Laporan
Diajukan sebagai Syarat Kelulusan Mata Kuliah Praktik Profesi
pada Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam
Oleh
M Iqbal Al-Farizi
NIM 1165010093
i
ii
Disusun oleh:
M Iqbal Al-Farizi
NIM 1165010093
Mengetahui:
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim.
Alhamdulillāhirabbil‘ālamīn..
Terima kasih kepada semua pihak yang tidak bisa penyusun sebutkan
namanya satu persatu. Mohon maaf atas segala kesalahan dan kekhilafan. Terima
kasih banyak, semoga taufik dan hidayah Allah Subhanahu Wata’ala senantiasa
tercurahkan kepada kita semua. Aamiin..
M Iqbal Al-Farizi
NIM 1165010093
iv
DAFTAR ISI
Oleh
M Iqbal Al-Farizi
NIM 1165010093
Maret 2019
1
2
Dalam sejarah Islam Indonesia terdapat polarisasi umat islam yang amat kaya.
Sejak zaman kemerdekaaan, Islam sudah menunjukan beraneka ragam wajah,
yang di persentasikan oleh organisasi kemasyarakatan (ormas) maupun organisasi
politik (orpol). Oleh para peneliti Islam keragaman ini diidentfikasikan dengan
berbagai nama atau label. Ada Islam tradisional, yaitu agama Islam yang cara
pelaksanaanya masih di campur dengan tradisi-tradisi daerah setempat, Islam
modernis yaitu Islam Modern dengan menggunakan logika untuk menyikapi
berbagai masalah yang ada dalam Islam dan berdasarkan al-Qur’an dan Hadist.
Islam puritan (murni) Islam ekstrem, Islam abanngan, Islam nasionalis dan lain
sebagainya. Adanya sebutan-sebutan di atas , cukup menjelaskan pluralitas umat
muslim indonesia. (An-Nahlawi, 1996)
LDII adalah salah satu organisasi masa Islam yang dianggap meresahkan
masayarakat, sehingga muncul labbeling sesat oleh pihak-pihak tertentu. Di
beberapa daerah labbeling sesat terhadap LDII sering menimbulkan konflik
antara penganun LDII dan non LDII. Paham keagamaan yang dikembangkan oleh
LDII di anggap telah meresahkan masyarakat di berbagai daerah, karena dinilai
masih mengajarkan faham Darul Hadist/Islam Jamaah yang telah dilarang oleh
Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 1971 (SK Jaksa Agung RI No.Kep-
08/D.A/10/1971 tanggal 29 Oktober 1971).
Faham Darul Hadist mulai di perkenalkan ke Indonesia pada tahun 1940 oleh
H. Nurhasan al-Ubaidah Lubis. Ajaran yang di bawa adalah mengembalikan Islam
Indonesia yang sudah banyak menyimpang ke jalur yang benar. Darul Hadist
adalah organisasi non-formal dan kegiatannya terbatas pada pengajian-pengajian
yang memfokuskan pada pemaknaan atau terjemah perkalimat al-Qur’an dan
Hadis, dan pemurnian dari bid’ah, kufarat dan sejenisnya dan belum ada masalah
keamiran. Setelah H. Nurhasan al-Ubaidah mendapatkan doktrin keamiran dari
imam dan khalifah dunia Jami’atul Muslim Hizbullah yaitu Imam Wali al-Fatah
yang di bai’at pada tahun 1954 di Jakarta oleh para Jamaahnya, maka sistem
keamiran mulai diterapkan. Waktu itu Wali al-Fatah adalah Kepala Biro Politik
Kementrian Dalam Negeri RI (pemerintahan Soekarno). Sedangkan Islam
Jama’ah ini didasarkan atas perkataan Umar Bin Khatab “tiadalah Islam kecuali
dengan berjama’ah, tiadalah berjama’ah kecuali dengan bera mir, tiadalah beramir
kecuali dengan bertaa’at.
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) pertama kali berdiri pada 3 Januari
1972 di Surabaya, Jawa Timur dengan nama Yayasan Lembaga Karyawan Islam
(YAKARI).
5
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) yang pada awal mula berdirinya
pada 3 Januari 1972 di Surabaya, Jawa Timur bernama Yayasan Lembaga
Karyawan Islam (YAKARI) yang kemudian diubah menjadi Lembaga Karyawan
Islam (LEMKARI) didirikan oleh :
5. Wijono BA.
Kajian LDII telah banyak dilakukan baik berupa hasil penelitian maupun buku.
Pada umumnya hasil penelitian-penelitian yang sudah terlaksana masih bersifat
pendahuluan atau studi awal yang berusaha mendeskripsikan sekitar kelahiran,
perkembangan dan pokok-pokok ajaran gerakan LDII. Hingga saat ini kajian
ilmiah mengenai LDII sebagai salah satu organisasi dan juga pondok pesantren
6
besar di Indonesia masih belum memadai, meskipun selama satu dekade terakhir
ini LDII telah mengalami perkembangan yang pesat.
Perkembangan LDII yang pesat ini, pada hakikat nya menimbulkan respon dan
resistensi tersendiri bagi masyarakat yang berada di luar golongan LDII. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan pandangan tentang ideologi yang mendasari gerakan
LDII di masyarakat.
Ideologi LDII terbagi menjadi tiga, yaitu ideologi gerakan keagamaan, politik
dan ekonomi. Ideologi gerakan keagamaan LDII merupakan aktivitas keagamaan
LDII dalam rangka memurnikan agama Islam pada masyarakat yang dilakukan
oleh bidang dakwah. Selain itu, prosesnya melibatkan bidang pengkaderan,
bidang ke-LDII-an, dan bidang pengkajian ilmu pengetahuan. Secara umum
kegiatan dakwa LDII dilakukan untuk menyesuaikan visi dan misi sebagai
gerakan Islam dan keilmuan kemasyarakatan. Semua itu bagi jamaah LDII hanya
bisa terwujud ketika urusan dunia dikorelasikan dengan kehidupan akhirat kelak,
dengan cara berbuat amal saleh sebanyak-banyaknya sesuai dengan tuntunan al-
Qur’an dan Hadis demi mendapatkan pahala dan mampu mengahantarkan kepada
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Sedangkan ideologi LDII yang bersifat politik yaitu LDII dalam melihat
politik, kekuasaan ataupun negara. LDII meletakkannya sebagai produk dari
dinamika sosial kemasyarakatan dan kebudayaan, yang kemudian dikenal sebagai
gerakan dakwah. Bagi jamaah LDII, partai politik ataupun politik negara adalah
sub-sistem dari gerakan dakwah. Dari sini terlihat bahwa hubungan antara LDII
dengan partai politik tidak konsisten, selalu berubah dan tidak pernah bersifat
struktural. Dengan kata lain LDII ditempatkan di atas basis yang lebih besar dan
kultural dibandingkan dinamika politik kenegaraan. Dalam hal ini LDII cenderung
bersikap pragmatis atau akomodatif dalam politik. Hal ini terlihat dalam hasul
Rakernas pada tahun 2007 di Jakarta, LDII kembali menetapkan Islam sebagai
asas tunggal. Rakernas ini juga memutuskan bahwa LDII sebagai organisasi
7
sosial-keagamaan akan menjaga jarak yang sama dengan semua partai politik.
Para pengurus LDII dilarang melakukan rangkap jabatan dengan semua partai
politik. Ideologi ekonomi LDII adalah menjadikan anggota LDII dalam
memperoleh harta dengan semangat amal saleh dan sadaqah, demi mendapatakan
harta yang halal dan barakah dari Allah.
Seperti yang kita ketahui LDII berkembang pesat setelah di resmikan menjadi
organisasi keagamaan yang di sahkan oleh Kementrian Hukum dan Hak Asasi
Manusia RI No. AHU-18. AH.01.06. Tahun. 2008, Tanggal, 20 Februari 2008
walaupun sejatinya LDII berdiri pada tahun 1972. Dengan isi keputusan sebagai
berikut :
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah di uraikan di atas, maka tujuan dalam
penelitian ini adalah :
D. Kajian Pustaka
1
Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2007), hlm. 72.
2
Nina Herlina Lubis, Metode Sejarah, (Jawa Barat: YMSI, 2007), hlm. 83.
10
itu seorang peneliti sejarah perlu melakukan kajian pustaka terhadap penelitian
terdahulu baik berupa buku, jurnal, dan skripsi yang menjadi acuan dalam
penelitian diantaranya sebagai berikut: (Sjamsuddin, 2007, hal. 72) (Lubis, 2007,
hal. 83)
Kajian tentang LDII telah banyak dilakukan, baik hasil penelitian maupun
buku. Pada umumnya hasil penelitian-penelitian tersebut masih bersifat
pendahuluan atau studi awal yang berusaha mendiskripsikan sekitar kelahiran,
perkembangan dan pokok-pokok ajaran gerakan jamaah LDII, sebagai berikut:
1. Marzani Anwar (Departemen Agama, 1989) tentang “Mas alah Teologi
Islam Jamaah”, menjelaskan tentang permasalahan-pe rmasalahan
teologis LDII yang berkembang di Indonesia.
2. Drs. Nur Hasyim (1971), terdapat tujuh kuliah yang ditulis dalam bentuk
buku oleh Drs. Nur Hasjim, salah satunya adalah ”Im am Jama’ah di
dalam Agama Islam dan Tujuh Fakta Syahnya Keamiran Jama’ah di
Indonesia”. Diktat-diktat itu isinya sama, yaitu menggambarkan pokok-
pokok pikiran yang mendasari gerakan Islam Jama’ah LDII (diktat ini
tidak diterbitkan).
3. Tobroni (Pasca UMM, 1996) penelitian berupa tesis yang berjudul
“Keamiran dan Jama’ah (Studi Tentang Hubungan Amir dan
Pengaruhnya Terhadap Perilaku Keagamaan Warga LDII di Jawa Timur”.
Tesis ini menjelaskan tentang konsep keamiran dan jamaah di LDII di
Jawa Timur.
4. Hartono Ahmad Jaiz (2005), dengan judul “Aliran dan Paham Sesat di
Indonesia”. Buku ini berusaha menggambarkan secara menyeluruh
tentang seluk beluk ajaran LDII dengan tujuan menyerang habis argumen
LDII.
5. Mundir Thohir (2009), dengan judul buku “Islam Jama ’ah dan LDII,
Doktrin Islam Jama’ah dan Sosialisasinya Dalam Membentuk Kesalehan
Warga LDII”. Dalam buku ini Mundir Thohir mengungka p perbedaan
antara paham aliran Islam Jama’ah dan LDII sebagai organisasi dakwah.
11
E. Langkah-Langkah Penelitian
yang kuat, dan rnultirasio. Laporan tersebut hendaknya ditulis dengan gaya
penulisan yang baik dan objektif.3 (Zuriah, 2007, hal. 6)
Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah untuk menguji
dan menganalisa secara kritis rekaman-rekaman serta peninggalan masa lalu yang
terdiri empat tahapan yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.4
(Gottschalk, 1985, hal. 32)
1. Heuristik
Tahap heuristik merupakan kegiatan mencari sumber untuk mendapatkan
data-data atau materi sejarah, atau evidensi sejarah. Pada tahapan ini,
kegiatan diarahkan pada penjajakan, pencarian, dan pengumpulan sumber-
sumber yang akan diteliti, baik yang terdapat di lokasi penelitian, temuan
benda maupun sumber lisan.5 Heuristik sering kali merupakan suatu
keterampilan dalam menemukan, menangani, dan memperinci bibliografi atau
mengklasifikasi dan merawat catatan-catatan.6 (Sulasman, 2014, hal. 93)
(Abdurrahman, 1999, hal. 55)
Tahapan heuristik ini adalah tahapan pertama. Pada tahapan ini penulis
mencoba melacak atau mencari sumber yang memiliki kolerasi dengan judul
penelitian. Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah proses pencarian,
pelacakan, dan pengumpulan sumber-sumber yang berkenaan dengan topik
yang akan dibahas.
Dalam tahap ini, peneliti melakukan pencarian sumber dari buku, media
cetak berupa majalah, jurnal, skripsi, dan artikel internet. Dalam proses
pencarian sumber, penulis mencari dengan mendatangi Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia (PNRI), Arsip Nasional Republik Indonesia
(ANRI), Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Jawa Barat
3
Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2007), hlm. 6.
4
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 1985), hlm.
32.
5
Sulasman, Metodologi Penelitian Sejarah, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), hlm. 93.
6
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, Cet. Pertama, (Jakarta: PT Logos Wacana
Ilmu, 1999), hlm. 55.
13
2. Kritik
Tahapan selanjutnya yaitu tahapan kritik. Pada tahapan ini yang dilakukan
adalah untuk menentukan otentisitas dan kredebilitas atas sumber yang
didapatkan dengan kualifikasi atas bentuk, bahan dan jenis dari naskah atau
dokumen yang nantinya menentukan bagaimana validitas teks dan isi dari
data-data. Kritik sumber adalah suatu usaha menganalisa, memisahkan dan
mencari suatu sumber untuk memperoleh keabsahan sumber yang
dibutuhkan. Dalam hal ini, dilakukan penyeleksian apakah data tersebut
akurat atau tidak, baik dari segi bentuk maupun isinya sehingga dapat
7
A. Daliman, Metode Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012), hlm. 55.
8
Hugiono, et.al., pengantar ilmu sejarah, (jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm. 31.
9
A. Daliman, Metode Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012), hlm. 55.
14
a. Kritik Eksternal
Kritik eksternal merupakan cara melakukan verifikasi atau pengujian
terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah. Atas dasar berbagai
alasan atau syarat, setiap sumber harus dinyatakan dahulu autentik dan
integralnya.Saksi-mata atau penulis itu harus diketahui sebagai orang
yang dapat dipercayai (credible).11 (Sjamsuddin, 2007, hal. 84)
Kritik ekstern ini digunakan untuk meneliti otentisitas sumber secara
bentuk dengan menguji material kertas atau bahan, tanggal, dan tanda
yang terdapat di dalam teks.12
b. Kritik Internal
Kritik internal menekankan kritik pada aspek isi dari sumber yang
didapat.Setelah fakta kesaksian (fact of testimony) ditegakkan melalui
kritik eksternal, tiba gilirannya untuk mengadakan evaluasi terhadap
kesaksian itu, dan memutuskan apakah kesaksian itu dapat diandalkan
(realible) atau tidak.13 Kritik intern merupakan proses untuk menguji
keabsahan sumber yang telah diperoleh sebelumnya. (Sjamsuddin, 2007,
hal. 91)
Dalam kritik intern ini dilakukan 3 hal; Pertama, mengadakan
penilaian intrinsik, yang berkaitan dengan kompeten tidaknya suatu
sumber, keahlian dan kedekatan dari sumber atau saksi. Kedua, berkaitan
dengan kemauan dari sumber untuk memberikan kesaksian dan
menyampaikan kebenaran. Terakhir, korborasi yaitu pencaraian sumber
lain yang tidak memiliki keterkaitan dengan sumber utama untuk
mendukung kebenaran akan sumber utama. Setelah data atau sumber
10
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999),
hlm. 11.
11
Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2007), hlm. 84.
12
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013), hlm. 77.
13
Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2007), hlm. 91.
15
dikritik dan telah melewati tahap korborasi, maka data itu disebut dengan
fakta sejarah.Namun apabila data atau sumber tidak bisa dilakukan
korborasi, artinya sumber hanya berisi satu data saja, maka berlakulah
prinsip argument ex silentio.14
3. Interpretasi
Interpretasi adalah penafsiran data atau disebut juga analisis sejarah, yaitu
penggabungan atas sejumlah fakta yang telah diperoleh. Tujuan dari analisis
ini yaitu untuk melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh
sebelumnya dari sumber-sumber sejarah dan bersamaan dengan teori-teori
disusunlah fakta itu dalam suatu interpretasi secara menyeluruh.15 (Sulasman,
2014, hal. 107)
Tahapan ini merupakan tahapan puncak dari seluruh rangkaian aktivitas
penelitian sejarah hal ini dikarenakan suatu permasalahan merupakan pusat
(center) dan arah (direction) dari kegiatan penelitian sejarah. Pada hakikatnya
interpretasi merupakan proses dalam memecahkan permasalahan melalui
pemaknaaan fakta- fakta atau bukti-bukti sejarah yang sebelumnya telah
berhasil dihimpun dalam proses heuristik dan telah diseleksi serta diuji
kebenarannya dalam proses kritik eksternal dan kritik internal. Singkatnya,
interpretasi merupakan proses yang melibatkan berbagai kegiatan yang
dilakukan dalam semua rangkaian proses penelitian sejarah.16 (Daliman,
2012, hal. 82)
4. Historiografi
Tahapan Historiografi merupakan tahapan berupa kegiatan penulisan hasil
penafsiran atas fakta-fakta dan usaha merekontruksi masa lampau untuk
memberikan jawaban atas masalah-masalah yang telah dirumuskan setelah
sumber yang ditemukan pada tahapan heuristik, kemudian melewati tahap
14
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 1985), hlm.
80.
15
Sulasman, Metodologi Penelitian Sejarah, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), hlm. 107.
16
A. Daliman, Metode Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012), hlm. 82.
16
F. Outline
17
Nina Herlina Lubis, Metode Sejarah, (Jawa Barat: YMSI, 2007), hlm. 55.
17
MOTTO
ABSTRAK
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
PEDOMAN TRANSLITERASI
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kajian Pustaka
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR SUMBER
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR SUMBER
A. Sumber Buku
A. Daliman. 2012. Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak.