Peraturan Perundang-Undangan yang digunakan sebagai dasar atau pedoman bagi
tenaga kefarmasian dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Puskesmas diantaranya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 74 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 51 tahun 2009 mengatur pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi. Pekerjaan kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Tujuan pengaturan pekerjaan kefarmasian adalah untuk: a. memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian; b. mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundangan-undangan; dan c. memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan tenaga kefarmasian. Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian meliputi: a. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan pada fasilitas produksi, fasilitas distribusi atau penyaluran dan fasilitas pelayanan sediaan farmasi. Pengadaan Sediaan Farmasi harus dilakukan oleh tenaga kefarmasian. Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat menjamin keamanan, mutu, manfaat dan khasiat Sediaan Farmasi. b. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi harus memiliki Apoteker penanggung jawab. Apoteker penanggung jawab dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian. Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi dapat berupa industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industri obat tradisional, dan pabrik kosmetika. Industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang Apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap produksi Sediaan Farmasi. Industri obat tradisional dan pabrik kosmetika harus memiliki sekurang- kurangnya 1 (satu) orang Apoteker sebagai penanggung jawab. c. Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat harus memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab. Apoteker sebagai penanggung jawab dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian. d. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan Farmasi Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian. Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian. Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker. Selain itu, Apoteker juga harus menetapkan Standar Prosedur Operasional yang dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat: 1. mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA; 2. mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau 3. pasien; dan 4. menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian di fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk di Puskesmas. Standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 74 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas bertujuan untuk: a. meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian; b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety). Menurut Peraturan Menteri ini, Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas meliputi standar pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dan standar pelayanan farmasi klinik. 1. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi: a. perencanaan kebutuhan; b. permintaan; c. penerimaan; d. penyimpanan: e. pendistribusian; f. pengendalian; g. pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan; dan h. pemantauan dan evaluasi pengelolaan. 2. Pelayanan farmasi klinik meliputi: a. pengkajian resep, penyerahan Obat, dan pemberian informasi Obat; b. Pelayanan Informasi Obat (PIO); c. konseling; d. ronde/visite pasien (khusus Puskesmas rawat inap); e. pemantauan dan pelaporan efek samping Obat; f. pemantauan terapi Obat; dan g. evaluasi penggunaan Obat