Epistaxis
Epistaxis
Oleh:
Juzaini Dika Nasriati, S.Ked*
G1A217118
Pembimbing:
dr. Lusiana Herawati Yamin, Sp.T.H.T.KL **
Oleh:
Juzaini Dika Nasriati, S.Ked
G1A217118
Gyébré YMC1*, Gouéta A1, Zaghré N2, Sérémé M1, Ouédraogo BP2,
Ouattara M1 and Ouoba K1
Abstrak
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melaporkan hasil pengobatan
epistaksis dalam praktik kami.
Bahan dan Metode: Penelitian ini adalah studi prospektif selama periode satu
tahun dari Januari hingga Desember 2015, dengan jumlah sampel sebanyak 264
pasien yang epistaksis di Departemen THT dan Leher Bedah Wajah di CHU
Yalgado Ouedraogo dari Ouagadougou.
Hasil: Epistaksis mewakili 15% dari keadaan darurat dalam pelayanan kesehatan.
Usia onset rata-rata adalah 30,8 tahun, mulai dari 2 bulan hingga 80 tahun. Kami
mencatat 213 (80,7%) orang dewasa dan 51 (19,3%) anak-anak. Subjek berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 194 kasus (73,5%) dan berjenis kelamin perempuan
sebanyak 70 kasus (26,5%). Epistaksis anterior pada 90,1% kasus, epistaksis
unilateral 56,8% kasus, dan berat pada 40,2% kasus. Penyebab epistaksis yang
paling umum adalah locoregional (45,8%) dan didominasi oleh trauma struktur
wajah (33%). Tumor jinak sebesar 2,2%, dan tumor ganas 1,6% dari tenaga kerja.
Hipertensi arteri (14%) adalah penyebab umum yang paling sering. Tindakan non-
bedah telah menjadi metode intervensi utama pada 98,5% kasus. Pengobatan pada
dasarnya terdiri dari tampon anterior hidung (80,3%) dan pemberian etamsilat
(75%). Kami mengobservasi 5,8% pasien mengalami komplikasi. Tingkat
kematian sebesar 5%.
Kesimpulan: Epistaksis, bagian kegawatan hemoragik THT, yang umum terjadi
dalam praktik. Penyebabnya beragam, didominasi oleh penyebab lokoregional.
Epistaksis adalah evolusi yang serius dan tidak dapat diprediksi sehingga perlu
untuk memulai resusitasi yang konsekuen.
Hasil
Pada periode ini, epistaksis mewakili 15% dari keadaan darurat. Pada
orang dewasa terjadi sebanyak 213 kasus (80,7%) dan anak-anak 51 kasus
(19,3%). Subjek berjenis kelamin laki-laki sebanyak 194 kasus (73,5%) dan
subjek berjenis kelamin perempuan 70 kasus (26,5%) dari tenaga kerja dengan
rasio jenis kelamin 1,8. Usia rata-rata terjadinya epitaksis adalah 30,8 tahun, dari
usia 2 bulan hingga 80 tahun. Etiologi epistaksis dominan disebabkan oleh
epistaksis lokal/lokoregional yaitu 45,8% dengan trauma kepala dan struktur
wajah 33% kasus. Hipertensi mendominasi sebagai penyebab epistaksis
umum/general. Epistaksis idiopatik atau essensial sebanyak 36% (Tabel 1).
Pada seri kami, tidak ada dilakukan tindakan tampon nasal posterior
maupun tindakan kauterisasi, atau embolisasi atau ligasi pembuluh darah, karena
tidak memadainya platform teknis. Transfusi whole blood diberikan pada sepuluh
pasien, yaitu 3,8% kasus. Empat pasien 1,5% dirawat dengan resusitasi intensif.
Pasien yang memiliki hemoglobin kurang dari atau sama dengan 6 g / dl
menerima transfusi darah. Antibiotik profilaksis diresepkan pada 36% pasien
kami. Evolusi ditandai dengan adanya 4 jenis komplikasi pada 15 pasien atau
komplikasi sebesar 5,7% (Gambar 1). Epistaksis rekuren adalah komplikasi yang
paling sering terjadi di antara komplikasi lainnya yaitu 40% kasus . Lama rata-
rata rawat inap di rumah sakit adalah 7,6 hari antara 1 hingga 30 hari.
Perbaikan setelah pengobatan mengalami kemajuan pada 95% kasus. Tiga
belas pasien meninggal dengan tingkat kematian 5%. Tiga pasien meninggal
dengan sindrom syok toksik, empat pasien dengan syok hipovolemik pada pasien
trauma wajah terkait trauma tengkorak, dan enam pasien anemia pada epistaksis
berulang karena berbagai penyebab (karsinoma nasofaring, hemopati, demam
tifoid).
Pembahasan
Epistaksis adalah salah satu keadaan darurat THT yang sering terjadi, 15%
dari keadaan darurat THT3,4. Hasil penelitian kami menguatkan hal itu dalam
literatur. Dalam praktik kami, epistaksis terutama terjadi pada dewasa muda. Usia
rata-rata pasien kami adalah 30,8 tahun. Usia muda pasien juga dikemukakan oleh
peneliti Afrika lainnya2,5,6 . Hasil penelitian kami berbeda dari peneliti Barat 4,7-9