Anda di halaman 1dari 1

4.

Undang-undang tidak sesuai dengan tahap perkembangan ekonomi dan teknologi di Indonesia

Dalam kasus UU Paten No. 14/2001 dan Tata Letak Sirkuit Terpadu UU No. 32/2000, menunjukkan jelas
bahwa isi dari UU tersebut tidak sesuai dengan UU tahap perkembangan ekonomi dan teknologi di
Indonesia. Data dari kantor Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual menunjukkan bahwa 91,43% dari
aplikasi paten standar di Indonesia diajukan oleh orang asing. Sementara itu, hanya ada tiga aplikasi tata
letak sirkuit terintegrasi sejak Layout-Desain Undang-undang Sirkuit Terpadu diberlakukan pada tahun
2000, dan sejauh ini belum ada satupun diberikan hak perlindungan karena masih kurangnya peraturan
pelaksanaan untuk diproses pendaftaran ketiga aplikasi tersebut.

Diakui bahwa pada mulanya, ada pertentangan terhadap perancangan Tata Letak-Desain UU Sirkuit
Terpadu karena beberapa pejabat pemerintah di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
berpendapat bahwa dengan perkembangan teknologi saat ini di Indonesia, UU itu dianggap tidak
berguna bagi orang Indonesia. Argumen serupa juga diucapkan selama penyusunan UU Paten Indonesia
pertama 1989. Mr. Aberson Marle Sihalolo, anggota Parlemen Indonesia, dan Mr. Kayatmo, Ketua Deputi
Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), keduanya mengakui bahwa Paten Undang-undang tidak
diperlukan di Indonesia untuk mendorong inovasi, tetapi melainkan dibutuhkan untuk menarik investor
asing yang menginginkan perlindungan untuk pekerjaan mereka. Sejauh ini, sulit untuk melihat manfaat
nyata dari memiliki perlindungan paten di Indonesia, kecuali untuk menarik investor asing dan
menghindari sanksi perdagangan dari negara-negara Barat, terutama AS. Perlindungan paten yang telah
diberikan kepada banyak perusahaan multinasional perusahaan di Indonesia dimaksudkan untuk
membujuk mereka untuk mentransfer teknologi mereka ke mitra mereka di Indonesia. Namun,
perusahaan multinasional saja mentransfer jenis teknologi tingkat rendah yang juga biasa dieksploitasi di
negara lain negara berkembang. Jenis teknologi ini hanya membutuhkan kemampuan meniru bekerja
untuk menghasilkan produk-produk sederhana dan teknologi rendah, seperti, radio,jam tangan, tekstil,
kosmetik, bahan makanan. Teknologi yang ditransfer ke Indonesia sebagai negara berkembang lainnya
juga cenderung jauh lebih tua dari teknologi dipindahkan ke negara-negara industri.

Fakta bahwa undang-undang tersebut dianggap tidak berguna untuk kepentingan Indonesia dapat
berkontribusi pada kesulitan menegakkan hukum di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai