Pada media air
official Analyical Chemist. Washington DC
kelapa, didalamnya sudah terdapat gula alami yang Arsatmojo, E. (1996). Formulasi Pembuatan Nata Depina,
ikut dipanaskan sampai mendidih sehingga Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
mengalami karamelisasi dan berpengaruh terhadap Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari NL., Sedarwati,
Budiyanto, S. (1989). Penuntun Praktikum Analisis Pangan
warna nata. Sementara pada media air, gula hanya
Bogor, PAU Pangan dan Gizi, IPB.
ditambahkan sesaat menjelang mendidih sehingga Budiarti, R.S. (2008). Pengaruh Konsentrasi Starter Acetobacter
gula tersebut tidak banyak mengalami karamelisasi. Xylinum Terhadap Ketebalan dan Rendemen Selulosa Nata
Hasil analisis berdasarkan Gambar 11 De Soya, Buletin P MIPA, FKIP Universitas Jambi, Jambi
36124: Vol 1 No 1 Februari: 19 – 24
menunjukkan bahwa warna nata dari media air
Efendi, N.H. (2009). Pengaruh penambahan variasi massa pati
sumur dan air mineral tidak berbeda nyata, (soluble starch) pada pembuatan nata de coco dalam
sementara antara air kelapa dengan keduanya medium fermentasi bakteri Acetobacter Rylinu, Skripsi
sangat berbeda nyata lebih gelap. Departemen Kimia, fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.
Edria, D., M. Wibowo Elvita, K. (2008). Pengaruh Penambahan
3.8. KadarRata-rata
serat nilai skala Munsell
Kadar Gulad an Kadar Nitrogen Terhadap Ketebalan,
Hasil 5,6
analisis kadar serat pada tempe Tekstur, dan Warna Nata de Coco, Skripsi, Institut Pertanian
a 8. Nilaib kadar serat tempe
Rata-rata nilai skala

ditunjukkan oleh Gambar Bogor.


5,2 Estu, M.D,A. (2009). Bakteri Acetobacter xylinum, Estuelektro,
berkisar 3,48-3,78 %.
Desember 19, 2009
Munsell

4,8 c Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan


4,4 dan Kebudayaan. PAU, IPB. Bogor
Hidayatullah, R.H (2012). Pemanfaatan limbah air cucian
4 Pemanfaatan Limbah Air Cucian Beras Sebagai Substrat
Air mineral Air Sumur Air kelapa Pembuatan Nata De Leri Dengan Penambahan Kadar Gula
PasirDan Starter Berbeda, Skripsi, Fakultas Sains Dan
Jenis air Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,
Yogyakarta,
Gambar 11. Perbandingan nilai Munsell warna nata berbahan
Haryadi (2009). Pembuatan Nata de Phina dari Kulit Nanas.
baku air mineral , air sumur, dan air kelapa
Laporan Penelitian Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro. Semarang
4. Kesimpulan Hubeiz, M. 1985. Penuntun Praktikum Pengawasan Mutu
Pangan. Jurusan TPG, Fateta, IPB. Bogor.
Huda, N.E. (2009). Pengaruh Penambahan Variasi Masa Pati
Penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa
(soluble starch) pada Pembuatan Nata de Coco dalam
jenis air yang mengahasilkan kualitas terbaik dalam Medium Fermentasi Bakteri Acetobacter Xylinum, Skripsi,
pembuatan nata adalah air mineral yang Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Medan
dipanaskan hingga mendidih, namun hasil ini juga Krystynowicz, A. 2005. Molecular Basis of Celullose Biosynthesis
Disappearance in Submerged Culture of Acetobacter
tidak berbeda nyata dengan nata yang
xylinum. Acta Biochimica Polonia, 52 (3): 691-698.
ditumbuhkan dari media air sumur. Secara umum Lapuz (1963). The Nata Organism-Cultural Requirements,
kekurangan pembuatan nata de coco dengan media Characteristics and Identity. Philiphine J sci. 90(2) : 91-107
air terdapat pada jumlah rendeman yang dihasilkan Nur, A. (2009). Karakteristik Nata de cottonii dengan
penambahan DAP dan Asam Asetat Glasial. Skripsi Sarjana,
masih rendah jika dibandingkan dengan media air
Fakultas PErikanan an Ilmu Kelautan , Institut Pertanian
kelapa. Disamping itu kekenyalan tidak berbeda Bogor
jauh, kadar abu lebih rendah, dan warna yang Okiyama, A. M. Motoki dan S. Yamanaka (1992). Bacterial
dihasilkan lebih putih. Perlu di optimalkan sumber Cellulose H: Processing of Gelatinous Cellulose for Food
Material. Food Hydrocoloid. 6 : 479-489.
nutrisi dan mineral untuk menghasilkan nata dari
Misgiyarta (2009). Teknologi Pembuatan Nata de Coco, Balai
media air yang menghasilkan rendemen yang lebih Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor
besar. Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de
Coco.Kanisius.Yogyakarta.
Polungkun, R. (2006). Aneka Produ Olahan Kelapa, Penebar
Ucapan terima kasih Swadaya, Jakarta
Rindengan, B. (2004). Potensi Buah Kelapa Muda Untuk
Kesehatan dan Pengolahannya, Perspektif, Manado, 3 (2):
Terima kasih kami ucapkan kepada Balai Besar Soekarto, S.T. (1985). Penilaian Organoleptik Untuk Industri
Industri Agro. Pangan. Bhatara Karya Antara, Jakarta.
Soeseno, S. (1984). Sari Kelapa. Majalah Intisari, Jakarta, 100.
246: 54-61.
Suryani,A., E. Hambali, dan P. Suryadarma (2005). Membuat
Aneka Nata. Penebar Swadaya. Jakarta.

© WIHP – ISSN: 0215-1243, 2015, All rights reserved


Warta IHP/Journal of Agro-based Industry Vol.32 (No.2) 12 2015: 75-82
Halaman | 82

Tarigasa, O., Ahmadi, Sapara, I., Zakiyatulyaqin (2011). from Glucose and Fructose in Acetobacter xylinum. Journal of
Pengaruh Lama Fermentasi Bahan Baku Nata De Coco Bioscience, Biotechnology and Biochemistry. 75: 1377-1379.
Terhadap Kemampuan Sintesis Selulosa oleh Acetobacter Wijayanti, F., Kumalaningsih, S, dan Effendi, M (2012).
xylinum, Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pengaruh Penambahan Sukrosa Dan Asam Asetat Glacial
Pontianak Terhadap Kualitas Nata Dari Whey Tahu Dan Substrat Air
Thampan, D.K. (1982). Handbook of Coconut Palm. Oxford and Kelapa, Jurnal Industria 1(2): 86 – 93.
Ibit Publishing. Co.Wetsport. New Delhi. Woodroof, JG.1979. Coconut : Production, Processing, Product.
Tonouchi, N., T. Tsuchida, F. Yoshinaga. and Beppu T. (2006). AVI. Pub. Co. West Port, Connecticut.
Characterization of the Biosynthetic Pathway of Cellulose

© WIHP – ISSN: 0215-1243, 2015, All rights reserved

Anda mungkin juga menyukai