BAB II Tinjauan Pustaka
BAB II Tinjauan Pustaka
TINJAUAN PUSTAKA
estuari sebagai gudang nutrien (nutrien storage) (Clark, 1974; Clark, 1996).
Pasang-surut seringkali merupakan kekuatan dominan dalam pergerakan air di
estuari (Clark, 1996; Ward & Montague, 1996). Pergerakan air sangat
dipengaruhi oleh bentuk dan luasan perairan, bahkan juga oleh material dasar
perairan. Kekuatan sirkulasi cenderung berkurang dengan laju pembilasan
rendah bila amplitudo pasut kecil dan perairan berbentuk cekungan yang dalam
dan panjang (Clark, 1996).
Salinitas dan temperatur perairan estuari sangat berfluktuasi bila
dibanding-kan dengan laut terbuka. Fluktuasi bisa terjadi musiman maupun
harian akibat pengaruh pasang surut (De Santo, 1978). Pasang-surut, angin,
ombak dan aliran sungai adalah kekuatan yang mengendalikan arus pantai
(longshore currents dan prevailing longshore currents) penaikan air dasar (coastal
upwelling), dan berbagai aliran seperti arus eddie dan tiderips (Clark, 1974).
Sebagai daerah yang tingkat produktivitasnya tinggi, estuari berperan
penting secara ekologis, yakni antara lain sebagai habitat bagi jenis-jenis ikan
ekonomis penting (secara komersial maupun rekreasional), dan sebagai habitat
tempat pemijahan ikan (spawning ground) maupun tempat pembesaran (nursery
ground) anak-anak ikan (Clark, 1996).
Gambar 2.1. Rezim oksigen terlarut (DO) di estuari (modifikasi dari James 1984)
Konsepsi kinetika BOD dimulai dari studi yang dilakukan oleh Streeter dan
Phelps pada tahun 1925 dan Theriault pada tahun 1927. Persamaan proses ok-
sidasi didasarkan atas reaksi kimia orde pertama sederhana dan tidak bolak-
balik, dengan asumsi bahwa kecepatan penguraian sebanding dengan bahan
organik yang ada (Mara, 1976; France & Thornley, 1984). Jika L (mg/L)
menyatakan BOD pada waktu t (hari) dan k merupakan konstanta kecepatan
reaksi atau konstanta degradasi (hari-1), maka model matematikanya dapat
dituliskan sebagai berikut (Mara, 1976; France & Thornley, 1984; Jorgensen,
1988; McGhee, 1991; Metcalf & Eddy, 1991; Ji, 2008):
dL = -k L ....................................................................... (1.1)
dt
Integrasi antara limit dari t = 0 dan t = t akan menghasilkan persamaan:
Lt = L . e- k.t ......................................................................... (1.2)
Lt adalah nilai BOD yang tersisa di perairan pada waktu t, dan L adalah BOD
yang tersisa pada waktu t = 0 atau sama dengan nilai BOD secara keseluruhan
(ultimate BOD, BODu). Bila selisih antara L dan Lt adalah nilai BOD yang terjadi
selama selang waktu t, yang dilambangkan sebagai Yt, maka persamaan (1.2)
tersebut dapat dituliskan menjadi:
Yt = L - Lt = L (1- e- k.t) ......................................................... (1.3)
Jumlah bahan organik tersisa terhadap waktu bila diplot pada grafik akan
menghasilkan kurva parabola. Kurva parabola yang berlawanan akan diperoleh
bila jumlah bahan organik yang dioksidasi dibuatkan grafiknya terhadap waktu,
seperti pada Gambar 2.2 (Umaly & Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991).
Waktu, t
Gambar 2.3. Pengaruh konstanta laju reaksi (k) pada BOD untuk nilai Lt tertentu
(Metcalf & Eddy, 1991)
Dengan demikian, semakin tinggi C:N ratio berarti semakin rendah persentase
nitrogennya.
Di estuari, C:N ratio digunakan untuk identifikasi sumber karbon organik
maupun distribusi serta proses degradasinya, melalui analisis C:N ratio dari
sedimen (Mishima et al., 1999; Rojas & Silva, 2005) maupun C:N ratio dari seston
atau bahan tersuspensi (Kerner & Edelkraut, 1995; Veritya, 2002; Amon & Meon,
2004), atau melalui analisis C:N ratio dari bahan tersuspensi maupun sedimen
(Matson & Brinson, 1990; Martinotti et al., 1997; Middelburg & Niewenhuize,
1998;).
Hasil penelitian Helland et al. (2003) berdasarkan data pemantauan
sepuluh sungai di Norwegia selama 1990 – 1998, menunjukkan bahwa
kandungan bahan organik sungai mencakup 40-80% dari bahan tersuspensi total.
Sebagian besar dari bahan organik tersebut adalah karbon organik terlarut (DOC)
dengan mole rasio C/N >25. Lebih lanjut hasil penelitian laboratoriumnya juga
menunjukkan bahwa lebih dari 90% DOC masih tetap terlarut dalam air atau tidak
mengendap, meskipun salinitas meningkat sampai 30%o.
kelebihan “box model” dibanding model transport numerik yang lebih canggih
adalah:
“Box model” sederhana secara konseptual, oleh karena itu pertimbangan
intuisi diperlukan;
Dapat diformulasikan sebagai neraca akuntansi, sehingga memberikan
kerangka yang lebih mudah untuk mendeliniasi besaran dan distribusi dari
beban (muatan) dan konsentrasi yang tinggi, dan untuk menilai kecukupan
data lapangan;
Perhitungan dalam “box model” lebih sederhana, cukup dengan
menggunakan kalkulator atau spreadsheet software.
Sedangkan kekurangan “box model” di antaranya adalah:
sifat dan implikasi dari penyederhanaan asumsi bisa saja hilang (seperti
kondisi long-term steady state, atau perkiraan yang berbeda yang
digunakan dalam perhitungan transport); dan
mungkin saja akan memberikan gambaran mengenai ketepatan yang
nampaknya masuk akal tetapi sebenarnya tidak sepenuhnya benar.
Model dapat menjelaskan sekitar 79% dari variasi DO baik secara spasial
maupun periodik. Temperatur perairan yang rendah (15oC atau lebih) hanya
akan menyebabkan kadar oksigen kurang dari 4 mg/L, sedangkan bila
temperatur perairan mencapai 20oC atau lebih maka dapat diperkirakan kadar
oksigen akan tinggal 2 mg/L atau kurang. Model juga dapat memprediksi jumlah
hari lamanya kondisi masing-masing hipoksia tersebut.
Daoji et al. (2002) menyajikan hasil penelitiannya di estuari Changjiang di
depan muara S. Yangtze, Laut China Timur yang zona hipoksianya mencapai
luasan 13700 km2 setebal sekitar 20 m di dasar perairan. Dalam dua dekade
terakhir, nilai DO minimum di wilayah beroksigen rendah di estuari ini telah
menurun dari 2,88 mg/L menjadi 1 mg/L. Di zona hipoksia, penggunaan oksigen
yang nampak (apparent oxygen utilization, AOU) mencapai 5,8 mg/L. Kondisi
haloklin di atas lapisan zona hipoksia sebagai akibat dari percampuran air dari
Changjiang dan arus hangat Taiwan (Taiwan Warm Current), serta tingginya
konsentrasi partikel karbon organik (POC) dan partikel nitrogen organik (PON)
diduga merupakan faktor utama penyebab terjadinya zona hipoksia.
Berdasarkan rasio POC:PON dan sebaran konsentrasi nutrien di zona hipoksia,
dapat disimpulkan bahwa defisiensi oksigen di bagian dasar selama musim
panas di Laut China Timur sekitar muara Chanjiang ini sebagai akibat dari
produksi organik karbon yang meningkat karena nutrien dan bahan organik dari
sungai, yang diikuti oleh perubahan regenerasi nutrien di Laut China Timur.
Breitburg et al. (2003) mengamati pola dan pengaruh DO rendah terhadap
toleransi biota dan larva ikan di Sungai Patuxent, estuari di Chesapeake Bay
yang mengalami hipoksia musiman. Perairan dasar di banyak area mesohalin di
S. Patuxent pada umumnya mengandung DO kurang dari 50% tingkat
saturasinya selama musim panas. Konsentrasi DO sangat bervariasi secara
spasial maupun temporal, dan kondisi hipoksia yang hebat dan meluas, sudah
cukup untuk dapat mengubah pola sebaran organisme dan interaksi trofik di
perairan. Zooplankton bergelatin adalah biota yang paling toleran terhadap
hipoksia, sementara kebanyakan ikan-ikan yang penting secara ekologi dan
ekonomi adalah yang paling sensitif. Data lapangan, percobaan di laboratorium,
dan pemodelan menunjukkan bahwa DO yang rendah di estuari S. Patuxent
menyebabkan kondisi heterogen secara temporal dan spasial pada habitat,
mengurangi luasan dan kesesuaian habitat bagi ikan dan avertebrata, mengubah
21
interaksi jejaring makanan, dan berpengaruh pada kelangsungan hidup dari telur
hingga larva ikan dari jenis-jenis ikan yang penting secara ekologi.
Radwan et al. (2003) mengkaji pemodelan konseptual sederhana DO dan
BOD di sungai di Flanders, Belgia untuk tujuan pengelolaan yang dibandingkan
dengan model detail berdasarkan proses fisik perairan Mike 11 (suatu perangkat
lunak pemodelan sungai dari DHI Water & Environment). Dengan mem-
pertimbangkan sumber-sumber BOD dari kegiatan pertanian dan domestik,
konsentrasi DO dan nilai BOD di sungai dimodelkan dalam Mike 11. Model
memperhitungkan proses adveksi dan dispersi, serta proses-proses biologi dan
kimia penting utama. Kalibrasi model dilakukan berdasarkan data kualitas air
yang ada. Kalibrasi dari model yang lebih sederhana terhadap model detail Mike
11 ini dimaksudkan untuk mendapatkan hasil simulasi jangka panjang yang lebih
mudah yang dapat digunakan dalam analisis statistik. Akurasi dan kecepatan
model juga diperhatikan. Model konseptual sederhana ini 1800 kali lebih cepat
daripada model Mike 11, sementara akurasi kedua model hampir sama.
Bagaimanapun, pembuatan model sederhana ini hanya dapat dilakukan dengan
menggunakan simulasi dengan model detail. Oleh karena itu, model detail dan
model sederhana harus digunakan secara komplementer (saling melengkapi).
Lehman et al. (2004) meneliti tentang sumber-sumber yang menggunakan
oksigen di bagian hilir sungai San Joaquin, California. Pendekatan yang
dilakukan adalah dengan pengukuran berbagai parameter kualitas air termasuk
DO, BOD (10 hari), CBOD (carbonaceus BOD, dengan penambahan inhibitor
nitrifikasi), NBOD (Nitrogeneus BOD), amonifikasi dari fitoplankton melalui
pengukuran klorofil a, amonia dan DO secara periodik pada sampel yang
diinkubasi dalam kondisi gelap selama 30 hari (20oC), dan inkubasi botol gelap
botol terang selama 24 jam untuk produksi primer plankton, serta pendekatan
model kesetimbangan massa untuk perhitungan muatan amonia. Hasil penelitian
mereka menunjukkan bahwa kondisi oksigen rendah yang berkepanjangan di
bagian sungai yang telah dipengaruhi pasang surut dan diperdalam untuk
keperluan pelayaran tersebut bukan disebabkan oleh adanya stratifikasi fisik,
tetapi terutama oleh kebutuhan oksigen untuk proses nitrifikasi baru kemudian
oleh kebutuhan oksigen untuk dekomposisi karbon (CBOD). Nitrifikasi tersebut
berkaitan dengan tingginya amonia terlarut yang berasal dari instalasi
pengolahan air limbah dan berbagai sumber tersebar (nonpoint sources) lainnya
yang ada di bagian lebih hulu.
22
selama musim panas sampai tingkat minimum ketika temperatur bagian dasar
sekitar 19-20 oC, sedangkan di bagian yang dalam (>20 m) hubungan antara
penurunan oksigen dengan stratifikasi tidak signifikan. Volume perairan yang
mengalami hipoksia berkorelasi lemah dengan kecepatan angin, total nitrogen
musim semi, klorofil a musim semi, dan debit sungai maksimum. Bloom yang
terjadi pada musim semi sepertinya menjadi sumber penting dari karbon organik
yang selanjutnya ini berkaitan dengan meningkatnya penggunaan oksigen untuk
proses biologi.
Sementara Talke et al. (2009) melakukan studi mengenai pengaruh debit
air tawar, kedalaman, dan sedimen tersuspensi terhadap penurunan oksigen di
estuari yang keruh (Ems estuary, Jerman) dengan menggunakan model rata-rata
pasang surut ideal (idealized model) berdasarkan penyederhanaan proses-
proses geometri, fisik dan biologi yang terjadi. Hasil studi menunjukkan bahwa
peningkatan kedalaman di perairan, penurunan debit air tawar, dan penurunan
percampuran, menggeser zona keruh ke arah hulu, meningkatkan sedimen
tersuspensi dan menurunkan DO.
Pena et al. (2010) mengevaluasi berbagai pendekatan pemodelan yang
digunakan dalam berbagai kajian tentang hipoksia di perairan pantai, dari mulai
box model sederhana hingga model sirkulasi tiga dimensi, baik model hipoksia
untuk sistem bentik maupun pelagik. Dalam sepuluh tahun terakhir, pemodelan
semi empiris lebih sering digunakan daripada pemodelan mekanistik (turbulensi,
stratifikasi) dalam mengkaji pengkayaan nutrien dan hubungannya dengan
hipoksia. Kemajuan dalam pemodelan gabungan fisik-ekologi-biogeokimia tiga-
dimensi telah dapat merepresentasikan interaksi fisika-biologi dalam sistem yang
lebih baik. Model ekologi generik (generic ecological model, GEM) yang
digunakan oleh Blauw et al. (2009) lebih dapat diaplikasikan pada berbagai
situasi perairan pantai dibanding pendekatan model lainnya yang pada umumnya
hanya baik bagi wilayah penelitian yang bersangkutan.
Analisis Sharp (2010) terhadap data 30 tahun hasil upaya riset
laboratoriumnya dan 40 tahun data monitoring dari berbagai lembaga mengenai
oksigen di Estuari Delaware, estuari yang sering mengalami hipoksia dan
anoksia sebelumnya, menghasilkan gambaran jangka panjang dari penurunan
dan peningkatan DO di wilayah urban dari estuari. Penyebab utama dari
penurunan DO sepertinya adalah masukan atau bahan-bahan allochtonous yang
berasal dari kegiatan perkotaan. Selain karena tingginya konsentrasi nutrien,
25
produksi alga yang berlebihan tidak berpengaruh pada DO baik dibagian tawar
maupun di bagian asin dari Estuari Delaware yang tercampur sempurna, dan itu
terjadi sampai sekarang. Muatan nutrien ke Estuari Delaware sangat tinggi,
meskipun tanda-tanda eutrofikasi tidak nampak jelas. Berdasarkan model
penggunaan oksigen yang nampak (apparent oxygen utilization, AOU), Teluk
Delaware rupanya pernah menghasilkan produksi primer yang tinggi lima puluh
tahun yang lalu, pada saat ketika konsentrasi nutrien setinggi atau lebih tinggi
dari sekarang, produksi kerang-kerangan dan ikan sepertinya juga lebih tinggi,
dan kandungan DO mendekati nilai saturasi. Penyebab memburuknya kualitas
estuari tidak hanya karena peningkatan muatan nutrien semata, tetapi
berkombinasi dengan faktor lainnya seperti perubahan atau perusakan habitat,
hilangnya tingkat trofik yang lebih tinggi, dan adanya kontaminan lain yang
menjadi penghambat dalam perkembangan ekosistem estuari.
ber 2005) berkisar 11,3 – 34,12 NTU (Nurhayati & Suyarso, 2008), pH berkisar
7,4 – 7,57, kadar fosfat 0,09 – 7,22 µg/L dan kadar nitrat 0,13 – 3,35 µg/L
(Muchtar & Simanjuntak, 2008). Sementara itu, kandungan total bakteri
produktivitas pada pengamatan Mei 2004, Juni 2003, dan September 2003
adalah 24,4 x 106 sel/ml, 46,96 x 106 sel/ml, dan 34,66 x 106 sel/ml (Kunarso et
al., 2008).
Gambar 2.4. Sungai Cisadane, yang mengalir dari Bogor hingga Tangerang dan
bermuara di daerah Tanjung Burung, Kabupaten Tangerang
(sumber: PUSARPEDAL, 2010)