BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anomali kongenital didefinisikan sebagai kelainan struktur atau fungsi
dan mencakup kelainan metabolik, yang terjadi sejak dalam kandungan dan
muncul saat lahir. Kelainan ini diakibatkan oleh defek pada proses
mortalitas pada bayi dan anak-anak usia di bawah lima tahun. Kelainan ini
Banyak bayi yang lahir dengan defek yang serius akibat terjadinya gangguan
post konsepsi karena terpapar oleh agen lingkungan yang bersifat teratogenik,
seperti alkohol, rubella, sifilis, dan defisiensi iodium yang bisa mengganggu
kejadian bayi dengan kelainan kongenital lebih tinggi daripada negara maju.
Hal ini disebabkan oleh perbedaan yang sangat tajam antara kesehatan ibu
setiap hari lebih dari 7200 bayi lahir mati, sebagian besar diantaranya 98%
mencatat antara 25% dan 40% kasus angka lahir mati disebabkan karena
anti-D
kongenital di dunia yaitu sekitar 303.000 jiwa pada 4 minggu pertama setelah
lahir setiap tahunnya dan kelainan kongenital yang paling sering yaitu neural
tube defect dan down syndrome. Namun data jumlah kematian bayi baru lahir
kromosom yang berlebih, yang disebut trisomi, seperti pada sindrom Down,
usia ibu dan merupakan kelainan yang sering menyebabkan abortus spontan
Sindrom Down (trisomi 21) merupakan salah satu kelainan kromosomal yang
paling sering dijumpai, terutama pada anak retardasi mental. Sindrom ini
selain ditandai oleh adanya fenotip yang jelas dan hambatan intelegensi, juga
defeks septum ventricular, dan TOF sedangkan sindrom Patau (trisomi 13)
dihubungkan dengan celah bibir dan palatum, polidaktili, TOF, dan kelainan
juga kadang disertai dengan celah bibir dan palatum.8 Selain itu pada
Sampai saat ini masih banyak anomali kongenital multipel yang masih
Melihat ulasan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti pola kelainan
kualitas konseling genetika bagi para orang tua yang ingin mempunyai anak
dan pada orang tua dengan bayi dengan anomali kongenital pada kehamilan
sebelumnya.
5
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
Multiple
1) Melakukan pengkajian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A Teori Medis
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan
37 sampai 42 minggu dan berat badanya 2.500-4.000 gram (Dewi,
2010: 1).
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan presentasi
belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan
genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu, dengan berat badan 2500-
4.000 gram, nilai APGAR>7 dan tanpa cacat bawaan (Rukiyah, dkk,
2010).
10) Genetalia
Menurut Dewi (2010: 3) ada beberapa tahapan bayi baru lahir yaitu:
2. Kelainan Kongengital
a. Pengertian
b. Etiologi
antara lain:
2) Faktor mekanik
3) Faktor Infeksi
4) Faktor Obat
6) Faktor Hormonal
7) Faktor Radiasi
8) Faktor Gizi
c. Patofisiologi
1) Malforasi
a) Malforasi Mayor
b) Malforasi Minor
2) Deformasi
3) Disrupsi
4) Displasia
d. Diagnosis
a. Pengertian
CTEV, bisa disebut juga dengan clubfoot, merupakan suatu
kombinasi deformitas yang terdiri dari supinasi dan adduksi forefoot
pada sendi midtarsal, heel varus pada sendi subtalar, equinus pada
sendi ankle, dan deviasi pedis ke medial terhadap lutut (1,6). Deviasi
pedis ke medial ini akibat angulasi neck talus dan sebagian internal
tibial torsion (Salter, 1999).
b. Etiologi
Ada beberapa teori yang telah diajukan untuk menjelaskan
etiologi CTEV, yaitu (Nordin, 2002) :
2) Defek neuromuskuler
Intrauterina
Pengaruh lingkungan
c. Klasifikasi
Dimeglio pada tahun 1991 membagi CTEV menjadi empat
kategori berdasarkan pergerakan sendi dan kemampuan untuk
mereduksi deformitas (Nordin et al, 2002):
1. Soft foot; dapat disebut juga sebagai postural foot dan dikoreksi
dengan standard casting atau fisioterapi.
2. Soft > Stiff foot; terdapat pada 33% kasus. Biasanya lebih dari
50% kasus dapat dikoreksi, namun bila lebih dari 7 atau 8
tidak didapatkan koreksi maka tindakan operatif
harus dilakukan.
3. Stiff > Soft foot; terdapat pada 61% kasus. Kurang dari 50%
kasus terkoreksi dan setelah casting dan fisioterapi,
kategori ini akan dilakukan tindakan operatif.
4. Stiff foot; merupakan kategori paling parah, sering kali bilateral
dan memerlukan tindakan koreksi secara operatif.
d. Diagnosis
Diagnosis clubfoot dapat ditegakkan sejak prenatal, setidaknya
paling cepat pada trimester kedua. Biasanya diagnosis terbukti saat
15
e. Penatalaksanaan
5. Palatoskizis
a. Definisi
Labio/palatoskisis merupakan kongenital anomali yang
berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah. Palatoskisis
adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh
kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12
minggu (Syaifuddin, 2006).
b. Klasifikasi
Beberapa jenis bibir sumbing :
1) Unilateral Incomplete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir
dan tidak memanjang hingga ke hidung
2) Unilateral Complete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan
memanjang hingga ke hidung.
16
3) Bilateral Complete
c. Penyebab
a) Faktor Herediter
1. Sebagai faktor yang sudah dipastikan.
2. Gilarsi, 75% dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat
dominan.
3. Mutasi gen
4. Kelainan kromosom
b) Faktor Eksternal
d. Patofisiologis
Patofisiologinya antara lain:
1) Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau
tulang selama fase embrio pada trimester I.
2) Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal
medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8
minggu.
17
f. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan prabedah rutin (misalnya hitung darah lengkap)
2) Pemeriksaan Diagnosis
1) Foto Rontgen
2)Pemeriksaan fisik
18
g. Komplikasi
1) Kesulitan berbicara – hipernasalitas, artikulasi, kompensatori.
Dengan adanya celah pada bibir dan palatum, pada faring terjadi
pelebaran sehingga suara yang keluar menjadi sengau.
2) Maloklusi – pola erupsi gigi abnormal. Jika celah melibatkan
tulang alveol, alveol ridge terletak disebelah palatal, sehingga disisi
celah dan didaerah celah sering terjadi erupsi.
3) Masalah pendengaran – otitis media rekurens sekunder. Dengan
adanya celah pada paltum sehingga muara tuba eustachii terganggu
akibtnya dapat terjadi otitis media rekurens sekunder.
h. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan bibir sumbing adalah tindakan
bedah efektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk
penanganan selanjutnya. Adanya kemajuan teknik bedah,
orbodantis, dokter anak, dokter THT, serta hasil akhir tindakan
koreksi kosmetik dan fungsional menjadi lebih baik. Tergantung
dari berat ringan yang ada, maka tindakan bedah maupun ortidentik
dilakukan secara bertahap.
Biasanya penutupan celah bibir melalui
pembedahan dilakukan bila bayi tersebut telah berumur 1-2 bulan.
Setelah memperlihatkan penambahan berat badan yang
memuaskan dan bebas dari infeksi induk, saluran nafas atau
sistemis.
Perbedaan asal ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun.
Pada kebanyakan kasus, pembedahan pada hidung hendaknya
ditunda hingga mencapi usia pubertas.
Karena celah-celah pada langit-langit mempunyai
ukuran, bentuk danderajat cerat yang cukup besar, maka pada saat
19
5. Pneumonia
a. Definisi
Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang.
Kantung-kantung kemampuan menyerap oksigen menjadi berkurang.
Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bekerja. Inilah penyebab
penderita pneumonia dapat meninggal, selain dari penyebaran infeksi ke
seluruh tubuh. (Misnadiarly, 2008).
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai jaringan parenkim paru.
Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus atau bakteri) dan
sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi dll). (Said M,
2015) Pneumonia merupakan infeksi akut parenkim paru yang meliputi
alveolus dan jaringan interstisial. (CallistaniaC dan Indrawati W, 2014)
b. Etiologi
c. Patofisiologi
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian
perifer melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi
jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke
jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi,
yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan
21
d. Gejala
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar
antara ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya
sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat
komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS. Gambaran klinis
pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi,
tetapi secara umum adalah sebagai berikut : (Said M, 2015)
1) Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
penurunan nafsu makan keluhan gastrointestinal seperti mual,
muntah atau Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas,
retraksi dada, takipnea, nafas cuping hidung, air hunger, merintih,
dan sianosis. (Said M, 2015)
2) diare, kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner. (Said
M, 2015)
22
e. Diagnosis
f. Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis,
perikarditis purulenta, pneumothoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti
meningitis purulenta.
Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada
pneumonia bakteri. Ilten F dkk, melaporkan mengenai komplikasi
miokarditis (tekanan sistolik ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase
meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada seri pneumonia
anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan keadaan
yang fatal, maka di anjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik
noninvasif seperti EKG, ekokardiografi, dan pemerikasaan enzim. (Said
M, 2015)