PENDAHULUAN
Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera. Secara
umum cedera dapat terjadi akibat tenaga dari luar akibat benturan, perlambatan
(deselerasi), dan kompresi, baik oleh benda tajam, benda tumpul, peluru, ledakan,
panas, maupun zat kimia.[1] Trauma kapitis atau cedera kepala adalah trauma
mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang
Cedera pada kepala dapat melibatkan seluruh struktur lapisan, mulai dari
lapisan kulit kepala atau lapisan yang paling luar, tulang tengkorak, duramater,
vaskuler otak, sampai jaringan otak, baik berupa luka yang tertutup maupun
terbuka.[3]
Cedera kepala merupakan salah satu jenis cedera yang terbanyak di unit
gawat darurat (UGD) di Amerika Serikat dengan perkiraan satu juta kasus
Service tahun 2013 dijelaskan bahwa cedera otak traumatis (TBI) adalah
terhadap sekitar 30% dari semua kematian akibat kecelakaan. Setiap hari, 153
orang di Amerika Serikat meninggal karena cedera yang mencakup TBI. [4]
tahun, dan orang dewasa berusia 75 tahun ke atas merupakan yang paling banyak
1
mengalami cedera kepala. Orang dewasa berusia 75 tahun ke atas memiliki
peringkat yang tertinggi tingkat rawat inap terkait TBI dan kematian di antara
diantaranya jatuh (35%), cedera terkait kendaraan bermotor (17%), dan pukulan di
dari seluruh kematian akibat trauma, mengingat bahwa kepala merupakan bagian
[3]
yang tersering dan rentan terlibat dalam suatu kecelakaan. Berdasarkan data
Laporan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 dilaporkan bahwa rata-rata proporsi
sebagai ringan, sedang, atau berat berdasarkan presentasi klinis pasien, tanda dan
gejala neurologis. Gejala cedera kepala bervariasi dari satu orang ke orang lain,
dan meskipun beberapa gejala mungkin sembuh sepenuhnya, lain halnya akibat
cedera kepala sedang dan berat, dapat menyebabkan gejala yang bertahan,
2
Klasifikasi TBI berdasarkan pola dan jenis cedera penting untuk
memastikan perawatan yang tepat dan terapi jangka panjang. Tujuan utama
yang telah mengalami cedera. Prinsip dasarnya adalah bila sel saraf diberikan
suasana yang optimal untuk pemulihan maka diharapakan sel tersebut dapat
berfungi normal kembali. Namun bila suasananya dibiarkan dalam keadaan tidak
3
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 22 tahun
Agama : Islam
No. RM : 164457
B. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Kesadaran menurun
Anamnesis terpimpin :
lebih 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tersebut dialami setelah
pasien mengalami kecelakaan lalu lintas di daerah Lawawoi saat pasien ingin
oleh orang yang mengantar pasien ke rumah sakit. Selama perjalanan ke rumah
sakit pasien tidak sadarkan diri, muntah ada, kejang tidak ada..
4
Keluhan disertai adanya luka robek pada wajah bagian kiri, terdapat darah
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Primary Survey
- Airway : Clear
napas 24x/menit
cahaya +/+
2. Secondary Survey
5
- Leher : jejas (-), deviasi trakea (-)
- Thorax :
Perkusi : sonor
- Abdomen :
Perkusi : timpani
- Ekstremitas :
D. FOTO KLINIS
6
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Darah Rutin
- RBC : 3,48x106
2) Radiologi
- CT Scan Kepala
7
Kesan:
bilateral
- Foto Kepala
Kesan:
8
- Foto Thorax
Kesan:
Tulag-tulang intak
sekitarnya.
9
F. DIAGNOSIS
G. TATALAKSANA
- Head up 30o
- Manitol 100cc/6jam
- Piracetam 3gr/8jam/IV
- Ranitidin 50mg/12jam/IV
- Sotatic 1amp/8jam/IV
- Cefotaxim 1gr/12jam/IV
- Coctail/TGC
- TT inj. 0,5 cc
- Rawat luka
10
H. FOLLOW UP
11
28 Maret 2019 (ICU)
Kesadaran baik, KU : lemah - TCS GCS - O2 via NK 3
muntah (-) T : 130/78 mmHg E4M5V3 LPM
N: 62x/menit reguler - Closed - IVFD NaCl 0,9%
P : 20x/menit fracture 1/3 16 TPM
S : 36,60C distal ulna - Piracetam
Sp O2 : 98% sinistra 3gr/8j//IV
- Manitol
GCS : E4M5V3 (GCS 12) 100cc/8j/IV
- Ceftriaxon
Neck collar (+) 1gr/12j/IV
Kateter urin (+) - Coctail/TGC
(STOP)
- Ketorolac
30mg/8j/IV
- Rawat luka
12
30 Maret 2019 (ICU)
Kesadaran baik, KU : lemah - TCS GCS - O2 via NK 3
muntah (-) T : 124/70 mmHg E4M5V3 LPM
N: 60=4x/menit reguler - Closed - IVFD NaCl 0,9%
P : 22x/menit fracture 1/3 16 TPM
S : 36,60C distal ulna - Piracetam
Sp O2 : 98% sinistra 3gr/8j//IV
- Manitol
GCS : E4M5V4 (GCS 13) 100cc/8j/IV
- Ceftriaxon
Kateter urin (+) 1gr/12j/IV
- Ketorolac
30mg/8j/IV
13
1 April 2019 (PERAWATAN NUSA INDAH)
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1. DEFINISI
Cedera pada kepala dapat melibatkan seluruh struktur lapisan, mulai dari lapisan
kulit kepala atau lapisan yang paling luar, tulang tengkorak, duramater, vaskuler
otak, sampai jaringan otak, baik berupa luka yang tertutup maupun terbuka.[3]
Spinal, trauma kapitis atau cedera kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala
baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi
III.2. EPIDEMIOLOGI
tahun, dan orang dewasa berusia 75 tahun ke atas merupakan yang paling banyak
peringkat yang tertinggi tingkat rawat inap terkait TBI dan kematian di antara
diantaranya jatuh (35%), cedera terkait kendaraan bermotor (17%), dan pukulan di
15
Berdasarkan data Laporan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 dilaporkan
Dimana karakteristik umur tertinggi didapatkan pada kelompok umur 66-74 tahun
(16,0%). Kemudian berdasarkan jenis kelamin didapatkan lebih tinggi pada laki-
Kulit kepala terdiri dari lima lapis jaringan yang disingkat sebagai SCALP
yaitu: (1) Skin atau kulit, (2) Connective Tissue atau jaringan penyambung, (3)
Aponeurosis atau galea aponeurotika, (4) Loose areolar tissue atau jaringan
16
B. Tulang Tengkorak
Calvaria adalah bagian atas dari cranium dan basis cranii adalah bagian paling
tengkorak dibagi atas tiga fossa yaitu : fossa anterior, media dan posterior.
mandibula. [9]
17
C. Meningen (Selaput Otak)
yang kuat, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan
dalam kranium (ruang epidural). Dibawah duramater terdapat lapisan kedua dari
meningen, yang tipis dan tembus pandang disebut selaput arakhnoid. Lapisan
ketiga adaalah piamater yang melekat erat pada permukaan korteks serebri. [7]
D. Otak
Otak terdiri dari serebrum, serebelum dan batang otak. Serebrum terdiri
dari hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks cerebri, yaitu lipatan
duramater yang merupakan lanjutan dari sinus sagitalis superior di garis tengah.
Pada hemisfer cerebri kiri terdapat pusat bicara pada sebagian besar manusia.
18
Lobus frontal mengontrol inisiatif, emosi, fungsi motorik dan pada sisi dominan
mengatur fungsi memori tertentu. Pada semua orang yang bekerja dengan tangan
kanan dan sebagian besar orang kidal, lobus temporal kiri bertanggung jawab
Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi
19
E. Sistem Ventrikel
serebrospinal (CSS). Selanjutnya CSS keluar dari sistem ventrikel dan masuk
dalam rongga subarachnoid yang berada di seluruh permukaan otak dan medula
spinalis. [7]
1) Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri
2) Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di daerah
maxillaris externa.
A. Tekanan intrakranial
otak dan menyebabkan atau memperberat iskemia. TIK normal pada keadaan
B. Doktrin Monro-Kellie
harus selalu konstan, karena rongga kranium pada dasarnya merupakan rongga
21
Tekanan isi intrakranial pada awalnya dapat mengkompensasi suatu massa
massa volume intrakranial selalu normal. Bila ada penambahan volume seperti
tekanan intrakranial tetap normal akan tetapi ketika mekanisme kompensasi ini
terlewati maka akan terjadi peningkatan tekanan intrakranial dengan cepat. [7]
ADO normal ke dalam otak pada orang dewasa antara 50-55 mL per 100 gr
22
berkontriksi ataupun dilatasi sebagai respon terhadap tekanan perfusi otak (CPP=
darah arteri rata-rata dikurangi tekanan intrakraial. CPP 50-150 mmHg diperlukan
repon terhadap perubahan kadar PaO2 atau PaCO2 darah (autoregulasi kimia).
Cedera otak berat dapat merusak kedua mekanisme regulasi tersebut. [7]
Ditinjau tipe beban mekanik yang menimpa kepala, secara garis besar
mekanisme trauma kepala dapat dikelompokkan dalam dua tipe beban yaitu beban
statik (static loading) dan beban dinamik (dynamic loading). Beban dinamik
terdiri dari beban benturan (impact loading) dan beban guncangan (impulsive
loading).[3]
Beban benturan terjadi akibat kontak, dapat mengakibatkan tiga hal, yaitu
benturan. Sedangkan beban guncangan terjadi akibat gaya inersia pada gerakan
Beban statik timbul perlahan-lahan yang dalam hal ini tenaga tekanan
mengenai kepala secara bertahap. Hal ini terjadi ketika terdapat tekanan lambat
mengenai kepala yang sedang diam (statis). Bila kekuatan tenaga tersebut cukup
multipel atau kominutif dari tengkorak atau dasar tulang tengkorak. [3]
23
Beban dinamik merupakan mekanisme trauma kepala yang lebih umum,
dimana peristiwa ini berlangsung dalam waktu yang lebih singkat. Beban
benturan merupakan jenis beban dinamik yang lebih sering terjadi dan pada
umumnya merupakan kombinasi kekuatan kontak dan kekuatan lanjut akibat gaya
lokal tengkorak yang cenderung melekuk ke dalam tepat pada daerah benturan.
Bila derajat deformitas loakl tersebut melebihi toleransi tengkorak maka akan
disebabkan oleh objek dengan permukaan yang luasnya kurang dari 5cm2. [3]
bila kepala yang sedang bergerak tiba-tiba dihentikan tanpa mengalami suatu
benturan. Gaya inersia adalah bentuk resistensi yang terjadi pada suatu objek
ketika terdapat resistensi yang terjadi pada suatu objek ketika terdapat perubahan
gerakan. Otak berhenti sejenak ketika terjadi benturan mendadak kemudian akan
fossa kranii anterior, media, dan ala minor tulang sphenoid. Oleh karena itu, otak
dapat mengalami cedera pada titik yang tidak sesuai dengan tempat benturan
24
(kontusio counter-coup). Selain itu, kontusio ini juga disebabkan oleh adanya
perubahan tekanan pada parenkim otak. Tekanan negatif terjadi pada saat awal
gerak ketika otak masih tertinggal di sisi yang berlawanan dari benturan.
Kemudian tekanan menjadi positif saat otak yang masih bergerak membentur
rongga kranial yang sudah berhenti bergerak. Ketika terjadi peregangan otak,
traumatika, dan cedera aksonal difus akibat trauma dapat terjadi. [3]
A. Mekanisme cedera
Cedera otak secara luas dapat dibagi atas cedera tumpul dan cedera
25
bermotor, jatuh, atau pukulan benda tumpul. Cedera tembus disebabkan oleh luka
B. Beratnya Cedera
beratnya cedera otak. Pasien yang membuka kedua matanya pontan, mematuhi
perintah dan berorientasi bik mempunyai GCS 15, sementara pasien yang lemah
tidak dapat membuka mata sama sekali atau tidak bersuara nilai GCS minimal
yaitu 3. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefinisikan sebagai koma atau
cedera otak berat. Pasien dengan GCS 9-12 dikategorikan sebagai cedera otak
sedang, dan pasien dengan GCS 13-15 dikategorikan sebagai cedera otak
ringan.[7]
C. Progresivitas
(initial/ primary injury), cedera sekunder (secondary injury) dan secondary brain
insult.[3]
Cedera primer adalah kerusakan yang terjadi pada struktur kepala, jaringan
otak serta pembuluh darah pada saat terjadinya cedera kepala. Pada tingkat
mikroskopik dapat terjadi kerusakan pada sel-sel parenkim otak dan pembuluh
26
Cedera sekunder adalah kerusakan otak yang timbul sebagai komplikasi
dari kerusakan primer. Secara umum cedera kepala sekunder meliputi hematoma
intrakranial, edema serebri, peningkatan TIK, dan pada tahap yang lebih lanjut
trauma kepala yang memiliki potensi untuk menambah kerusakan sel saraf, akson,
CEDERA
KEPALA
Cedera Secondary
Cedera primer
sekunder brain insult
Hematoma
Lesi lokal Lesi difus Hipoksia
intrakranial
Hematoma Cedera
Edema Hipotensi
SCALP vaskuler difus
Hematoma
Herniasi Hiperglikemia
epidural
Laserasi Ketidakseimba
Infeksi ngan elektrolit
cerebri
TIK tinggi
a. Hematoma SCALP
kerusakan struktur. Bila kekuatan benturan melebihi kapasitas SCALP maka dapat
terjadi hematoma pada SCALP. Hematoma SCALP yang paling sering ditemukan
pada cedera kepala terdapat pada jaringan loose areolar tissue dan disebut sebagai
hematoma subgaleal.[3]
Trauma lain pada SCALP meliputi (a) abrasi/ekskoriasi, berupa luka yang
terbatas pada lapisan skin. (b) laserasi adalah luka yang melebihi ketebalan S dan
mecapai tulang tanpa tanpa disertai pemisahan lapisan SCALP. (c) kontusio
subperiosteal, dan sefalhematom. (d) avulsi, yaitu luka pada SCALP yang disertai
28
b. Fraktur Tulang Tengkorak
29
- Media : battle sign, otore, rinore,kerusakan saraf III,IV,VI, kerusakan
c. Kontusio
Lesi otak pada kontusio berupa area perdarahan pada bagian sentral
bercampur dengan area nekrosis non-hemoragik dan sebagian daerah otak yang
mengalami edema. Kontusio serebri seering terjadi (20% sampai 30% dari cedera
otak berat). Sebagian besar terjadi di lobus frontal dan lobus temporal, walaupun
dapat juga terjadi pada setiap bagian otak kontusio serebri dapat dalam waktu
beberapa jam atau hari berkumpul menjadi perdarahan intraserebral atau kontusio
30
2) Cedera Difus
aksonal difus dibagi tiga berdasarkan beratnya kerusakan yang timbul, yaitu: [3]
akson. Perdarahan akibat robekan jaringan yang berhubungan dengan cedera difus
2. Cedera Sekunder
1) Hematoma Intrakranial
a. Hematoma Epidural
31
relatif jarang, lebih kurang 0,5% dari semua cedera otak dan (9% dari pasien yang
melekat di tabula interna tulang kepala. Sering terletak di daerah temporal atau
32
b. Hematoma Subdural
30% dari cedera otak berat. Perdarahan sering terjadi akibat robekan pembuluh
33
c. Hematoma Intraserebral
dalam jaringan otak, sebagai akibat trauma capitis berat atau perkembangan lesi
kontusio. [3]
penunjang
34
d. Hematoma Intraventrikular
ganglia yang meluas. Perdarahan dapat diakibatkan oleh robeknya vena pada
e. Perdarahan Subarakhnoid
dapat dijumpai di fissura sylvii, sulkus serebri, dan sisterna basalis. [3]
35
2) Edema Otak
Ada beberapa tipe edema otak sehubungan dengan asal cairan dan
kejadian cedera kepala adalah edema vasogenik dan edema sitotoksik. [3]
kapiler akibat sawar darah otak sehingga terjadi penimbunan cairan plasma
3) Brain shift
tersebut. [3]
36
A. ANAMNESIS[2]
– Keluhan utama
– Mekanisma trauma
a) Pemeriksaan kepala
Mencari tanda :
37
- Tanda patah dasar tengkorak, meliputi; ekimosis periorbita (brill
- Tanda patah tulang wajah meliputi; fraktur maxilla (Lefort), fraktur rima
1) Tingkat kesadaran
Dinilai dengan skala Glasgow Coma Scale (GCS). Skala ini merupakan
38
Tabel 2. Glasgow Coma Scale (GCS) pada Anak
ayng penting karena bagian batang otak yang merupakan pusat kesadaran
39
Gambar 20. Pemeriksaan Pupil
(Sumber: Campbell.Head Trauma and Traumatic Brain Injury.2018]
satu gejala dini dari herniasi lobus temporal. Dalam hal ini adanya kompresi
fungsional batang otak (forasio retikularis). Penderita yang sadar penuh dan
mempunyai gerakan bola mata yang baik menandakan bahwa sistem motorik
Pada keadaan normal, respon motorik merupakan hasil koordinasi dari korteks
serebri bekerjasama dengan formasio retikularis di pons dan red nucleus yang
40
memperkuat tonus fleksor, serta nukleus vestibularis yang memperkuat otot
ekstensor. Jika terdapat gangguan kerja sama antara korteks serebri dan nukleus-
dan/ tungkai.
4) Pola pernapasan
Pusat pernapasan terletak di batang otak bagian bawah, diantara pons dan
41
Gambar 22. Jenis Pernapasan menurut Letak Lesi
(Sumber: Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf.2014]
B. CT-Scan[3]
standard) untuk kasus cedera kepala. Dalam hal ini dapat diperoleh informasi
42
tentang lokasi dan adanya perdarahan intrakranial, edema, kontusi, udara, benda
semua pasien cedera otak yang gagal kembali menjadi GCS 15 dalam waktu 2
jam setelah cedera, adanya kecurigaan fraktur tulang tengkorak terbuka, adanya
tanda-tanda klinis raktur basis cranii, adanya muntah leih dari dua kali episode
C. MRI
kerusakan otak yang kronik. Dalam hal ini MRI T2 mampu menunjukkan
gambaran yang lebih jelas terutama untuk memberi identifikasi yang lebih jelas
lesi hipodens pada CT Scan atau lesi yang sulit dibedakan densitasnya dengan
korteks. [3]
- Rehabilitasi
43
Pasien cedera kepala akan dirawat di rumah sakit dengan kriteria sebagai berikut:
[11]
- Keluhan dan gejala neurologik, termasuk nyeri kepala menetap dan muntah
- Fraktur tengkorak
- CT scan abnormal
tindakan sbb :
gigi yang patah, muntahan, dsb. Bila perlu lakukan intubasi (waspadai
- B =Breathing (pernafasan).
pemafasan dada atau perut dan kesetaran pengembangan dada kanan dan
terdapat gangguan pada sentral ( otak dan batang otak) atau perifer (otot
44
pemafasan atau paru-paru). Bila perlu, berikan Oksigen sesuai dengan
cedera otak berat dan hanya dilakukan saat timbul perburukan neurologis
akut.
- C =Circulation (sirkulasi)
Berikan cairan intravena drip, NaCI 0,9% atau Ringer. Hindari cairan
injury).[11]
45
2. Survei Sekunder, meliputi pemeriksaan dan tindakan lanjutan setelah kondisi
pasien stabil[11]
- E = Laboratorium
Darah : Hb, leukosit, hitung Jems lekosit, trombosit, ureum, keatinin, gula
darah sewaktu, analisa gas darah dan elektrolit. Urine : perdarahan (+)/(-).
Radiologi: Foto polos kepala, posisi AP, lateral, tangensial. CT scan otak.
- F = Manajemen Terapi
untuk masuk ruang rawat. Penanganan luka luka dan pemberian terapi obat
Sebagian besar pasien cedera otak ringan pulih sempurna. Kurang lebih
30% mengalami perburukan dengan hasil gangguan neurologis hebat apabila tidak
Survei sekunder sangat penting pada evaluasi pasien dengan cedera otak
kejang dan derajat kesadaran. Jika pasien asimtomatis, sadar, neurologis normal,
observasi diteruskan selama beberapa jam dan diperiksa ulang. Bila kondisi tetap
46
Gambar 23. Algoritma Penatalaksanaan Cedera Otak Ringan
(Sumber: Bajamal. Pedoman Tatalaksana Cedera Otak. 2014]
Scan kepala harus segera dilakukan dan segera menghubungi ahli bedah saraf.
47
Gambar 24. Algoritma Penatalaksanaan Cedera Otak Sedang
(Sumber: Bajamal. Pedoman Tatalaksana Cedera Otak. 2014]
Pasien dengan cedera kepala berat tidak mampu melakukan perintah sederhana
walaupun status kardiopulmonernya telah stabil. Pasien cedera otak berat dengan
hipotensi. [11]
48
Gambar 25. Algoritma Penatalaksanaan Cedera Otak Berat
(Sumber: Bajamal. Pedoman Tatalaksana Cedera Otak. 2014]
49
- >30 cc pada daerah fossa posterior dengan tanda-tanda penekanan batang
- EDH progresif.
- SDH luas (> 40 cc I > 5 mm) dengan GCS > 6,fungsi batang otak masih
baik.
- SDH dengan edema serebri I kontusio serebri disertai midline shift dengan
reflex).·
operasi dekompresi.
50
III.10.REKOMENDASI TATALAKSANA PERAWATAN
MEDIKAMENTOSA[11]
kejang pasca trauma tipe lanjut (late type) karena sudah terbentuk fokus epilepsi.
terjadinya kejang pasca trauma tipe dini yang terjadi dalam 7 hari pasca trauma
(early type) pada pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadi kejang pasca
trauma. Fenitoin atau Carbamazepin terbukti efektif untuk kejang pasca trauma
tipe dini oleh karena pada fase ini belum terbentuk fokus epilepsi. Kriteria pasien
- GCS ≤ 10
- Immediate seizures
- Kontusio kortikal
- Fraktur linier
trauma tipe awal dimulai dengan dosis loading segera setelah trauma. Dosis
loading untuk dewasa 15-20 mg/kgBB dalam 100 cc NS 0,9% dengan kecepatan
infus maksimum 50 mg/menit. Pada pasien pediatri dosis loading fenitoin yang
51
dalam 2-3 dosis. Dosis rumatan dapat ditingkatkan hingga 10 mg/kgBB/hari untuk
surgical mass lesion” bila tidak ada episode hipotensi atau hipoksia selama
perawatan pada GCS 3–5 atau CT Scan menunjukkan kontusio serebri grade III.
memberikan manitol harus dilakukan pemeriksaan darah rutin, fungsi ginjal, gula
sebelum pemberian manitol. Dan harus terpasang foley kateter untuk pengukuran
untuk menjaga pasien agar tetap dalam keadaan euvolemia dan osmolaritas serum
<320 mmol/l.
dan harus dicegah terjadinya hipotensi (TDS <90 mmHg). Fenomena rebound
selama 15 menit dalam setiap kali pemberian. Sodium laktat hipertonis dapat
diberikan pada kasus dengan peningkatan TIK, dengan kondisi hipovolemia atau
hipotensi. Sodium laktat dapat menurunkan TIK dengan jumlah pemberian yang
52
lebih sedikit, penurunan TIK yang lebih besar dan menurunkan TIK yang lebih
cepat.
Kateter Ventrikel
Pada COB karena trauma, angka kejadian infeksi dapat meningkat pada
Pada pasien cedera otak terjadi peningkatan kadar PG dimana PG berperan dalam
proses rasa nyeri. NSAID seperti ketorolac, metamizol dan ketoprofen bermanfaat
cedera otak.
tunggal atau 30 mg/6 jam intravena dengan dosis maksimal 120 mg/hari.
atau perektal.
53
E. Rekomendasi Penggunaan Steroid
Cedera otak dapat menyebabkan kematian sebagian sel otak dan kerusakan
yang terjadi bisa timbul perdarahan gastrointestinal dan infeksi. Karena adanya
memastikan pasien dalam keadaan yang nyaman. Dapat dilihat dalam table di
bawah ini, pilihan yang sesuai GCS dan ada tidaknya tunjangan ventilasi
mekanik.
54
Pemberian sedatif dapat digunakan sebagai tertiary management kontrol
TIK. Propofol loading dose diberikan 1-2 mg/kgBB dan diberi dosis rumatan 1-3
4mg/kgBB/jam.
diikuti infus siringe pump (0.3-7.5 mg/kgBB/jam) atau thiopental 1-6 mg/kg/hr.
55
G. Rekomendasi Pemberian Nutrisi
yang adekuat karena memberikan survival dan disability outcome yang lebih baik
pada pasien dengan cedera otak. Belum ada penelitian yang menunjukkan metode
(lebih dari 1 minggu setelah trauma) berhubungan dengan nitrogen loss yang
besar disertai penurunan berat badan sebesar 15% perminggu. Untuk mencapai
pemenuhan nutrisi pada hari ke-7, maka pemberian nutrisi harus dimulai paling
Agent
regimen lainnya karena site of action memblokade jalur akhir produksi asam
lambung dan durasi kerja yang lebih lama. Dosis anjuran omeprazole 40mg/12jam
Ranitidin diberikan dengan dosis 150 mg/12 jam secara peroral atau
personde, 50mg/6-8 jam secara intravena atau dapat diberikan secara kontinyu
56
intravena perinfus dengan dosis 6,25 mg/jam. Sedangkan Sucralfat sebagai
Citicolin dapat diberikan pada pasien cedera otak saat setelah kejadian
gejala sindroma post concussion, perbaikan Glasgow Outcome Scale dan fungsi
injeksi.
Piracetam juga memperbaiki fungsi penggunaan oksigen dan glukosa oleh otak
pasca cedera dengan gejala sindroma post concussion dengan efek memperbaiki
gejala neurologis dan kesadaran. Dosis yang diberikan pada saat setelah cedera
57
otak adalah 24-30 gr/hari baik injeksi maupun oral, dan untuk pemeliharaan
Indikasi pembedahan :
- Pasien EDH tanpa melihat GCS dengan volume > 30 cc, atau ketebalan >
Waktu :
Pasien EDH akut dengan koma (GCS < 9) dan pupil anisokor dilakukan cito
Penjelasan Rekomendasi :
pasien non operatif dilakukan 6-8 jam setelah trauma. pasien EDH dengan
volume > 30 cc, atau ketebalan > 15 mm, atau pergeseran midline > 5 mm
tanpa melihat GCS, dilakukan tindakan pembedahan karena efek massa yang
signifikan. Pasien EDH dengan volume < 30 cc dan GCS < 9 disertai pupil
volume <30 cc, ketebalan <15 mm, pergeseran midline <5 mm tanpa melihat
GCS yang tidak disertai pupil anisokor dilakukan manajemen non operatif
yang agresif.
58
B. Rekomendasi Pembedahan Pada Perdarahan Subdural
Indikasi pembedahan :
SDH Akut
- Semua pasien SDH dengan GCS < 9 harus dilakukan monitoring TIK
mengalami penurunan GCS lebih dari 2 poin atau lebih antara saat
b. Dan atau jika didapatkan pupil yang dilatasi asimetri atau fixed
SDH Kronis
Waktu :
daripadaevakuasi hematom.
59
Metode :
drainase LCS transventrikel juga untuk monitor TIK. Metode operasi craniotomy
Indikasi pembedahan :
- Pasien dengan GCS 6-8 dengan perdarahan parenkim otak pada daerah
pada CT scan.
60
membandel dan trauma parenkimal diffusa dengan klinis dan radiologis adanya
Indikasi pembedahan :
meningitis.
Waktu :
Metode :
bone air cell tracts dan obliterasi dari tuba eustachian. Setelah struktur yang
cedera diperbaiki atau dibebaskan (nervus fasialis, arteri karotis atau otic capsule),
kavitas yang terbentuk diobliterasi dengan graft lemak endogen dan flaps otot
temporal. Tindakan operasi untuk otorrhea meliputi craniotomy fossa media atau
fossa posterior, menelusuri tulang untuk melihat paparan dura yang menutupi
memungkinkan dapat dilakukan graft fascia lata atau graft lemak atau otot untuk
61
menutupi defek. Tindakan operasi untuk Rhinorrhea disesuaikan dengan lokasi
robekan dura. Data terakhir menganjurkan pemberian PNC 1-2 juta unit/hari pada
kasus kebocoran LCS. Kultur nasal dan tenggorokan segera diambil, dan
Pasien dipertahankan dalam posisi bed rest total dengan elevasi posisi the
head of bed, untuk mengurangi aliran LCS. Bila kebocoran cairan likuor tidak
drain dilakukan untuk mengalirkan 150 ml LCS perhari selama 3-4 hari. Diversi
III.12. PROGNOSIS[3]
Glasgow Outcome Scale sering digunakan untuk menilai hasil akhir terapi
pada kasus cedera berat. Kategori-kategori hasil akhir termasuk kematian, status
Umur adalah faktor yang paling penting karena mortalitas cedera kepala
62
BAB IV
DISKUSI
Trauma kapitis atau cedera kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala
baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi
maupun permanen. Pada kasus ini dilaporkan seorang pasien jenis kelamin laki-
laki berumur 22 tahun yang didiagnosis sebagai Trauma Capitis Sedang (TCS)
GCS 10. Sesuai dengan literatur dijelaskan bahwa di Indonesia saat ini cedera
trauma, mengingat bahwa kepala merupakan bagian yang tersering dan rentan
terlibat dalam suatu kecelakaan. Berdasarkan data Laporan Riset Kesehatan Dasar
kepala sebesar 15,0% yang menempati posisi kelima dari seluruh provinsi di
Indonesia. Dari data tersebut didapatkan cedera kepala lebih tinggi pada jenis
diantaranya jatuh (35%), cedera terkait kendaraan bermotor (17%), dan pukulan di
kepala terhadap sebuah objek (17%). Pada kasus ini didapatkan pasien datang ke
Unit Gawat Darurat dengan keluhan utama kesadaran menurun yang dialami
kurang lebih lima jam sebelum masuk rumah sakit setelah mengalami kecelakaan
63
Pada proses anammnesis, informasi yang diperlukan antara lain adalah
keluhan utama, mekanisma trauma, waktu dan perjalanan trauma, pernah pingsan
jantung, asma, riwayat operasi kepala, hipertensi dan diabetes melitus, serta
gangguan faal pembekuan darah. Pada kasus ini didapatkan dari hasil anamnesis
bahwa pasien datang ke UGD dengan keluhan kesadaran menurun yang dialami
kurang lebih 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tersebut dialami setelah
pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Mekanisme trauma tidak diketahui oleh
orang yang mengantar pasien ke rumah sakit. Selama perjalanan ke rumah sakit
pasien tidak sadarkan diri, muntah ada, kejang tidak ada. Keluhan disertai adanya
luka robek pada wajah bagian kiri, terdapat darah keluar dari telinga kiri dan
bengkak pada lengan kiri. Riwayat konsumsi alkohol dan obat-obatan tidak
pasien trauma sehingga dilakukan primary surver dan secondary survey. Pada
primary survey yang perlu dilakukan adalah berupa tindakan A (Airway) yaitu
tekanan darah Sistolik > 90 mmHg serta pemasangan jalur intravena. Setelah itu
D (Disability) yaitu berupa pemeriksaan umum dan neurologis pasien serta ada
64
Pada kasus ini dilakukan primary survey dan didapatkan Airway clear,
Breathing: Bernapas spontan, simetris ka=ki, jejas (-). Frekuensi napas 24x/menit.
Circulation : Tekanan darah 90/60 mmHg, Nadi 120x/menit reguler kuat angkat,
CRT<2 detik. Disability : GCS 10 (E2M5V3), Pupil anisokor 4 mm/ 2 mm, reflex
zygomaticum sinistra, hematom regio orbitalis sinistra, serta adanya otore pada
telinga kiri. Pemeriksaan fisik thorax dan abdomen dalam batas normal.
berupa CT-scan kepala, foto kepala, dan foto antebrachii sinistra. Dari hasil CT-
bilateral. Soft tissue regio maxillaris siistra dan temporoparietal sinistra. Dari foto
65
Hematosinus maxillaris sinistra, sphenoidalis sinistra . Soft tissue regio maxillaris
Secondary survey sangat penting pada evaluasi pasien dengan cedera otak.
termasuk lamanya durasi pasien tidak memeberikan respon, adanya kejang dan
diteruskan selama beberapa jam dan diperiksa ulang. Bila kondisi tetap normal
mekanismenya, cedera otak secara luas dapat dibagi atas cedera tumpul dan
disebabkan oleh luka tembak dan bacok. Pada pasien ini trauma disebabkan oleh
cedera tumpul.
sebagai pengukur secara klinis beratnya cedera otak.. Nilai GCS sama atau kurang
dari 8 didefinisikan sebagai koma atau cedera otak berat. Pasien dengan GCS 9-12
dikategorikan sebagai cedera otak sedang, dan pasien dengan GCS 13-15
dikategorikan sebagai cedera otak ringan. Pada kasus ini pasien datang ke UGD
66
Pasien dinilai sebagai GCS 10 (E2M5V3) maka didiagnosis sebagai Trauma
Capitis Sedang.
kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera primer adalah kerusakan yang
terjadi pada struktur kepala, jaringan otak serta pembuluh darah pada saat
terjadinya cedera kepala. Sedangkan cedera sekunder adalah kerusakan otak yang
timbul sebagai komplikasi dari kerusakan primer. Secara umum cedera kepala
Pada kasus ini berdasarkan hasil CT-Scan didapatkan adanya cedera primer
temporalis sinistra dan adanya tanda-tanda edema serebri pada hasil CT-Scan.
Terdapat beberapa kriteria masuk rumah sakit pada pasien cedera kepala,
LPM, pemasangan collar neck, Head up 30o, IVFD RL guyur 2000cc lanjut 20
67
Pasien menjalani perawatan intensif selama 7 hari. Pasien diberikan terapi
Otak dijelaskan bahwa pemberian Manitol sangat bermanfaat dalam terapi TIK
yang meningkat. Manitol dapat menurunkan TIK dengan cara menarik cairan ke
dalam proses rasa nyeri. NSAID seperti ketorolac, metamizol dan ketoprofen
enzim Cyclooxigenase (COX). Pada kasus ini pasien diberikan terapi berupa
pada pasien cedera otak maupun pasca cedera dengan gejala sindroma post
yang diberikan pada saat setelah cedera otak adalah 24-30 gr/hari baik injeksi
maupun oral, dan untuk pemeliharaan diberikan dosis PO 4,8 gr/hari. Pada kasus
dilakukannya pembedahan, namun pada pasien ini tidak didapatkan indikasi untuk
pembedahan.
keadaan umum yang progresif. Pasien diputuskan untuk pindah perawatan pada
68
tanggal 31 maret 2019. Pada hari ke-8, pasien mengeluhkan nyeri kepala ada,
muntah tidak ada, namun pasien tidak dapat menggerakkan kedua tungkai disertai
berupa foto Thoracal AP/Lateral dan didapatkan adanya fraktur kompresi corpus
anterior terhadap corpus vertebra thoracal 6 grade 2-3, disertai penyempitan sendi
thoracal 5-6. Berdasarkan hal tersebut pasien diusul untuk dirujuk ke Rumah Sakit
69
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Trauma. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-
2. Jakarta: EGC; 2004. hal. 89
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Konsensus Penanganan
Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. Jakarta: PERDOSSI; 2006.
3. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Edisi ke-5. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama; 2014. hal.313-344
4. Center for Disease and Prevention. Morbidity and Mortality Weekly Report:
Traumatic Brain Injury-Related Emergency Departments Visits,
Hospitalizations and Deaths. Atlanta: U.S. Department of Health and Human
Services; 2017.
5. Ashley MJ, Hovda DA. Traumatic Brain Injury Rehabilitation, Treatment, and
Case Management. 4th Ed. United States: CRC Press; 2018.
6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2018.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2018.
7. American College of Surgeons. Cedera Kepala. Dalam: Advanced Trauma Life
Support (ATLS). Edisi 7. Jakarta: IKABI; 2010.
8. Grace PA, Borley NR. Cedera Kepala. Dalam: At a Glance Ilmu Bedah. Edisi
ke-3. Jakarta: Erlangga; 2007.
9. Snell, RS. Sistem Saraf. Dalam: Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta:
EGC; 2008
10. Pope, TL. Imaging of Brain Trauma. In: Harris & Harris’s Radiology of
Emergency Medicine. 5th Ed. Philadelphia: Lippincott Wiliams and Wilnkins;
2013
11. Bajamal, AH. et all. Pedoman Tatalaksana Cedera Otak. Surabaya: Surabaya
Neuroscience Institute; 2014.
12. Campbell,JE. Alson,RL. Head Trauma and Traumatic Brain Injury. In:
International Trauma Life Support for Emergency Providers. 8th Ed. England:
Pearson Education Limited; 2018.
70
71