Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bronkitis merupakan penyakit infeksi pada saluran pernapasan
yang menyerang bronkus. Penyakit ini banyak menyerang anak-anak yang
lingkungannya banyak polutan, misalnya orang tua yang merokok
dirumah, asap kendaraan bermotor, asap hasil pembakaran pada saat
masak yang menggunakan bahan bakar kayu. Di Indonesia masih banyak
keluarga yang setiap hari menghirup polutan ini, kondisi ini menyebabkan
angka kejadian penyakit bronkhitis sangat tinggi (Marni, 2014).
Pada tahun 2007 di Negara berkembang seperti Indonesia infeksi
saluran pernafasan bawah masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting. Resiko penularan setiap tahun di Indonesia di
anggap cukup tinggi. Di Indonesia yang terinfeksi bronkhitis sekitar 1.6
juta orang. Bronkhitis adalah suatu peradangan pada bronkus, bronkhiali,
dan trakhea (saluran udara ke paru-paru). Penyakit ini biasanya bersifat
ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita
yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau
penyakit paru-paru) dan usia lanjut, bronkhitis bisa menjadi masalah serius
(Arif, 2008).
Untuk Bronkitis, jumlah anak yang terdiagnosa Bronkitis pada
tahun 2007 di Amerika Serikat adalah 7,6 juta orang. Dampak yang timbul
akibat menderita penyakit bronkitis adalah infeksi saluran napas yang
berat dan 2 sering, penyempitan dan penyumbatan bronchus, sulit
bernapas, hingga kematian (Puspitasari, 2009).
Menurut American Academy of Family Physian lebih dari 90%
pasien bronkitis memiliki riwayat pernah menjadi perokok. Tetapi terdapat
faktor lain yang sedikit kontribusinya menyebabkan bronkitis yaitu infeksi
virus atau bakteri, polusi udara (ozon dan nitrogen dioksida/NO2),
terpapar iritan di tempat kerja, dan lain-lain. Iritan-iritan yang dapat

1
menyebabkan penyakit ini diantaranya uap logam ( fume) dari bahan-
bahan kimia seperti sulfur dioksida (SO2), hidrogen sulfida (H2S), bromin
(Br), amonia (NH3), asam kuat, beberapaorganic solvent , dan klorin (Cl).
Debu juga dapat menyebabkan bronkitis, seperti debu batu bara
(Puspitasari, 2009)
Dari studi kasus yang sudah dilakukan tentang bronkitis, maka
penulis tertarik untuk mengangkat kasus tersebut bertujuan untuk
mendapatkan pengetahuan dan pengalaman serta dapat menetapkan
standar asuhan keperawatan anak.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dan melaksanakan Asuhan
Keperawatan pada pasien anak dengan penyakit bronkitis pada anak.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi penyakit bronkitis pada anak
b. Untuk mengetahui etiologi penyakit bronkitis pada anak
c. Untuk mengetahui manifestasi klinik penyakit bronkitis pada anak
d. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit bronkitis pada anak
e. Untuk mengetahui pathway penyakit bronkitis pada anak
f. Untuk mengetahui komplikasi penyakit bronkitis pada anak
g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit ALL pada
anak
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit bronkitis pada anak
i. Untuk mengetahui asuhan keperawatan penyakit bronkitis pada
anak.

2
BAB II
KONSEP DASAR

A. Definisi
Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-
paru). Peradangan ini menyebabkan penghasilan mukus yang banyak dan
beberapa perubahan pada saluran pernafsan. Penyakit ini biasanya bersifat
ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang
memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-
paru) dan pada usia lanjut,bronkitis bisa bersifat serius (Muttaqin, Arif. 2008)
Bronkhitis akut adalah radang pada bronkhus yang biasanya mengenai
trakhea dan laring, sehingga sering dinamai juga dengan
laringotracheobronchitis. Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan
napas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit sistemik misalnya pada
morbili, pertusis, ditteri, dan tipus abdominalis. (Manurung, Santa dkk. 2008)
Secara klinis, Bronkitis kronis terbagi menjadi 3 jenis, yakni:
1. Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan
batuk berdahak dan keluhan lain yang ringan.
2. Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis),
ditandai dengan batuk berdahak kental, purulen (berwarna
kekuningan).
3. Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas ( chronic
bronchitis with obstruction ), ditandai dengan batuk berdahak yang
disertai dengan sesak napas berat dan suara mengi.

3
B. Etiologi
Menurut Somantri, Irman (2009) ada 3 faktor utama yang mempengaruhi
timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dan polusi. Selain itu terdapat pula
hubungan dengan faktor keturunan dan status sosial.
1. Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat
hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP (volume
ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan
hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel
saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut
2. Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi
virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri
yang diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan
streptococcus pneumonie.
3. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi
bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat
juga menyebabkan bronchitis adalah zat – zat pereduksi seperti O2,
zat – zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon
4. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau
tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin yang
merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara
autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang
sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk
jaringan paru.
5. Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial
ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi
yang lebih jelek

4
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari bronkitis menurut (Muttaqin, Arif. 2008) adalah
:
1. Produksi mukus kental.
2. Batuk produktif dengan mukus purulen.
3. Dispnea.
4. Demam
5. Suara serak
6. Ronki (bunyi nafas diskontineu yang halus atau kasar) terutama
waktu inspirasi.
7. Nyeri dada kadang timbul.
8. Batuk sangat produktif, purulen, dan mudah memburuk oleh iritan
inhalan,udara dingin atau infeksi.
9. Sesak nafas dan dispnea.

D. Patofisiologi
Patofisiologi dari penyakit bronkitis ini adalah sebagai berikut menurut
dari Muttaqin, Arif (2008) adalah :
Virus (penyebab tersering infeksi) - Masuk saluran pernapasan - Sel
mukosa dan sel silia - Berlanjut - Masuk saluran pernapasan(lanjutan) -
Menginfeksi saluran pernapasan - Bronkitis - Mukosa membengkak dan
menghasilkan lendir - Pilek 3 – 4 hari - Batuk (mula-mula kering kemudian
berdahak) - Riak jernih - Purulent - Encer - Hilang - Batuk - Keluar - Suara
ronchi basah atau suara napas kasar - Nyeri subsernal - Sesak napas - Jika
tidak hilang setelah tiga minggu - Kolaps paru segmental atau infeksi paru
sekunder (pertahanan utama)
Apabila bronchitis kongenital patogenesisnya tidak diketahui diduga erat
hubungannya dengan genetic serta factor pertumbuhan dan perkembangan
fetus dalam kandungan. Pada bronchitis yang didapat patogenesisnya diduga
melelui beberapa mekanisme : factor obstruksi bronkus, factor infeksi pada

5
bronkus atau paru-paru, fibrosis paru, dan factor intrinsik dalam bronkus atau
paru.
Patogenesis pada kebanyakan bronchitis yang didapat melalui dua
mekanisme dasar:
1. Infeksi bacterial pada bronkus atau paru, kemudian timbul
bronchitis. Infeksi pada bronkus atau paru akan diikuti proses
destruksi dinding bronkus daerah infeksi dan kemudian timbul
bronchitis.
2. Obstruksi bronkus akan diikuti terbentuknya bronchitis, pada
bagian distal obstruksi dan terjadi infeksi juga destruksi bronkus.
Bronchitis merupakan penyakit paru yang mengenai paru dan sifatnya
kronik. Keluhan-keluhan yang timbul juga berlangsung kronik dan menetap .
keluhan-keluhan yang timbul erat dengan : luas atau banyaknya bronkus yang
terkena, tingkatan beratnya penyakit, lokasi bronkus yang terkena, ada atau
tidaknya komplikasi lanjut.. keluhan-keluhan yang timbul umumnya sebagai
akibat adanya beberapa hal : adanya kerusakan dinding bronkus, akibat
komplikasi, adanya kerusakan fungsi bronkus.
Mengenai infeksi dan hubungannya dengan patogenesis bronchitis, data
dijelaskan sebagai berikut ;
1. Infeksi pertama ( primer )
Kecuali pada bentuk bronchitis kongenital. Masih menjadi
pertanyaan apakah infeksi yang mendahului terjadinya bronchitis
tersebut disebabkan oleh bakteri atau virus. Infeksi yang
mendahului bronchitis adalah infeksi bacterial yaitu
mikroorgansme penyebab pneumonia. Dikatakan bahwa hanya
infeksi bakteri saja yang dapat menyebabkan kerusakan pada
dinding bronkus sehingga terjadi bronchitis, sedangkan infeksi
virus tidak dapat (misalnya adenovirus tipe 21, virus influenza,
campak, dan sebagainnya)

6
2. Infeksi sekunder
Tiap pasien bronchitis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada
lesi, apabila sputum pasien yang semula berwarna putih jernih
kemudian berubah warnanya menjadi kuning atau kehijauan atau
berbau busuk berarti telah terjadi infeksi sekunder oleh kuman
anaerob misalnya : fusifomis fusiformis, treponema vincenti,
anaerobic streptococci. Kuman yang erring ditemukan dan
menginfeksi bronkus misalnya : streptococcus pneumonie,
haemophilus influenza, klebsiella ozaena

E. Pathway

Sumber : ( Muttaqin, Arif. 2008)

7
F. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien,
antara lain (Somantri, Irman. 2009) :
1. Bronchitis kronik
Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering
mengalami infeksi berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada
saluran nafas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka drainase
sputumnya kurang baik.
2. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya
pneumonia. Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
3. Efusi pleura atau empisema
4. Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab
infeksi supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
5. Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena (
arteri pulmonalis ) , cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis
pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali
merupakan tindakan beah gawat darurat.
6. Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran
nafas
7. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-
cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi
arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul
sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut
akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya
akan terjadi gagal jantung kanan.
8. Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada
bronchitis yang berat da luas
9. Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai
komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami
komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati dan limpa serta
proteinurea

8
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dari bronkitis adalah (Tamtam, 2018):
Diagnosis dari bronkitis dapat ditegakkan bila pada anamnesa pasien
mempunyai gejala batuk yang timbul tiba-tiba dengan atau tanpa sputum
dan tanpa adanya bukti pasien menderita pneumonia, common cold, asma
akut, eksaserbasi akut bronkitis kronik dan penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK). Pada pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya tidak khas.
Dapat ditemukan adanya demam, gejala rinitis sebagai manifestasi
pengiring, atau faring hiperemis. Sejalan dengan perkembangan serta
progresivitas batuk, pada auskultasi dada dapat terdengar ronki, wheezing,
ekspirium diperpanjang atau tanda obstruksi lainnya. Bila lendir banyak
dan tidak terlalu lengket akan terdengar ronki basah. Dalam suatu
penelitian terdapat metode untuk menyingkirkan kemungkinan pneumonia
pada pasien dengan batuk disertai dengan produksi sputum yang dicurigai
menderita bronkitis akut, yang antara lain bila tidak ditemukan keadaan
sebagai berikut:
1. Denyut jantung > 100 kali per menit
2. Frekuensi napas > 24 kali per menit
3. Suhu > 38°C
4. Pada pemeriksaan fisik paru tidak terdapat focal konsolidasi dan
peningkatan suara napas
5. Keadaan tersebut tidak ditemukan, kemungkinan pneumonia dapat
disingkirkan dan dapat mengurangi kebutuhan untuk foto thorax.
Tidak ada pemeriksaan penunjang yang memberikan hasil definitif untuk
diagnosis bronkitis. Pemeriksaan kultur dahak diperlukan bila etiologi
bronkitis harus ditemukan untuk kepentingan terapi. Hal ini biasanya
diperlukan pada bronkitis kronis. Pada bronkitis akut pemeriksaan ini tidak
berarti banyak karena sebagian besar penyebabnya adalah virus.
Pemeriksaan radiologis biasanya normal atau tampak corakan bronkial
meningkat. Pada beberapa penderita menunjukkan penurunan ringan uji

9
fungsi paru. Akan tetapi uji ini tidak diperlukan pada penderita yang
sebelumnya sehat.
Ada beberapa cara pemeriksaan diagnostic untuk penderit bronkitis, yakni
:
1. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan atau
menyokong diagnosis dan menyingkirkan penyakit – penyakit lain.
Bronkitis kronik bukan suatu diagnosis radiologis.Menurut Fraser dan
Pare lebih dari 50% pasien bronkitis kronik mempunyai foto dada yang
normal, sedangkan Hadiarto mendapatkan data 26% pasien. Tetapi
secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
a. Tubular shadows atau tram lines terlihat bayangan garis – garis
yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan
tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal. Dari 300 pasien
yang diperiksa Fraser dan Pare, ternyata 80% mempunyai kelainan
tersebut.
b. Corak paru yang bertambah

Terlihat pada foto thorax diatas pada bagian bronkus terlihat berwarna
lebih putih dibandingkan foto thorax normal dikarenakan adanya
penumpukan sekret dan edema pada penderita bronkitis.
2. Pemeriksaan Faal Paru
Pemeriksaan faal paru adalah mengukur berapa banyak udara yang
dapat masuk kedalam paru – paru dan seberapa cepat udara dapat
keluar dari paru – paru. Pada pasien bronkitis kronik terdapat VEP1

10
dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang
normal.Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan
KAEM (kecepatan arus ekspirasi maksimal), kenaikan KRF dan VR,
sedangkan KTP bertambah atau normal. Kelainan di atas lebih jelas
pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada
saluran nafas kecil yang dapat dibuktikan dengan pemeriksaan KAEM,
closing volume, flow volume curve dengan O2 dan gas helium N2 wash
out curve.
3. Analisis Gas Darah
Pada umumnya pasien bronkitis tidak dapat mempertahankan ventilasi
dengan baik, sehingga PaCO2 naik.Saturasi hemoglobin menurun, dan
timbul sianosis.Terjadi juga vasokonstriksi pembuluh darah paru dan
penambahan eritropoeisis.
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila
sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis ke kanan dan P-
pulmonal pada hantaran II,III dan aVF. Voltase QRS rendah.Di V1
rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 rasi R/S kurang dari 1.Seiring terdapat
RBBB inkomplet

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari bronkitis adalah sebagai berikut menurut
Somantri, Irman (2009):
1. Bronchitis Akut
Pada pemeriksaan menggunakan stetoskop (auskultasi), terdengar
ronki, wheezing dengan berbagai gradasi (perpanjangan ekspirasi
hingga ngik-ngik) dan krepitasi (suara kretek-kretek dengan
menggunakan stetoskop). Adapun pemeriksaan dahak maupun rontgen
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa dan untuk
menyingkirkan diagnosa penyakit lain. Sebagian besar pengobatan

11
bronkitis akut bersifat simptomatis (meredakan keluhan). Obat-obat
yang lazim digunakan, yakni:
a. Antitusif (penekan batuk): DMP (dekstromethorfan) 15 mg,
diminum 2-3 kali sehari. Codein 10 mg, diminum 3 kali sehari.
Doveri 100 mg, diminum 3 kali sehari. Obat-obat ini bekerja
dengan menekan batuk pada pusat batuk di otak. Karenanya
antitusif tidak dianjurkan pada kehamilan dan bagi ibu menyusui.
Demikian pula pada anak-anak, para ahli berpendapat bahwa
antitusif tidak dianjurkan, terutama pada anak usia 6 tahun ke
bawah. Pada penderita bronkitis akut yang disertai sesak napas,
penggunaan antitusif hendaknya dipertimbangkan dan diperlukan
feed back dari penderita. Jika penderita merasa tambah sesak,
maka antitusif dihentikan
b. Ekspektorant: adalah obat batuk pengencer dahak agar dahak
mudah dikeluarkan sehingga napas menjadi lega. Ekspektorant
yang lazim digunakan diantaranya: GG (glyceryl guaiacolate),
bromhexine, ambroxol, dan lain-lain.
c. Antipiretik (pereda panas): parasetamol (asetaminofen), dan
sejenisnya., digunakan jika penderita demam.
d. Bronkodilator (melongarkan napas), diantaranya: salbutamol,
terbutalin sulfat, teofilin, aminofilin, dan lain-lain. Obat-obat ini
digunakan pada penderita yang disertai sesak napas atau rasa
berat bernapas. Penderita hendaknya memahami bahwa
bronkodilator tidak hanya untuk obat asma, tapi dapat juga
digunakan untuk melonggarkan napas pada bronkitis. Selain itu,
penderita hendaknya mengetahui efek samping obat bronkodilator
yang mungkin dialami oleh penderita, yakni: berdebar, lemas,
gemetar dan keringat dingin. Andaikata mengalami efek samping
tersebut, maka dosis obat diturunkan menjadi setengahnya. Jika
masih berdebar, hendaknya memberitahu dokter agar diberikan
obat bronkodilator jenis lain.

12
e. Antibiotika. Hanya digunakan jika dijumpai tanda-tanda infeksi
oleh kuman berdasarkan pemeriksaan dokter.
2. Bronchitis Kronis
Penatalaksanaan Bronkitis kronis dilakukan secara berkesinambungan
untuk mencegah timbulnya penyulit, meliputi:
a. Edukasi, yakni memberikan pemahaman kepada penderita untuk
mengenali gejala dan faktor-faktor pencetus kekambuhan
Bronkitis kronis.
b. Sedapat mungkin menghindari paparan faktor-faktor pencetus.
c. Rehabilitasi medik untuk mengoptimalkan fungsi pernapasan dan
mencegah kekambuhan, diantaranya dengan olah raga sesyuai
usia dan kemampuan, istirahat dalam jumlah yang cukup, makan
makanan bergizi.
3. Oksigenasi (terapi oksigen)
4. Obat-obat bronkodilator dan mukolitik agar dahak mudah dikeluarkan.
5. Antibiotika. Digunakan manakala penderita Bronkitis kronis
mengalami eksaserbasi oleh infeksi kuman (H. influenzae, S.
pneumoniae, M. catarrhalis). Pemilihan jenis antibiotika (pilihan
pertama, kedua dan seterusnya) dilakukan oleh dokter berdasarkan
hasil pemeriksaan.

13
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Keluhan utama pada klien dengan bronkitis meliputi batuk kering dan
produktif dengan sputum purulen, demam dengan suhu tubuh dapat
mencapai >40°C dan sesak nafas.
1. Riwayat penyakit masa lalu
Pada pengkajian ini sering kali klien mengeluh pernah mengalami
infeksi saluran nafas bagian atas dan adanya riwayat alergi pada
pernafasan atas. Perawat harus memperhatikan dan mencatatnya baik-
baik.
2. Riwayat Penyakit saat ini
Riwayat penyakit saat ini pada klien dengan bronkitis bervariasi
tingkat keparahan dan lamanya. Bermula dari gejala batuk-batuk saja,
hingga penyakit akut dengan manifestasi klinis yang berat. Sebagai
tanda terjadinya toksemia klien dengan bronkitissering mengeluh
malaise, demam, badan terasa lemah, banyak berkeringat,
takikardiadan takipnea. Sebagai tanda terjadinya iritasi, keluhan yang
didapatkan terdiri atasbatuk, ekspektorasi dan rasa sakit dibawah
sternum. Penting ditanyakan oleh perawat tentang obat-obatan yang
telah atau biasa diminum oleh klien untuk mengurangi keluhannya dan
mengkaji kembali apakah obat-obatan tersebut masih relevan untuk
dipakai
3. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Pada pengkajian klien dengan bronkitis didapatkan klien sering
mengalami kecemasan sesuai dengan keluhan yang dialaminya dimana
adanya keluhan batuk, sesak nafas, dan demam merupakan stresor
untuk terjadinya cemas. Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang
pengobatan yang diberikan. Pengobatan nonfarmakologi seperti

14
olahraga secara teratur serta mencegah kontak dengan alergen dan
iritan
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan TTV
Hasil pemeriksaan TTV pada klien biasanya didapatkan adanya
peningkatan suhulebih dari 40°C, frekuensi nafas meningkat, nadi
meningkat. Biasanya tidak ada peninmgkatan tekanan darah.
b. Pernafasan
Klien biasanya mengalami peningkatan usaha dan frekuensi
bernafas ditemukan penggunaan otot bantu pernafasan. Pada
bronkitis kronis sering didapatkan bentuk dada barrel/tong.
Gerakan masih simetris, didapatkan batuk produktif dengan
sputum purulen berwarna kuning kehijauan sampai hitam
kecoklatan karena bercampur darah. Taktil fremitus biasanya
normal, didapatkan bunyi resonan pada lapang paru. Jika abses
terisi penuh dengan cairan pus akibat drainase yang buruk,maka
suara nafas melemah. Jika bronkus paten dan drainasenya baik
ditambah dengan adanya konsolidasi disekitar abses maka akan
terdengar suara nafas bronkial dan ronki basah.
c. Sirkulasi
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut
nadi takikardi.Tekanan darah normal. Bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan. Batasjantung tidak mengalami
pergeseran.
d. Neurosensori
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis apabila tidak ada
komplikasi penyakit serius.
e. Eliminasi
Pengukuran intake dan output, monitor adanya oligouria yang
merupakan salah satu tanda awal syok.

15
f. Makanan, cairan
Klien biasanya mengalami muntah dan mual, penurunan nafsu
makan dan penurunan berat badan.
g. Aktivitas,istirahat.
Kelemahan dan kelelahan fisik, secara umum sering menyebabkan
klien memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi ADL.
dengan adanya konsolidasi disekitar abses maka akan terdengar
suara nafas bronkial dan ronki basah.
h. Sirkulasi
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut
nadi takikardi.Tekanan darah normal. Bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan. Batasjantung tidak mengalami
pergeseran.
i. Neurosensori
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis apabila tidak ada
komplikasi penyakit serius.
j. Eliminasi
Pengukuran intake dan output, monitor adanya oligouria yang
merupakan salah satu tanda awal syok.
k. Makanan, cairan
Klien biasanya mengalami muntah dan mual, penurunan nafsu
makan dan penurunan berat badan.
l. Aktivitas,istirahat.
Kelemahan dan kelelahan fisik, secara umum sering menyebabkan
klien memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi ADL.

16
B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul dari bronkitis adalah
(Manurung, 2008) :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum dan broncospasme
2. Gangguan pertukaran gas dengan perubahan supple oksigen
3. Gangguan nutrisi:kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dispnea dan anoreksia.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplei
oksigen.

17
C. Intervensi
Rencana Keperawatan
No. Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
1. Bersihan jalan napas Setelah dilakukan tindakan a. Kaji fungsi pernapasan: a. Memantau adanya
tidak efektif keperawatan selama … x 24 jam bunyi napas kecepatan perubahan pola
berhubungan dengan masalah bersihan jalan napas efektif irama, kedalaman dan napas
peningkatan produksi dapat teratasi dengan Kriteria Hasil : penggunaan otot bantu b. Posisi semi fowler
sputum dan a. Sputum tidak ada pernapasan. memperlancar
bronkospasme b. Bunyi napas vesikuler b. Kaji posisi yang sirkulasi
c. Batuk berkurang atau hilang nyaman untuk klien, pernapasan dalam
d. Sesak napas berkurang atau misalnya posisi kepala tubuh
hilang lebih tinggi ( semi c. Mencegah adanya
e. Tanda-tanda vital normal fowler ). dehidrasi
c. Pertahankan hidrasi d. Fisioterapi dada
adekuat, adupan cairan mempermudah
40-50cc/ kg bb/ 24 jam pengeluaran secret
e. Untuk menurunkan
d. Lakukan fisioterapi spasme jalan napas
dada jika tidak ada dan produksi
kontrak indikasi. mukosa
e. Kolaborasi dengan tim
medis untuk
memberikan mukolitik
2. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan a. Pertahankan posisi tidur a. Posisi fowler
gas berhubungan keperawatan selama … x 24 jam fowler memperlancar
dengan perubahan masalah gangguan pertukaran gas b. Ajarkan klien sirkulasi
suplai oksigen. dapat teratasi dengan kriteria hasil : pernapsan diagframatik pernapasan dalam
a. Nilai analisa gas darah dan pernapasan bibir. tubuh
dalam batas normal. c. Kaji pernapasan, b. Untuk menurunkan
b. Kesadaran komposmentis. kecepatan dan kolaps jalan napas,

18
c. Klien tidak bingung kedalaman serta dispnea dan kerja
d. Sputum tidak ada penggunaan otot bantu napas
e. Sianosis tidak ada pernapasan c. Indikasi langsung
f. Tanda fital dalam batas d. Awasi tingkat keadekuatan
normal kesadaran / status volume
mental klien, catat cairan,meskipun
adanya perubahan membrane mukosa
e. Dorong klien untuk mulut mungkin
mengeluarkan sputum, kering karena
penghisapan lendir jika napas mulut dan
f. Ukur tanda vital setiap oksigen tambahan.
4-5 jam dan awasi d. Untuk membantu
irama melancarkan
g. Palpasi fremitus jalannya
h. Berikan oksigen sesuai pernapasan
indikasi e. Dengan
mengetahui tingkat
kesadaran atau
status mental klien,
sehingga
memudahkan
tindakan
selanjutnya.
f. Takikardia,
disritmia dan
perubahan tekanan
darah dapat
menunjukkan efek
hipoksemia
sistemik pada
fungsi jantung.

19
g. Mengetahui adanya
bunyi nafas akibat
muku
h. Dapat
memperbaiki/menc
egah buruknya
hipoksia.
3. Gangguan nutrisi Setelah dilakukan tindakan a. Kaji keluhan klien a. Menentukan
kurang dari kebutuhan keperawatan masalah gangguan terhadap mual, muntah penyebab masalah
tubuh berhubungan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan anoreksia lingkungan yang
dengan produksi dapat teratasi dengan kriteria hasil : b. Lakukan perawatan bersih dan nyaman
sputum a. Menunjukkan peningkatan mulut sebelum dan b. Menghilangkan
berat badan menuju tujuan sesudah makan serta tanda bahaya, rasa
yang tepat ciptakan bau dari
b. Menunjukkan perilaku atau c. Anjurkan klien untuk lingkungan pasien
perubahan pola hidup untuk makan sedikit tapi dan dapat
meningkatkan dan atau sering menurunkan mual
mempertahankan berat d. Timbang berat badan c. Dapat
badan yang tepat. klien setiap minggu meningkatkan
e. Kolaborasi dengan ahli nutrisi dalam tubuh
gizi untuk menentukan meskipun napsu
komposisi diet makan berkurang
d. Berguna
menentukan
kebutuhan kalori
dan evaluasi
keadekuatan
rencana nutrisi
e. Berguna untuk
kestabilan dan gizi
yang masuk untuk

20
pasien
4. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan a. Kali aktifitas yang a. Mengetahui
berhubungan dengan keperawatan diharapkan masalah dilakukan klien perkembangan
ketidakseimbangan intoleransi aktivitas dapat teratasi b. Latih klien untuk aktivitas day living
suplai oksigen dengan dengan kriteria hasil : melakukan pergerakan b. Supaya otot-otot
kebutuhan a. Klien melakuakan aktifitas aktif dna pasif tidak mengalami
sehari-hari tanpa bantuan c. Berikan dukungan pada kekakuan
b. Klien dapat bergerak secara klien dalam melakukan c. Meminimalkan
bebas latihan secara teratur, kelelahan dan
c. Kelelahan berkurang atau seperti: berjalan membantu
hilang perlahan atau latihan keseimbangan
d. Tonus otot baik lainnya. suplai dan
menunjukkan angka 5 d. Diskusikan dengan kebutuhan O2
klien untuk rencana d. Untuk memberikan
pengembangan latihan terapiyang sesuai
berdasarkan status pada status pasien
fungsi dasar saat ini
e. Anjurkan klien untuk e. Menentukan
konsultasi denan ahli program latihan
terapi spesifik sesuai
kemampuan klien

21
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke
paru-paru). Peradangan ini menyebabkan penghasilan mukus yang banyak
dan beberapa perubahan pada saluran pernafsan. Ada 3 faktor utama yang
mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dan polusi. Selain
itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status sosial.
Manifestasi klinik dari bronkitis yaitu, produksi mukus kental, batuk
produktif dengan mukus purulen, dispnea, demam, suara serak, ronki
terutama waktu inspirasi, nyeri dada kadang timbul, batuk sangat
produktif, purulen, dan mudah memburuk oleh iritan inhalan,udara dingin
atau infeksi dan sesak nafas dan dispnea. Cara pemeriksaan diagnostic
untuk penderit bronkitis adalah pemeriksaan radiologis, pemeriksaan faal
paru, analisis gas darah, dan pemeriksaan EKG. Diagnosa yang dapat
muncul adalah bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan produksi sputum dan broncospasme, gangguan pertukaran gas
dengan perubahan supple oksigen, gangguan nutrisi:kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan dispnea dan anoreksia dan intoleransi aktifitas
berhubungan dengan ketidak seimbangan suplei oksigen.

B. Saran
1. Bagi Pelayanan Keperawatan
Dalam perannya diharapkan dapat memberikan penyuluhan dan
pendidikan kesehatan berupa informasi tentang pentingnya pemberian
sikap yang positif.
2. Mahasiswa
Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang konsep dari
penyakit Bronkitis, sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran dapat
mempermudah atau memberikan pemahaman yang lebih terhadap
penyakit Bronkitis.

22
3. Perawat
Perawat diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan yang
baik dan tepat terhadap pasien dengan penyakit Bronkitis serta
diharapkan mampu memberikan pendidikan kesehatan orang tua tentang
penyakit Bronkitis.

23
DAFTAR PUSTAKA

Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.

Arif Muttaqin, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan, Jakarta : Salemba Medika

Irman Soemantri, 2008, Keperawatan Pada Gangguan Sistem Pemapasan, Jakarta:


Salemba

Manurung, Santa. Dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pernafasan


Akibat Infeksi. Jakarta: Trans Info Media Jakarta.

Marni. 2014. Buku Ajar Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Pernapasan.
Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Puspitasari. 2009. Analisis pengaruh CAR, NPL, PDN, NIM, BOPO, LDR

Tamtam, T., 2018. Askep Klien Bronkitis. [Online]


Available at:
https://www.academia.edu/20617537/ASKEP_KLIEN_BRONKITIS
[Accessed 26 November 2018].

24
25

Anda mungkin juga menyukai