-3-
umat manusia). Tidak terkecuali ke tanah air Indonesia ini. Para Muballighin, atas resiko
sendiri tanpa dukungan dari kekuasaan politik dan tanpa dukungan dari kekuatan materil
yang berarti membawa as-Sunnah wal Jamaah itu kemari. Dengan tidak mengurangi
penghargaan terhadap para Muballighin yang lain, tidaklah dapat dilewatkan menyebut
jasa-jasa para wali Muballighin yang dikenal dengan istilah Wali Sanga, kelompok
sembilan yang paling berkesan di dalam sejarah Islam di Indonesia.
E. Karakteristik
Karena as-Sunnah wal Jamaah itu tidak lain adalah ajaran agama Islam yang murni
sebagaimana dianjurkan dan diamalkan oleh Rasulullah saw bersama para sahabatnya,
maka perwatakan (karakteristik) nya adalah juga karakteristik agama itu sendiri.
Karakteristik agama Islam yang paling esensial adalah:
1. Prinsip at-Tawassuth, jalan pertengahan, tidak tathorruf (ekstrem = ) تطرفkekanan-
kananan atau kekiri-kirian.
2. Sasaran Rahmatan lil ‘alamin, menyebar rahmat kepada seluruh alam.
-4-
Ada tiga kata istilah yang diambil dari al-Qur’an dalam menggambarkan
karakteristik agama Islam, yaitu: at-Tawassuth = التوسط, al-I’tidal = االعتدال, at-Tawazun
= التوازن.
1. At-Tawassuth = التوسطyang berarti: pertengahan, diambil dari firman Allah swt. (dari
kata wasathan = ) وسطا
وكذلك جعلناكم امة وسطا لتكونوا شهداء على الناس ويكون الرسول عليكم شهيدا
“Dan demikianlah, kami telah menjadikan kamu sekalian (umat Islam) umat
pertengan ( adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas
(sikap dan perbuatan) manusia dan supaya Rasulullah saw. menjadi saksi (ukuran
penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian…(QS. Al-Baqarah:143)
3. At-Tawazun = التوازن, berarti keseimbangan, tidak berat sebelah, tidak kelebihan suatu
unsur atau kekurangan unsur yang lain. Diambil dari kata al-waznu atau al-mizan alat
penimbang dari ayat:
لقد ارسلنارسلنا بالبينات وانزلنامعهم الكتاب والميزان ليقوم الناس بالقسط
“Sungguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti kebenaran
yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan Mizan (penimbnagn
keadilan)supaya manusia dapat melaksanakan keadilan (al-qisth)…(QS. Al-Hadid : 25)
At-Tawassuth (termasuk al-I’tidal dan ast-Tawazun), bukanlah serba kompromistis
dengan mencapur adukkan semua unsur (sinkretisme). Juga bukan merngucilkan diri
dari menolak pertemuan dengan unsur apa-apa. Karakter at-Tawassuth bagi Islam adalah
memangs sejak semula Allah swt. Sudak meletakkan didalam Islam segala kebaikan,dan
segala kebaikan itu pasti terdapat diantara ujung tatharruf, sifat mengujung, ,
ekstrimisma. Prinsip dan karakter at-Tawassuth yang sudah menjadi karakter Islam ini
harus diterapkan didalam segala bidang,supaya agama Islam dan sikap serta tingkah laku
umat Islam selalu menjadi saksi dan pengukur kebenaran bagi semua sikap dan tingkah
laku manusia umumnya.
-7-
2. menganjurkan penggunaan akal sebebas-bebasnya, karena Islam sendiripun
menghargai akal dan pikiran. Mereka ingin menumbuhkan pendapat bahwa akal
manusia cukup untuk mengatur segala-galanya. Sasaran terakhir mereka ialah
supaya kaum muslimin lebih menampilkan akalnya dan mengesampingkan
agamanya. Kalau sasaran ini sudah tercapai, maka dengan mudah mereka memompa
otak kaum muslimin dengan teori-teori, paham-paham dan doktrin ciptaan mereka,
antara lain:
i. intelektualisme, yang pada pokoknya megajarkan bahwa dengan akal saja,
manusia akan dapat mencapai segala hidupnya.
ii. Materialisme, yang pada pokoknya mengajarkan bahwa yang paling
menentukan hidup manusia adalah benda.
iii. Sekularisme, yang pada pokoknya mengajarkan bahwa manusia harus dapat
memisahkan masalah duniawi yang harus dijadikan urusan pokok dari masalah
ukhrawi yang masih diragukan kebenarannya
Sudah tentu bahaya terhadap kelangsungan hidup dan kemurnian ajaran Islam
tidak hanya datang dari orientalisme saja yang merupakan bahaya dari luar. bahaya yang
ada dalam tubuh kaum muslimin sendiri, banyak juga meskipun sebagian berasal dari
luar dan sudah lama berada di dalam, antara lain:
1. sikap memihak yang berlebih-lebihan kepada seseorang atau sekelompok orang,
baik karena motif kekeluargaan atau kekuasaan atau motif lainnya, sehingga
cenderung mencari dalih dan dalil untuk membenarkan sikap sendiri. Hal ini mulai
tampak pada ahir masa khalifah Utsman bin Affan, pada zaman ke khalifahan
sahabat Ali bin Abi Thalib dan seterusnya dengan munculnya aliran Syi’ah dan
Khawarij.
2. masukknya pengaruh filsafat Yunani yang memunculkan aliran Mu’tazilah dan
sebagainya.
3. masih adanya sisa kepercayaan lama seperti Israiliyyat, Majusi, dan lain sebagainya.
Sisa-sisa ini ditambah dan dikobarkan kembali dengan sengaja oleh unsur-unsur
munafiqin. Di wilayah-wilayah baru yang didatangi oleh agama Islam, sisa-sisa
kepercayaan lama ini pun merupakan sesuatu yang membahayakan kemurnian
ajaran Islam. Tidak terkecuali di Indonesia.
4. Sikap “menentang yang lama” secara berlebih-lebih sehingga tergelincir oleh sikap
“serba anti yang lama”. Anti madzah, anti taqlid anti ziarah kubur dan lain
sebagainya.
Segala kelemahan yang ada di dalam tubuh kaum muslimin itu sendiri itidak
satupun yang terlepas dari perhatian kaum Orientalis untuk dipergunakan sebagai jalur
penyalur usahanya mengeruhkan kemurnian Islam meskipun demikian, senjata ilmu
yang mereka gunakan itu ahirnya mulai tampak menjadi “senjata makan tuan” ketekunan
mereka mempelajari ilmu keislaman telah menjalar, menjadikan jumlah peminat itu
semakin banyak. Di antara mereka yang tekun mempelajari ilmun keislaman ini tidak
sedikit yang kemudian benar-benar menerima Islam sebagai satu kebenaran yang harus
diikuti. Islam mulai berkembang di kalangan para sarjana itu terbuktilah kebenaran janji
Allah SWT. Dalam firmannya :
يريدون ان يطفئوا نور هللاا بافواههم ويابى هللاا اال ان يتم نوره ولو كره
الكافرون
“Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut-mulut mereka
dan Allah tidak berkenan kecuali menyempurnakan Cahaya-Nya, meskipun orang-orang
kafir tidak suka”. (QS. At-Taubah :32).
AKTUALISASI AJARAN AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH
Untuk dapat memahami dan apalagi mengaktualisasikan Ahlussunnah wal
jamaah dalam kehidupan individu maupun masyarakat muslim, tentunya tidak hanya
didekati melalui doktrinnya saja. Sedikitnya ada tiga macam pendekataan utuk
memahami dan mengaktualisasikan Ahlussunnah Wal Jama’ah ini.
-8-
Pertama : pendekatan doktrnial, yakni memahami dan mengaaktualisasikan
Ahlussunnah Wal Jamaah dengan memahami duktrin-doktrin dan ajaran-ajaran yang
dirumuskan dalam kitab-kitab ilmu kalam sunni, maupun melalui diskusi-diskusi dan
pengajian formal atau non formal mulai dari konsep keimanaan kepada Tuhan, sampai
masalah kedudukan manusia terhadap karyanya, dan masalah-masalah ghaibiyah.
Kedua : pendekatan historis, yakni menulusuri perkembangan kesejarahan;
mengapa sikap-sikap ahlus sunnah waal Jama’ah menjadi tegar dalam , mensupremasikan
dalil-dalil naqli dari pada dalil-dalil aqli, mengapa Ahlussunnah Wal Jamaa’ah
mempertahankan sikap tawasuth dan tasamuh, dan mengapa Ahlussunnah Wal jamaa’ah
selalu berusaha mencari konsensus dalam mewujudkan kemaslahatan umat selama tidak
melanggar batasan syara’ ? sebagai contoh, ahlussunnah Wal Jamaah berusaha
mempertemukan titik temu antara perbedaan yang terjadi diantara para sahabat dan
ulama. Abdul Malik bin Marwan, seorang kholifah Umawiyah, setelah terjadai konflik
dengan keluarga Sd. Ali bin Abi Thalib r.a., masih berusaha meaklukan konsiliasi dalam
masyarakat Islam. Slogan al-jama’ah dipopulerkan dimana-mana:
ِ ن َْح ُن َج َما َعةٌ َو
َ احدَة ٌ ت َ ْح
ِت َرا َي ِة هللاا
“Kita adalah satu jama’ah dibawah naungan panji-panji agama Allah”.
Abdul Malik bin Marwan juga berusaha mengurangi perpecahan umat, antara
lain dengan konsep “Tarbi” yaitu menyebut empat nama sahabat besar berurutan (Abu
Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib
radiyullahu anhu ) ebagai paket penghormatankepada mereka. Lahirnya “Tarbi” ini
merupakan produk kesejarahan, bukan bersumber dari doktrin atau dogma semata.
Sikap mencari konsensus untuk persatuan dam kemaslahatan umat ini
ditampilkan lagi oleh kholifah Uman bun Abdul Aziz; yang memerintahkan penghapusan
kalimat yang berbau kritikan terhadap keluarga Ali bin Abi Thalip r.a dari semua khutbah
dan menggantikannya dengan bagian ayat Al-Quran yang memberi arti sangat
akomodatif dan integratif, yaitu:
ِ َاء َواْل ُم ْن َك ِر َواْل َب ْغي
ِ ع ِن اْلفَ ْحش
َ اء ذِى اْلقُ ْربَى َويَ ْن َهى
ِ َ ان َو ِإ ْيت
ِ سَ ِإ َّن هللااَ يَأ ْ ُم ُر ِب ْال َع ْد ِل َواْ ِِل ْح
.ََ َظ ُك ْم لَعَل ُك ْم تَذَ َّك ُر ْون ُ يَ ِع
“Sesungguhnya Allah menyuruh berlku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan
kepada keluarga dekat / kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mrngambil pelajaran”.
Masih banyak lagi yang masih dapat kita ambil dari khazanah kesejarahan.
Seperti peran pengembangan Ahlussunahwal Jamaa’ah melalui intrumen birokratis, yang
pernah dilakukan oleh Salahuddin Al Ayyubi, Nizhomil muluk dan lain sebagainya; yang
semuanya memberikan inspirasi kepada kita, bahwa Ahlussunnah Wal Jama’ah
mempunyai kaitan kesejarahan dengan peran kaum birokratis, dan fenomena seperti itu
dapat di lakukan kapan saja.
Ketiga pendekatan kultural, yakni usaha mengembangkan nilai-nilai dan sikap
kemasarakatan yang diberikan oleh Ahlussunnah Wal Jama’ah. Kita tahu betapa
banyakknya perbedaan pendapat antara imam-imam madzab, khususya Imam Hanafi,
Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Hambali; tetapi perbedaan itu tidak menjadikan
mereka saling bermusuhan. Imam Safi’i sendiri pernah tidak membaca Qunut waktu
sembahyang shubuh, pada saat beliau ada di madinah demi menghormati kepada imam
malik yang diakui sebagai gurunya. Imam Ahmad bin Hambal dalam waktu yang cukup
lama mendoakan secara khusus kepada iman Safi’i sebagai penghormatan jasa-jasa
keilmuannya.
Sikap keagamaan yang mengutamakan dalil-dalil naqliah dari pada dalil-dalil
aqliah, memberikan pelajaran kepada kita bahwa yang mutlak benar adalah wahyu, baik
yang berupa Al-Qur’an maupun as-sunnah, sedang yang dari ijtihad manusiawi tetap
hanya memiliki kebenaran nisbi saja, masih mungkin mengandung kekurangan-tepatan,
baik karena perubahan waktu maupun situasi sosial.
Sifat menerima hidup dalam kemajmukan merupakan nilai sosial yang patut
dikembangkan, terutama bagi masarakat pluralistik di indonesia ini. Keangkuhan sosial
bagai manapun akan banyak menimbulkan kemadlaratan.
-9-
Sikap keilmuan yang terbuka seperti yang di kemukakan Al-Ghozali merupakan
sikap ilmiah yang patut di lestarikan, dimana keilmuan ( baik yang syar’iyah maupun
yang ghoiru syar’iyah ) dapat di kembangkan bersama-samauntuk kemaslahatan umat.
Dengan memahami Ahlissunnah Wal Jama’ah melalui beberapa pendekatan
tersebut, diharapkan lebih operatif dalam mengembangkan kualitas umat Islam, dan
bukan sekedar doktrin-doktrin yang normatif yang tidak jelas bagaimana cara
menerapkannya.
Sampai pada awal pemerintahan bani salju, yakni pada masa tugril Beq dan
perdana meterianya yang benama Abu Nasr bin Mansur Al Kundari (416-456 H),
tekanan-tekanan terhadap golongan dan gerakan terhadap Ahlussunnah Wal Jama’ah
masih sangat kuat, bahkan ajaran dan tokoh tokoh Ahlussunnah Wal Jamaah mendapat
cacian dan kutukan mimbar-mimbar jumaat dan ceramah-ceramah di Masji-Masjid.
Bahkan Al Kundari pernah memerintahkan penangkapan terhadap tokoh\tokoh dan
ulama-ulama Al Asariyah. Diantara yang pernah dipenjarakan adalah Abu Abdul Qasim
Abdul Karim Al-Qusyairi dengan ddemikian penyebaran pengembangan Ahlussunnah
Wal Jama’ah secara umum dan As-Sy’ariyah secara khusus mengalami hambatan.
Tekanan dan intimedasi terhadap gerakan Ahlussunnah Wal Jama’ah \dan
pengembangan ajaran-ajarannya berakhir, setelah terjadi pergantian kekuasaan dari
Tugril Beg ke Alp Arsalan dengan perdana menterinya yang masyhur, yakni; Mizhomul
Mulk (1063-1092 M) yang dengan setia mendukung faham Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Aliran As-Asy’ariyah mengalami kemajuan pesat bahkan mampu mendominasi
pemikiran dunia Islam melalui “Madrasah Nizhomiyah” yang didirikan Nizhomul Mulk
madrasah ini mempunyai cabang hampir di seluruh kota penting dalam wilayah
kekuasaan Saljukiyah. Semua sekolah-sekolah Nizhomiyah menerapkan kurikulum yang
sarat ajaran-ajaran Ahlussunnah Waljama’ah. Imam Al-Ghozali pernah memimpin
lembaga Nizhomiyah ini,dan berkesempatan luas untuk mewarnai Nizhomiyah dengan
faham As-Asy’ariyah.
Di Mesir dan Suriah teologi Asy’ariyh ini juga berkembang dengan dukungan
pemerintahna salahuddin Al-Ayyubi, pendirian dinasti Ayyubiyah, setelah
menghapuskan ajaran syi’ah dari pusat pendidikan Al-Azhar dan sekolah-sekolah di
Mesir dan Suriah lainnya sebagai warisan dinasti Fathimiyah yang berkuasa sebelumnya,
Dan selanjutnya sistem dan kurikulum Al-Azhar sebagai pusat pengembangan keilmuan
dan peradaban Islam bercitra Sunni Sampai selkarang.
Perkembangan aliran As-Asy’ariyah dibelahan dunia timur ( India, Pakistan,
Afganistan sampai ke Indonesia) berkat dukungan Muhammad Al-Gazwani ( 971-1030
M), Sultan ketiga dinasti gaswaniyah. Pada mulanya mahmud Al-Ghazwani menganut
madzhab Hanafi, tetapi kemudian beralih ke madzhab Syafi’i. Jasa Gazwani dalam
penyebaran pengembangan Ahlussunnah Wal Jama’ah antara lain dengan :
Pertama, memprakarsai penulisan kitab –kitab keislaman yang bermuatan ajaran Sunni.
Kedua, membangun madrasah-madrasah besar sebagai pusat pengajaran.
Ketiga, membentuk Majlis-majlis keilmuan dan keagamaaan yang diikuti oleh para
ulama’ dan cendekiawan.
Keempat, mengirim ulama’ dan muballigh-muballigh untuk menyebarkan ajaran sunni
sekaligus menghadapi gerakan-gerakan lain yang dipandang menyimpang dari ajaran
Islam.
Khusus di Indonesia pemikiran-pemikiran Al-Asy’ariyah dikenal luas melalui
kitab-kitab karya al-Ghazali dan As-Sanusi. Pengaruh As-Sanusi di Indonesia populer
dengan konsep teologinya terhadap sifat Allah dan rasulnya yaitu sifat Wajib,Mustahil
dan Jaiz.,tentang sifat-sifat wajib yang 20 (dua puluh), sifat mustahil 20 (Dua puluh), dan
sifat Jaiznya hanya satu (1) bagi Allah Juga pengelompokan sifat-sifat Allah dalam tiga
bagian, yakni sifat “Nafsiyah”(kedirian Allah), sifat “salbiyah” (sifat yang membedakan
zdat Allah dengan lainnya) dan sifat “ Ma’ani” (sifat yang Abstrak). Disamping itu juag
- 10 -
konsep sifat rasul, yakni sifat wajib empat(4) sifat mustahil empat(4) dan sifat jaiz satu
(1). Konsep-konsep akidah ( teologis) tersebut begitu merasuk dalam kehidupan
masyarakat luas, baik melalui pengajian, karya-karya tulis, maupun kurikulum sekolah
atau madrasyah.
Di Spayol ( andalusia) dan afrika utara, peranan Ibnu Tumart sangat besar. Dia
yang memerintahkan Agar karya-karya Al-Asy’ari dan Al-Ghozali dihidupkan kembali,
yang sebelumnya dilarang bahkan dibakar oleh penguasa dinasti murabithin. Penyebaran
gerakan Al-Asy’ariyah menjadi lebih kuat setelah Ibnu Tumart berhasil membangun
kekuasaan politik di Afrika dan Andalusia pada tahun 1114M yang diberi nama daulat
“Al-muwahhidun”, kekuasaan ini berlangsung sekitar satu abad (515-667 H / 1121-1269
M). Pada zaman dinasti muwahidun inilah hidup ulama’-ulama’ dan cendikiawan besar
sunni, seperti Ibnu Rusyd, Ibnu Tufail, Ibnu Mulkun,Ibnu Zur dan sampai sekarang
kawasan itu seperti maroko, Al-Jazair tunisia dan Libia masih menjadi wilayah-wilayah
sunni yang sangat kuat kecuali spayol(andalusia) yang berubah menjadi kristen lagi.
Pusat-pusat pendidikan disana sampai sekarang masih merupaka pusat pengembangan
dan pengajian Islam sunni (Ahlussunnah Wal Jama’ah).
- 12 -