Anda di halaman 1dari 15

Pengertian dan Ciri Kemandirian (Mandiri)

13 September 2015 pukul 15:42


PENGERTIAN

Kemandirian adalah sikap (perilaku) dan mental yang memungkinkan seseorang untuk bertindak
bebas, benar, dan bermanfaat; berusaha melakukan segala sesuatu dengan jujur dan benar atas
dorongan dirinya sendiri dan kemampuan mengatur diri sendiri, sesuai dengan hak dan
kewajibannya, sehingga dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya; serta
bertanggung jawab terhadap segala keputusan yang telah diambilnya melalui berbagai
pertimbangan sebelumnya.

CIRI-CIRI MANDIRI

Ciri-ciri seseorang dikatakan mandiri adalah yang memiliki semua kemampuan di bawah ini
(bukan salah satu kemampuan, tetapi semua kemampuan).

1. Memiliki kemampuan untuk selalu berusaha berinisiatif dalam segala hal.


2. Memiliki kemampuan mengerjakan tugas yang dipertanggung-jawabkan padanya.
3. Memperoleh kepuasan dari kegiatannya (yang dikerjakannya).
4. Memiliki kemampuan mengatasi rintangan yang dihadapinya dalam mencapai kesuksesan.
5. Memiliki kemampuan untuk selalu bertindak jujur dan benar sesuai hak dan kewajibannya.
6. Memiliki keinginan untuk membantu orang lain atau melakukan tindakan yang bermanfaat bagi
orang lain dan lingkungannya.
7. Memiliki kemampuan berpikir secara kritis, kreatif dan inovatif terhadap sesuatu yang
dikerjakannya atau diputuskannya, baik dalam segi manfaat atau keuntungannya, maupun segi
negatif dan kerugian yang akan dialaminya.
8. Tidak merasa rendah diri jika harus berbeda pendapat dengan orang lain, berani mengemukakan
pendapatnya walaupun berbeda, dan mampu menerima pendapat yang lebih benar.

Pengertian Singkat/Praktis dari KBBI - PB


(KBBI - PB = Kamus Besar Bahasa Indonesia – Pusat Bahasa)

Mandiri adalah keadaan yang dapat berdiri sendiri; tidak tergantung pada orang lain.
Kemandirian adalah hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain.

Pengertian singkat dari “mandiri” dan “kemandirian” dari KBBI-PB tersebut adalahringkasan dari
pengertian dan ciri-ciri sebagaimana di atas.

Pengertian singkat ini seyogyanya dimaknai secara luas, tidak secara sempit.
Kenapa ? karena tidak ada orang di bumi ini yang tidak tergantung pada orang lain. Setiap manusia
pasti bergantung pada orang lain, karena manusia adalah makhluk sosial. Ketergantungan
seseorang kepada orang lain berbeda-beda kadar serta komitmennya.
Jadi pengertian yang luas mengenai “dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain”
adalah sebagaimana dijabarkan pada delapan ciri tersebut di atas.

Sumber : Gilmore (1993), Lindzey & Ritter (1975), Chabib Thoha (1993), Brawer (1993), Hasan
Basri (2000), Antonius (2002), Masrun (1986), Kartini Kartono (1985), KBBI-BP (2011).
MEMBENTUK KEMANDIRIAN ANAK (REMAJA)
Oleh : Lembaga Perawatan Psikologi

Ketika terlahir manusia berada dalam keadaan lemah. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sangat
tergantung pada bantuan orang-orang disekitarnya. Berlanjutnyaperkembangan mengantarkan seorang anak pada
masa remaja. Pada masa ini kebutuhan hidup lebih beragam dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Pada masa
sekolah tingkat menengah atas, anak sedang mempersiapkan diri menuju proses pendewasaan diri. Anak melalui
tahun-tahun terakhir masa pendidikan dasar dan menengahnya untuk kemudian melangkah menuju dunia peguruan
tinggi atau meniti karier.
Ada banyak pilihan bagi mereka dan hendaknya seorang remaja dapat secara mandiri menentukan pilihan
tanpa menggantungkan diri pada orang-orang di sekitarnya untuk menentukan pilihan yang akan diambilnya,
termasuk dalam memenuhi kebutuhannya. Untuk memenuhi kebutuhannya diperlukan kemampuan yang lebih
berkembang. Dengan kemampuannya, seorang remaja berkesempatan melakukan banyak hal tanpa harus selalu
tergantung pada orang-orang di sekitarnya, termasuk orang tua maupun teman sebaya.
Mencapai kemandirian merupakan salah satu tugas perkembangan pada masa remaja. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Mappiare (1982:99) bahwa remaja dituntut untuk tidak selalu tergantung pada orang tua atau
orang dewasa lainnya secara emosional, mampu mengatur keuangannya sendiri dan dapat memilih serta
mempersiapkan dirinya ke arah pekerjaan atau jabatan.Pencapaian kemandirian tersebut sangat penting bagi remaja,
karena hal itu sebagai tanda kesiapannya untuk memasuki fase berikutnya dengan berbagai tuntutan yang lebih
beragam sebagai orang dewasa. Kegagalan dalam pencapaian kemandirian dapat berdampak negatif pada diri remaja.
Ketergantungan pada orang lain menyebabkan seorang remaja selalu ragu-ragu dalam mengambil keputusan sendiri,
tidak percaya diri, mudah terpengaruh oleh orang lain hingga akhirnya mengalami kesulitan untuk menemukan
identitas diri.
Dalam usaha pencapaian kemandirian remaja sangat membutuhkan dukungan dari orang-orang di
sekitarnya, terutama dari lingkungan keluarga sebagai lingkungan terdekatnya. Diharapkan para remaja mampu
mewujudkan kemandirian sebagai bekalmenghadapi tantangan dan tugas perkembangan di masa berikutnya, yaitu
masa dewasa. Akan tetapi sering kita jumpai banyak remaja yang duduk di bangku SMA masih menunjukkan perilaku
sebaliknya. Bimbang memutuskan kegiatan ekstra yang akan diikuti, nyontek karena tidak percaya diri dalam
mengerjakan tugas dan ulangan, ikut-ikutan teman dalam memilih program studi/jurusan, ragu-ragu dalam
menyampaikan pendapat, bingung dan bimbang dalam memilih cita-cita atau pun studi lanjutan, dan sebagainya. Hal-
hal tersebut merupakan tanda-tanda kurangnya kemandirian para remaja. Walaupun ada pula sebagian remaja yang
lain mampu menunjukkan kemandirian yang diharapkan, namun fenomena tersebut perlu diwaspadai dan diupayakan
pengubahannya karena dapat menyebabkan para remaja cenderung bergantung pada orang lain dan enggan memikul
tanggung jawab.
Masa remaja atau masa adolensi menurut Mahmud (1990:42) berlangsung antara umur 12 sampai umur 18
tahun, masa remaja merupakan masa transisi menuju masa dewasa termasuk pula transisi dalam hal biologis,
psikologis, sosial maupun ekonomis. Hurlock (1980:220) menyatakan minat pada kemandirian berkembang pada
masa awal remaja dan mencapai puncaknya menjelang periode ini berakhir. Mappiare (1982:107) menyebut
kemandirian dengan istilah kebebasan dan menyatakannya sebagai salah satu tugas perkembangan yang penting bagi
remaja awal, mereka diharapkan melepaskan diri dari ketergantungan pada orag tua atau orang dewasa lainnya
dalam banyak hal secara berangsur-angsur.
Maslow dan Murray (Alwilsol, 2004:260-261) bahkan menyatakan kemandirian sebagai salah satu kebutuhan
psikologis manusia. Dalam susunan hirarki kebutuhannya Maslow menyatakan kemandirian sebagai salah satu cara
untuk memperoleh harga diri, kemandirian akan menjadikan seseorang menghargai dirinya sendiri. Maslow juga
(dalam Ali & Asrori, 2004:111) membedakan kemandirian menjadi dua macam yaitu kemandirian aman dan
kemandirian tidak aman. Kemandirian aman adalah kekuatan untuk menumbuhkan cinta kasih pada dunia, kehidupan
dan orang lain, sadar akan tanggung jawab bersama dan tumbuh rasa percaya terhadap kehidupan. Kekuatan
tersebut kemudian digunakan untuk membantu orang lain. Sementara yang dimaksud dengan kemandirian tidak
aman adalah kekuatan pribadi yang dinyatakan dalam perilaku menentang dunia.
Dari pernyataan Maslow tersebut dapat diketahui bahwa kemandirian yang diharapkan dimiliki para remaja
adalah kemandirian yang aman, di mana para remaja percaya pada kemampuan dirinya dan tidak selalu berada dalam
ketergantungan pada bantuan yang akan diberikan orang lain. Namun dalam kemandiriannya para remaja tetap
memiliki keinginan untuk membantu sesama.
1. Pengertian Kemandirian
Kemandirian merupakan aspek kepribadian yang disinggung oleh para ahli psikologi dengan istilah yang
berbeda-beda. Istilah yang biasa digunakan untuk menyebut kemandirian antara lain adalah kebebasan, otonomi,
independen atau pun berdikari. Menurut Basri (2000:53) kemandirian berasal dari kata mandiri yang dalam
bahasaJawa berarti berdiri sendiri. Dia menyatakan kemandirian dalam arti psikologis dan mentalisadalah keadaan
seseorang yang mampu memutuskan atau mengerjakan sesuatu tanpa bantuanorang lain. Menurutnya kemampuan
tersebut hanya mungkin dimiliki jika seseorangberkemampuan untuk memikirkan dengan seksama tentang apa yang
akan dikerjakan ataudiputuskannya, baik dari segi manfaat atau keuntungannya dan dari segi negatif atau
kerugianyang akan diakibatkannya. Menurut Havighurst (dalam Mu’tadin, 2002:2) menyatakan bahwa kemandirian
seseorang meliputi aspek emosi, ekonomi, intelektual dan sosial, dan masih banyak lagi pendapat dari ahli-ahli
lainnya.

Berdasarkan definisi-definisi para ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah
kemampuan seseorang dalam bertindak untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya ataupun keinginannya tanpa
bergantung pada bantuan orang lain, baik dalam aspek emosi, ekonomi, intelektual, dan sosial.
2. Aspek - aspek Kemandirian
Definisi para ahli tentang mandiri dan kemandirian tersebut di atas memberikan gambaran tentang aspek-
aspek yang menyusun kemandirian. Pernyataan Basri menekankan aspek kognitif dan aspek psikomotor, sedangkan
pernyataan Lie & Prasasti menekankan aspek psikomotor. Berbeda dengan kedua pendapat tersebut Gea
(2002:146) menggambarkan adanya ketiga aspek tersebut dalam kemandirian sekaligus melalui definisinya dan hal
tersebut ditegaskan dalam pernyataannya berikut:
Manusia mandiri biasanya mempunyai pengetahuan, menguasai keterampilan dan mempunyai kehendak yang kuat.
Pengetahuan sebagai paradigma teoritis untuk memahami apa yang harus dilakukan dan mengapa harus
melakukannya; keterampilan adalah bagaimana melakukannya dan kehendak yang kuat merupakan dorongan atau
motivasi untuk melakukannya.

Dengan berdasar pada pernyataan Gea di atas disimpulkan bahwa kemandirian mengandung tiga aspek
berikut :

a. aspek kognitif : yaitu aspek yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan dan keyakinan seseorang
tentang sesuatu, misalnya pemahaman seorang siswa tentang prestasi akademik.

b. aspek afektif : yaitu aspek yang berkaitan dengan perasaan seseorang terhadap sesuatu seperti halnya
hasrat, keinginan atau pun kehendak yang kuat terhadap suatu kebutuhan, misalnya keinginan seorang siswa untuk
berhasil atau berprestasi dalam hal akademik.

c. aspek psikomotor : yaitu aspek yang berkaitan dengan tindakan yang dilakukan seseorang untuk
memenuhi kebutuhannya, misalnya tindakan siswa yang berinisiatif belajar giat karena dia ingin memperoleh prestasi
akademik.
3. Ciri-ciri Kemandirian
Tentang ciri kemandirian Gea (2002:145) menyebutkan beberapa hal yaitu percaya diri, mampu bekerja
sendiri, menguasai keahlian dan keterampilan, menghargai waktu dan bertanggung jawab. Sedangkan Havighurst
(dalam Mu’tadin, 2002:2) menyatakan kemandirian seseorang meliputi aspek emosi, ekonomi, intelektual dan sosial.
Kemandirian emosi ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi
pada orang tua atau orang dewasa lainnya. Kemandirian ekonomi ditunjukkan dengan kemampuan mengatur sendiri
perekonomiannya. Kemandirian intelektual ditunjukkan dengan kemampuan dalam mengatasi masalah, dan
kemandirian sosial ditunjukkan dengan kemampuan berinteraksi dengan orang lain tanpa tergantung dan menunggu
aksi dari orang lain.
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri kemandirian pada remaja adalah
percaya diri, mampu berinisiatif, mampu mengatasi masalah, mampu mengerjakan tugas pribadi, mampu
mempertahankan prinsip mampu mengambil keputusan, hemat, mampu melaksanakan transaksi ekonomi,
mempunyai perencanaan karier di masa depan, mampu mengontrol emosi, bebas secara emosi dari orang tua,
mempunyai kehendak yang kuat, puas dengan keputusan sendiri, menghargai waktu, bertanggung jawab, mampu
menghindari pengaruh negatif pergaulan, mampu menerima kritik, mampu menerima perbedaan pendapat,
mempunyai hubungan baik dengan orang lain.
Ciri-ciri tersebut dapat dirinci sebagai berikut :
a. Percaya diri; ini berarti dia percaya bahwa dia mampu mewujudkan keinginannya dengan usaha dan
kekuatan yang dimilikinya. Percaya diri inilah yang menjadi sumber kemandirian.
b. Mampu berinisiatif; orang yang mandiri mampu berinisiatif yaitu bertindak dengan keinginannya sendiri tanpa
harus menunggu instruksi orang lain.
c. Mampu mengatasi masalah atau hambatan; sebagai orang yang mampu berinisiatif orang yang mandiri
mampu mengatasi masalah yang dihadapinya dengan kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya.
d. Mampu mengerjakan tugas pribadi; berarti dia dapat mengerjakan tugas-tuigas pribadinya tanpa bantuan
orang lain.
e. Mampu mempertahankan prinsip yang dimiliki dan diyakini
f. Mampu mengambil keputusan; ketika dihadapkan pada bergagai pilihan dia dapat menentukan pilihan yang
sesuai bagi dirinya sendiri tanpa tergantung pada orang lain.
g. Hemat; dia dapat menggunakan uang yang dimiliki sesuai dengan kebutuhannya.
h. Mampu melaksanakan transaksi ekonomi; orang yang mandiri mengetahui cara melakukan transaksi
ekonomi dan dapat melakukannya.
i. Mempunyai perencanaan karier di masa depan, termasuk mempunyai cita-cita profesi; yaitu mempunyai
pilihan profesi/cita-cita yang sesuai dengan minat dan kemampuannya.
j. Bebas secara emosi dari orang tua; tidak tergantung pada orang tua atau orang dewasa lainnya dalam hal
pemenuhan kebutuhan emosi.
k. Mempunyai kehendak yang kuat; orang yang mandiri mempunyai tekad yang kuat dan tidak mudah berputus
asa dalam upaya mewujudkan keinginannya.
l. Puas dengan keputusan sendiri; orang yang mandiri mempertimbangkan manfaat maupun kerugian setiap
keputusan yang diambilnya dan dia merasa puas dengan keputusannya sendiri.
m. Menghargai waktu; orang yang mandiri akan selalu memanfaatkan waktu dengan baik, mengisi waktunya
dengan kegiatan yang berguna
n. Bertanggung jawab; orang yang mandiri akan bertanggung jawab dengan apa yang dikerjakannya.
o. Mampu menghindari pengaruh negatif pergaulan
p. Mampu menerima kritik
q. Mampu menerima perbedaan pendapat
r. Mempunyai hubungan baik dengan orang lain.

4. Terbentuknya emandirian dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya


Kemandirian

a. Terbentuknya Kemandirian
Kemandirian bukanlah kemampuan yang dibawa anak sejak lahir, melainkan hasil dari proses belajar. Basri
(2000:53) menyatakan bahwa kemandirian merupakan hasil dari pendidikan. Kartawijaya dan Kuswanto (2000:1)
mengemukakan bahwa kemandirian anak harus dibina sejak anak masih bayi dengan penanaman disiplin yang
konsisten sehingga kemandirian yang dimiliki dapat berkembang secara utuh. Secara singkat dikatakan bahwa
kemandirian merupakan hasil dari proses belajar. Sebagai hasil belajar, kemandirian pada diri seseorang tidak
terlepas dari faktor bawaan dan faktor lingkungan.
Tentang hal tersebut Ali dan Asrori (2004:118) menyatakan perkembangan kemandirian juga dipengaruhi oleh
stimulus lingkungannya selain oleh potensi yang telah dimiliki sejak lahir sebagai keturunan dari orang tuanya.
Kemandirian terbentuk oleh interaksi antara faktor bawaan dan lingkungan. Kemandirian dapat berkembang dengan
baik jika diberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi bawaan melalui latihan terus menerus dan dilakukan
sejak dini. Proses belajar tersebut diawali dari lingkungan terdekat yaitu keluarga, dan pengalaman yang diperoleh
dari berbagai lingkungan di luar rumah. Jika lingkungan mendukung tumbuhnya kemandirian pada masa kanak-kanak
dan mengembangkannya pada masa remaja akan terbentuk pribadi mandiri yang utuh pada masa dewasa. Dan bila
sebaliknya remaja tumbuh menjadi pribadi yang selalu menggantungkan diri pada orang lain, selalu ragu-ragu dalam
mengambil keputusan dan bahkan tidak berani memikul tanggung jawabnya sendiri. Kemandirian semakin
berkembang pada setiap masa perkembangan seiring pertambahan usia dan pertambahan kemampuan.

Lie & Prasasti (2004:8-103) memberikan gambaran perkembangan kemandirian dalam beberapa tahapan
usia. Perkembangan kemandirian tersebut diidentifikasikan pada usia 0 – 2 tahun; usia 2 – 6 tahun; usia 6 – 12
tahun; usia 12 – 15 tahun dan pada usia 15 – 18 tahun.
Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa sebenarnya sejak usia dini anak telah memiliki dorongan untuk
mandiri. Mereka lebih senang bila bisa mengurus diri sendiri tanpa dilayani. Namun seringkali pengasuh dan
orangtua sering menghambat keinginan dan dorongan mereka untuk mandiri dengan pengungkapan kasih sayang
yang tidak tepat. Misalnya terlalu membatasi atau pun mengambil alih tanggung jawab dengan melakukan hal-hal yang
sebenarnya anak-anak dapat melakukannya sendiri. Kemandirian merupakan hasil dari interaksi individu dengan
lingkungan selama bertahun-tahun.

Dalam kehidupan seseorang terjadi interaksi dengan lingkungan. Melalui proses interaksi dengan
lingkungannya individu memperoleh pengalaman yang dihayati melalui proses belajar. Pengalaman-pengalaman
tersebut membentuk pola-pola perilaku tertentu.Kebiasaan-kebiasaan perilaku mandiri membentuk pola mandiri
yang menetap pada diri seseorang.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Kemandirian


Sebagai hasil dari proses belajar pencapaian kemandirian dipengaruhi oleh banyak faktor, secara umum
dapat digolongkan dalam dua kelompok yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi segala sesuatu
yang dibawa anak sejak lahir yang merupakan bekal dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya
meliputi bakat, potensi intelektual dan potensi pertumbuhan tubuhnya. Faktor eksternal adalah semua keadaan atau
pengaruh yang berasal dari luar dirinya, sering disebut dengan faktor lingkungan (Basri, 2000:53-54).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pencapaian kemandirian remaja dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Faktor Internal
a. Kondisi fisiologis
Kondisi fisiologis yang berpengaruh antara lain keadaan tubuh, kesehatan jasmani dan jenis kelamin. Pada
umumnya anak yang sakit lebih bersikap tergantung daripada orang yang tidak sakit (Walgito, 2000:112). Selain
itu sering dan lamanya anak sakit pada masa bayi menjadikan orang tua sangat memperhatikannya, anak yang
menderita sakit atau lemah otak mengundang kasihan yang berlebihan dibanding yang lain sehingga dia
mendapatkan pemeliharaan yang lebih (Prasetyo dan Sutoyo, 1989:63).
Jenis kelamin juga berpengaruh terhadap kemandirian remaja. Simandjuntak dan Pasaribu (1984:112)
mengemukakan bahwa pada anak perempuan terdapat dorongan untuk melepaskan diri dari ketergantungan pada
orang tua, tetapi dengan statusnya sebagai gadis mereka dituntut untuk bersikap pasif, berbeda dengananak lelaki
yang agresif dan ekspansif, akibatnya anak perempuan berada lebih lama dalam ketergantungan daripada anak laki-
laki.
b. Kondisi psikologis
Walaupun kecerdasan atau kemampuan berpikir seseorang dapat diubah atau dikembangkan melalui
lingkungan, sebagian ahli berpendapat bahwa faktor bawaan juga berpengaruh terhadap keberhasilan lingkungan
dalam mengembangkan kecerdasan seseorang. Kecerdasan atau kemampuan kognitif berpengaruh terhadap
pencapaian kemandirian seseorang. Kemampuan bertindak dan mengambil keputusan tanpa bantuan orang lain
hanya mungkin dimiliki oleh orang yang mampu berpikir dengan seksama tentang tindakannya (Basri, 2000),
demikian halnya dalam pemecahan masalah. Hal tersebut menunjukkan kemampuan kognitif yang dimiliki
berpengaruh terhadap pencapaian kemandirian remaja.

2. Pola Asuh Orang Tua dalam Keluarga


Lingkungan keluarga berperan penting dalam penanaman nilai-nilai pada diri seorang remaja, termasuk nilai
kemandirian. Penanaman nilai kemandirian tersebut tidak lepas dari peran orang tua dan pengasuhan yang diberikan
orang tua terhadap anak. Bila seorang anak sejak kecil sudah dilatih untuk mandiri maka ketika ia harus keluar dari
asuhan orang tuanya untuk hidup mandiri ia tidak akan merasa kesulitan (Prawironoto, 1994:59-74). Pengaruh
keluarga terhadap kemandirian remaja terkait dengan peranan orang tua. Dalam hal ini ayah dan ibu mempunyai
peran nyata seperti yang dinyatakan Partowisasto (1983:96-97) berikut : Bila karena rasa kasih sayang dan rasa
kuatirnya seorang ibu tidak berani melepaskan anaknya untuk berdiri sendiri menjadikan anak tersebut harus selalu
ditolong, terlalu terikat pada ibu karena dimanjakan, tidak dapat menyesuaikan diri dan perkembangan wataknya
mengarah pada keragu-raguan. Sikap ayah yang keras menjadikan anak kehilangan rasa percaya diri sementara
pemanjaan dari ayah menjadikan anak kurang berani menghadapi masyarakat luas. Pengasuhan yang diberikan orang
tua juga turut membentuk kemandirian seseorang. Toleransi yang berlebihan, pemeliharaan berlebihan dan orang
tua yang terlalu keras kepada anak menghambat pencapaian kemandiriannya (Prasetyo & Sutoyo, 1989:61-67).
Sementara Alwisol (2004:105-106) menyatakan bahwa pemanjaan yang berlebihan dan pengabaian orang tua
terhadap anak mengakibatkan terhambatnya kemandirian anak.
5. Tips mendidik anak untuk mandiri
Salah satu tugas orang tua adalah mendidik anak agar menjadi mandiri. Sikap mandiri sudah dapat
dibiasakan sejak anak masih kecil: memakai pakaian sendiri, memasang tali sepatu, memakai kaos kaki dan berbagai
pekerjaan kecil lainnya. Kedengarannya mudah, namun dalam prakteknya pembiasaan ini banyak hambatannya. Tidak
jarang orang tua merasa tidak tega atau justru tidak sabar melihat si kecil yang berusaha menalikan sepatunya
selama beberapa menit, namun belum juga memperlihatkan keberhasilan. Atau langsung memberi segudang nasehat,
lengkap dengan cara pemecahan yang harus dilakukan, ketika anak selesai menceritakan pertengkarannya dengan
teman sebangku.
Memang masalah yang dihadapi anak sehari-hari dapat dengan mudah diatasi dengan adanya campur tangan
orang tua. Namun cara ini tentunya tidak akan membantu anak untuk menjadi mandiri. Ia akan terbiasa “lari”
kepada orang tua apabila menghadapi persoalan, dengan perkataan lain ia terbiasa tergantung pada orang lain, untuk
hal-hal yang kecil sekalipun. Lalu upaya apa yang dapat dilakukan orang tua untuk membiasakan anak agar tidak
cenderung menggantungkan diri pada seseorang, serta mampu mengambil keputusan?
Di bawah ini ada beberapa hal yang dapat Anda terapkan untuk melatih anak menjadi mandiri antara lain :

1. Beri kesempatan memilih.


Anak yang terbiasa berhadapan dengan situasi atau hal-hal yang sudah ditentukan oleh orang lain, akan malas untuk
melakukan pilihan sendiri. Sebaliknya bila ia terbiasa dihadapkan pada beberapa pilihan, ia akan terlatih untuk
membuat keputusan sendiri bagi dirinya. Misalnya, sebelum menentukan menu di hari itu, ibu memberi beberapa
alternatif masakan yang dapat dipilih anak untuk makan siangnya. Demikian pula dalam memilih pakaian yang akan
dipakai untuk pergi ke pesta ulang tahun temannya, misalnya. Kebiasaan untuk membuat keputusan - keputusan
sendiri dalam lingkup kecil sejak dini akan memudahkan untuk kelak menentukan serta memutuskan sendiri hal-hal
dalam kehidupannya.
2. Hargailah usahanya.
Hargailah sekecil apapun usaha yang diperlihatkan anak untuk mengatasi sendiri kesulitan yang ia hadapi. Orang tua
biasanya tidak sabar menghadapi anak yang membutuhkan waktu lama untuk membuka sendiri kaleng permennya.
Terutama bila saat itu ibu sedang sibuk di dapur, misalnya. Untuk itu sebaiknya otang tua memberi kesempatan
padanya untuk mencoba dan tidak langsung turun tangan untuk membantu membukakannya. Jelaskan juga padanya
bahwa untuk membuka kaleng akan lebih mudah kalau menggunakan ujung sendok, misalnya. Kesempatan yang anda
berikan ini akan dirasakan anak sebagai penghargaan atas usahanya, sehingga akan mendorongnya untuk melakukan
sendiri hal-hal kecil seperti itu.

3. Hindari banyak bertanya :


Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan orang tua , yang sebenarnya dimaksudkan untuk menunjukkan perhatian pada
si anak, dapat diartikan sebagai sikap yang terlalu banyak mau tahu. Karena itu hindari kesan cerewet. Misalnya, anak
yang baru kembali dari sekolah, akan kesal bila diserang dengan pertanyaan - pertanyaan seperti, “Belajar apa saja di
sekolah?”, dan “Kenapa seragamnya kotor? Pasti kamu berkelahi lagi di sekolah!” dan seterusnya. Sebaliknya, anak
akan senang dan merasa diterima apabila disambut dengan kalimat pendek : “Halo anak ibu sudah pulang sekolah!”
Sehingga kalaupun ada hal-hal yang ingin ia ceritakan, dengan sendirinya anak akan menceritakan pada orang tua,
tanpa harus di dorong-dorong.

4. Jangan langsung menjawab pertanyaan.


Meskipun salah tugas orang tua adalah memberi informasi serta pengetahuan yang benar kepada anak, namun
sebaiknya orang tua tidak langsung menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Sebaliknya, berikan kesempatan
padanya untuk menjawab pertanyaan tersebut. Dan tugas Andalah untuk mengkoreksinya apabila salah menjawab
atau memberi penghargaan kalau ia benar. Kesempatan ini akan melatihnya untuk mencari alternatif-alternatif dari
suatu pemecahan masalah. Misalnya, “Bu, kenapa sih, kita harus mandi dua kali sehari?”. Biarkan anak memberi
beberapa jawaban sesuai dengan apa yang ia ketahui. Dengan demikianpun anak terlatih untuk tidak begitu saja
menerima jawaban orang tua, yang akan diterima mereka sebagai satu jawaban yang baku.

5. Dorong untuk melihat alternatif.


Sebaiknya anak pun tahu bahwa untuk nmengatasi suatu masalah , orang tua bukanlah satu-satunya tempat
untuk bertanya. Masih banyak sumber-sumber lain di luar rumah yang dapat membantu untuk mengatasi masalah
yang dihadapi. Untuk itu, cara yang dapat dilakukan orang tua adalah dengan memberitahu sumber lain yang tepat
untuk dimintakan tolong, untuk mengatasi suatu masalah tertentu. Dengan demikian anak tidak akan hanya
tergantung pada orang tua, yang bukan tidak mungkin kelak justru akan menyulitkan dirinya sendiri . Misalnya, ketika
si anak datang pada orang tua dan mengeluh bahwa sepedanya mengeluarkan bunyi bila dikendarai. Anda dapat
memberi jawaban : “Coba,ya, nanti kita periksa ke bengkel sepeda.”

6. Jangan patahkan semangatnya


Tak jarang orang tua ingin menghindarkan anak dari rasa kecewa dengan mengatakan “mustahil” terhadap apa
yang sedang diupayakan anak. Sebenarnya apabila anak sudah mau memperlihatkan keinginan untuk mandiri, dorong
ia untuk terus melakukanya. Jangan sekali-kali anda membuatnya kehilangan motivasi atau harapannya mengenai
sesuatu yang ingin dicapainya. Jika anak minta ijin Anda, “Bu, Andi mau pulang sekolah ikut mobil antar jemput,
bolehkan? ” Tindakan untuk menjawab : “Wah, kalau Andi mau naik mobil antar jemput, kan Andi harus bangun
pagi dan sampai di rumah lebih siang. Lebih baik tidak usah deh, ya” seperti itu tentunya akan membuat anak
kehilangan motivasi untuk mandiri. Sebaiknya ibu berkata “Andi mau naik mobil antar jemput? Wah, kedengarannya
menyenangkan, ya. Coba Andi ceritakan pada ibu kenapa andi mau naik mobil antar jemput.” Dengan cara ini, paling
tidak anak mengetahui bahwa orang tua sebenarnya mendukung untuk bersikap mandiri. Meskipun akhirnya, dengan
alasan-alasan yang Anda ajukan, keinginannya tersebut belum dapat di penuhi.

Contoh Kasus

Apa yang kita saksikan di youtube tersebut sejatinya merupakan salah satu bentuk
bullying yang terjadi di ranah pendidikan. Kita khawatir bahwa kejadian tersebut
laksana fenomena gunung es- dimana yang muncul dan mencuat ke ruang publik
hanya sedikit dan diduga masih banyak kasus lain yang hingga kini belum terekspos.
Kasus yang terjadi di Bukittinggi tersebut mencuat akibat ada pihak yang merekam dan
kemudian mengunggahnya ke media sosial. Menurut KPAI, saat ini- kasus bullying
menduduki peringkat teratas pengaduan masyarakat. Dari 2011 hingga agustus 2014,
KPAI mencatat 369 pengaduan terkait masalah tersebut. Jumlah itu sekitar 25% dari
total pengaduan di bidang pendidikan sebanyak 1.480 kasus. Bullying yang disebut
KPAI sebagai bentuk kekerasan di sekolah, mengalahkan tawuran pelajar, diskriminasi
pendidikan, ataupun aduan pungutan liar (republika, rabu 15 oktober 2014)

Saat ini publik tengah dihebohkan dengan beredarnya video kekerasan sejumlah
siswa di salah satu Sekolah Dasar Swasta di Kota Bukittinggi Sumatera Barat. Dalam
video yang diunggah di jejaring youtube tersebut- tampak seorang siswi berpakaian
seragam SD dan berjilbab- berdiri di pojok ruangan. Sementara beberapa siswa
termasuk siswi lainnya- secara bergantian melakukan pemukulan dan tendangan. Sang
siswi yang menjadi obyek kekerasan tersebut tampak tidak berdaya/pasrah dan
menangis- menerima perlakuan kasar teman-temannya itu. Tampak pula adegan
tendangan salah seorang siswa yang dilakukan sambil melompat bak aktor laga. Di
sela-sela penyiksaan, ada juga siswa yang tertawa-tawa sambil menghadap kamera
dan terdengar pula ungkapan dalam bahasa minang yang meminta agar aksi tersebut
dihentikan

Beredarnya video kekerasan tersebut sontak memunculkan respons negatif publik.


Rata-rata publik menyatakan kekesalan/keprihatinan terhadap aksi kekerasan yang
terjadi dan juga mempersoalkan peredaran tayangan tersebut di media sosial. Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Bareskrim Polri dibantu Kementerian
Komunikasi dan Informatika menangkap pengunggah dan penyebar video kekerasan
itu. Pihak KPAI berpendapat bahwa video kekerasan tidak boleh di-upload di media
publik, seperti youtube, karena dapat ditiru oleh anak-anak (Kompas.com, Senin 13
oktober 2014). Sementara itu, ada juga pihak yang mempertanyakan lemahnya kontrol
pihak sekolah sehingga tindakan kekerasan tersebut bisa terjadi di lingkungan sekolah.
Mereka juga meminta agar pihak sekolah diberi sanksi yang tegas atas kejadian ini oleh
institusi yang bertanggung jawab (baca: dinas pendidikan) setempat
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Perkembangan kemandirian merupakan masalah penting sepanjang rentang kehidupan manusia.


Terutama bagi peserta didik yang memang dicetak sebagai penggerak bangsa masa depan. Jadi
seorang peserta didik harus tertanam sikap kemandirian guna menjadi insane yang berguna bagi
masyarakat dengan kemampuan sendiri.

Perkembangan kemandirian sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan fisik, yang pada gilirannya
dapat memicu terjadinya perubahan emosional, perubahan kognitif yang memberikan pemikiran tentang
cara berpikir yang mendasari tingkah laku, serta perubahan nilai dalam peran sosial melalui pengasuhan
orang tua dan aktivitas individu.

Secara spesifik, masalah kemandirian menuntut suatu kesiapan individu, baik kesiapan fisik maupun
emosional untuk mengatur, mengurus dan melakukan aktivitas atas tanggung jawabnya sendiri tanpa
banyak menngantungkan pada orang lain. Kemandirian muncul dan berfungsi ketika peserta didik
menemukan diri pada posisi yang menuntut suatu tingkat kepercayaan diri. Menurut Steinberg (1993),
kemandirian berbeda dengan tidak tergantung, karena tidak tergantung merupakan bagian untuk
memperoleh kemandirian.

Walaupun pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang akan saling bergantung dan
membutuhkan satu sama lain. Namun, manusia juga sebagai makhluk yang memiliki pemikiran harus
bisa mengatur kehidupannya sendiri.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa pengertiaan kemandirian?


b. Apa saja tingkatan dan karakteristik kemandirian peserta didik ?
c. Apa pentingnya kemandirian bagi peserta didik?
d. Bagaimana perkembangan kemandirian peserta didik dan implikasinya bagi pendidikan?
e. Bagaimana Bentuk-bentuk kemandirian?
f. Apa saja Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian?
g. Apa saja Upaya pengembangan Kemandirian?

1.3 Tujuan dan Manfaat

a. Untuk mengetahui pengertian kemandirian


b. Untuk memahami tingkatan dan karakteristik kemandirian peserta didik
c. Untuk mengatahui seberapa pentingnya kemandirian peserta didik
d. Untuk mengatahui bgaiman perkembangan kemandirian peserta didik
e. Untuk mengetahui apa saja bentuk-bentuk kemandirian
f. Untuk mengetahui faktor-faktor yag mempengaruhi perkembangan peserta didik
g. Untuk mengetahui apa saja upaya pengembangan kemandirian peserta didik

1.4 Metode
Dalam penyusunan makalah ini kami menggunakan metode literature, yaitu metode yang
menggunakan sumber-sumber referensi sebagai acuan dalam membahas dan menganalisis perihal
karakteristik perkembangan kemandirian peserta didik serta implikasinya dalam pendidikan.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian Kemandirian Peserta Didik

Istilah “kemandirian” berasal dari kata dasar “diri” yang mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”,
kemudian membentuk satu kata keadaan atau kata benda. Karena kemandirian berasal dari kata dasar
“diri”, maka pembahasan mengenai kemandirian tidak bisa lepas dari pembahasan tentang
perkembangan diri itu sendiri.

Menurut Chaplin (2002), otonomi atau kemandirian adalah kebebasan individu manusia untuk memilih
menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai, dan menentukan dirinya sendiri. Sedangkan
menurut Erikson (dalam Monks,dkk,1989), menyatakan kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri
dari orangtua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui proses mencari identitas ego yaitu
merupakan perkembangan kea rah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Kemandirian biasanya
ditandai dengan kemapuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku,
bertanggung jawab, mampu menahan diri, dan lain lain. Kemandirian merupakan suatu sikap otonomi
dimana peserta didik secara relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain.
Dengan otonomi tersebut, peserta didik diharapkan akan lebih bertanggung jawab terhadap dirinya
sendiri. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengadung pengertian :
a. Suatu kondisi dimana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri
b. Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi
c. Memiliki kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya
d. Bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya

2.2 Tingkatan dan Karakteristik Kemandirian Peserta Didik

Sebagai suatu dimensi psikologi yang kompleks, kemandirian dalam perkembangannya memiliki
tingkatan-tingkatan. Perkembangan kemandirian seseorang berlangsung secara bertahap sesuai dengan
tingkat perkembangan kemandirian tersebut. Menurut Lovinger (dalam Sunaryo Kartadinata,1988),
mengemukakan tingkatan kemandirian dan karakteristiknya, yaitu:
a. Tingkat pertama, adalah tingkatan implusif dan melindungi diri. Tingkatan ini mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut :
- Peduli terhadap control dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan orang lain.
- Mengikuti aturan secara spontanistik dan hedonistic.
- Berfikir tidak logis dan tertegun pada cara berfikir tertentu ( stereotype).
- Cenderung melihat kehidupan sebagai zero-sum games.
- Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkunganya.
b. Tingkat kedua, adalah konformistik. Ciri-cirinya adalah :
- Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan social.
- Cenderung berfikir stereotype dan klise.
- Peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal.
- Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian.
- Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya intropeksi.
- Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal.
- Takut tiadak diterima kelompok.
- Tidak sensitif terhadap keindividualan.
- Merasa berdosa jika melanggar aturan.
c. Tingkatan ketiga, adalah tingkat sadar diri. Ciri-cirinya adalah:
- Mampu berfikir alternatif.
- Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi.
- Memikirkan cara hidup.
- Penyesuaian terhadap situasi dan peranan.
- Menekankan pada pentingnya memecahkan masalah.
d. Tingkat keempat, adalah tingkat saksama (conscientious). Ciri-ciri nya adalah :
- Bertindak atas dasar nilai-nilai internal.
- Sadar akan tanggung jawab.
- Mampu melakukan kritik dan penilaian diri.
- Memiliki tujuan jangka panjang.
- Berfikir lebih kompleks dan atas dasar pola analisis.

2.3 Pentingnya Kemandirian bagi Peserta Didik

Pentingnya kemandirian dari peserta didik ini dipengaruhi juga dengan semakin kompleksnya kehidupan
yang tentunya juga berpengaruh pada perkembangan peserta didik. Pengaruh buruk sudah banyak
sekali masuk dan membawa dampak buruk bagi peserta didik, seperti tawuran, seks bebas, narkoba,
alkohol, dan lain-lain. Selain perilaku menyimpang tadi, dewasa ini kerusakan moral pun terjadi seperti
budaya mencontek, kurang peka terhadap lingkungan, ketergantungan dan sebagainya. Ini semua
tentunya patut menjadi perhatian dunia. Dan solusi yang tepat adalah menanamkan sikap kemandirian
pada diri peserta didik. Dengan kemandirian, peserta didik belajar dan berlatih dalam membuat rencana,
memilih alternatif, membuat keputusan, bertindak sesuai denga keputusannya sendiri serta bertanggung
jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya. Jika kemandirian sudah tertanam di setiap diri para
peserta didik tentunya akan berimplikasi pada pendidikan. Mereka sebagai subjek pendidikan dan
mempunyai sikap kemandirian tentunya akan membawa dampak baik bagi masa depan pendidikan.
Maka dari itu, kemandirian peserta didik sangat penting untuk ditanamkan.

2.4 Perkembangan Kemandirian Peserta Didik dan Implikasinya bagi Pendidikan

Kemandirian peserta didik adalah bakat kecakapan yang dimiliki peserta didik, ini sangat berkaitan
dengan pendidikan. Oleh sebab itu pendidikan di sekolah perlu melakukan upaya-upaya pengembangan
kemandirian peserta didik, diantaranya :
a. Mengembangkan proses belajar mengajar yang demokratis
b. Mendorong anak untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan dalam berbagai
kegiatan sekolah.
c. Memberi kebebasan kepada anak untuk mengeksplorasi lingkungan , mendorong rasa ingin tahu
mereka.
d. Peneriman positif tanpa syarat kelebihan dan kekurangan anak, tidak membeda-bedakan anak yang
satu dengan yang lain.
e. Menjalin hubungan yang harmonis dan akrab dengan anak.

Dengan semua itu, maka akan terbentuk pribadi peserta didik yang mandiri. Yang juga implikasi
untuk keadaan dunia pendidikan yang akan semakin berkembang.

2.5 Bentuk-Bentuk Kemandirian

Robert H avighurst (1972) membedakan kemandirian atas empat bentuk kemandirian yaitu:
a. Aspek Emosi, aspek ini ditunjukan dengan adanya kemampuan untuk dirinya mengatur emosinya
sendiri.
b. Aspek Ekonomi, aspek ini ditunjukan dengan adanya kemampuan untuk mengatur dan mengelola
kebutuhan dirinya sendiri secara ekonomis.
c. Aspek Intelektual, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang
dihadapi.
d. Aspek Sosial, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang
lain dan tidak tergantung kepada orang lain.
Semantara itu , Steiberg (1993) membedakan karakteristik kemadirian atas tiga bentuk, yaitu :
a. Kemandirian emosional
b. Kemandirian tingkah laku ( behavioral autonomy ) .
c. Kemandirian nilai (value autonomy )
Lengkapnya Steinberg menulis :
The first emotional autonomy-that aspec of independence related to changes in the individual’s close
relationship,especially with parent. The second behavioral autonomy-the capacity to make independent
decisionis and follow trough with them. The third characterization involves and aspec of independence
referred to us value autonomy-wich is more than simply being able to resist preassures to go along with
the demands of other, its means having a set a principles about right and wrong, about what is important
and what is not.
Kutipan di atas menunjukan karakteristik dari ketiga aspek kemandirian, yaitu :
a. Kemandirian emosional yakni aspek kemandirian yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan
emosional antar individu,
b. Kemandirian tingkah laku, yakni suatu kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan tanpa
tergantung pada orang lain dan melakukannya secara bertanggung jawab.
c. Kemandirian nilai, yakni kemandirian memaknai suatu hal tentang benar dan salah, tentang yang
penting dan apa yang tidak penting.

2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

a. Proses belajar mengajar yang demokratis,yang memungkinkan anak merasa dihargai.


b. Dorongan untuk anak agar dia dapat mengambil keputusan sendiri dan mengikuti kegiatan-kegiatan
yang ada di sekolah.
c. Kebebasan anak untuk dapat mengeksplorasi lingkungan mereka agar dapat mendorong rasa ingin
tahu mereka.
d. Tidak adanya diskriminasi antara anak dalam perlakuannya.
e. Hubungan harmonis antara anak dan orangtua.
f. Adanya motivasi yang kuat dari diri anak itu sendiri.

2.7 Upaya Pengembangan Kemandirian


Sesuai dengan fase perkembangannya, upaya pengembangan remaja dapat dilakukan melalui:
a. Menciptakan proses belajar mengajar yang demokratis sehingga anak merasa dihargai.
b. Menciptakan komunikasi yang saling terbuka antar anggota keluarga.
c. Membebaskan anak untuk mengeksplorasi lingkungan sekitar agar meningkatkan rasa
keingintahuannya.
d. Menimbulkan komunikasi yang hangat antar anak maupun orangtua.
e. Adanya kepercayaan kepada anak untuk melakukan apapun yang ia mau,tapi dalam pengawasan
orang dewasa.
f. Menerima segala sesuatu yang ada pada diri anak dari kelebihan dan kekurangannya.

BAB III
ANALISIS
3.1 Analisis Teoritis
Kemandirian merupakan suatu sikap, dan sikap merupakan suatu yang dipelajari, sikap yang dalam
bahasa Inggris disebut Attitude ini oleh Dr. Gerungan diyatakan sebagai berikut: “Sebagai sikap dan
kesedian bereaksi terhadap suatu hal”. Artinya bahwa kita tidak dilahirkan dengan dilengkapi sikap-sikap,
tetapi sikap-sikap itu tumbuh bersama-sama dengan pengalaman yang kita peroleh.
Sedangkan pembentukan attitude tidak terjadi dengan sendirinya atau dengan gambaran saja,
pembentukannya senantiasa berlangsung dalam interaksi manusia dan berkenaan dengan objek
tertentu.
Charles schaeffer mengistilahkan sikap mandiri dengan berdiri diatas kaki sendiri atau otonom, yang
didefinisikan sebagai: “Keinginan untuk menguasai dalam mengendalikan tindakan-tindakan sendiri dan
bebas dari pengendalin dari luar. Tujuannya ialah untuk menjadi seorang manusia yang ngatur diri
sendiri. Seorang manusia yang berdiri diatas kaki sendiri mengambil inisiatif, mengatasi sendiri kesulitan-
kesulitan dan melakukan hal-hal untuk dan oleh dirinya sendiri.”
Sementara itu Dr. Zakiyah Darajat yang mengemukakan mandiri dengan istilah berdiri sendiri,
memberikan definisi sebagai berikut : Berdiri sendiri yaitu kecenderungan anak untuk melakukan sesuatu
yang diinginkannya tanpa minta tolong kepada orang lain, juga mengukur kemampuan untuk
mengarahkan kelakuannya tanpa tunduk pada orang lain,biasanya anak yang dapat berdiri sendiri lebih
mampu memikul tanggung jawab dan pada umumnya mempunai emosi yang stabil.
3.2 Analisis Praktis

Mandiri adalah tidak ketergantungan dengan orang lain dan mampu melakukan hal yang bisa dilakukan
sendiri dengan baik tanpa membebani atau tergantung dengan orang lain. Kemandirian itu tidaklah terjadi
dengan begitu saja, namun sikap ini tertanam pada seorang anak secara bertahap seirama dengan
perkembangan dan lingkungannya.

BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1 Kesimpulan

1. Kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orangtua dengan maksud untuk menemukan
dirinya melalui proses mencari identitas dan juga merupakan perkembangan kearah individualitas yang
mantap dan berdiri sendiri.
2. Perkembangan kemandirian seseorang berlangsung secara bertahap sesuai dengan tingkat
perkembangan kemandirian.
3. Pengaruh kompleksitas kehidupan terhadap peserta didik terlihat dari berbagai fenomena yang
sangat membutuhkan perhatian dunia pendidikan, seperti perkelahian antar pelajar, penyalahgunaan
obat dan alkohol, perilaku agresif, dan berbagai perilaku menyimpang yang sudah mengarahkan pada
tindak kriminal.
4. Karakteristik kemadirian atas tiga bentuk, yaitu :
a) kemandirian emosional
b) kemandirian tingkah laku
c) kemandirian nilai .
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian :
a) Mengembangkan proses belajar mengajar yang demokratis yang kemungkinan anak merasa
dihargai.
b) Mendorong anak untuk berpatisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan dalam berbagai
kegiatan sekolah.
c) Memberi kebebasan kepada anak untuk mengeksplorasi lingkungan,mendorong rasa ingin tahu
mereka.

4.2 Rekomendasi

1. Diperuntukan bagi para pendidik kemandirian, seperti orang tua, guru, dan lain-lain,
direkomendasikan untuk:
a. Menciptakan proses belajar mengajar yang demokratis.
b. Menciptakan komunikasi yang saling terbuka dan hangat.
c. Membebaskan anak untuk mengeksplorasi lingkungan sekitar.
d. Memberikan kepercayaan kepada anak untuk melakukan apapun yang ia mau, tapi tetap dalam
pengawasan.
e. Menerima segala sesuatu yang ada pada diri anak dari kelebihan dan kekurangannya.
2. Sementara bagi anak atau siswa kemandirian dapat dicapai dengan beberapa rekomendasi, yaitu:
a. Mengatur emosinya sendiri.
b. Mengatur dan mengelola kebutuhan dirinya sendiri secara ekonomis.
c. Mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.
d. Mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung kepada orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin. 2009. Pendidikan & Psikologi Perkembangan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.


Baharuddin. 2009. Psikologi Pendidikan: Refleksi Teoretis Terhadap Fenomena. Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media.
Dalyono. 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
file:///E:/My Documents/KEMANDIRIAN/Kuliah PAI Yuk...! PENGEMBANGAN KEMANDIRIAN PESERTA
DIDIK.htm
<file:///E:/My Documents/KEMANDIRIAN/Nasrulloh Julia Makalah Kemandirian dan Penyesuaian peserta
Didik.htm>
file:///E:/My Documents/KEMANDIRIAN/Tetap bersinar Makalah Psikologi perkembangan tentang
KEMANDIRIAN PESERTA DIDIK.htm
Hildayani, Rini dkk. 2007. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Universitas Terbuka.
http://jmarwita.blogspot.com/2011/11/pengertian-mandiri.html
Sugandhi, M. Nani & Syamsu Yusuf L. N. 2012. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai