Anda di halaman 1dari 25

MUQADDIMAH

BAB SIFAT SOLAT NABI

A. Pentingnya sholat dalam Islam :

1. Sebagai tiang Agama.

“Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncak perkaranya adalah jihad”
(HR. Tirmidzi no. 2616. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Al Hafizh Abu
Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan). Yang namanya tiang suatu bangunan jika
ambruk, maka ambruk pula bangunan tersebut. Sama halnya pula dengan bangunan Islam.

2. Amalan yang pertama kali di hisab.

“Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah
shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan.
Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat
wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala mengatakan, ’Lihatlah apakah pada hamba tersebut
memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat
wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.”

Dalam riwayat lainnya, ”Kemudian zakat akan (diperhitungkan) seperti itu. Kemudian amalan
lainnya akan dihisab seperti itu pula.” (HR. Abu Daud no. 864, Ahmad 2: 425, Hakim 1: 262,
Baihaqi, 2: 386. Al Hakim mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih dan tidak dikeluarkan
oleh Bukhari dan Muslim, penilaian shahih ini disepakati oleh Adz Dzahabi)

3. Rukun islam yang utama setelah syahadat.

“Islam dibangun atas lima perkara, yaitu : (1) bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang
benar untuk diibadahi kecuali Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya, (2)
mendirikan shalat, (3) menunaikan zakat, (4) naik haji ke Baitullah (bagi yang mampu, -pen),
(5) berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16)

4. Wajibnya mengganti solat menunjukkan tingginya kedudukan solat dalam islam.

“Barangsiapa yang lupa shalat atau tertidur, maka tebusannya adalah ia shalat ketika ia ingat.”
(HR. Muslim no. 684). Dimisalkan dengan orang yang tertidur adalah orang yang pingsan
selamat tiga hari atau kurang dari itu, maka ia mesti mengqodho shalatnya. Namun jika sudah
lebih dari tiga hari, maka tidak ada qodho karena sudah semisal dengan orang gila.
B. Ganjaran bagi yang meninggalkan solat dan bermalas – malasan.

1. “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan
mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka
bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah
kecuali sedikit sekali.” (QS. An Nisa’: 142).

2. “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan
memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS.
Maryam: 59).

3. “Pada hari betis disingkapkandan mereka dipanggil untuk bersujud, maka mereka tidak
kuasa, (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan.
Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam
keadaan sejahtera.” (Q.S. Al Qalam [68] : 4

C. Pentingnya Sholat Seperti Nabi

Kita wajib mengikuti apa yang diajarkan Rasulullah SAW dalam hal beribadah, apalagi
dalam hal melaksanakan shalat tentunya. Karena di utusnya Rosulullah adalah sebagai
sumber tauladan yang harus dicontoh baik cara kehidupannya maupun ibadahnya. Karena
sudah tentu hanya amalan yang diajarkan dan dicontohkan Rosulullah lah yang pasti diterima
oleh Allah Subhanau wa ta’ala.

“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah Saw, itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah”( QS. Al Ahzab 21)

Dari Abu Hurairah ra., bahwasanya Nabi sholallahu ‘alaihi wasalam bersabda, “apabila kamu
hendak melaksanakan solat, maka sempurnakan wudhumu, kemudian menghadap lah ke
kiblat, lalu bertakbirlah, bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Qur’an, kemudian rukuklah
dengan tuma’ninah, lalu bangkitlah hingga lurus berdiri, kemudian sujudlah sampai
tuma’ninah, kemudian bangkitlah hingga duduk dengan tuma’ninah, kemudian sujudlah
kembali dengan tuma’ninah, kemudian lakukanlah yang demikian itu pada shalatmu
seluruhnya.”(HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An- Nasa’I, At-tirmidzi, Ibnu majah dan
Ahmad)

*tuma’ninah adalah sikap tenang dan tidak tergesa - gesa

Dalam HR. Abu dawud dijelaskan bagi yang tidak memiliki hafalah Qur’an sama sekali maka
bacalah tahmid, takbir dan tahlil.
Dari Abdullah bin Aufa ra., ia berkata,”ada seorang lelaki bertanya kepada Nabi bertanya,
“sesungguhnya aku tidak mampu menghafal Al- Qur’an sedikit pun, ajarkan aku bacaan yang
dapat menggantikannya.” Beliau bersabda,” ucapkanlah Subhanallah, Alhamdulillah, La ilaha
illallah, Allahu Akbar dan la haula wa la quwwata illa billahil aliyyil azhim.”(HR. Ahmad, Abu
Dawud, An-nasai dan disahihkan Ibnu Hibban, Ad-daraquthni dan Al-Hakim)

SIFAT SHOLAT NABI

A. POSISI BERDIRI

Yaitu berdiri tegak dan mengahdapkan seluruh badannya menghadap qiblat.


Melebarkan kaki kaki selebar bahu dan mengahadapkannya lurus ke arah kiblat.

Meluruskan shaf dalam berjamaah

Jumhur ulama (mayoritas) berpandangan bahwa hukum meluruskan shaf adalah sunnah.
Sedangkan Ibnu Hazm, Imam Bukhari, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Asy Syaukani
menganggap meluruskan shaf itu wajib. Dalil kalangan yang mewajibkan adalah berdasarkan
riwayat An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,

“Hendaknya kalian meluruskan shaf kalian atau tidak Allah akan membuat wajah kalian
berselisih.” (HR. Bukhari no. 717 dan Muslim no. 436).

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Tidak lurusnya shaf akan menimbulkan permusuhan dan
kebencian, serta membuat hati kalian berselisih.” (Syarh Muslim, 4: 157)

Perintah untuk meluruskan shaf juga disebutkan dalam hadits Anas bin Malik, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Luruskanlah shaf karena lurusnya shaf merupakan bagian dari kesempurnaan shalat.” (HR.
Bukhari no. 723 dan Muslim no. 433).

Dalam riwayat Bukhari dengan lafazh,

“Luruskanlah shaf karena lurusnya shaf merupakan bagian dari ditegakkannya shalat.”

Dalil dari hadits Anas bin Malik,

“Dari Anas, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, ”Luruskanlah shaf kalian,
aku melihat kalian dari belakang punggungku.” Lantas salah seorang di antara kami
melekatkan pundaknya pada pundak temannya, lalu kakinya pada kaki temannya.” (HR.
Bukhari no. 725).
B. NIAT DALAM AMAL

“Hanyalah amal itu dengan niat dan setiap orang hanyalah beroleh apa yang ia niatkan.” (HR.
Al-Bukhari no. 54 dan Muslim no. 4904)

Al-Imam An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “Niat adalah maksud. Maka orang yang
hendak shalat menghadirkan dalam benaknya shalat yang hendak dikerjakan dan sifat shalat
yang wajib ditunaikannya, seperti shalat zhuhur sebagai shalat fardhu dan selainnya,
kemudian ia menggandengkan maksud tersebut dengan awal takbir.” (Raudhatuth Thalibin,
1/243-244)

Sudah berulang kali disebutkan bahwa niat tidak boleh dilafadzkan “Nawaitu an ushalliya
lillahi ta’ala kadza raka’atin mustaqbilal qiblah…” (Aku berniat mengerjakan shalat karena
Allah Subhanahu wa ta’ala sebanyak sekian rakaat dalam keadaan menghadap kiblat…)

Melafadzkan niat tidak ada asalnya dalam As-Sunnah. Tidak ada seorang pun sahabat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membolehkan melafadzkan niat. Tidak ada pula
seorang tabi’in pun yang menganggapnya baik. Demikian pula para imam yang empat.
Sementara kita maklumi bahwa yang namanya kebaikan adalah mengikuti bimbingan As-
Salafush Shalih.

Melafadzkan niat ini termasuk perbuatan yang diada-adakan dalam agama (bid’ah). Tidak ada
seorang pun yang menukilkan hal tersebut dari Nabi, baik dengan sanad yang shahih, dhaif,
musnad (bersambung sanadnya), ataupun mursal (tidak bersambung). Bahkan tidak ada
nukilan dari para sahabat, demikian pula tabi’in maupun imam yang empat, tak seorang pun
dari mereka yang menganggap baik hal ini.

C. TAKBIR

Mengangkat kedua tangan sejajar pundak atau sejajar telinga atau di bawah telinga.

1. Dari Abu Humaid As-sa’idi ra. Ia berkata, “aku melihat Rosulullah sholallahu’alaihi wasalam
apabila bertakbir, beliau mengangkat kedua tangan nya sejajar dengan kedua pundaknya.
Apabila rukuk, beliau menekankan kedua tangannya pada kedua lututnya kemudian
meluruskan punggungnya. Apabila mengangkat kepala, beliau berdiri dengan lurus hingga
setiap rusuk kembali ketempatnya. Apabila sujud, beliau meletakkan kedua tangannya tanpa
membentangkannya, tidak pula menggenggamnya, dan jari – jemari kakinya menghadap arah
kiblat. Apabila duduk pada dua rakaat, beliau duduk diatas kaki kirinya dan menegakkan kaki
kanannya, dan apabila duduk di rakaat terakhir, beliau mengedepankan kaki kirinya dan
menegakkan kaki kanannyadan duduk diatas pantatnya.”(HR. Bukhari)

2. Dari Malik bin Huwairits ra,”hingga sejajar dengan ujung kedua telinga”.(HR. Muslim)

Adapun tentang mengangkat kedua tangan saat takbir hanya dilakukan pada rakaat pertama
dan ketiga (bangkit setelah tasyahud awal).
“Kemudian Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit, kemudian ia melakukan raka’at kedua
seperti raka’at pertama. Sampai beliau selesai melakukan dua raka’at, beliau bertakbir dan
mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan pundaknya sebagaimana yang beliau
lakukan saat takbiratul ihram (ketika memulai shalat).” (HR. Tirmidzi no. 304 dan Abu Daud no.
963. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

D. MELETAKKAN TANGAN DIDADA

1. meletakkan tangan kanan pada punggung tangan kiri

Dari Wail bin Hujr ra., ia berkata,”aku sholat bersama dengan Nabi sholallahu ‘alaihi wasalam,
beliau meletakkan tangan kanan di atas tangan kirinya di atas dadanya.”(HR. Ibnu Khuzaimah)

2. meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dengan menggenggam pergelangan


tangan kiri.

Dari Abu Dawud,”kemudian beliau meletakkan tangan kanannya di atas punggung tangan kiri
dengan memegang pergelangan tangan dan lengan bawah.”

3.meletakkan di atas tangan kiri atau di pergelangan atau di lengan tangan kiri.

“Kemudian meletakkan tangan kanan di atas punggung telapak tangan kiri, di pergelangan
tangan, atau di lengan tangan kiri.” (HR. Ahmad 4: 318. Syaikh Syu’aib Al Arnauth
mengatakan bahwa hadits ini shahih)

“Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berdiri dalam shalat,
tangan kanan beliau menggenggam tangan kirinya.” (HR. An Nasai no. 8878 dan Ahmad 4:
316. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Adapaun meletakkan posisi tangan bisa diletakkan pada dada, diantara pusar dan dada, di
pusar dan atau di bawah pusar. Namun lebih dianjurkan diletakkan pada dada.
E. DO’A ISTIFTAH

Para ulama menganggap bahwa membaca do’a istiftah dihukumi sunnah, tidak sampai
tingkatan wajib. Inilah pendapat jumhur (mayoritas ulama). Adapun do’a iftitah ada beberapa
yang secara nash memang diajarkan oleh Rosulullah,

1. Pertama

َ ‫ِ َر ِّ ْال ََالَم‬
‫ِين‬ ِ َّ ِ ، ‫ َو َم َماتِي‬، ‫اي‬ َ ‫ َو َمحْ َي‬، ‫ َو ُن ُسكِي‬، ‫ص ََلتِي‬ َ َّ‫ إِن‬، ‫ِين‬ َ ‫ض َحنِي ًفا َو َما أَ َنا م َِن ْال ُم ْش ِرك‬ َ ْ‫ت َواألَر‬ ِ ‫ْت َوجْ ِه َي لِلَّذِي َف َط َر ال َّس َم َاوا‬ ُ ‫َوجَّ ه‬
ُ ‫ َواعْ َت َر ْف‬، ‫مْت َن ْفسِ ي‬
‫ت‬ ُ َ‫ َل‬، ‫ك‬َ َ َ َ َّ
َ ‫ أ ْنتَ َربي َوأ َنا َع ْب ُد‬، َ‫ ََل إِلَ َه إَِل أ ْنت‬، ‫ك‬ ْ َ َّ
ُ ِ‫ الل ُه َّم أ ْنتَ ال َمل‬، ‫ِين‬ ْ
َ ‫ت َوأ َنا م َِن المُسْ لِم‬ َ ُ
ُ ْ‫ك أ ِمر‬ َ
َ ِ‫ َو ِبذل‬، ‫ك لَ ُه‬ َ ‫ ََل َش ِري‬،
َ َّ َ َ َ
‫ َواصْ ِرفْ َعني‬، َ‫ ََل َي ْهدِي ِألحْ َس ِن َها إَِل أ ْنت‬، ‫ َواهْ ِدنِي ِألحْ َس ِن األ ْخ ََل ِق‬، َ‫و ِّ إَِل أ ْنت‬ َ َّ ُّ
َ ‫ إِ َّن ُه ََل َي ْغ ِف ُر الذ ُن‬، ‫وبي َجمِي ًَا‬ ُ ْ ‫ َف‬، ‫ِب َذ ْن ِبي‬
ِ ‫اغ ِفرْ لِي ذ ُن‬
، َ‫ار ْكتَ َو َت ََالَيْت‬ َ ‫ َوإِلَي‬، ‫ك‬
َ ‫ْك َت َب‬ َ ‫ أَ َنا ِب‬، ‫ْك‬ َ ‫ َوال َّشرُّ لَ ْي َ إِلَي‬، ‫ك‬َ ‫ َو ْال َخ ْي ُر ُكلُّ ُه فِي َي َد ْي‬، ‫ْك‬ َ ‫ك َو َسَْ َدي‬ َ ‫ لَ َّب ْي‬، َ‫ ََل َيصْ ِرفُ َعني َسي َئ َها ِإ ََّل أَ ْنت‬، ‫َسي َئ َها‬
‫ك‬َ ‫ُك َوأَ ُتو ُِّ إِلَ ْي‬
َ ‫أَسْ َت ْغ ِفر‬

“Wajjahtu wajhiya lilladzii fathorossamawati wal ardhi haniifa wama ana minal musyrikin.inna
sholatii wa nusukii wa mamati lillahi robbil’alamin. Laa syarikalaa wabidzalika umirtu wa ana
minal muslimiin. Allahumma antal maliku laa ilaha illa anta anta robbi wa ana abduk. dzolamtu
nafsii wa taroftu bidanbii. Faghfirli dzunubii jamii’an………………………………….hingga
astaghfiruka wa atubu ilaika.”

Dari Ali bin Abi Tholib ra., dari Rosulullah, apabila beliau telah berdiri shalat, beliau membaca,
““Aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang Maha Pencipta langit dan bumi sebagai muslim
yang ikhlas dan aku bukan termasuk orang yang musyrik. Sesungguhnya shalatku,
sembelihanku, hidupku dan matiku, hanya semata-mata untuk Allah Rabb semesta alam.
Tidak ada sekutu bagiNya. Oleh karena itu aku patuh kepada perintahNya, dan aku termasuk
orang yang aku berserah diri. Ya Allah, Engkaulah Maha Penguasa. Tidak ada Ilah yang
berhak disembah selain Engkau. Mahasuci Engkau dan Maha Terpuji. Engkaulah Tuhanku
dan aku adalah hambaMu. Aku telah menzhalimi diriku sendiri dan akui dosa-dosaku. Karena
itu ampunilah dosa-dosaku semuanya. Sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni
segala dosa melainkan Engkau. Tunjukilah aku akhlak yang paling terbaik. Tidak ada yang
dapat menunjukkannya melainkan hanya Engkau. Jauhkanlah akhlak yang buruk dariku,
karena sesungguhnya tidak ada yang sanggup menjauhkannya melainkan hanya Engkau. Aka
aku patuhi segala perintah-Mu, dan akan aku tolong agama-Mu. Segala kebaikan berada di
tangan-Mu. Sedangkan keburukan tidak datang dari Mu. Orang yang tidak tersesat hanyalah
orang yang Engkau beri petunjuk. Aku berpegang teguh dengan-Mu dan kepada-Mu. Tidak
ada keberhasilan dan jalan keluar kecuali dari Mu. Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi.
Kumohon ampunan dariMu dan aku bertobat kepadaMu” (HR. Muslim 2/185 – 186)

Perlu di ketahui bahwa bacaan ini dibaca penuh, dan perlu diketaui banyak beredar di
Indonesia khususnya bacaan istiftah dimulai dari kabiraw dan di akhiri sampai bacaan
muslimin saja.
2. Kedua

‫ اَللَّ ُه َّم‬، ِ ‫اي َك َما ُي َن َّقى اَ َّلث ْو ُِّ اَ ْألَ ْب َيضُ ِمنْ اَل َّد َن‬ ِ ‫اي َك َما َبا َع ْدتَ َبي َْن اَ ْل َم ْش ِر ِق َو ْال َم ْغ ِر‬
َ ‫ اَللَّ ُه َّم نقنِي ِمنْ َخ َطا َي‬، ِّ َ ‫اَللَّ ُه َّم بَاعِ ْد َب ْينِي َو َبي َْن َخ َطا َي‬
ْ ْ َّ
‫اي ِب ْال َما ِء َوالثل ِج َوال َب َر ِد‬
َ ‫ْغسِ ْلنِي ِمنْ َخ َطا َي‬

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata, “Rosulullah sholallahu’alaihi wasalam apabila telah bertakbir
unuk sholat, beliau diam sebentar sebelum membaca al-fatihah. Lalu aku bertanya
kepadanya, beliau memjawab,” Allahumma baa’id baynii wa bayna khothoyaaya kamaa
baa’adta baynal masyriqi wal maghrib. Allahumma naqqinii min khothoyaaya kamaa
yunaqqots tsaubul abyadhu minad danas. Allahummagh-silnii min khothoyaaya bil maa-
i wats tsalji wal barod”

(Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahanku sebagaimana Engkau telah menjauhkan
antara timur dan barat. Ya Allah, sucikanlah kesalahanku sebagaimana pakaian yang putih
disucikan dari kotoran. Ya Allah, cucilah kesalahanku dengan air, salju, dan air dingin)”
(Mutafaqun ‘alaihi)

3. Ketiga

َ ‫ َو ََل إِلَ ُه غَ ْي ُر‬، ‫ُّك‬


‫ك‬ َ ‫ َو َت ََالَى َجد‬، ‫ُك‬
َ ‫ك ِاسْ م‬
َ ‫ار‬ َ ‫ك اَللَّ ُه َّم َو ِب َح ْم ِد‬
َ ‫ َت َب‬، ‫ك‬ َ ‫ُسب َْحا َن‬

Dari Umar ra., bahwasanya ia mengucapkan, “Subhaanakallahumma wa bi hamdika wa


tabaarokasmuka wa ta’ala jadduka wa laa ilaha ghoiruk”

(Maha suci Engkau, ya Allah dengan memuji Mu. Maha mulia nama Mu. Maha tinggi
kemuliaan Mu. Tidak ilah yang berhak disembah selain Engkau)” (HR.Abu Daud 1/124, An
Nasa-i, 1/143, At Tirmidzi 2/9-10, Ad Darimi 1/282, Ibnu Maajah 1/268. Dari sahabat Abu Sa’id
Al Khudri, dihasankan oleh Al Albani dalam Sifatu Shalatin Nabi 1/252)

4. Keempat
ً ِ‫هللا ُب ْك َر ًَ َوأَص‬
‫يَل‬ ِ ‫ان‬ ِ َّ ِ ‫ َو ْال َح ْم ُد‬،‫هللا ُ أَ ْك َب ُر َك ِبيرً ا‬
َ ‫ َو ُسب َْح‬،‫ِ َك ِثيرً ا‬

Allahu akbar kabiraw walhamdulillahi katsira. Wa subhanallahi bukratawa ashila”


(Allah Maha Besar dengan segala kebesaran, segala puji bagi Allah dengan pujian yang
banyak, Maha Suci Allah, baik waktu pagi dan petang)” (HR. Muslim 2/99)
5. Kelima

ِ ‫الح ْم ُد أَ ْنتَ ُنو ُر ال َّس َم َوا‬


‫ت‬ َ ‫ك‬ َ َ‫ َول‬، َّ‫ِيهن‬
ِ ‫ض َو َمنْ ف‬ ِ ْ‫ت َواألَر‬ ِ ‫ك ال َّس َم َوا‬ ُ ‫ك م ُْل‬
َ َ‫الحمْ ُد ل‬
َ ‫ك‬ َ َ‫ َول‬، َّ‫ِيهن‬ ِ ‫ض َو َمنْ ف‬ ِ ْ‫ت َواألَر‬ ِ ‫الح ْم ُد أَ ْنتَ َقي ُم ال َّس َم َوا‬
َ ‫ك‬ َ َ‫اللَّ ُه َّم ل‬
‫الج َّن ُة‬
َ ‫ َو‬،‫ك َح ٌّق‬ َ ُ ‫ َو َق ْول‬،‫ك َح ٌّق‬ َ ُ‫ َولِ َقاؤ‬،‫الح ُّق‬َ ‫ك‬ َ ‫الح ُّق َو َوعْ ُد‬ َ
َ َ‫الح ْم ُد أ ْنت‬ َ ‫ك‬ َ َ‫ َول‬،‫ض‬ َ
ِ ْ‫ت َواألر‬ ِ ‫ك ال َّس َم َوا‬ َ
ُ ِ‫الح ْم ُد أ ْنتَ َمل‬
َ ‫ك‬ َ َ‫ َول‬، َّ‫ِيهن‬
ِ ‫ض َو َمنْ ف‬ ِ ْ‫َواألَر‬
َ ‫ َوإِلَي‬،‫ت‬
‫ْك‬ ُ ‫ْك َت َو َّك ْل‬
َ ‫ َو َعلَي‬،‫ت‬ ُ ‫ك آ َم ْن‬َ ‫ َو ِب‬،‫ْت‬ ُ ‫ك أَسْ لَم‬ َ َ‫ اللَّ ُه َّم ل‬،‫ َوالسَّا َع ُة َح ٌّق‬،‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َح ٌّق‬ َ ‫ َوم َُح َّم ٌد‬،‫ُّون َح ٌّق‬ َ ‫ َوال َّن ِبي‬،‫ َوال َّنا ُر َح ٌّق‬،‫َح ٌّق‬
َ
‫ َلَ إِلَ َه إِ ََّل‬،ُ‫ َوأ ْنتَ الم َُؤخر‬،‫ أ ْنتَ ال ُم َقد ُم‬،‫ت‬ َ َ
ُ ‫ت َو َما أعْ لَ ْن‬ َ
ُ ْ‫ َو َما أسْ َرر‬،‫ت‬ َ
ُ ْ‫ْت َو َما أ َّخر‬
ُ ‫اغ ِفرْ لِي َما َق َّدم‬ ْ ‫ َف‬،‫ْت‬ ُ ‫ك َحا َكم‬ َ ‫ َوإِلَ ْي‬،‫ْت‬ ُ ‫صم‬ َ ‫ك َخا‬ َ ‫ َو ِب‬،‫ْت‬ ُ ‫أَ َنب‬
َ‫أَ ْنت‬

Allahumma lakalhamdu anta qoyyimussamawati wal ardhi waman fihiinna


……………….hingga wa antal muwakhiru laa ilaha illa anta.

“Ya Allah, segala puji bagi Engkau. Engkau pemelihara langit dan bumi serta orang-orang
yang berada di dalamnya. Segala puji bagi Engkau. Engkau memiliki kerajaan langit, bumi dan
siapa saja yang berada di dalamnya. Segala puji bagi Engkau. Engkau adalah cahaya bagi
langit, bumi dan siapa saja yang berada di dalamnya. Segala puji bagi Engkau. Engkau Raja
langit dan bumi dan Raja bagi siapa saja yang berada di dalamnya. Segala puji bagi Engkau.
Engkaulah Al Haq. Janji-Mu pasti benar, firman-Mu pasti benar, pertemuan dengan-Mu pasti
benar, firman-Mu pasti benar, surga itu benar adanya, neraka itu benar adanya, para nabi itu
membawa kebenaran, dan Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam itu membawa kebenaran,
hari kiamat itu benar adanya. Ya Allah, kepada-Mu lah aku berserah diri.Kepada-Mu lah aku
beriman. Kepada-Mu lah aku bertawakal. Kepada-Mu lah aku bertaubat. Kepada-Mu lah aku
mengadu. Dan kepada-Mu aku berhukum. Maka ampunilah dosa-dosaku. Baik yang telah aku
lakukan maupun yang belum aku lakukan. Baik apa yang aku sembunyikan maupun yang aku
nyatakan. Engkaulah Al Muqaddim dan Al Muakhir. Tiada Tuhan yang berhak disembah selain
Engkau” (HR. Bukhari 2/3, 2/4, 11/99, 13/366 – 367, 13/399, Muslim 2/184)

Masih banyak lagi doa istiftah yang dicontohkan Rosulullah namun sebagai pengetahuan ana
sebutkan 5 saja.

F. MEMBACA AL- FATIHAH

Membaca Al Fatihah diwajibkan berdasarkan hadits dari ‘Ubadah bin Ash Shoomit
radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al Fatihah.” (HR. Bukhari no. 756 dan
Muslim no. 394).

Membaca Al- fatihah pada setiap rakaat dan membaca surat lain pada rakaat pertama dan
kedua.

Dari Abu Qatadah ra., ia berkata,”Rasulullah shalat mengimami kami, beliau membaca Al-
fatihah dan dua surat pada dua rakaat pertama…..(HR. Bukhari dan Muslim)

Membaca Al Fatihah di sini berlaku bagi imam dan orang yang shalat dan sendirian.
Sedangkan makmum dalam shalat jahriyah (Maghrib, Isya dan Shubuh) tidak membaca Al
Fatihah, ia cukup mendengarkan, inilah pendapat yang lebih kuat. Karena Allah Ta’ala
memerintahkan,

“Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan
tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al A’raf: 204).

Abu Hurairah berkata,

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam shalat bersama para sahabatnya yang kami mengira bahwa
itu adalah shalat subuh. Beliau bersabda: “Apakah salah seorang dari kalian ada yang
membaca surat (di belakangku)?” Seorang laki-laki menjawab, “Saya. ” Beliau lalu bersabda:
“Kenapa aku ditandingi dalam membaca Al Qur`an?“ (HR. Abu Daud no. 826 dan Tirmidzi no.
312. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Ibnu Mas’ud berkata,

“Diamlah saat imam membaca Al Qur’an karena dalam shalat itu begitu sibuk. Cukup bagimu
apa yang dibaca oleh imam.” (HR. Ath Thobroni 9: 264)

Ibnu ‘Umar berkata,

“Hendaklah diam ketika imam mengeraskan bacaannya dalam shalat. Dan janganlah baca
bersamanya.” (HR. Abdur Rozaq, 2: 139).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Intinya membaca Al Fatihah di belakang imam,
kami katakan bahwa jika imam menjahrkan bacaannya, maka cukup kita mendengar bacaan
tersebut. Jika tidak mendengarnya karena jauh posisinya jauh dari imam, maka hendaklah
membaca surat tersebut menurut pendapat yang lebih kuat. Inilah pendapat Imam Ahmad dan
selainnya. Namun jika tidak mendengar karena ia tuli, atau ia sudah berusaha mendengar
namun tidak paham apa yang diucapkan, maka di sini ada dua pendapat di madzhab Imam
Ahmad. Pendapat yang terkuat, tetap membaca Al Fatihah karena yang afdhol adalah
mendengar bacaan atau membacanya. Dan saat itu kondisinya adalah tidak mendengar.
Ketika itu tidak tercapai maksud mendengar, maka tentu membaca Al Fatihah saat itu lebih
afdhol daripada diam.” (Majmu’ Al Fatawa, 23: 268-269)

G. RUKUK

Perlu diperhatikan bahwa sebelum rukuk maka bertakbir kemudian rukuk dengan meluruskan
punggung (seakan –akan apabila di taruh air di atas punggung,ia tidak akan tumpah) dan
menekan kedua tangannya serta merenggangkannya pada kedua lutut dan
menggenggamnya. Serta kepala tidak mendongak keatas maupun menunduk.

1. Dari Abu Humaid As-sa’idi ra. Ia berkata, “aku melihat Rosulullah sholallahu’alaihi wasalam
apabila bertakbir, beliau mengangkat kedua tangan nya sejajar dengan kedua pundaknya.
Apabila rukuk, beliau menekankan kedua tangannya pada kedua lututnya kemudian
meluruskan punggungnya. Apabila mengangkat kepala, beliau berdiri dengan lurus hingga
setiap rusuk kembali ketempatnya……”(HR. Bukhari)

2. “Ketika ruku, ia meletakkan kedua tangannya pada lututnya.” (HR. Abu Daud no. 863 dan
An Nasai no. 1037. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

3. “Jika ruku’, beliau meletakkan dua tangannya di lututnya dan merenggangkan jari-
jemarinya.” (HR. Abu Daud no. 731. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini
shahih).

4. “Kemudian beliau ruku’ dan meletakkan kedua tangannya di lututnya seakan-akan beliau
menggenggam kedua lututnya tersebut.” (HR. Abu Daud no. 734, Tirmidzi no. 260 dan Ibnu
Majah no. 863. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih)

5. “Ketika ruku’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membuat kepalanya terlalu menunduk
dan tidak terlalu mengangkat kepalanya (hingga lebih dari punggung), yang beliau lakukan
adalah pertengahan.” (HR. Ibnu Majah no. 1061 dan Abu Daud no. 730. Al Hafizh Abu Thohir
mengatakan bahwa hadits ini shahih).

6. Dari Wabishoh bin Ma’bad, ia berkata,

“Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat. Ketika ruku’, punggungnya
rata sampai-sampai jika air dituangkan di atas punggungnya, air itu akan tetap diam.“(HR. Ibnu
Majah no. 872. Juga diriwayatkan oleh Ath Thobroni dalam Al Kabir dan Ash Shoghir, begitu
pula oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam Zawaid Al Musnad).

# BACAAN DALAM RUKUK

Ada beberapa bacaan yang dicontohkan rosulullah yaitu.

1. jika membaca ini dalam rukuk, maka dalam sujudnya pun membaca bacaan yang sama
sebanyak 1 kali.

Dari ‘Aisyah, ia berkata,

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbanyak membaca ketika ruku’ dan sujud bacaan,
“Subhanakallahumma robbanaa wa bihamdika, allahummaghfir-lii (artinya: Maha Suci Engkau
Ya Allah, Rabb kami, pujian untuk-Mu, ampunilah aku)”. Beliau menerangkan maksud dari
ayat Al Qur’an dengan bacaan tersebut.” (HR. Bukhari no. 817 dan Muslim no. 484).

Asbabun bacaan ini adalah diterangkan dalam hadits ‘Uqbah bin ‘Amir,

)‫ك األَعْ لَى‬


َ ‫ت ( َسب ِح اسْ َم َرب‬ ِ َّ ‫ك ْال َََِ ِيم) َقا َل َرسُو ُل‬
ْ َ‫ َفلَمَّا َن َزل‬.» ‫ « اجْ ََلُو َها فِى ُر ُكوعِ ُك ْم‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫هللا‬ ْ َ‫لَمَّا َن َزل‬
َ ‫ت ( َف َسبحْ ِباسْ ِم َرب‬
ُ ُ
» ‫َقا َل « اجْ ََلو َها فِى ُسجُو ِدك ْم‬
“Ketika turun ayat “fasabbih bismirobbikal ‘azhim”, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata, “Jadikan bacaan tersebut pada ruku’ kalian.” Lalu ketika turun ayat “sabbihisma
robbikal a’laa”, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan, “Jadikanlah pada sujud
kalian.” (HR. Abu Daud no. 869 dan Ibnu Majah no. 887. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan
bahwa sanad hadits ini shahih).

2. Bacaan ruku’ dan sujud lainnya yang bisa dibaca,

ْ
ِ ُّ‫ُسبُّو ٌح قُدُّو ٌ َر ُِّّ ال َمَلَ ِئ َك ِة َوالر‬
‫وح‬

“Subbuhun qudduus, robbul malaa-ikati war ruuh (artinya: Mahasuci, Maha Qudus, Rabbnya
para malaikat dan ruh -yaitu Jibril-).” (HR. Muslim no. 487).

“Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha Besar.” Uqbah bin Amir
berkata, manakala turun ayat, ‫( ميظعلا كبر مساب حبسف‬Al-Waqi’ah: 74) Nabi n bersabda,
“Jadikan ia sebagai bacaan dalam ruku’ kalian.” Ketika turun ayat, ‫( ىلعألا كبر مسا حبس‬Al-A’la:
1) Nabi n bersabda, “Jadikan ia sebagai bacaan dalam sujud kalian.” (HR. Abu Dawud, Ibnu
Majah dan Ahmad dengan sanad hasan)

3. ‫ظ‬ ‫ري‬ ‫ك‬ ‫كأ‬ ‫ك‬ ‫م كر‬ ‫ل‬ ‫ا‬

“Ya Allah, untukMu aku ruku’. KepadaMu aku beriman, kepadaMu aku berserah diri.
Pendengaranku, penglihatanku, otakku, tulangku, sarafku dan apa yang berdiri di atas dua
tapak kakiku, telah merunduk dengan khusyuk kepada-Mu.”( HR. Muslim 1/534, begitu juga
empat imam hadis, kecuali Ibnu Majah.)

‫ا ظ‬ ‫ا ر‬ ‫ا‬ ‫يا ر‬
“Maha Suci (Allah) Yang memiliki Keperkasaan, Kerajaan, Kebesaran dan Keagungan.”( HR.
Abu Dawud 1/230, An-Nasai dan Ahmad. Dan sanadnya hasan.)

4. Ketika ruku’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca,

‫ان َرب َى ْالَََِ ِيم‬


َ ‫ُسب َْح‬

“Subhanaa robbiyal ‘azhim (artinya: Maha Suci Rabbku Yang Maha Agung).” (HR. Muslim no.
772).

5. Begitu pula boleh membaca dengan “subhana robbiyal ‘azhimi wa bihamdih”. Dalam hadits
‘Uqbah bin ‘Amir disebutkan mengenai bacaan Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat
ruku’,

‫ان َرب َى ْالَََِ ِيم َو ِب َح ْم ِد ِه‬


َ ‫ُسب َْح‬

“Subhanaa robbiyal ‘azhimi wa bi hamdih (artinya: Maha Suci Rabbku Yang Maha Agung dan
pujian untuk-Nya).” Ini dibaca tiga kali. (HR. Abu Daud no. 870. Al Hafizh Abu Thohir
mengatakan bahwa hadits ini shahih, begitu pula Syaikh Al Albani dalam Shifat Shalat Nabi,
hal. 115. Kata Syaikh Al Albani hadits ini diriwayatkan pula oleh Ad Daruquthni, Ahmad, Ath
Thobroni, dan Al Baihaqi).

untuk nomer 5 ada bebarapa perbedaan pendapat ada yang mengatakan hadist diatas dhoif
secara sanadnya ada yang berpendapat dhoif secara sanad namun telah dikuatkan.

H. POSISI TANGAN DAN BACAAN BANGKIT DARI RUKUK

Saat bangkit dari rukuk kita mengucapkan “sami’allahu liman hamidah” seraya mengangkat
kedua tangan seperti saat takbir (penjelasan di BAB TAKBIR). Adapun bacaan Ini berlaku bagi
imam dan orang yang shalat sendirian.

Sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik disebutkan,“Jika imam bangkit dari ruku’, maka
bangkitlah. Jika ia mengucapkan ‘sami’allahu liman hamidah (artinya: Allah mendengar
pujian dari orang yang memuji-Nya) ‘, ucapkanlah ‘robbana wa lakal hamdu (artinya: Wahai
Rabb kami, bagi-Mu segala puji)’.” (HR. Bukhari no. 689 dan Muslim no. 411)

Bacaan yang lebih lengkap dan panjang ketika i’tidal (bangkit dari ruku’),

“Allahumma robbanaa lakal hamdu mil-assamawaati wa mil-al ardhi, wa mil-a maa syi’ta min
syai-in ba’du, ahlats tsanaa-i wal majdi, laa maani’a limaa a’thoita, wa laa mu’thiya lima
mana’ta, wa laa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu.”

(artinya: Ya Allah, Rabb kami, bagi-Mu segala puji sepenuh langit dan sepenuh bumi, sepenuh
apa yang Engkau kehendaki setelah itu. Wahai Tuhan yang layak dipuji dan diagungkan.
Tidak ada yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan dan tidak ada pula yang dapat
memberi apa yang Engkau halangi, tidak bermanfaat kekayaan bagi orang yang memiliinya,
hanyalah dari-Mu kekayaan itu)” (HR. Muslim no. 471).

Keutamaan membaca robbana wa lakal hamdu disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, “Jika
imam mengucapkan sami’allahu liman hamidah, maka hendaklah kalian mengucapkan
‘robbana wa lakal hamdu’. Karena siapa saja yang ucapannya tadi berbarengan dengan
ucapan malaikat, maka dosanya yang telah lalu akan dihapus.” (HR. Bukhari no. 796 dan
Muslim no. 409).

Begitu pula bagi yang mengucapkan, “Robbana walakal hamdu, hamdan katsiron
thoyyiban mubaarokan fiih.” (artinya: wahai Rabb kami, bagi-Mu segala puji, aku memuji-Mu
dengan pujian yang banyak, yang baik dan penuh dengan berkah).”

Disebutkan dalam hadits Rifa’ah bin Rofi’, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bagi
orang yang mengucapkan semacam itu,

“Aku melihat ada 30-an malaikat, berlomba-lomba siapakah di antara mereka yang lebih
duluan mencatat amalannya.” (HR. Bukhari no. 799)
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata,”apabila Rosulullah berdiri untuk shalat, beliau bertakbir
ketika berdiri, kemudian bertakbir ketika akan rukuk, kemudian mengucapkan sami’allahu
liman hamidah ketika mengangkat punggungnya dari rukuk. Ketika berdiri, beliau
mengucapkan ‘robbana wa lakal hamdu. Kemudian beliau bertakbir ketika akan turun
sujud……..”(HR. Bukhari 789, Muslim 392)

Adapun posisi tangan ada 2 cara yaitu,

1. bersedekap dengan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri sebagaimana sedekap
yang dilakukan sebelum ruku’ yaitu saat membaca surat. Hal ini berdasarkan hadits Wail bin
Hujr,

“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berdiri dalam shalat, beliau
meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya.” (HR. An Nasai no. 888 dan Ahmad 4:
316. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

2. meletakkan tangan disamping kanan dan kiri

oleh Imam Ahmad, “Jika seseorang bangkit dari ruku’, maka jika ia mau, ia bisa melepaskan
tanggannya (tidak sedekap). Jika mau, ia pun bisa meletakkan tangan kanan di atas tangan
kirinya (sedekap).” (Al Inshaf, 2: 412, Asy Syamilah).

Imam Ahmad mengatakan demikian karena tidak ada dalil tegas yang membicarakan masalah
sedekap setelah ruku’. Sehingga Imam Ahmad pun mengatakan,

“Aku harap, jangan terlalu mempermasalahkan hal tersebut.” (Lihat Sifat Shalat Nabi karya
Syaikh Ath Thorifi, hal. 86).

Kesimpulannya boleh bersendekap juga boleh dietakkan disamping kanan dan kiri.

I. SUJUD DAN CARA TURUNNYA

1. Turun sujud dan bertakbir tanpa mengangkat tangan maupun dengan mengangkat tangan
dan Manakah yang lebih didahulu, lutut ataukah tangan saat turun sujud ?

A. yang mesti dipahami adalah kedua cara tersebut dibolehkan berdasarkan kesepakatan para
ulama. Namun para ulama berselisih pendapat manakah yang lebih afdhol di antara
keduanya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

“Adapun shalat dengan kedua cara tersebut maka diperbolehkan dengan kesepakatan ulama,
kalau dia mau maka meletakkan kedua lutut sebelum kedua telapak tangan, dan kalau mau
maka meletakkan kedua telapak tangan sebelum kedua lutur, dan shalatnya sah pada kedua
keadaan tersebut dengan kesepakatan para ulama. Hanya saja mereka berselisih pendapat
tentang yang afdhal.” (Majmu’ Al Fatawa, 22: 449).

B. yang paling afdhol adalah dilihat dari derajat hadist masing masing.

1. dalil melatakkan tangan dulu sebelum lutut

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata,”Rasulullah bersabda,” apabila sala seorang dari kalian
sujud, maka janganlah ia menderum seperti menderumnya unta. Hendaklah ia meleakkan
kedua tangannya sebelum kedua lututnya.”(HR. Abu Dawud, An-Nasa’I, at-tirmidzi)

2. dalil meletakkan lutut terlebih dulu sebelum kedua tangan

“Aku (Abu Hurairah) melihat Nabi apabila sujud, beliau meletakkan kedua lutut sebelum kedua
tangan.”(HR. Abu Dawud, An-Nasa’I, at-tirmidzi, Ibnu majah, hasan)

Adapun derajat hadis no 1. Ialah shohih dan hadist kedua hasan/ lemah. Namun kembali lagi
boleh melakukan diantara keduannya dan lebih dianjurkan dalil no 1.

2. Sujud yang dilakukan adalah bersujud pada tujuh anggota tubuh dan meratakan tulang
punggung

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Aku diperintahkan bersujud dengan tujuh bagian anggota badan: (1) Dahi (termasuk juga
hidung, beliau mengisyaratkan dengan tangannya), (2,3) telapak tangan kanan dan kiri, (4,5)
lutut kanan dan kiri, dan (6,7) ujung kaki kanan dan kiri. ” (HR. Bukhari no. 812 dan Muslim no.
490)

Kebanyakan ulama berpendapat bahwa dahi dan hidung itu seperti satu anggota tubuh. Untuk
lima anggota tubuh lainnya wajib bersujud dengan anggota tubuh tersebut.

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Jika dari anggota tubuh tersebut tidak menyentuh lantai,
shalatnya berarti tidak sah. Namun jika kita katakan wajib bukan berarti telapak kaki dan lutut
harus dalam keadaan terbuka. Adapun untuk telapak tangan wajib terbuka menurut salah satu
pendapat ulama Syafi’iyah sebagaimana dahi demikian. Namun yang lebih tepat, tidaklah
wajib terbuka untuk dahi dan kedua telapak tangan.” (Syarh Shahih Muslim, 4: 185)

3. Melebarkan siku (jika berjamaah maka disesuaikan)

Dari Al- Bara’ bin Azib ra., ia berkata,”Rasulullah bersabda,”apabila engkau sujud, letakkanlah
dua telapak tanganmu dan angkatlah kedua sikumu.”(HR. Muslim)
4. Jari - jari tangan rapat dan jari jari kaki menghadap ke kiblat

Dari Wa’il bin Hujr ra.,”bahwasanya Nabi apabila rukuk, beliau membuka jari jemarinya
(menggenggamm lutut) dan apabila sujud beliau merapatkan jari jemarinya.”(HR. Al-Hakim)

# BACAAN SAAT SUJUD

1. Dari ‘Aisyah, ia berkata,

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbanyak membaca ketika ruku’ dan sujud bacaan,
“Subhanakallahumma robbanaa wa bihamdika, allahummaghfir-lii (artinya: Maha Suci Engkau
Ya Allah, Rabb kami, pujian untuk-Mu, ampunilah aku)”. Beliau menerangkan maksud dari
ayat Al Qur’an dengan bacaan tersebut.” (HR. Bukhari no. 817 dan Muslim no. 484).

2. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Hudzaifah, ia berkata bahwa

Ia pernah shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas beliau mengucapkan ketika
ruku’ ‘subhanaa robbiyal ‘azhim (artinya: Maha Suci Rabbku Yang Maha Agung)’ dan ketika
sujud, beliau mengucapkan ‘subhanaa robbiyal a’laa (artinya: Maha Suci Rabbku Yang Maha
Tinggi).(HR. Muslim no. 772 dan Abu Daud no. 871).

3. Begitu pula boleh mengucapkan,

“Subhana robbiyal a’laa wa bi hamdih (artinya: Maha Suci Rabbku Yang Maha Tinggi dan
pujian untuk-Nya)”. Ini dibaca tiga kali. (HR. Abu Daud no. 870, shahih)

4. “Subbuhun qudduus, robbul malaa-ikati war ruuh (artinya: Mahasuci, Maha Qudus,
Rabbnya para malaikat dan ruh -yaitu Jibril-).” (HR. Muslim no. 487)

Bacaan Sujud sebelumnya telah disinggung di BAB BACAAN RUKUK. Adapun banyaknya
bacaan kita bisa memilih salah satu dari yang telah dicontohkan.

Setelah itu bertakbir bangkit dari sujud tanpa mengangkat tangan.

Sebagaimana dalam hadits Muthorrif bin Abdullah, ia berkata,

“Aku dan Imron bin Hushain pernah shalat di belakang ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu.
Jika turun sujud, beliau bertakbir. Ketika bangkit dari sujud, beliau pun bertakbir. Jika bangkit
setelah dua raka’at, beliau bertakbir. Ketika selesai shalat, Imron bin Hushain memegang
tanganku lantas berkata, “Cara shalat Ali ini mengingatkanku dengan tata cara shalat
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Atau ia mengatakan, “Sungguh Ali telah shalat
bersama kita dengan shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari no. 786 dan
Muslim no. 393). Hadits ini menunjukkan bahwa takbir intiqol (berpindah rukun) itu dikeraskan.
Dan itu juga jadi dalil adanya takbir setelah bangkit dari sujud.
Dalam hadits Abu Hurairah juga disebutkan,

“Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertakbir ketika turun sujud. Lalu beliau bertakbir
ketika bangkit dari sujud.” (HR. Bukhari no. 789 dan Muslim no. 392).

Adapun tanpa mengangkat tangan ketika turun sujud atau bangkit dari sujud adalah
berdasarkan hadits,

“Jika beliau ingin ruku’ dan bangkit dari ruku’ (beliau mengangkat tangan). Namun beliau tidak
mengangkat kedua tangannya dalam shalatnya saat duduk.” (HR. Abu Daud no. 761, Ibnu
Majah no. 864 dan Tirmidzi no. 3423. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits
ini hasan).

J. DUDUK DIANTARA 2 SUJUD DAN BACAANNYA

Setelah sujud pertama kemudian duduk antara dua sujud. Bentuk duduknya adalah iftirosy,
yaitu kaki kiri diduduki dan kaki kanan ditegakkan.

# BACAANNYA ADALAH

Dalam hadits Ibnu ‘Abbas disebutkan do’a duduk antara dua sujud yang dibaca oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam,

Bahwasanya Nabi mengucapkan doa diantara dua sujud,

“Allahummaghfirlii, warhamnii, wahdinii, wa ‘afinii, warzuqni.”

(ya Allah ampunilah aku, sayangilah aku, tunjukilah aku, sehatkanlah aku dan berikanlah rizki
padaku).(HR.Abu dawud, at-tirmidzi, Ibnu majah dan al-hakim)

“Robbighfirlii warhamnii, wajburnii, warfa’nii, warzuqnii, wahdinii.”

Ya Allah ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah aku, tinggikanlah derajatku, berilah
rezeki dan petunjuk untukku).” (HR. Ahmad 1: 371. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan
bahwa haditsnya hasan).

Terkadang beliau juga membaca

“Robbighfirlii, Robbighfirlii”

(Ya Allah ampunilah aku, Ya Allah ampunilah aku).(HR. Ibnu Majah)

Bagaimana jika ada makmum masbuk dan mendapatkan imam berada pada raka’at terakhir,
apakah ia duduk tawarruk ataukah iftirosy?
Sebagaimana tertera dalam Al Umm dari pendapat Imam Syafi’i, juga jadi pendapat yang
dianut Imam Al Ghozali dan mayoritas ulama Syafi’iyah, makmum masbuk yang telat tersebut
melakukan duduk iftirosy karena ia bukan berada di akhir shalat. Sedangkan ulama Syafi’iyah
lainnya berpendapat, ia mengikuti duduknya imam yaitu tawarruk.

Begitu pula jika ada makmum masbuk dari shalat Maghrib yang melakukan tasyahud hingga
empat kali, maka di tiga tasyahud pertama, ia lakukan duduk iftirosy. Sedangkan tasyahud
akhir (yang keempatnya), ia melakukan duduk tawarruk. Demikian pendapat dari ulama
Syafi’iyah. (Idem)

Bagaimana bisa lakukan tasyahud sampai empat kali?

Ini bisa terjadi jika makmum mendapati shalat imam setelah ruku’ pada raka’at kedua. Maka ia
tasyahud pertama kali ketika imam tasyahud awwal di raka’at kedua. Lalu ia tasyahud kedua
kalinya ketika imam tasyahud akhir. Kemudian ia melakukan lagi tasyahud ketiga ketika
berada pada raka’at kedua baginya. Lalu ia melakukan tasyahud keempat ketika raka’at
terakhir (raka’at ketiga) baginya.

K. SUJUD KEDUA

Kemudian beliau sujud untuk kedua kalinya seraya bertakbir. Beliau melakukan sujud kedua
ini sama seperti sujud pertama.

L. BANGKIT RAKAAT KEDUA

Kemudian beliau bangkit seraya bertakbir sambil tangan bertumpu pada lutut atau pada lantai.
dan disertai duduk istirahat. Adapun terkait duduk istirahat pada rakaat 1, 2, 3,dan 4.

Pendapat yang kuat –wallahu a’lam- adalah dianjurkan untuk melakukan duduk istirahat ketika
bangkit dari sujud kedua, untuk memasuki rakaat kedua dan keempat.

Diantara dalilnya adalah hadist Malik bin Al-Huwairits:

“Bahwasanya beliau melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat, apabila beliau selesai
dari rakaat ganjil (satu dan tiga) maka beliau tidak bangkit sampai duduk dengan tenang” (HR.
Al-Bukhary)

Berkata Asy-Syaukany:

“Di dalam hadist ini ada dalil disyari’atkannya duduk istirahat, yaitu duduk setelah sujud kedua
sebelum bangkit ke rakaat kedua dan ke empat” (Nailul Authar 2/48, Dar Al-Kalim Ath-
Thayyib)

Pada rakaat kedua ini, beliau melakukan hal sama dengan apa yang beliau lakukan pada
rakaat yang pertama.
M. DUDUK UNTUK TASYAHUD AWAL

Setelah rakaat kedua selesai, beliau duduk untuk melakukan tasyahud awal. Ini beliau lakukan
jika sholat yang dikerjakan adalah sholat yang memiliki 2 tasyahud seperti dzuhur, ashar,
mahgrib dan isya. Pada tasyahud awal ini beliau duduk iftirasy seperti duduk diantara 2 dua
sujud.

# BACAAN TASYAHUD AWAL

bacaan tasyahud Ibnu Mas’ud.

‫ أَ ْش َه ُد أَنْ َلَ إِ َل َه‬، ‫ِين‬


َ ‫هللا الصَّالِح‬ ِ َّ ‫ك أَ ُّي َها ال َّن ِبىُّ َو َرحْ َم ُة‬
ِ َّ ‫ ال َّسَلَ ُم َعلَ ْي َنا َو َعلَى عِ َبا ِد‬، ‫هللا َو َب َر َكا ُت ُه‬ َ ‫ ال َّسَلَ ُم َعلَ ْي‬، ‫ات‬ َّ ‫ات َو‬
ُ ‫الطي َب‬ ُ ‫صلَ َو‬ َّ ‫ِ َوال‬ ِ َّ ِ ‫َّات‬
ُ ‫ال َّت ِحي‬
ُ‫هللا ُ َوأَ ْش َه ُد أَنَّ م َُح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َرسُول ُه‬
َّ َّ‫إَِل‬

“At tahiyyaatu lillaah, wash shalawaatu wath thayyibaat. Assalaamu’alaika ayyuhan nabiyyu
warahmatullaahi wa barokaatuh. As salaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin.
Asyhadu al laa ilaaha illallaah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rosuuluh.”

(artinya: Segala ucapan selamat, shalawat, dan kebaikan adalah bagi Allah. Mudah-mudahan
kesejahteraan dilimpahkan kepadamu wahai Nabi beserta rahmat Allah dan barakah-Nya.
Mudah-mudahan kesejahteraan dilimpahkan pula kepada kami dan kepada seluruh hamba
Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah
melainkan Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba-Nya dan utusan-
Nya).” (HR. Bukhari no. 6265).

“Nabi membentangkan telapak tangan kirinya diatas paha kirinya dan beliau mengepalkan
seluruh jari jemari tangan kanannya. Beliau berisyarat dengan telunjuknya ketika menyebut
nama Allah atau membaca kalimat syahadat”.(Syaikh al-bani hal 158.)

“Kadang kadang beliau melipat (menggenggamkan) jari manis dan kelingkingnya, lalu
menyentuhkan ujung jari tengah dengan ujung ibu jarinya sehingga membentuk
lingkaran.”(HR. Abu dawud dan Ibnu Hibban). sementara telunjuknya diangkat.

N. BANGKIT UNTUK RAKA’AT KETIGA

Bagaimanakah cara bangkit ke rakaat ketiga setelah tasyahud awal?

Bangkit ke rakaat ketiga dengan bertumpu pada tangan sambil bertakbir “Allahu Akbar”.

Menurut madzhab Syafi’i, berdiri ke rakaat ketiga adalah dengan bertumpu pada tangan di
tanah. (Al Majmu’, 3: 307). Sebagaimana hal ini diterangkan sebelumnya pada point 29 ketika
membahas cara bangkit ke rakaat kedua.

Bangkit ke rakaat ketiga setelah tasyahud awal dengan mengangkat tangan.

Menurut ulama Syafi’iyah, disunnahkan mengangkat tangan ketika bangkit ke rakaat ketiga.
Dalam hadits Abu Humaid As Sa’idi mengenai mengangkat tangan saat bangkit dari tasyahud
awwal, ia berkata, “Kemudian Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit, kemudian ia
melakukan raka’at kedua seperti raka’at pertama. Sampai beliau selesai melakukan dua
raka’at, beliau bertakbir dan mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan pundaknya
sebagaimana yang beliau lakukan saat takbiratul ihram (ketika memulai shalat).” (HR. Tirmidzi
no. 304 dan Abu Daud no. 963. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini
shahih).

Kemudian pada rakaat ketiga dan keempat beliau hanya membaca Al-fatihah saja dan tidak
membaca ayat apapun sesudahnya. Penjelassan di BAB al-fatihah sebelumnya.

O. TASYAHUD AKHIR

Setelah melakukan rakaat keempat atau rakaat terakhir maka nabi duduk untuk tasyahud
akhir. Pada tasyahud akhir ini, Nabi duduk tawwaruk yaitu dengan menempelkan pantat kiri
ke lantai dan mengeluarkan telapak kaki kiri dibawah betis kaki kanan sedangkan telapak kaki
kanan ditegakkan serta jari jari kaki kanan menghadap kiblat.

Bacaannya adalah tasyahud awal ditambah sholawat

bacaan tasyahud Ibnu Mas’ud.

“At tahiyyaatu lillaah, wash shalawaatu wath thayyibaat. Assalaamu’alaika ayyuhan nabiyyu
warahmatullaahi wa barokaatuh. As salaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin.
Asyhadu al laa ilaaha illallaah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rosuuluh.”

(artinya: Segala ucapan selamat, shalawat, dan kebaikan adalah bagi Allah. Mudah-mudahan
kesejahteraan dilimpahkan kepadamu wahai Nabi beserta rahmat Allah dan barakah-Nya.
Mudah-mudahan kesejahteraan dilimpahkan pula kepada kami dan kepada seluruh hamba
Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah
melainkan Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba-Nya dan utusan-
Nya).” (HR. Bukhari no. 6265).

“Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad kamaa shollaita ‘ala Ibroohim wa
‘ala aali Ibrohim, innaka hamidun majiid. Wa baarik ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad
kamaa baarokta ‘ala Ibrohim wa ‘ala aali Ibrohimm innaka hamidun majiid.”

(artinya: Ya Allah, semoga shalawat tercurah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad
sebagaimana tercurah pada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha
Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, semoga berkah tercurah kepada Muhammad dan keluarga
Muhammad sebagaimana tercurah pada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya
Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia).” (HR. Bukhari no. 4797 dan Muslim no. 406, dari Ka’ab
bin ‘Ujroh).
P. DO’A – DO’A SETELAH TASYAHUD AKHIR

Setelah selesai membaca tasyahud akhir, maka Rosulullah memohon perlindungan dari 4 hal.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang di
antara kalian selesai tasyahud akhir (sebelum salam), mintalah perlindungan pada Allah dari
empat hal: (1) siksa neraka jahannam, (2) siksa kubur, (3) penyimpangan ketika hidup dan
mati, (4) kejelekan Al Masih Ad Dajjal.” (HR. Muslim no. 588).

Do’a yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan dalam riwayat lain,

“Allahumma inni a’udzu bika min ‘adzabi jahannam, wa min ‘adzabin qobri, wa min fitnatil
mahyaa wal mamaat, wa min syarri fitnatil masihid dajjal.”

“Ya Allah, aku meminta perlindungan kepada-Mu dari siksa neraka, siksa kubur , fitnah ketika
hidup dan mati, dan kejelekan Al Masih Ad Dajjal.” (HR. Muslim no. 588)

Setelah itu berdoa dengan doa apa saja yang diinginkan. Dalam hadits dari Abu Hurairah
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Jika salah seorang di antara kalian bertasyahud, maka mintalah perlindungan pada Allah dari
empat perkara yaitu dari siksa Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah hidup dan mati dan dari
kejelekan Al Masih Ad Dajjal, kemudian hendaklah ia berdoa untuk dirinya sendiri dengan doa
apa saja yang ia inginkan.” (HR. An Nasai no. 1310. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih).

Dengan catatan, hendaklah dengan bahasa Arab atau yang lebih baik adalah dengan doa
yang berasal dari Al Quran dan hadits. Doa yang berasal dari Al Quran dan hadits begitu
banyak yang bisa diamalkan.

Contoh doa untuk diri sendiri yang biasa diamalkan Rosulullah

“Allahumma innii zholamtu nafsii zhulmaan katsiraa, wala yaghfirudz dzunuba illa anta,
faghfirlii maghfiratan min indika, warhamnii innaka antal ghofuururrahiim.”

(ya Allah, sesungguhnya aku telah menzholimi diriku sendiri dengan kezoliman yang banyak,
dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa – dosa selain engkau, maka ampunilah aku
dengan ampunan dari-Mu, dan sayangilah aku, sesungguhnya engkau maha pengampun lagi
maha penyayang.).(mutafaqun ‘alaih)

Doa lain,

“allahumma hasibnii hisaabaan yasiiraa.” (ya Allah hisablah aku dengan hisab yang
ringan).(HR.Ahmad dan al-hakim)
Q. DIAKHIRI SALAM

Rosulullah memalingkan wajahnya ke kanan seraya mengucapkan,

“Assalamu ‘alaikum warahmatulahi”.

(kesejahteraan dan rahmat Allah semoga tercurah atas kalian).dan menoleh kekiri “Assalamu
‘alaikum warahmatulahi”.(kesejahteraan dan rahmat Allah semoga tercurah atas kalian).

Diriwayat lain Rosulullah menambahkan,

“wabarakatuh”.

(dan keberkahan-Nya).

(HR.Abu dawud)
DZIKIR SESUDAH SHOLAT FARDHU

A.

َ ‫أَسْ َت ْغ ِف ُر‬
)x3( ‫هللا‬

ِ ‫ار ْكتَ َيا َذا ْال َجَلَ ِل َو ْا‬


‫إل ْك َر ِام‬ َ ‫ َو ِم ْن‬،‫اَللَّ ُه َّم أَ ْنتَ ال َّسَلَ ُم‬
َ ‫ َت َب‬،‫ك ال َّسَلَ ُم‬

“Astagh-firullah 3x”

“Allahumma antas salaam wa minkas salaam tabaarokta yaa dzal jalaali wal ikrom”

Artinya:

“Aku minta ampun kepada Allah,” (3x).

“Ya Allah, Engkau pemberi keselamatan, dan dariMu keselamatan, Maha Suci Engkau, wahai
Tuhan Yang Pemilik Keagungan dan Kemuliaan.”

Faedah: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika selesai dari shalatnya beliau beristighfar
sebanyak tiga kali dan membaca dzikir di atas. Al Auza’i menyatakan bahwa bacaan istighfar
adalah astaghfirullah, astaghfirullah. ( HR. Muslim no. 591.)

B.

،ُ‫ك َولَ ُه ْال َحمْ ُد َوه َُو َعلَى ُكل َشيْ ٍء َق ِد ْير‬
ُ ‫ لَ ُه ْالم ُْل‬،ُ‫ك لَه‬
َ ‫َلَ إِلَـ َه إَِلَّ هللا ُ َوحْ َدهُ َلَ َش ِر ْي‬

َ ‫ َوَلَ َي ْن َف ُع َذا ْال َجد ِم ْن‬، َ‫ َوَلَ مَُْ طِ َي لِ َما َم َنَْ ت‬، َ‫اَللَّ ُه َّم َلَ َمان َِع لِ َما أَعْ َطيْت‬
‫ك ْال َج ُّد‬

“Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-
in qodiir”

“Allahumma laa maani’a limaa a’thoyta wa laa mu’thiya limaa mana’ta wa laa yanfa’u dzal
jaddi minkal jaddu.”

Artinya:

“Tiada Rabb yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Bagi-Nya puji dan bagi-Nya kerajaan. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak
ada yang mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang memberi apa yang Engkau
cegah. Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya (selain iman dan amal
shalihnya yang menyelamatkan dari siksaan). Hanya dari-Mu kekayaan dan kemuliaan.”( HR.
Bukhari no. 844 dan Muslim no. 593.)
C.

.‫ك َولَ ُه ْال َحمْ ُد َوه َُو َعلَى ُكل َشيْ ٍء َق ِد ْي ُر‬
ُ ‫ لَ ُه ْالم ُْل‬،ُ‫ك لَه‬
َ ‫َلَ إِلَـ َه إَِلَّ هللا ُ َوحْ َدهُ َلَ َش ِر ْي‬

َّ ‫ لَ ُه النَْ َم ُة َولَ ُه ْال َفْْ ُل َولَ ُه‬،ُ‫ َوَلَ َنَْ ُب ُد إَِلَّ إِيَّاه‬،ُ‫ َلَ إِلَـ َه إَِلَّ هللا‬،ِ
‫ َلَ إِلَـ َه إَِلَّ هللاُ م ُْخلِصِ ي َْن لَ ُه الدي َْن َولَ ْو‬، ُ‫الث َنا ُء ْال َح َسن‬ ِ ‫َلَ َح ْو َل َوَلَ قُوَّ ََ إَِلَّ ِبا‬
َ ْ
‫ك ِر َه الكا ِفر ُْو َن‬َ

“Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah. Lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli
syai-in qodiir.”

“Laa hawla wa laa quwwata illa billah. Laa ilaha illallah wa laa na’budu illa iyyaah. Lahun
ni’mah wa lahul fadhlu wa lahuts tsanaaul hasan”

“Laa ilaha illallah mukhlishiina lahud diin wa law karihal kaafiruun”

Artinya:

“Tiada Rabb (yang berhak disembah) kecuali Allah, Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-
Nya. Bagi-Nya kerajaan dan pujaan. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada daya dan
kekuatan kecuali (dengan pertolongan) Allah. Tiada Rabb (yang hak disembah) kecuali Allah.
Kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya. Bagi-Nya nikmat, anugerah dan pujaan yang
baik. Tiada Rabb (yang hak disembah) kecuali Allah, dengan memurnikan ibadah kepadaNya,
sekalipun orang-orang kafir sama benci.”

Faedah: Dikatakan oleh ‘Abdullah bin Zubair, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
mengeraskan.( Mengeraskan (menjaherkan) bukanlah maksudnya dengan dzikir secara
berjama’ah. Dzikirnya tetap masing-masing per individu.)

bacaan dzikir ini di akhir shalat.”( HR. Muslim no. 594.)

D.

)× 33( ‫هللا‬
ِ ‫ان‬ َ ‫ُسب َْح‬

ِ َّ ِ ‫اَ ْل َح ْم ُد‬
)× 33( ِ

)× 33( ‫َهللا ُ أَ ْك َب ُر‬

‫ك َولَ ُه ْال َح ْم ُد َوه َُو َعلَى ُكل َشيْ ٍء َق ِد ْي ُر‬


ُ ‫ لَ ُه ْالم ُْل‬،ُ‫ْك لَه‬
َ ‫َلَ إِلَـ َه إَِلَّ هللا ُ َوحْ َدهُ َلَ َش ِري‬

“Subhanallah” (33x)

“Al hamdulillah” (33x)

“Allahu akbar” (33 x)


“Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah. Lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli
syai-in qodiir.”

Artinya:

“Maha Suci Allah (33 x), segala puji bagi Allah (33 x), Allah Maha Besar (33 x). Tidak ada
Rabb (yang berhak disembah) kecuali Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-
Nya kerajaan. Bagi-Nya pujaan. Dia-lah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu.”

Faedah: Siapa yang membaca dzikir di atas, maka dosa-dosanya diampuni walau sebanyak
buih di lautan.( HR. Muslim no. 597.)

Kata Imam Nawawi rahimahullah, tekstual hadits menunjukkan bahwa bacaan Subhanallah,
Alhamdulillah, Allahu akbar, masing-masing dibaca 33 kali secara terpisah.”( Lihat Syarh
Shahih Muslim, 5: 84)

E. Membaca ayat Kursi setiap selesai shalat (fardhu).

Faedah: Siapa membaca ayat Kursi setiap selesai shalat, tidak ada yang menghalanginya
masuk surga selain kematian.( HR. An-Nasai dalam Al Kubro 9: 44. Hadits ini dinyatakan
shahih oleh Ibnu Hibban, sebagaimana disebut oleh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram.)

F. Membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas setiap selesai shalat (fardhu).

Faedah: Tiga surat ini disebut mu’awwidzot. (HR. Abu Daud no. 1523 dan An-Nasai no. 1337.
Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

G.

َ ُ ‫اَللَّ ُه َّم إِنيْ أَسْ أَل‬


ً‫ َو َع َمَلً ُم َت َق َّبَل‬،‫ َو ِر ْز ًقا َطيبًا‬،‫ك ِع ْلمًا َنا ِفًَ ا‬

“Allahumma inni as-aluka ‘ilman naafi’a, wa rizqon thoyyiba, wa ‘amalan mutaqobbal”

Artinya:

“Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat (bagi diriku dan orang
lain), rizki yang halal dan amal yang diterima (di sisi-Mu dan mendapatkan ganjaran yang
baik).” (Dibaca setelah salam dari shalat Shubuh).( HR. Ibnu Majah no. 925 dan Ahmad 6:
305, 322. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih.)

Semoga bisa diamalkan.


Penyusun Oleh : Admin Indonesia Mengaji (Argo)

REFRENSI

Manhajus Salikin wa Tawdhihil Fiqhi fid Diin, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di
Ibhajul Mu’minin bi Syarh Manhajis Salikin, Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman bin ‘Abdillah Al
Jibrin,
Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal

KITAB BULUGHUL MARAM


KITAB MINHAJUL MUSLIM
KITAB BUKHARI MUSLIM
KITAB DZIKIR PAGI DAN PETANG USTAD. YAZID BIN ABDUL QADIR JAWAZ

Anda mungkin juga menyukai