Anda di halaman 1dari 11

TEKNIK GRAFTING (PENYAMBUNGAN) PADA JATI (Tectona grandis L. F.

)
Grafting Technique for Teak (Tectona grandis L.F.)

Maman Sulaeman
Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
Jl. Palagan Tentara Pelajar Km 15, Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta
e-mail: msulaemansbg@gmail.com

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Salah satu kesulitan yang dihadapi dalam pembangunan hutan tanaman jati adalah
ketersediaan bibit yang relatif terbatas baik dari segi jumlah, kualitas maupun dari segi waktu
ketersediaannya. Selain itu, masih ada kecenderungan peningkatan kebutuhan bibit jati untuk
berbagai keperluan seiring dengan peningkatan permintaan terhadap kayu jati.
Pembiakan biji secara generatif memiliki beberapa kekurangan seperti persen kecambah
yang rendah dengan masa perkecambahan yang bisa mencapai 2 - 3 bulan (Soerianegara dan
Lemmens, 1994). Menurut Lamprecht (1989) dalam hartono (2004), persen kecambah jati
hanya sekitar 20 - 60 %. Dari segi waktu ketersediaan biji, jati hanya berbuah pada waktu-
waktu tertentu saja, yaitu pada sekitar bulan Juli - Desember (Martawijaya dkk., 1986). Hal ini
tentu saja dapat menghambat ketersediaan bibit jati yang kebutuhannya semakin meningkat.
Untuk membantu mengatasi masalah tersebut, maka perbanyakan tanaman secara
vegetatif menjadi salah satu alternatif untuk menghasilkan bibit jati. Pembiakan vegetatif
memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan pembiakan generatif, yaitu disamping
dapat menghasilkan bibit dalam jumlah besar dengan sifat penampakan yang lebih seragam,
juga menghasilkan keturunan yang sifat dan penampakannya serupa dengan induknya
(Hartono, 2004). Perbanyakan vegetatif juga tidak dibatasi waktu sehingga ketersediaan
bibit akan lebih terjamin.
Salah satu cara pembiakan vegetatif yang relatif sederhana dan umum digunakan di
bidang kehutanan adalah dengan stek. Stek merupakan teknik pembiakan tanaman dengan
menggunakan bagian vegetatif yang dipisahkan dari induknya dan apabila ditanam pada
kondisi yang menguntungkan akan tumbuh tunas dan berkembang menjadi tanaman yang
sempurna (Soerianegara dan Djamhuri, 1979, dalam Hartono, 2004).
Untuk menjamin pengadaan bibit dari stek pucuk bagi pembangunan hutan tanaman,
perlu dibangun kebun pangkas. Pembangunan dan pengelolaan kebun pangkas ditujukan
untuk menghasilkan bahan stek yang mudah diakarkan, yang memiliki kualitas genetik tinggi
dan dalam jumlah banyak pada saat diperlukan, serta untuk menghasilkan bibit yang dapat
tumbuh baik di lapang.

69
Informasi Teknis
Vol. 12 No. 2, September 2014, 69-80

Materi kebun pangkas harus berasal dari pohon yang memang telah teruji secara kualitas.
Untuk mendapatkan materi yang sama, terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan yaitu
cangkok dan penyambungan. Grafting atau sambungan adalah suatu seni, proses dan perlakuan
menggabungkan suatu tanaman ke bagian tanaman lain sehingga terjadi persenyawaan dan
dapat melanjutkan pertumbuhannya sebagai satu individu tanaman (Mahlstede dan Haber,
1957, dalam Trisnawati, 2010 ). Pada pengertian lain, grafting atau ent adalah menggabungkan
batang atas dan batang bawah dari tanaman yang berbeda sedemikian rupa sehingga tercapai
persenyawaan. Kombinasi ini akan terus tumbuh membentuk tanaman baru. Tujuan dari
grafting ini adalah membuat bibit tanaman unggul, memperbaiki bagian-bagian pohon yang
rusak, dan juga untuk membantu pertumbuhan tanaman (Wudiyanto, 1994). Salah satu bentuk
dari grafting adalah budding (penempelan), dimana ukuran batang atas (scion) tereduksi hanya
terdiri atas satu mata tunas (Hartmann dkk., 1997)..

B. Tujuan
Tulisan ini disusun untuk memberikan gambaran dan informasi mengenai teknik
pembuatan grafting jenis Jati (Tectona grandis) secara budding sebagai bahan pembangunan
kebun pangkas.
II. METODOLOGI

A. Waktu dan tempat


Pengambilan mata tunas dilaksanakan pada bulan Juli 2011 di Kebun Uji Klon Jati
KHDTK Wonogiri. Sedangkan pelaksanaan grafting/penyambungan dilakukan pada bulan
Juli 2011 di persemaian BBPBPTH Purwobinangun.

B. Bahan dan Alat


Bahan dan alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Bahan mata tunas
Bahan yang digunakan adalah mata tunas yang diambil dari kebun uji klon Jati KHDTK
Wonogiri.
2. Bahan kegiatan
Kertas koran, air, tali rafia, kantong plastik, label dan alat tulis.
3. Alat
Gunting stek, golok/parang dan cutter.

C. Persiapan di persemaian
Persiapan persemaian perlu dilakukan dalam rangka memperoleh viabilitas tinggi
terhadap scion yang telah diambil, karena jika terlalu lama disimpan maka viabilitas scion
tersebut akan turun. Berikut merupakan langkah-langkah yang harus dipersiapkan:

70
Teknik Grafting (Penyambungan) pada Jati (Tectona grandis L. F.)
Maman Sulaeman

1. Pembuatan naungan
Prastowo dkk. (2006) menjelaskan bahwa naungan mempunyai fungsi sebagai pengatur
sinar matahari yang masuk (30 - 60%), menciptakan iklim mikro yang ideal, menghindarkan
bibit dari sengatan matahari langsung yang dapat membakar daun-daun muda, menurunkan
suhu tanah di siang hari, memelihara kelembaban tanah dan mengurangi derasnya curahan air
hujan. Naungan tersebut dipasang di atas lokasi yang akan dijadikan tempat penyambungan
berlangsung.

2. Mempersiapkan rootstock
Prastowo dkk. (2006) menjelaskan bahwa batang bawah atau rootstock/understam
adalah tanaman yang berfungsi sebagai batang bagian bawah yang masih dilengkapi dengan
sistem perakaran dan berfungsi mengambil makanan dari dalam tanah untuk batang atas atau
tajuknya. Oleh karenanya, perlu pemilihan rootstock yang baik. Batang bawah ini berasal dari
bibit Jati yang disemaikan dari biji dan telah berumur sekitar 12- 15 bulan dengan diameter
berkisar antara 1,5 – 2,5 cm. Rootstock yang dipilih mempunyai batang yang lurus, tidak
banyak percabangan dan pertumbuhannya baik dan sehat.

3. Pembuatan sungkup
Pembuatan sungkup diperlukan agar kelembaban udara stabil (Gambar 1). Kelembaban
udara mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman.

D. Pengumpulan mata tunas sebagai scion/entres


Mata tunas diambil dari 5 klon unggul dari Wonogiri yang berumur 10 tahun, yang
mempunyai pertumbuhan stabil dan terbaik. Langkah-langkah dalam pengumpulan pemilihan
mata tunas Jati yang merupakan
bahan untuk pembuatan sambungan,
adalah sebagai berikut:

1. Memilih mata tunas yang


belum pecah (dorman)
Mata tunas yang belum pecah
biasanya muncul pada ranting
pohon. Bakal tunas tersebut belum
mengeluarkan daun muda, akan
tetapi bakal daunnya sudah ada. Gambar 1. Pembuatan sungkup
Ciri-cirinya berwarna coklat muda sampai coklat kekuningan dan permukaannya diselimuti
bulu halus. Mata tunas tersebut tumbuh pada bekas tangkai daun (Gambar 2). Gambar 3
menunjukkan mata tunas yang sudah pecah.

71
Informasi Teknis
Vol. 12 No. 2, September 2014, 69-80

2. Pemotongan ranting

Gambar 2. Mata tunas Jati yang belum Gambar 3. Mata tunas yang sudah pecah
pecah

Pada beberapa kasus yang telah dilaksanakan, pemotongan ranting dilakukan dengan
tidak teratur. Hal demikian menyebabkan kesulitan dalam penanganannya, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Kesulitan dalam pengepakan
2. Kesulitan dalam penyimpanan di tempat yang lembab, sehingga saat disimpan dalam
wadah yang berisi air, sebagian dari ranting tersebut tercelup ke dalam air lihat Gambar 4.
3. Perendaman dalam air tersebut, menurut Prastowo dkk. (2006), akan mengundang bakteri
patogen dan cendawan masuk ke dalam jaringan entres. Selain itu, kambiumnya cepat
tertarik keluar yang menyebabkan seringnya keluar cairan kental dari luka, sehingga pada
saat akan disambungkan entres sudah membusuk.

Gambar 4. Penyimpanan entres/scion dalam wadah berisi air

4. Mata tunas yang terendam air akan berubah warna menjadi kehitaman yang mengindikasikan
terjadi kebusukan pada beberapa bagian mata tunas tersebut (Gambar 5).

72
Teknik Grafting (Penyambungan) pada Jati (Tectona grandis L. F.)
Maman Sulaeman

Gambar 5. Mata tunas berubah warna menjadi kehitaman

Untuk menghindari kesalahan tersebut, berikut merupakan langkah pemotongan ranting


jati sebagai bahan pembuatan sambungan:
1. Pemotongan ranting dengan panjang 30 cm.
Pemotongan dilakukan pada tengah antara ruas ranting. Biasanya terdapat 3-4 ruas yang
berisi mata tunas pada bekas tangkai daun. Scion diambil pada cabang-cabang kecil/
ranting-ranting sehingga ukurannya tidak terlalu besar dan daya tumbuhnya tinggi
(Gambar 6).
2. Pengikatan ranting menggunakan tali plastik dan pelabelan
Pengikatan ranting jati tidak boleh terlalu kencang karena dikhawatirkan mata tunas yang
akan digunakan patah atau terluka. Pelabelan sangat penting dilakukan agar identitas dari
materi ini tidak hilang atau tertukar.
3. Pembungkusan ranting menggunakan kertas koran.
Pembungkusan dilakukan sebanyak 2 lapis,
yaitu lapisan pertama kertas koran yang
dibasahi air dan lapisan kedua kertas koran
kering. Seperti terlihat pada Gambar 7,
potongan ranting diletakan pada kertas koran
yang sudah dibasahi air pada permukaannya.
Tujuannya adalah agar memberikan
kelembaban dan menurunkan suhu pada
entres yang sudah dipotong tersebut. Lapisan
kedua kertas koran kering berfungsi sebagai Gambar 6. Mata tunas pada ranting
Jati yang dipotong dengan
penahan jika kertas basahnya sobek terkena
panjang 30 cm
ranting jati.

73
Informasi Teknis
Vol. 12 No. 2, September 2014, 69-80

Gambar 7. Kertas koran yang sudah dibasahi

4. Untuk menjaga kelembaban, ranting yang


sudah dibungkus Koran segera dimasukan ke
dalam kantung plastik dan dilabeli lagi. Pada
beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan,
ranting tersebut dapat bertahan selama 2 – 3
hari. Indikasi kelembaban yang terjaga dapat
dilihat adanya embun di dalam kantong plastik
(Gambar 8).
Gambar 8. Scion yang telah
dibungkus dan dimasukkan
ke dalam plastik
3. Penyambungan scion (mata tunas) dengan
rootstock
Menurut Ashari (1995), budding dapat menghasilkan sambungan yang lebih kuat,
terutama pada tahun-tahun pertama dibandingkan dengan metode grafting lain karena
mata tunas tidak mudah bergeser. Budding juga lebih ekonomis digunakan sebagai metode
perbanyakkan karena tiap mata tunas dapat menjadi satu tanaman baru (Hartmann dkk., 1997).
Masalah yang sering terjadi dalam proses penyambungan adalah sukarnya kulit kayu batang
bawah dibuka, terutama pada saat tanaman dalam kondisi pertumbuhan aktif, yakni pada saat
daun-daunnya belum menua. Hal ini berkaitan dengan kondisi fisiologis tanaman. Sebaiknya
okulasi dilakukan saat tanaman dalam kondisi dorman (Ashari,1995).
Berikut merupakan tahapan dalam pembuatan grafting dengan teknik budding:

a. Pemotongan batang utama rootstock


Batang utama dipotong pada ketinggian setengah dari tinggi total rootstock. Ketinggian
tersebut ideal karena apabila terlalu rendah bisa mati (Gambar 9).

74
Teknik Grafting (Penyambungan) pada Jati (Tectona grandis L. F.)
Maman Sulaeman

Gambar 9. Pemotongan batang rootstock

b. Membuat sayatan pada kulit rootstock


Rootstock yang telah dipotong kemudian disayat kulitnya dengan ukuran kurang lebih
5 sentimeter. Arah sayatan dimulai dari atas ke pangkal batang, kemudian pada akhir sayatan
kulit dipotong dengan sudut 45 derajat. Akhir sayatan tersebut nantinya untuk tempat
menempelkan scion sehingga memungkinkan terjadinya kontak langsung kambium antara
rootstock dan scion (Gambar 10). Permukaan sayatan dihaluskan agar proses pertautan
menjadi sempurna.

c. Memotong dan menghaluskan scion


Ranting yang ada mata tunasnya dipotong dengan posisi mata tunas berada ditengah-
tengah antara kedua potongan. Potongan tersebut selanjutnya dibelah untuk mendapatkan
bilah mata tunas yang siap untuk ditempel. Permukaan bekas belahan tersebut dihaluskan dan
diratakan menggunakan cutter. Pemilihan
mata tunas harus disesuaikan dan tidak
boleh terlalu besar dari diameter rootstock-
nya karena akan kesulitan saat pertautan
dilakukan (Gambar 11).

Gambar 10. Pembuatan sayatan pada batang


rootstock

75
Informasi Teknis
Vol. 12 No. 2, September 2014, 69-80

Gambar 11. Pemrosesan scion Jati

d. Menempelkan dan mengikat scion


Permukaan scion dan rootstock yang sudah rata segera ditempelkan. Saat menempelkan
harus diperhatikan pangkal dan ujung scion tersebut (jangan terbalik). Posisi pangkal harus
berada di bawah dan dilekatkan pada pangkal sayatan rootstock sehingga terjadi pertemuan
antara kulit rootstock dan kulit scion. Dari pertemuan kedua kulit tersebut diharapkan akan
terjadi pertautan kambium diantara keduanya. Selanjutnya diikat menggunakan plastik agar
kokoh pertautannya. Ikatan dimulai dari bagian bawah ke atas dan kembali ke bawah hingga
di pangkal sayatan. Ikatan harus rapat agar air tidak masuk yang dapat menyebabkan scion
membusuk (Gambar 12 dan 13).

Gambar 12. Penempelan scion

76
Teknik Grafting (Penyambungan) pada Jati (Tectona grandis L. F.)
Maman Sulaeman

Gambar 13. Cara mengikat scion dengan rootstock

Setelah diikat, segera dimasukkan ke dalam sungkup untuk mendapatkan kelembaban


optimal yang stabil.

e. Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan adalah berupa penyiraman dan pengamatan jika ada
jamur yang menyerang.
1. Penyiraman dilakukan dua hari sekali dengan cara menggenangi polybag dengan air.
Diusahakan sambungan tersebut tidak terkena air karena akan menyebabkan kebusukan.
2. Perkembangan sambungan diamati, jika sambungan tidak berhasil biasanya akan berjamur.
Pemisahan bibit yang berjamur perlu dilakukan agar jamur tidak menulari grafting yang
lain.
3. Pemupukan dilakukan ketika sambungan telah beumur 1 bulan dengan cara mencairkan
pupuk NPK yang kemudian diberikan pada masing-masing bibit.
4. Sungkup dibuka secara perlahan setelah pertautan berhasil dan terlihat pertumbuhan daun
dari grafting tersebut.
5. Plastik ikatan dilepas setelah sambungan nampak kokoh agar pertumbuhannya tidak
terganggu.
6. Tunas air yang muncul dari rootstock dihilangkan agar makanan tidak terbagi-bagi.

f. Penggantian Polybag
Penggantian polybag dan penambahan media dilakukan pada saat grafting tidak
ditanam di lapangan. Masa pakai polybag yang tidak tahan lama menyebabkan polybag
cepat lapuk dan sobek. Media dalam polybag juga semakin berkurang karena terbuang pada
saat penyiraman. Hal lainnya adalah karena kondisi grafting yang semakin besar sehingga
membutuhkan ruang yang lebih besar untuk pertumbuhannya. Oleh sebab itu, penggantian
polybag keukuran yang lebih besar dan penambahan media diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan grafting.

77
Informasi Teknis
Vol. 12 No. 2, September 2014, 69-80

PENUTUP

Permintaan terhadap kayu Jati masih


tinggi untuk kayu pertukangan karena
mempunyai sifat kayu yang unik. Sejalan
dengan permintaan yang meningkat
tersebut, ketersediaannya di hutan tanaman
perlu tetap dijaga agar kebutuhan akan
kayu jati tersebut dapat dipenuhi. Bibit
yang diperoleh dari hasil pembiakan
vegetatif diharapkan dapat membantu
dalam pemenuhan terhadap kebutuhan
bibit jati yang ditanam. Kelebihan bibit
dari pembiakan vegetatif yang berasal dari
pohon plus, seperti pertumbuhannya yang
lebih baik dan seragam, juga diharapkan
dapat menghasilkan pohon jati yang lebih
Gambar 14. Grafting yanag sudah berhasil
cepat tumbuh sehingga dapat dipanen (jadi)
dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan
dengan bibit dari biji. Metode grafting dengan teknik budding yang disampaikan pada tulisan
ini dapat digunakan sebagai panduan untuk pembangunan kebun pangkas jati yang dimulai
dari persiapan persemaian, pengambilan scion di lapangan dan proses grafting di persemaian.

UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Ir. Sugeng Pudjiono, MP selaku
Penanggung Jawab kegiatan Penelitian Populasi Perbanyakan Kayu Pertukangan, Kayu Pulp
dan Kayu Energi atas dukungan dan bantuannya sehingga kegiatan ini terlaksana.

DAFTAR PUSTAKA
Ashari S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta : UI Press.
Hartman, H. T. dan D. E. Kester. 1961. Plant Propagation, Principle and Practises. Prentice
Hall Inc, New York.
Hartman, H. T., D. E. Kester, F. T. Davies dan R. L. Geneve. 1997. Plant Propagation Principle
and Practice. Sixth edition. New Jersey : Pentice Hall. Inc. Englewood.
Hartono, A. 2004. Pembangunan dan Pemeliharaan Kebun Pangkas untuk Produksi
Bahan Stek Pucuk Jati (Tectona grandis Linn.f). Skripsi. Departemen Manajemen

78
Teknik Grafting (Penyambungan) pada Jati (Tectona grandis L. F.)
Maman Sulaeman

Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Diakses dari http://repository.ipb.ac.id/


handle/123456789/15624?show=full tanggal 6 Oktober 2014 jam 15.20 wib.
Indrioko, S., E. Faridah dan A. Y. Widhianto. 2010. Keberhasilan Okulasi jati (Tectona grandis
L.f) Hasil Eksplorasi di Gunung Kidul. Jurnal Ilmu Kehutanan Volume IV No.2: 87-97.
Mahlstede, J. P. dan E. S. Heber. 1957. Plant Propagation. New York : John wiley and Sons,
Inc.
Martawijaya, A., I. Kartasujana, K. Kadir dan S. A. Prawira. 1986. Indonesian Wood Atlas.
Vol I. Departmen of Forestry. Bogor. Indonesia.
Mashudi dan M. Susanto. 2013. Kemampuan Bertunas Stool Plants Meranti Tembaga (Shorea
leprosula Miq.) dari Beberapa Populasi di Kalimantan. Jurnal Pemuliaan Tanaman
Hutan Vol 7 No. 2:119 – 132.
Prastowo N. dan J. M. Roshetko. 2006. Tehnik Pembibitan dan Perbanyakan Vegetatif
Tanaman Buah.World Agroforestry Centre (ICRAF) dan Winrock International. Bogor,
Indonesia.
Soerianegara, I. dan R. H. M. J. Lemmens. 1994. Prosea. Plant Resources of South East Asia
5. Timber Trees : Major Commercial Timbers. Prosea. Bogor.
Trisnawati, R. 2010. Studi Pembiakan Vegetatif (Intsia bijuga (Colebr.) O.K. melalui Grafting.
Skripsi. Departemen Silvikultur. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Diakses
dari http://journal.ipb.ac.id/index.php/jsilvik/article/download/4131/2822 tanggal 6
Oktober 2014 jam 16.01 wib.
Wudiyanto, R. 1994. Membuat Stek, Cangkok, dan Okulasi. Jakarta : Penebar Swadaya.

79

Anda mungkin juga menyukai