Anda di halaman 1dari 25

A.

Abortus
1. Definisi Abortus
Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas.
Dimana masa gestasi belum mencapai usia 20 minggu dan beratnya
kurang dari 500 gr (Mansjoer, 2010). Pengguguran kandungan atau aborsi
atau abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di
dunia luar, tanpa mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin hidup
di dunia luar bila berat badannya telah mencapai lebih daripada 500 gram
atau umur kehamilan lebih daripada 20 minggu. (Salmah, 2006). Istilah
abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup di luar kandungan. Abortus ditentukan sebagai
pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau
kurang dari 20 minggu (Prawirohardjo S, 2009).

2. Etiologi/Faktor predisposisi
Menurut Prawirohardjo S (2009) penyebab abortus antara lain adalah :
a. Infeksi akut : virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis. Infeksi bakteri,
misalnya streptokokus. Parasit, misalnya malaria. Infeksi kronis :
Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua.
Tuberkulosis paru, aktif, pneumonia.
b. Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah,air raksa, dan lain-lain.
c. Penyakit kronis, misalnya : hipertensi, nephritis, diabetes, anemia berat
penyakit jantung : toxemia gravidarum.
d. Gangguan fisiologis, misalnya syok, ketakutan, dan lain-lain.
e. Trauma fisik. Penyebab yang bersifat lokal: Fibroid, inkompetensia
serviks. Radang pelvis kronis, endometrtis. Retroversi kronis.
Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga
menyebabkan hiperemia dan abortus.
f. Kelainan alat kandungan.
g. Penyebab dari segi Janin / Plasenta Kematian janin akibat kelainan
bawaan.
h. Kelainan kromosom.
i. Lingkungan diendometrium disekitar tempat implantasi kurang
sempurna sehingga penberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi
terganggu.
j. Penyakit plasenta, misalnya inflamasi dan degenerasi.

3. Klasifikasi Abortus
Menurut Nugroho (2011), abortus dibagi menjadi :
a. Abortus Provokatus : Disengaja, digugurkan.
1) Abortus Provokatus artifisial atau abortus therapeutic : Pengguran
kehamilan biasanya menggunakan alat-alat dengan alasan, bahwa
kehamilan membahayakan bagi ibunya sebelum usia kandungan 28
minggu.
2) Abortus provocatus criminalis : Pengguran kehamilan tanpa adanya
alasan medis yang sah dan dilarang oleh hukum.
b. Abortus Spontan : Terjadi dengan sendirinya, keguguran. Biasanya
abortus spontan dikarenakan kurang baiknya kualitas sel telur dan sel
sperma.
1) Abortus imminens : Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus
pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih
dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
2) Abortus insipiens : Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang
meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
3) Abortus inkomplet : Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal
dalam uterus.
4) Abortus kompletus : Semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.
5) Missed Abortion : keadaan dimana janin yang telah mati masih
berada di dalam rahim sebelum berusia 20 minggu tetapi hasil
konsepsi masih tertahan dalam kandungan selama 6 minggu atau
lebih.

4. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (2010) tanda dan gejala abortus secara umum yaitu :
a. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu
b. Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran
menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal
atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.
c. Perdarahan pervaginam kemungkinan disertai dengan keluarnya
jaringan hasil konsepsi.
d. Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri
pingang akibat kontraksi uterus.

5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer (2010) pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada
abortus yaitu :
a. Tes kehamilan positif jika janin masih hidup dan negatif bila janin
sudah mati
b. pemeriksaan Dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih
hidup
c. Pemeriksaan fibrinogen dalam darah pada missed abortion Data
laboratorium tes urine, hemoglobin dan hematokrit, menghitung
trombosit
d. kultur darah dan urine
e. Pemeriksaan Ginekologi:
1) Inspeksi vulva
a) Perdarahan pervaginam sedikit atau banyak
b) Adakah disertai bekuan darah
c) Adakah jaringan yang keluar utuh atau sebagian
d) Adakah tercium bau busuk dari vulva
2) Pemeriksaan dalam speculum
a) Apakah perdarahan berasal dari cavum uteri
b) Apakah ostium uteri masih tertutup / sudah terbuka
c) Apakah tampak jaringan keluar ostium
d) Adakah cairan/jaringan yang berbau busuk dari ostium.
3) Pemeriksaan dalam/ Colok vagina
a) Apakah portio masih terbuka atau sudah tertutup
b) Apakah teraba jaringan dalam cavum uteri
c) Apakah besar uterus sesuai, lebih besar atau lebih kecil dari
usia kehamilan
d) Adakah nyeri pada saat porsio digoyang
e) Adakah rasa nyeri pada perabaan adneksa
f) Adakah terasa tumor atau tidak
g) Apakah cavum douglasi menonjol, nyeri atau tidak

6. Penatalaksanaan Medis
Menurut Rukiyah (2010), penatalaksanaan pada abortus :
a. Abortus iminens
1) Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang
mekanik berkurang.
2) Periksa denyut nadi dan suhu badan 2 kali sehari bila pasien tidak
panas dan tiap 4 jam bila pasien panas.
3) Tes kehamilan dapat dilakukan, bila hasil negatif mungkin jaringan
sudah mati.
4) Tentang pemberian hormon progesteron pada abortus imminens
belum pada persesuaian faham. Sebagian besar ahli tidak
menyetujuinya, dan mereka yang menyetujui bahwa harus
ditentukan dahulu adanya kekurangan hormone progesteron.
Apabila difikirkan bahwa sebagian besar abortus didahului oleh
kematian hasil konsepsi dan kematian ini dapat disebabkan oleh
banyak factor, maka pemberian hormon progesteron memang tidak
banyak manfaatnya.
5) Pemeriksaan ultrasonografi penting di lakukan untuk menentukan
apakah masih janin hidup.
6) Berikan obat penenang, biasanya Fenobarbital 3 x 30 mg. Berikan
preprat hematinik misalnya, sulfas ferosus 600-1000 mg.
7) Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.
8) Membersihkan vulva minimal 2 kali sehari dengan cairan
antiseptik.

b. Abortus insipiens
1) Bila perdarahan tidak banyak, tunggu terjadinya abortus spontan
tanpa pertolongan selama 36 jam dengan diberikan morfin.
2) Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai
perdarahan, ditangani dengan penosongan uterus memakai kuret
vacum atau cunam abortus disusul kerokan memakai kuret tajam.
Suntikan ergometrin 0,5 mg IM.
3) Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU
dalam dekstrose 5%, 500ml dimulai 8 per menit dan naikan sesuai
kontraksi uterus sampai terjadi abortus komplit.
4) Bila janin sudah keluar, tapi plasenta masih tertinggal, lakukan
pengeluaran plasenta secara manual.

c. Abortus incomplit
1) Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus NaCl fisiologis
atau Ringer Laktat dan selekas mungkin ditransfusi darah.
2) Setelah syok diatasi, dikerok dengan kuret tajam lalu suntikkan
ergometrin 0,2 mg IM.
3) Bila janin sudah keluar, tapi plasenta masih tertinggal, lakukan
pengeluaran plasenta secara manual.
4) Berikan antibiotic.
d. Abortus komplit
1) Bila pasien baik, berikan ergometri 3 x 1 tablet selama 3-5 hari.
2) Pasien anemi, berikan sufas ferosus atau transfusi darah.
3) Berikan antibiotik.
4) Diet tinggi protein, vitamin, dan mineral.

e. Abortus terapeutik
Menurut Sastrawinata (2005), abortus terapeutik dapat dilakukan
dengan cara:
1) Kimiawi : pemberian secara ekstrauterin atau intrauterin obat
abortus, seperti prostaglandin, antiprogesteron, atau oksitosin.
2) Mekanis :
- Pemasangan batang laminaria atau dilapan akan membuat
serviks terbuka secara perlahan dan tidak traumatis sebelum
kemudian dilakukan evakuasi dengan kuret tajam atau vakum.
- Dilatasi serviks dilanjutkan dengan evakuasi, dipakai dilator
Hegar dilanjutkan dengan kuretase.
- Histerektomi/histerotomi.

7. Komplikasi
Ada pun komplikasi medis yang dapat timbul pada ibu : (Prawirohardjo,
2009)
a. Perforasi
Dilatasi dan kerokan yang dilakukan menyebabkan kemungkinan
terjadinya perforasi dinding uterus, yang dapat menjurus ke rongga
peritoneum, ke ligamentum latum, atau ke kandung kencing. Bahaya
perforasi ialah perdarahan dan peritonitis.
b. Luka pada serviks uteri
Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka dapat
timbul sobekan pada serviks uteri yang perlu dijahit. Apabila terjadi
luka pada ostium uteri internum, maka akibat yang segera timbul ialah
perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan
vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan timbulnya
incompetent cerviks.
c. Pelekatan pada kavum uteri
Sisa-sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium
jangan sampai terkerok, karena hal itu dapat mengakibatkan terjadinya
perlekatan dinding kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya
kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila pada suatu tempat
tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.
d. Perdarahan
Kerokan pada kehamilan yang sudah agak tua atau pada mola
hidatidosa terdapat bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu
hendaknya dilakukan transfusi darah dan sesudah itu, dimasukkan
tampon kasa ke dalam uterus dan vagina.
e. Infeksi
Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka bahaya
infeksi sangat besar. Infeksi kandungan yang terjadi dapat menyebar
ke seluruh peredaran darah, sehingga menyebabkan kematian. Bahaya
lain yang ditimbulkan abortus kriminalis antara lain infeksi pada
saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi kehamilan
lagi.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ;
nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat
b. Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya
perdarahan pervaginam berulang
c. Riwayat kesehatan , yang terdiri atas :
1) Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi
ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan
pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari
usia kehamilan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
a) Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah
dialami oleh klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan
di mana tindakan tersebut berlangsung.
b) Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit
yang pernah dialami oleh klien misalnya DM , jantung ,
hipertensi , masalah ginekologi/urinary , penyakit endokrin ,
dan penyakit-penyakit lainnya.
c) Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui
genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi
mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang
terdapat dalam keluarga.
d) Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus
menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan
adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala
serta keluahan yang menyertainya
e) Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana
keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat
ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
f) Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis
kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.
g) Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-
obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
d. Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit,
eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan,
baik sebelum dan saat sakit.
e. Pemeriksaan fisik, meliputi :
1) Inspeksi
Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi,
lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan
kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan
ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya
2) Palpasi
Merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat
kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi
uterus, menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema,
memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati
turgor, melakukan pemeriksaan dalam : menentukan
tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal.
3) Perkusi
Memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut
atau tidak.
4) Auskultasi
Mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk
bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung
janin.
f. Pemeriksaan laboratorium :
1) Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG,
biopsi, pap smear.
2) Keluarga berencana : Kaji mengenai pengetahuan klien tentang
KB, apakah klien setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi,
dan menggunakan KB jenis apa.
g. Data lain-lain :
1) Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan
selama dirawat di RS.
2) Data psikososial : Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana
pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran
klien dan mekanisme koping yang digunakan.
3) Status sosio-ekonomi : Kaji masalah finansial klien
4) Data spiritual : Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME,
dan kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan.

2. Diagnosa Keperwatan
Menurut Herdman (2014), kemungkinan diagnosa yang muncul pada
pasien dengan abortus yaitu :
a. Ansietas berhubungan dengan kurang terpajannya informasi mengenai
abortus.
b. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus.
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
pervaginam.
d. Risiko syok hipovolemik.
e. Risiko infeksi.

B. Anemia
1. Anemia dalam Kehamilan
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik
dalam kehamilan, persalinan, maupun nifas dan masa selanjutnya. Penyulit
penyulit yang dapat timbul akibat anemia adalah : keguguran (abortus),
kelahiran prematurs, persalinan yang lama akibat kelelahan otot rahim di
dalam berkontraksi (inersia uteri), perdarahan pasca melahirkan karena
tidak adanya kontraksi otot rahim (atonia uteri), syok, infeksi baik saat
bersalin maupun pasca bersalin serta anemia yang berat (<4 gr%) dapat
menyebabkan dekompensasi kordis. Hipoksia akibat anemia dapat
menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalinan (Wiknjosastro,
2007).
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin
dibawah 11gr % pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr % pada
trimester 2, nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita
tidak hamil, terjadi karena hemodilusi, terutama pada trimester 2
(Cunningham. F, 2005).

Anemia yang paling sering dijumpai dalam kehamilan adalah anemia


akibat kekurangan zat besi karena kurangnya asupan unsur besi dalam
makanan. Gangguan penyerapan, peningkatan kebutuhan zat besi atau
karena terlampau banyaknya zat besi yang keluar dari tubuh, misalnya
pada perdarahan. Wanita hamil butuh zat besi sekitar 40 mg perhari atau 2
kali lipat kebutuhan kondisi tidak hamil. Jarak kehamilan sangat
berpengaruh terhadap kejadian anemia saat kehamilan. Kehamilan yang
berulang dalam waktu singkat akan menguras cadangan zat besi ibu.

Pengaturan jarak kehamilan yang baik minimal dua tahun menjadi


penting untuk diperhatikan sehingga badan ibu siap untuk menerima janin
kembali tanpa harus menghabiskan cadangan zat besinya (Mardliyanti,
2006). Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
hemoglobin dibawah 11gr % pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr
% pada trimester 2, nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi
wanita tidak hamil, terjadi karena hemodulasi, terutama pada trimester 2
(Cunningham. F, 2005). Beberapa penyebab anemia yaitu :

1. Zat besi yang masuk melalui makanan tidak mencukupi kebutuhan.


2. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi, terutama ibu hamil,
masa tumbuh kembang pada remaja, penyakit kronis, seperti
tuberculosis dan infeksi lainnya.
3. Perdarahan yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang, malaria,
haid yang berlebihan dan melahirkan.
2. Faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil
a Umur Ibu
Menurut Amiruddin (2007), bahwa ibu hamil yang berumur kurang
dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun yaitu 74,1% menderita anemia
dan ibu hamil yang berumur 20 – 35 tahun yaitu 50,5% menderita
anemia. Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebihdari 35
tahun, mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil, karena akan
membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun
janinnya, beresiko mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan
ibu mengalami anemia.

b Paritas
Menurt Herlina (2006), Ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai
resiko 1.454 kali lebih besar untuk mengalami anemia di banding
dengan paritas rendah. Adanya kecenderungan bahwa semakin
banyak jumlah kelahiran (paritas), maka akan semakin tinggi angka
kejadian anemia.

c Kurang Energi Kronis (KEK)


41% (2.0 juta) ibu hamil menderita kekurangan gizi. Timbulnya
masalah gizi pada ibu hamil, seperti kejadian KEK, tidak terlepas dari
keadaan sosial, ekonomi, dan bio sosial dari ibu hamil dan
keluarganya seperti tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, konsums
pangan, umur, paritas, dan sebagainya.

Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) adalah suatu cara untuk


mengetahui resiko Kurang Energi Kronis (KEK) Wanita UsiaSubur
(WUS). Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau
perubahan tatus gizi dalam jangka pendek. Pengukuran lingkar lengan
atas (LILA) dapat digunakan untuk tujuan penapisan status gizi
Kurang Energi Kronis (KEK). Ibu hamil KEK adalah ibu hamil yang
mempunyai ukuran LILA<23.5 cm. Deteksi KEK denganukuran
LILA yang rendah mencerminkan kekurangan energi dan protein
dalam intake makanan sehari hari yang biasanya diiringi juga dengan
kekurangan zat gizi lain, diantaranya besi. Dapat diasumsikan bahwa
ibu hamil yang menderita KEK berpeluang untuk menderita anemia
(Darlina, 2003).

d Infeksi dan Penyakit


Zat besi merupakan unsur penting dalam mempertahankan daya tahan
tubuh agar tidak mudah terserang penyakit. Menurut penelitian, orang
dengan kadar Hb <10 g/dl memiliki kadar sel darah putih (untuk
melawan bakteri) yang rendah pula. Seseorang dapat terkena anemia
karena meningkatnya kebutuhan tubuh akibat kondidi fisiologis
(hamil, kehilangan darah karena kecelakaan, pascabedah atau
menstruasi), adanya penyakit kronis atau infeksi (infeksi cacing
tambang, malaria, TBC) (Anonim, 2004). Ibu yang sedang hamil
sangat peka terhadap infeksi dan penyakit menular. Beberapa di
antaranya meskipun tidak mengancam nyawa ibu, tetapi dapat
menimbulkan dampak berbahaya bagi janin. Diantaranya, dapat
mengakibatkan abortus, pertumbuhan janin terhambat, bayi mati
dalam kandungan, serta cacat bawaan. Penyakit infeksi yang di derita
ibu hamil biasanya tidak diketahui saat kehamilan. Hal itu baru
diketahui setelah bayi lahir dengan kecacatan. Pada kondisi terinfeksi
penyakit, ibu hamil akan kekurangan banyak cairan tubuh serta zat
gizi lainnya (Bahar, 2006).

Penyakit yang diderita ibu hamil sangat menentukan kualitas janin


dan bayi yang akan dilahirkan. Penyakit ibu yang berupa penyakit
menular dapat mempengaruhi kesehatan janin apabila plasenta rusak
oleh bakteri atau virus penyebab penyakit. Sekalipun janin tidak
langsung menderita penyakit, namun Demam yang menyertai
penyakit infeksi sudah cukup untuk menyebabkan keguguran.
Penyakit menular yang disebabkan virus dapat menimbulkan cacat
pada janin sedangkan penyakit tidak menular dapat menimbulkan
komplikasi kehamilan dan meningkatkan kematian janin 30% (Bahar,
2006).

e Jarak kehamilan
Menurut Ammirudin (2007) proporsi kematian terbanyak terjadi pada
ibu dengan prioritas 1 – 3 anak dan jika dilihat menurut jarak
kehamilan ternyata jarak kurang dari 2 tahun menunjukan proporsi
kematian maternal lebih banyak

Jarak kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu mempunyai


waktu singkat untuk memulihkan kondisi rahimnya agar bisa kembali
ke kondisi sebelumnya. Pada ibu hamil dengan jarak yang terlalu
dekat beresiko terjadi anemia dalam kehamilan. Karena cadangan zat
besi ibu hamil pulih. Akhirnya berkurang untuk keperluan janin yang
dikandungnya.

f Pendidikan
Pada beberapa pengamatan menunjukkan bahwa kebanyakan anemia
yang di derita masyarakat adalah karena kekurangan gizi banyak di
jumpai di daerah pedesaan dengan malnutrisi atau kekurangan gizi.
Kehamilan dan persalinan dengan jarak yang berdekatan, dan ibu
hamil dengan pendidikan dan tingkat social ekonomi rendah
(Manuaba, 2010). Menurut penelitian Amirrudin dkk (2007), faktor
yang mempengaruhi status anemia adalah tingkat pendidikan rendah.

3. Pengertian Anemia
Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11 gr %
pada trimester I dan III atau kadar lebih kecil 10,5 gr % pada trimester II
(Cunningham,, 2005). Anemia pada kehamilan adalah anemia karena
kekurangan zat besi, menurut WHO kejadian anemia hamil berkisar
antara 20 % sampai dengan 89 % dengan menetapkan Hb 11 gr %
sebagai dasarnya. Hb 9 – 10 gr % disebut anemia ringan. Hb 7 – 8 gr %
disebut anemia sedang. Hb < 7 gr % disebut anemia berat (Manuaba,
2010).

4. Anemia fisiologi dalam kehamilan


Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena ibu hamil mengalami
hemodelusi (pengenceran) dengan peningkatan volume 30 % sampai 40
% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Jumlah
peningkatan sel darah 18 % sampai 30 % dan hemoglobin sekitar 19 %
(Manuaba, 2010).

5. Patofisiologi
Anemia adalah suatu kondisi yang mengakibatkan kekurangan zat besi
dan biasanya terjadi secara bertahap. (Zulhaida Lubis, 2003).

a. Stadium 1

Kehilangan zat besi melebihi ukuran, menghabiskan cadangan


dalam tubuh terutama disumsum tulang.

b. Stadium 2
Cadangan zat besi yang berkurang tidak dapat memenuhi kebutuhan
membentuk sel darah merah yang memproduksi lebih sedikit.

c. Stadium 3
Mulai terjadi anemia kadar hemoglobin dan haemotokrit menurun.

d. Stadium 4
Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi
dengan mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah
merah baru yang sangat kecil (Mikrositik).

e. Stadium 5
Semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia maka timbul
gejala - gejala karena anemia semakin memburuk (Anonim, 2004).
Ibu hamil memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah
sel darah merah dan membentuk sel darah merah, janin dan plasenta.

Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan


kebutuhan Fe dan zat besi (Zulhaida Lubis, 2003).

6. Klasifikasi anemia ibu hamil

Secara umum menurut Proverawati (2009) anemia dalam kehamilan


diklasifikasikan menjadi:
a. Anemia defisiensi besi sebanyak 62,3%
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan
zat besi dalam darah. Pengobatannya adalah pemberian tablet besi
yaitu keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam
laktasi yang dianjurkan. Untuk menegakkan diagnosis anemia
defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnese. Hasil anamnesa
didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-
kunang dan keluhan mual muntah pada hamil muda. Pada
pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan
menggunakan metode sahli, dilakukan minimal 2 kali selama
kehamilan yaitu trimester I dan III.

b. Anemia Megaloblastik sebanyak 29%.

Anemia ini disebabkan karena defisiensi asam folat (pteryglutamic


acid) dan defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin) walaupun jarang.
Menurut Hudono (2007) tablet asam folat diberikan dalam dosis 15-
30 mg, apabila disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dengan dosis
100-1000 mikrogram sehari, baik per os maupun parenteral.

c. Anemia Hipoplastik dan Aplastik sebanyak %

Anemia disebabkan karena sum-sum tulang belakang kurang mampu


membuat sel-sel darah baru.
d. Anemia Hemolitik sebanyak 0,7%
Anemia disebabkan karena penghancuran sel darah merah
berlangsung lebih cepat daripada pembuatannya. Menurut penelitian,
ibu hamil dengan anemia paling banyak disebabkan oleh kekurangan
zat besi (Fe) serta asam folat dan viamin B12. Pemberian makanan
atau diet pada ibu hamil dengan anemia pada dasarnya ialah
memberikan makanan yang banyak mengandung protein, zat besi
(Fe), asam folat, dan vitamin B12.

7. Bahaya anemia dalam kehamilan ( Manuaba, 2010)

Pengaruh anemia pada kehamilan. Risiko pada masa antenatal : berat


badan kurang, plasenta previa, eklamsia, ketuban pecah dini, anemia
pada masa intranatal dapat terjadi tenaga untuk mengedan lemah,
perdarahan intranatal, shock, dan masa pascanatal dapat terjadi
subinvolusi. Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi pada neonatus :
premature, apgar scor rendah, gawat janin.

Bahaya pada Trimester II dan trimester III, anemia dapat menyebabkan


terjadinya partus premature, perdarahan ante partum, gangguan
pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrapartum sampai kematian,
gestosisdan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis hingga
kematian ibu (Mansjoer A. dkk., 2008).

Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan, dapat menyebabkan


gangguan his primer, sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan
dengan tindakan-tindakan tinggi karena ibu cepat lelah dan gangguan
perjalanan persalinan perlu tindakan operatif (Mansjoer A. dkk., 2008).
Anemia kehamilan dapat menyebabkan kelemahan dan kelelahan
sehingga akan mempengaruhi ibu saat mengedan untuk melahirkan bayi
(Smith et al., 2012). Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan :
gangguan his-kekuatan mengejan, Kala I dapat berlangsung lama dan
terjadi partus terlantar, Kala II berlangsung lama sehingga dapat
melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, Kala
III dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan postpartum akibat
atonia uteri, Kala IV dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan
atonia uteri. Pada kala nifas : Terjadi subinvolusi uteri yang
menimbulkan perdarahan post partum, memudahkan infeksi
puerperium, pengeluaran ASI berkurang, dekompensasi kosrdis
mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas, mudah terjadi infeksi
mammae (Saifudin, 2006).

Hasil penelitian oleh Indriyani dan Amirudin (2007) menunjukkan


bahwa faktor risiko anema ibu hamil <11 gr% mempunyai hubungan
yang bermakna dengan kejadian partus lama. Ibu yang mengalami
kejadian anemia memiliki risiko mengalami partus lama 1,681 kali
lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia tapi tidak
bermakna secara statistik. Ini diduga karena terjadi ketidak seragaman
pengambilan kadar Hb dan pada kontrolnya ada yang kadar Hb nya
diambil pada trimester 1 dan bisa saja pada saat itu ibu sedang anemia.
Ibu hamil yang anemia bisa mengalami gangguan his/gangguan
mengejan yang mengakibatkan partus lama. Kavle et al, (2008) pada
penelitianya menyatakan bahwa perdarahan pada ibu setelah melahirka
berhubungan dengan anemia pada kehamilan 32 minggu. Kehilangan
darah lebih banyak pada anemia berat dan kehilangan meningkat sedikit
pada wanita anemia ringan dibandingkan dengan ibu yang tidak
anemia.

Pertumbuhan plasenta dan janin terganggu disebabkan karena


terjadinya penurunan Hb yang diakibatkan karena selama hamil volume
darah 50% meningka dari 4 ke 6 L, volume plasma meningkat sedikit
yang menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit.
Penurunan ini akan lebih kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat
besi. Kenaikan volume darah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
perfusi dari plasenta dan untuk penyediaan cadangan saat kehilangan
darah waktu melahirkan. Selama kehamilan rahim, plasenta dan janin
memerlukan aliran darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi (Smith et al., 2012).

Pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada janin, kelahiran


prematur dan berat badan bayi lahir yang rendah, yaitu sebesar 38,85%
,merupaka penyebab kematian bayi. Sedangkan penyebab lainnya yang
cukup banyak terjadi adalah kejadian kurangnya oksigen dalam rahim
(hipoksiaintrauterus) dan kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada
saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (asfiksia lahir), yaitu 27,97%.
Hal ini menunjukkan bahwa 66,82% kematian perinatal dipengaruhi pada
kondisi ibu saat melahirkan. Jika dilihat dari golongan sebab sakit, kasus
obstetri terbanyak pada tahun 2005 adalah disebabkan penyulit kehamilan,
persalinan dan masa nifas lainnya yaitu56,09% (Depkes, 2008).

Ahmad Rofiq (2008) proporsi kematian terbanyak terjadi pada ibu


dengan prioritas 1-3 anak dan jika dilihat menurut jarak kehamilan
ternyata jarak kurang dari 2 tahun menunjukkan proporsi kematian
maternal lebih banyak. Jarak kehamilan yang terlalu dekat
menyebabkan ibu mempunyai waktu singkat untuk memulihkan kondisi
rahimnya agar bisa kembali ke kondisi sebelumnya. Pada ibu hamil
dengan jarak yang terlalu dekat beresiko terjadi anemia dalam
kehamilan. Karena cadangan zat besi ibu hamil pulih. Akhirnya
berkurang untuk keperluan janin yang dikandungnya.

8. Pengaruh anemia terhadap kehamilan :


a Abortus
b Persalinan prematuritas
c Hambatan tumbuh kembang janin
d Mudah infeksi
e Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr %)
f Heperemesis gravidarum
g Perdarahan antepartum
h Ketuban pecah dini
9. Akibat anemia terhadap kehamilan:
a Abortus
b Kematian intra uterine
c Persalinan prematuritas tinggi
d Berat badan lahir rendah
e Kelahiran dengan anemia
f Cacat bawaan
g Bayi mudah infeksi sampai kematian perinatal
h Intelegiensia rendah (Manuaba, 2010)

10. Pencegahan anemia


Pencegahan anemia pada ibu hamil antara lain :

a. Mengkonsumsi pangan lebih banyak dan beragam, contoh sayuran


warna hijau, kacang – kacangan, protein hewani, terutama hati.
b. Mengkonsumsi makanan yang kaya akan vitamin C seperti jeruk,
tomat, mangga dan lain–lain yang dapat meningkatkan penyerapan
zat besi.

Suplemen zat besi memang diperlukan untuk kondisi tertentu, wanita


hamil dan anemia berat misalnya. Manfaat zat besi selama kehamilan
bukan untuk meningkatkan atau menjaga konsentrasi hemoglobin ibu,
atau untuk mencegah kekurangan zat besi pada ibu. Ibu yang mengalami
kekurangan zat besi pada awal kehamilan dan tidak mendapatkan
suplemen memerlukan sekitar 2 tahun untuk mengisi kembali simpanan
zat besi dari sumber-sumber makanan sehingga suplemen zat besi
direkomendasikan sebagai dasar yang rutin (Depkes, 2008). Penderita
anemia ringan sebaliknya tidak menggunakan suplemen zat besi. Lebih
cepat bila mengupayakan perbaikan menu makanan. Misalnya dengan
konsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi seperti telur, susu,
hati, ikan, daging, kacang-kacangan (tahu, oncom, kedelai, kacang hijau,
sayuran berwarna hijau, sayuran berwarna hijau tua (kangkung, bayam)
dan buah-buahan (jeruk, jambu biji dan pisang). Selain itu tambahkan
substansi yang memudahkan penyerapan zat besi seperti vitamin C, air
jeruk, daging ayam dan ikan. Sebaliknya substansi penghambat
penyerapan zat besi seperti teh dan kopi patut dihindari (Anonim, 2004).
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Lowdermilk, & Jensen. 2006. Buku Ajar Keperawatan Maternitas,
alih bahasa Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugrah (Edisi 4).
Jakarta: EGC.

Herdman,T.H. & Kamitsuru.S. 2014. NANDA International Nursing


Diagnoses Definitions and Classification 2015-2017. Oxford :
Willey Blackwell

Mansjoer, Arif. 2010.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media


Aesculapius

Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction

Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan


Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika

Prawirohardjo, S. 2009. Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal.Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Rukiyah, Ai Yeyeh, Lia Yulianti. 2010. Asuhan Kebidanan 4: Patologi.


Jakarta: Trans Info Media.

Salmah. 2006. Asuhan Kebidanan Antenatal. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai