Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH AKUNTASI PERPAJAKAN

Disusun oleh:

Achmad Faiz Falachi 10.0724.E

Fitriana 10.0742.E

Muhammad sufi 10.0721.E

Uswatun nasiroh 10.0730.E

Isrifani 10.0736.E

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEKALONGAN

2013

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-
Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa saya ucapkan
kepada dosen dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah
ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab
itu penulis angat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga sengan
selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.
Amin...

DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR……………………………................…………...............…......….....1

DAFTAR ISI……………………………………………..................…............…...…….......3

BAB I PENDAHULUAN………………………………………................................………5

A. Latar belakang......................................................................................................................3

B. Permasalahan........................................................................................................................5

C. Pembatasan masalah..............................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN MATERI.................………………..........................................….6

A. Definisi akuntasi perpajakan........................................................................................……6

B. Self Assessment System................................................................................................…...7

C. Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dengan Laporan Keuangan Fiskal....................8

D. Pengakuan Pendapatan dan Biaya.....................................................................................10

1 Pendapatan menurut UU Perpajakan ……………………………………........10

2 Beban menurut UU Perpajakan…….....................……...…………..…..………..12

BAB III PENUTUP...............................................................................................................12

A. Kesimpulan………………………………………….....................................…...……....14

B. Saran……………………….…...…............................................................................….14

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................15

BAB I

PENDAHULUAN
3
A. Latar belakang

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa pengertian dari Akuntansi Perpajakan ialah
Akuntansi yang diterapkan sesuai dengan peraturan perpajakan. Dan di dalam mata
kuliah ini terdapat salah satu bab yang membahas tentang akuntasi perpajakan dan
metode akuntansi. Maka dari itu semua disini tim akan menyajikan pembahasan yang
lebih mendalam tentang akuntasi perpajakan dan metode akuntasi.

Didalam semua laporan keuangan dipersiapkan untuk memenuhi tujuantertentu


dan tujuan ini pada akhirnya akan mempengaruhi bentuk dan isi laporan keuangan
dengan segala keterbatasannya. Sesungguhnya perbedaan tersebut tidak saja disebabkan
oleh siapa “pemakainya”an melainkan pada metode apa yang digunakan. Apakah
menggunakan metode stesel kas atau stesel akrual kas walaupun disusun dengan periode
yang sama dengan elemen-elemen yang sama namun tetap menunjukan perbedaan-
perbedaannya selama masing-masing laporan keuangan tersebut masih mengggunakan
metode penyusutan yang berbeda. Metode akuntasi ini sangat bermanfaat terutma sebagai
dasar dalam pengambilan keputusan.

Dalam makalah ini akan dilakukan hal hal yg berkaitan erat dengan metode
akutansi perpajakan yang meliputi pengertian akutansi perpajakan seta metode akuntasi,
jenis-jenis metode akuntasi, manfaat metode akutansi perpajakan bagi pihak pihak yang
berkepentingan dan terkait

B. Permasalahan

Masalah yang akan di angkat dan di bahas dalam makalah ini adalah tentang
pengertian akutansi perpajakan, self assessment, dan perbedaan laporan keuangan
komersial dengan laporan keuangan fiskal.
4
C. Ruang Lingkup Pembahasan

Ruang lingkup permasalahan yang akan di bahas dalam makalah ini meliputi
tentang pengertian akutansi perpajakan, self assessment, dan perbedaan laporan keuangan
komersial dengan laporan keuangan fiskal.

BAB II

PEMBAHASAN MATERI

5
A. Definisi Akuntasi Perpajakan

Pengertian dan Definisi Akuntansi perpajakan Akuntansi perpajakan dirumuskan


sebagai bagian dari akuntansi yang menekankan kepada penyusunan surat pemberitahuan
pajak (tax return) dan pertimbangan konsekuensi perpajakan terhadap transaksi atau
kegiatan perusahaan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakan (tax compliance).
Niswonger dan Fees (Accounting Principles, 2007).

Persyaratan teoritis dalam metode akuntasi untuk kepentingan akuntasi perpajakan

1. Metode akuntasi haruslah sesuai pembukuan/ akuntasi pada umumnya

2. Metode akuntasi haruslah mencerminkan penghasilan perusahaan yang bersangkutan

3. Untuk memenuhi ketentuan 1 dan 2 hendaknya wajib pajak menggunakan salah satu
metode akuntasi berikut ini

 Stesel kas

 Stesel akrual

 Kombinasi antara stesel dan akrual kas sesuai ketentuan perundang-undangan


Perpajakan yang dikenakan metode hybrid

 Metode yang dikenakan oleh ketentuan perundang-undanga seperti metode cicilan

4. Wajib pajak kegiatan usahanya sndiri terdiri dari perdagangan dan bisnis dapat
menggunakan akuntasi yang berbeda-beda antara perdagangan dan bisnis lainnya
tersebut.

5. Terkecuali apabila diatur lain, perubahan akuntasi yang digunakan wajib pajak,
haruslah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari DIRJEN PAJAK

B. Self Assessment System

6
Sistem pemungutan pajak yang dianut Indonesia saat ini adalah sistem self
assessment, adapun pengertian self assessment system menurut Waluyo dan Wirawan B
Ilyas dalam bukunya Perpajakan Indonesia adalah sebagai berikut: “Self Assessment
System adalah pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung
jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan
melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar ” (2003:18), Sedangkan Self
Assessment System menurut Siti Resmi dalam bukunya Perpajakan adalah sebagai
berikut: “Self Assessment System adalah system pemungutan pajak yang memberikan
wewenang Wajib Pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak terhutang setiap tahunnya
sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku” (2003:27).

Dalam system ini terdapat pemberian kepercayaan sepenuhnya kepada Wajib


Pajak untuk melakukan self assessment memberikan konsekuaensi yang berat bagi Wajib
Pajak, artinya jika Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban-kewajiban Perpajakan yang
dipikul kepadanya, sanksi yang dijatuhkan akan lebih berat. Oleh karena itu system self
assessment mewajibkan wajib pajak untuk lebih mendalami peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku agar Wajib Pajak dapat melaksanakan kewajiban
perpajakannya dengan baik.

Sistem ini juga dapat memberikan biaya tambahan (dalam arti luas) bagi Wajib
Pajak karena Wajib Pajak akan mengorbankan lebih banyak waktu dan usaha serta biaya
untuk membayar jasa konsultan pajak. Selain itu self assessment menunjukkan proporsi
yang lebih kecil dari yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga sesuai dengan
kenyataan yang ada, jumlah pajak yang dianggarkan akan menurun pula.

Di lain pihak system ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu dapat


meningkatkan produktifitas dan murah. Pemerintah tidak lagi dibebankan kewajiban
administrasi menghitung jumlah pajak terutang Wajib Pajak dan menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak untuk memberitahukan (sekaligus memerintahkan pembayaran) jumlah
tersebut kepada Wajib Pajak, sehingga waktu, tenaga dan biaya sehubungan dengan hal
tersebut dapat dihemat atau dialihkan untuk melakukan aktivitas pemerintahan lainnya.

7
Selain itu system self assessment akan mendorong Wajib Pajak untuk memahami dengan
baik atas system perpajakan yang berlaku terhadapnya.

Walaupun dewasa ini telah dianut sistem self assessment, akan tetapi dalam
rangka pembinaan, penelitian dan pengawasn terhadap pelaksanaan kewajiban
perpajakan wajib pajak, Dirjen Pajak masih dapat mengeluarkan ketetapan pajak yang
disebut sebagai official assessment. Titik tolak penelitian maupun pemeriksaan pajak,
adalah ketetapan pajak yang dilakukan sendiri oleh wajib pajak dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan (Pajak Penghasilan) yang disampaikan wajib pajak pada setiap
akhir tahun pajak.

C. Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dengan Laporan Keuangan Fiskal

Akuntansi yang menjembatani aktivitas ekonomis dengan para pengambil


keputusan, baik internal maupun eksternal, menyajikan kepada para pengguna informasi
tersebut dalam bentuk laporan keuanga. Perbedaan kepentingan antar pengguna
kelompok pengguna laporan keuangan tersebut menyebabkan pula ketidaksamaan
informasi yang terdapat dalam laporan keuangan tersebut.

Pada umumnya, perusahaan yang bergerak di bidang bisnis akan menyusun


laporan keuangan yang berbeda antara laporan keuangan komersial dengan laporan
keuangan yang dilampirkan pada SPT Pajak Penghasilan yang akan disampaikan ke
Ditjen Pajak. Perbedaan tersebut tidaklah dimaksudkan untuk tujuan-tujuan tertentu,
tetapi lebih cenderung kepada penyesuaian dengan ketentuan perundang-undangan.

Perbedaan laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal


disebabkan antara lain, diantaranya :

1. Tujuan laporan keuangan komersial adalah pemberian informasi penting


kepada pengguna laporan keuangan dan merupakan tanggung jawab para
akuntan untuk melindungi pihak-pihak tersebut dari informasi yang

8
menyesatkan, sedangkan tujuan sistem akuntansi pajak adalah pemungutan
pajak yang adil dan merupakan tanggung jawab Ditjen Pajak untuk
melindungi para pembayar dari tindakan semena-mena.
2. Pada laporan keuangan komersial biasanya menganut prinsip konservatif,
sehingga kemungkinan kesalahannya lebih cenderung kepada understatement
pelaporan penghasilan atas asetnya, sedangkan pada laporan keuangan fiskal
hal tersebut tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk menetapkan besarnya
pajak terutang.

3. Prinsip Harga Perolehan : Laporan keuangan komersil, penentuan harga


perolehan untuk barang yang diproduksi sendiri boleh memasukkan unsur
biaya tenaga kerja yang berupa natura. Sedangkan dalam laporan keuangan
fiskal, pengeluaran dalam bentuk natura tidak diakui sebagai pengurangan.

4. Prinsip pemadanan (matching) biaya dan manfaat : dalam Laporan keuangan


komersil mengakui biaya penyusutan pada saat aset tersebut menghasilkan.
Dalam laporan keuangan fiskal, penyusutan dapat dimulai sebelum
menghasilkan.

5. Metode Penyusutan dan amortisasi : dalam laporan keuangan komersial


membolehkan memilih metode penyusutan seperti straight line method, sum
of the years digits method, declining balance method, double declining
balance method, metode jam jasa, jumlah unit produksi dll. Sedangkan pada
laporan keuangan fiskal untuk asset non bangunan, pemilihan metode
penyusutan terbatas pada metode garis lurus (straigth line method) dan
Metode saldo menurun (declining balance method). Sedangkan untuk asset
bangunan hanya metode garis lurus saja (straigth linemethod).

6. Metode Penghapusan Piutang : Dalam laporan keuangan komersial,


penghapusan piutang ditentukan berdasarkan metode cadangan. Sedangkan
pada laporan keuangan fiskal, penghapusan piutang dilakukan pada saat
piutang nyata-nyata tidak dapat ditagih.

9
D. Pengakuan Pendapatan dan Biaya

1. Pendapatan menurut UU Perpajakan

Dalam UU PPh No. 7 Tahun 1983 yang diubah dengan UU PPh No. 17 Tahun
2000 pasal 4 ayat (1) yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan
nama dan dalam bentuk apapun.

Penghasilan yang termasuk objek pajak diantaranya :

a. Penggantian atau imbalan berkenaaan dengan pekerjaan atau jasa yang


diterima atau diperoleh.
b. Hadiah dari undian, pekerjaan, kegiatan, dan penghargaan laba usaha.

c. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.

d. Penerimaan kembali pembyaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.

e. Bunga termasuk premium, diskonto, imbalan karena jaminan pengembalian


hutang.

f. Royalty, Deviden dengan nama dalam bentuk apapun.

g. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

h. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala

i. Keuntungan karena pembebasan hutang.

j. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.

k. Premi asuransi.

10
l. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

m. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usahanya atau pekerjaan.

n. Tambahan kegiatan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak

Sedangkan penghasilan yang bukan merupakan objek pajak antara lain:

a. Harta termasuk setoran tunai yang diterima Badan sebagai pengganti saham
atau penyertaan modal.
b. Bantuan, sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan atau lembaga
amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

c. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dan oleh badan atau
pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

d. Warisan.

e. Dividen atau bagian laba yang diterima akibat penyertaan modal pada badan
usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

1) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.

2) Pemilikan saham paling rendah 25% dari jumlah modal disetor dari
Perusahaan yang memberi Dividen.

f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan


dengan asuransi kecelakaan, kesehatan, jiwa, dwiguna, dan beasiswa.

g. Iuran yang diterima dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri
Keuangan.

11
h. Bagian laba yang diterima anggota perseroan komanditer yang modalnya
tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.

i. Penghasilan yang sudah dikenakan PPh final.

j. Bunga obligasi yang diterima perusahaan reksadana selama 5 tahun pertama


sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha.

k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali jumlahnya tidak lebih dari 350
juta rupiah yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, termasuk:

1) KUKESRA (Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera)

2) KUT (Kredit Usaha Tani)

3) KPRSS (Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana)

4) KUK (Kredit Usaha Kecil)

5) Kredit lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan BI dalam rangka


mengembangkan usaha kecil dan koperasi (yang merupakan jumlah
kumulatif dari satu atau beberapa bank kreditur)

2. Beban menurut UU Perpajakan

Menurut pajak, tidak semua biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat diakui
sebagai pengurang, meskipun biaya tersebut berkaitan dengan kegiatan usaha. Hal ini
disebabkan karena meurut ketentuan pajak, biaya fiskal digolongkan menjadi 2 (dua)
macam, yakni biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto dan biaya-
biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.

Biaya-biaya yang dapat dikurangkan :

a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan


termasuk biaya pembelian bahan, biaya yang berkenaan dengan
pekerjaan/jasa termasuk upah, dan lain-lain atau biaya-biaya yang

12
lazimnya disebut dengan biaya sehari-hari yang dibebankan pada
tahun pengeluaran yang diperlukan.
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak atas biaya lain
yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.

c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya disahkan Menteri Keuangan.

d. Kerugian karena penjualan/pengalihan harta.

e. Kerugian karena selisih kurs mata uang asing.

f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di


Indonesia.

g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.

h. Piutang tak tertagih

i. Pemupukan dana cadangan.

j. Sumbangan yang dapat dibiayakan

Sedangkan biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan, antara lain :

a. Pembayaran dividen, pembagian laba atau pembagian sisa hasil


usaha (koperasi).
b. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan.

c. Premi asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi dwiguna, dan


asuransi beasiswa.

d. Pemberian kenikmatan.

e. Hibah, bantuan dan sumbangan.

13
f. Pajak Penghasilan.

g. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pihak-


pihak tertentu.

h. Biaya atau pengeluaran untuk kepentingan pribadi.

i. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan yang modalnya


tidak terbagi atas saham.

j. Sanksi Pajak

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Akuntansi perpajakan dirumuskan sebagai bagian dari akuntansi yang


menekankan kepada penyusunan surat pemberitahuan pajak (tax return) dan
pertimbangan konsekuensi perpajakan terhadap transaksi atau kegiatan perusahaan dalam
rangka pemenuhan kewajiban perpajakan (tax compliance).

“Self Assessment System adalah pemungutan pajak yang memberi wewenang,


kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar

Akuntansi yang menjembatani aktivitas ekonomis dengan para pengambil


keputusan, baik internal maupun eksternal, menyajikan kepada para pengguna informasi
tersebut dalam bentuk laporan keuanga. Perbedaan kepentingan antar pengguna
kelompok pengguna laporan keuangan tersebut menyebabkan pula ketidaksamaan
informasi yang terdapat dalam laporan keuangan tersebut.
14
B. Saran

Penulis tidak membatasi kritikan maupun saran yang ingin masuk. Karena Tak
ada gading yang tak retak, maka dari itu, penulis sendiri merasa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan dan sangat mengharapkan sekali kritikan dari para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes Sukrisno, Estralita Trisnawati. Akuntansi Perpajakan. Jakarata: Salemba Empat. 2007

DR. Gunadi, M.Sc., Akt.1997. Akuntansi Pajak Sesuai dengan Undang- Undang Pajak . Baru.
Jakarta : Grasindo 1997

HARNANTO,2003. AKUNTASI PERPAJAKAN, YOGYAKARTA

:BPFE- YOGYAKARTA 2003

15

Anda mungkin juga menyukai