A. Defenisi Khawarij
Kata Khawarij adalah bentuk jamak dari Khariji, yang mengisyaratkan pada orang
yang keluar dari ketaatan kepada penguasa, secara terang-terangan menyatakan penentangan
terhadap penguasa dan menpengaruhi orang lain untuk menentang penguasa.
Mereka juga disebut sebagai: “Orang-orang yang menyatakan Muslim lainnya kafir karena
melakukan dosa besar, dan orang-orang yang memberontak terhadap pemerintah Muslim dan
keluar dari jama’ah kaum Muslimin. Siapapun yang berpegang kepada pemahaman mereka
(1)
dan mengikuti jalan mereka dianggap sebagai bagian dari mereka.”
Khawārij atau dalam bahasa arab Khowaarij, secara harfiah berarti "Mereka yang
Keluar") ialah istilah umum yang mencakup sejumlah aliran dalam Islam yang awalnya
mengakui kekuasaan Ali bin Abi Thalib, lalu menolaknya. Disebut atau dinamakan Khowarij
disebabkan karena keluarnya mereka dari dinul Islam dan pemimpin kaum muslimin.
Khawarij pertama kali muncul pada pertengahan abad ke-7, terpusat di daerah yang
kini ada di Irak selatan, dan merupakan bentuk yang berbeda dari Sunni dan Syi'ah. Gerakan
Khawarij berakar sejak Khalifah Utsman bin Affan dibunuh, dan kaum Muslimin kemudian
mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Ketika itu, kaum Muslimin mengalami
kekosongan kepemimpinan selama beberapa hari.
Kabar kematian Ustman bin Affan kemudian terdengar oleh Mu'awiyyah bin Abu
Sufyan. Mu’awiyyah yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan 'Ustman bin Affan,
merasa berhak menuntut balas atas kematian 'Ustman.
Mendengar berita ini, orang-orang Khawarij pun ketakutan, kemudian menyusup ke
pasukan Ali bin Abi Thalib. Mu'awiyyah berpendapat bahwa semua orang yang terlibat dalam
pembunuhan 'Ustman harus dibunuh, sedangkan Ali berpendapat yang dibunuh hanya yang
membunuh 'Ustman saja, karena tidak semua yang terlibat pembunuhan diketahui
identitasnya. Akhirnya meletuslah Perang Siffin karena perbedaan dua pendapat tadi.
Kemudian masing-masing pihak mengirim utusan untuk berunding, dan terjadilah perdamaian
antara kedua belah pihak.
Melihat hal ini, orang-orang Khawarij pun menunjukkan jati dirinya dengan keluar
dari pasukan Ali bin abi Thalib. Mereka (Khawarij) merencanakan untuk membunuh
(1)
Syaikh Abu Abdirrahman Ali bin Ali al-Furaidan, Sifat dan Karakteristik Ekstrimis Khawarij,
Maktabah Raudhah al-Muhibbin, 2009, hal 1
Setelah syahidnya Khalifah Umar bin Khathab , pintu fitnah terbuka, sebagaimana
yang disebutkan di dalam hadits. Kemudian dengan pembunuhan Khalifah ketiga, Utsman bin
Affan pada tahun 35 H karena konspirasi Ibnu Saba’ dan orang-orang yang terperdaya
olehnya, fitnah kembali terjadi dan kita terus menyaksikan akibat buruknya sampai hari ini.
Sebenarnya, Ali bin Abi Thalib dibai’at sebagai Khalifah yang berikutnya setelah Utsman,
dan demikian sebagian besar kaum Muslimin berbai’at kepadanya.
Namun Mu’awiyah dan orang-orang yang berada bersamanya dari penduduk Negeri
Syam tidak berbai’at, dengan alasan bahwa wajib untuk segera mengadili orang-orang yang
bertanggung jawab atas pembunuhan Utsman bin Affan . Ali mengatakan kepada Mu’awiyah
“Masuklah ke dalam apa yang manusia masuk ke dalamnya (bai’at) dan biarkan aku
mengadili mereka. Aku akan mengadilli mereka dengan kebenaran.” Selanjutnya, Aisyah,
Talhah, Az-Zubair berangkat menuju Bashrah, merasa sedih dan menuntut keadilan bagi darah
Utsaman . Ali berusaha meyakinkan Aisyah, Thalhah dan Az-Zubair betapa pentingnya
melakukan bai’at terlebih dahulu kepada penguasa dan kemudian baru menuntut balas atas
kematian Utsman.
(2)
http://id.wikipedia.org/wiki/Khawarij
(3)
Syaikh Abu Abdirrahman Ali bin Ali al-Furaidan, Opcit, hal 2
D. Gerakan Khawarij
Ali r.a. adalah seorang yang tidak pernah berbuat sesuatu yang berlainan antara ucapan
dan perbuatan. Ia menolak keras hasil perundingan antara Abu Musa dengan Amr, tetapi
karena ia telah menyatakan kesediaan menerima "tahkim", walaupun hanya karena ia ditekan
oleh pengikutnya, prinsip itu dipertahankan dengan konsekuen, selama fihak lawan benar-
benar hendak mencari penyelesaian berdasarkan hukum Al-Qur'an. Hal ini dapat dibuktikan
dengan penjelasan-penjelasan yang diberikan kepada beberapa orang pengikutnya yang
mengajukan pertanyaan. Dalam penjelasannya itu Imam Ali r.a. mengatakan:
"Kami menerima tahkim”. Oleh karena itu tahkim harus didasarkan kepada Kitab Allah, Al-
Qur'an. Al Qur'an itu tertulis pada lembaran-lembaran. Al-Qur'an tidak berbicara dengan lisan
dan tidak bisa tidak memerlukan penafsiran. Penafsiran itu sudah tentu keluar dari ucapan
orang.
Setelah mereka minta kepada kami supaya kami mengadakan penyelesaian
berdasarkan tahkim Al-Qur'an, kami tidak mau menjadi pihak yang berdiri di luar Al-Qur'an.
Sebab Allah 'Azaa wa Jalla telah berfiman, artinya: "Jika kalian bertengkar mengenai
sesuatu, maka kembalikanlah hal itu kepada Allah dan Rasul-Nya." (QS. An Nisa: 59).
"Mengembalikan persoalan kepada Allah," kata Imam Ali r.a. seterusnya, "berarti kami harus
mencari penyelesaian hukum di dalam Kitab Allah. Dan mengembalikan persoalan kepada
Rasul-Nya, berarti kami harus mengambil sunnah Rasul Allah. Jika persoalan benar-benar
hendak diselesaikan berdasar hukum yang ada dalam Kitab Allah, sesungguhnyalah kami
lebih berhak berbuat daripada orang lain. Dan kalau hendak diselesaikan berdasarkan sunnah
Rasul Allah, pun kami jugalah yang lebih berhak daripada orang lain."
Adapun ucapan mereka yang mengatakan: 'mengapa diadakan tenggang waktu
(gencatan senjata) dalam menempuh jalan tahkim? Kata Imam Ali r.a. lebih lanjut, hal itu
kami lakukan agar menjadi jelas bagi orang yang tidak mengerti, dan agar menjadi mantap
bagi orang yang sudah mengerti. Mudah-mudahan selama gencatan senjata itu Allah akan
memperbaiki keadaan ummat, agar menjadi terang, dan awal kesesatan itu dapat segera
diluruskan.
(4)
Syaikh Abu Abdirrahman Ali bin Ali al-Furaidan, Opcit, hal 3-6
Sekarang, setelah ternyata politik tahkim itu benar-benar hanya tipu muslihat
Muawiyah, kelompok kontra tahkim yang terdapat dalam pasukan Imam Ali r.a. menggugat,
mengungkit dan melemparkan segala kesalahan kepada pundak Imam Ali r.a. Lebih aneh lagi
karena banyak yang tadinya pro tahkim, setelah kelompok kontra tahkim bergerak, mereka
ikut-ikutan menentang Imam Ali r.a. dan bergabung dengan kelompok kontra tahkim.
Kelompok kontra tahkim itu dalam sejarah dikenal dengan nama Khawarij (orang-orang yang
keluar meninggalkan barisan Imam Ali r.a.). Pada suatu hari kelompok ini berkumpul di
rumah Abdullah bin Wahb Ar Rasibiy. Di tempat pertemuan ini tampil tokoh-tokoh mereka
bergantian beragitasi membakar semangat perlawanan terhadap Imam Ali r.a. Abdullah Ar
Rasibiy dalam pidatonya mengatakan: "Saudara-saudara, bagi kaum yang beriman kepada
Allah Ar Rahman, yang patuh kepada hukum Al-Qur'an, kehidupan dunia ini harus diisi
dengan amr ma'ruf dan nahi mungkar, serta dengan perkataan yang benar walau pahit dan
berbahaya. Sekalipun pahit dan berbahaya, tetapi pada hari kiyamat kelak orang akan
memperoleh keridhoan Allah dan kekal menikmati kehidupan sorga. Oleh karena itu marilah
kita keluar meninggalkan negeri yang penduduknya sudah menjadi dzalim ini dan pergi ke
daerah lain! Kita harus menolak bid'ah yang sesat ini (yakni: tahkim) dan menentang hukum
yang durhaka!" Sedang Hurqush bin Zuhair berkata: "Saudara-saudara, kesenangan di dunia
ini sungguh amat sedikit. Tidak ayal lagi, kita ini pasti akan berpisah dengan dunia. Oleh
karena itu kalian jangan sampai merasa terikat oleh keindahan dan kegemerlapannya, atau
ingin tetap hidup selamalamanya. Janganlah kalian lengah dari kewajiban menuntut
kebenaran dan menentangkebatilan.
Sesungguhnya Allah senantiasa beserta orang yang bertawa dan orang-orang yang
berbuat kebajikan. Hai saudara-saudara, kita sudah bersepakat bulat mengenai kebenaran itu.
Sekarang angkatlah salah seorang dari kalian sebagai pemimpin. Sebab bagaimana pun juga
kalian tetap memerlukan tiang untuk bersandar, dan membutuhkan adanya suatu lambang di
mana kalian akan berhimpun di sekitarnya dan kembali kepadanya.
Habis berkumpul di rumah Abdullah Ar Rasibiy, mereka pergi bersama-sama ke
rumah Zafr bin Hushn At Tha'iy. Di rumah ini Zafr beragitasi dengan hebatnya: "Hai saudara-
saudara, sebenarnya kita ini telah berjanji setia kepada Allah s.w.t. untuk berbuat amr ma'ruf
Oleh karena itu, kata Zafr selanjutnya, "bersumpahlah kalian untuk melawan orang
yang dulukita dukung ajarannya. Orang itu sekarang sudah mengikuti hawa nafsu,
mengabaikan hukumAllah, berlaku dzalim dalam menetapkan hukum dan melaksanakannya.
Oleh karena itu perjuangan melawan orang-orang seperti itu adalah wajib bagi kaum
mukminin. Aku bersumpah, demi Allah, seandainya tak ada seorang pun yang mau berjuang
menghapus kemungkaran itu, atau tidak ada orang yang mau membantu perjuangan melawan
orang-orang bathil dan durhaka itu, aku akan memerangi mereka seorang diri sampai aku
berjumpa dengan Allah s.w.t. Biarlah Allah sendiri yang menjadi saksi, dengan lidah aku telah
berjuang memperbaiki keadaan sesuai dengan kehendak-Nya dan menurut keridhoan-Nya.
Saudara-saudara, hantamlah muka dan kepala mereka dengan pedang, sampai Allah 'Azaa wa
Jalla’ ditaati oleh mereka. Jika orang itu sudah mau taat kepada Allah sebagaimana yang
kalian inginkan, Allah akan mengaruniakan pahala kepada kalian sebagai orang-orang yang
telah membuktikan ketaatan dan telah melaksanakan perintah-Nya. Jika kalian mati terbunuh,
apakah yang lebih penting daripada berjalan menuju keridhoan Allah dan sorga-Nya.
Ketahuilah saudara-saudara, mereka sekarang sudah siap untuk mempertahankan hukum yang
sesat. Marilah kita semua keluar menuju ke sebuah daerah yang telah kita sepakati dalam
pertemuan kita ini. Kalian telah menjadi pembela-pembela kebenaran di tengah-tengah
ummat manusia. Sebab kalian sudah mengumandangkan kebenaran dan tetap bertekad hendak
berkata benar. Marilah kita pergi ke Madain yang telah kita sepakati itu, kita buka pintunya
dan kita kerahkan penduduknya, kemudian kita kirimkan utusan kepada saudara-saudara kita
di Bashrah, agar mereka mau bergabung dengan kita. Sesudah agitasi Zafr ini, tampil Zaid bin
Hushn At Tha'iy, saudara Zafr, dengan kata-kata:
"Di daerah itu nanti akan ada orang-orang yang merintangi kalian masuk, dan mereka pun
akan mencegah kalian menduduki daerah itu. Oleh karena itu sebaiknya kita segera menulis
suratkepada saudara-saudara kita di Bahsrah. Beritahukan mereka tentang keluarnya kalian
sekarang ini. Setibanya di sana, berhentilah kalian di Nehrawan. Semua pidato itu mendapat
sambutan hangat dan yang hadir menyatakan persetujuan bulat.
E. Kaum Khawarij ini muncul pertama kali pada masa kekhalifahan Ali
bin Abi Thalib Radhiyallaahu 'Anhu
Mereka terkenal dengan ketekunan dalam beribadah, seperti shalat, puasa, tilawah Al-
Qur'an, zuudan beberapa aspek ibadah lahiriyah lainnya yang tidak didapati pada mayoritas
sahabat nabi. Namun sayangnya mereka menyimpang dari sunnah Rasulullah Shallallaahu'
Alaihi wa Sallam dan menyempal dari kaum muslimin. Mereka telah membunuh seorang
muslim bernama Abdullah bin Khabbab dan merampas binatangbinatang ternak milik kaum
muslimin. Inilah bid'ah yang pertama kali muncul dalam sejarah Dienul Islam dan merupakan
bid'ah yang paling banyak dikecam dalam sunnah Nabi dan atsar Salafus Shalih. Tokoh
utama merekalah yang pertama kali menyanggah Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam
dengan mengatakan: "Berlaku adillah wahai Muhammad, karena Anda belum berlaku adil!"
Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam telah memerintahkan kaum muslimin untuk
membunuh dan memerangi kaum Khawarij ini.
Dan ini terwujud ketika para sahabat keluar bersama Ali bin Abi Thalib
Radhiyallaahu 'Anhu untuk memerangi mereka. Banyak sekali hadits-hadits nabi
Shallallaahu Alaihi wa Sallam yang memerintahkan supaya memerangi mereka serta
menceritakan ciri-ciri mereka. Hingga Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata:
"Hadits tentang Khawarij ini dinyatakan shahih dari sepuluh sisi."
Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
”Salah seorang dari kalian merasa shalatnya lebih rendah nilainya daripada shalat mereka,
puasanya lebih rendah nilainya daripada puasa mereka, tilawahnya lebih rendah nilainya
daripada tilawah mereka. Mereka membaca Al-Qur'an tapi tidak melewati kerongkongan
mereka (tidak memahaminya). Mereka telah melesat keluar dari Islam sebagaimana anak
panah melesat dari busurnya. Bunuhlah mereka dimana saja kamu jumpai sebab telah
(6)
tersedia pahala yang besar di Hari Kiamat bagi yang membunuh mereka”
(5)
H.M.H. Al Hamid Al Husaini, Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a., Lembaga Penyelidikan
Islam Jl. Blora 29, Jakarta Oktober 1981, hal 119-125
(6)
Syaikh Fathi Abdullah Sultan, METODOLOGI IBNU TAIMIYAHDALAM MEMBEDAH BID'AH
KHAWARIJ, Majalah As-Sunnah Edisi 08 dan 09/V/1422 H-2001 M, hal 2-3
F. Kaum Khawarij ini akan tetap ada hingga datang masa keluarnya
Dajjal
1. Sikap wara' yang semu sebagai akibat dari kedangkalan ilmu mereka
Banyak sekali orang yang bersikap wara' terhadap hal-hal tertentu. Namun di lain pihak
justru meninggalkan perkara-perkara yang diwajibkan atas mereka. Diantara mereka ada
yang melakukan perkaraperkara syubhat dengan berpijak kepada persangkaan dusta belaka.
(7)
Ibid. hal 3
Ironinya mereka menganggap hal itu sebuah kewara'an, disebabkan karena kedangkalan
ilmu dan piciknya pemahaman mereka. Hingga mereka jadikan sebagai sesuatu yang harus
diikuti layaknya sebuah syariat. Disebabkan sikap wara' semu yang ditunjukkan oleh kaum
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan hal ini dalam Majmu' Fatawa (XX/110-
111): "Contohnya adalah kaum Al-Wa'idiyah dari kalangan Khawarij dan sejenisnya, yang
menanggapi perkara maksiat dan larangan secara berlebihan. Dalam hal mengikuti
petunjuk Al-Qur'an dan mengagungkannya mereka sudah baik, namun sayangnya hal
itu mereka lakukan di atas dasar menyelisihi sunnah nabi dan atas dasar pengingkaran
(8)
Syaikh Fathi Abdullah Sultan,Opcit, hal 7-11
(9)
http://www.dakwatuna.com/2008/10/1295/khawarij-dan-sifat-sifatnya/