Kabupaten Boyolali
*Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Aceh Jurusan Kesehatan Lingkungan Banda Aceh, **Field
243 243
standar yang ditetapkan WHO (70%). Angka Central Java province in 2009. Types of ob- servational
penemuan kasus teren- dah adalah di Kabupaten studies in all groups: 29 health centers program
Boyolali yang pada periode 2004 – 2008 menga- lami implementers, department of health, and hospitals.
penurunan dari 24,60% menjadi 20,0%. Angka Descriptive analysis by comparing the
kesembuhan TB paru
tuberkulosis
Abstract
244 244
results with the Ministry of Health target.
Implementation of the program in
Kabupaten Boyolali Program Pencegahan
Alamat Korespondensi: Wiwit Aditama, Politeknik
dan Penanggulangan Tuberkulosis (P2TB) in
Kesehatan Kementerian Kesehatan Aceh Jurusan
quantity and quality as well as technical
Kesehatan Lingkungan Banda Aceh. Jl. Soekarno-
guidance and supervision of the
Hatta Kampus Terpadu Poltekkes Aceh, Aceh Besar
implementation of the already well
23352, Hp. 085260123398, e-mail:
underway. Keywords: Boyolali, program
widnad78@yahoo.co.id
evaluation, tuberculosis
Pendahuluan
245 245
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Aditama, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
jumlah insiden TB tertinggi setelah India, China, Afrika penanggulangan penyakit TB paru dilaksanakan oleh
Selatan, dan Nigeria. Beberapa hasil dan pencapaian unit pelaksana program (UPK) yang terdiri dari lima
pro- gram TB, angka keber hasilan pengobatan TB di Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM), 11 Puskes-
Indonesia naik sebesar 91% pada tahun 2008. Target mas Satelit (PS), dan 13 Puskesmas Pelaksana
pencapaian angka penemuan kasus TB Paru atau Mandiri (PPM).5 Hasil kegiatan pada periode 2004 –
Case Detection Rate (CDR) tahun 2009 telah
mencapai 2008 yang meliputi CDR mengalami penurunan dari tahun
2004 kecuali pada tahun 2006 yang meningkat
73,1%. Insiden TB Paru sejak tahun 1998 – 2005 mem- menjadi 33,58%. Conversi rate pada tahun 2004
perlihatkan trend yang menurun dan rata-rata (81,12%) menurun pada tahun 2005 dan 2006 dan
penurunan insiden TB Paru positif tahun 2005 – hanya meningkat pada tahun 2007 (85,16%). Cure
2007 adalah rate berfluktuasi dimulai pada tahun 2004 (73,72%),
meningkat pada tahun 2005 (91,18%), dan pada
2,4%.2 tahun 2006 sampai 2008 kembali menurun (Tabel 1).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Salah satu penyebab adalah pelaksanaan
menetap- kan kebijakan operasional program
program yang belum optimal dan angka cakupan
pemberantasan TB paru dengan target angka
yang rendah. Untuk mengetahui pelaksanaan program
kesembuhan minimal 85% dari semua penderita
penanggulang- an TB paru di Kabupaten Boyolali
Basil Tahan Asam (BTA) positif yang ditemukan.
tersebut dilakukan evaluasi. Penelitian ini bertujuan
Konversi minimal 85% dan target caku- pan penemuan
mengevaluasi pelak- sanaan kegiatan program
penderita/kasus tahun 2007 adalah 74% dari
penanggulangan TB paru di Kabupaten Boyolali
perkiraan semua penderita baru BTA positif. Dalam
Provinsi Jawa Tengah tahun 2009. Penilaian
jangka panjang diharapkan angka kesakitan dan
dilakukan terhadap aspek input meliputi tena- ga,
kema- tian penyakit ini dapat ditekan dengan cara
sarana, materi, dan biaya; aspek proses meliputi
memutus ma- ta rantai penularannya, sehingga
perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring serta
penyakit TB tidak lagi merupakan masalah
evalua-
kesehatan di Indonesia.3
246 246
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Aditama, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
247 247
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Aditama, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
248 248
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Aditama, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
2,8% di puskesmas, tetapi di rumah sakit 100% telah Semua petugas mempunyai tugas rangkap dan
memadai. Sepanjang tahun 2009, ketersediaan obat berdasarkan masa jabatan di puskesmas dan rumah
anti tuberkulosis (OAT) tercukupi dalam jumlah dan sakit tampak terdapat perbedaan, di puskesmas
jenis yang dibutuhkan. Pendistribusian OAT ke UPK umumnya masa ≥ 1 tahun meliputi petugas P2TB
dilakukan jika terdapat permintaan sesuai dengan (89,65%) dan di rumah sakit terlihat masa kerja < 1
jumlah kasus yang ditemukan. Semua kebutuhan OAT tahun pada mikrokopis (85,71%). Petugas TB yang
disediakan dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah belum ikut pelatihan hanya 3,45%, sedangkan di
sesuai dengan permintaan dari Dinas Kesehatan rumah sakit, tena- ga dokter dan petugas yang belum
Kabupaten Boyolali. Dari hasil evaluasi diketahui bah- dilatih sekitar 57,14% (Tabel 3).
wa seluruh UPK telah mempunyai seluruh jenis for-
Puskesmas yang telah melakukan perencanaan
mulir yang dibutuhkan untuk pencatatan dan pelapo-
dalam penemuan target dan mengambarkan serta
ran, tetapi terdapat 6% puskesmas yang belum
rencana kebutuhan program menentukan sasaran
memil- ki buku pedoman.
terdapat 95,41%. Dalam hal penemuan kasus,
Kegiatan program paru berasal dari anggaran pen-
86,21% puskesmas melakukan active case finding.
dapatan dan belanja daerah (APBD) I dan bantuan a-
249 249
Tabel 2. Ketersediaan Sarana dan Prasaran Dalam Program Penanggulangan
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Aditama, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
TB Paru Berdasarkan Tugas Rangkap, Masa Jabatan, dan Pelatihan
Ketersediaan Kualitas
Input
Hal ini disebabkan telah dilakukan kunjungan Ada Tidak Ada Dapat Tidak Dapat
Sarana laboratorium 100% - - 3,10% Bahan
habis pakai di 100% - - 2,8%
laboratorium Digunakan Digunakan
250 250
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Aditama, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
251 251
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Aditama, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
0 0 0
29 100
Masa jabatan
Tabel 4. Persentase < 1 tahun
Proses Perencanaan, 12 41,38 3
Pengorganisasian, dan Pelaksanaan
10,34 2 6,90
Program Pencegahan dan Penanggulangan
Kegiatan Ada (%)
Perencanaan dalam penemuan target dan
(P2TB) Paru ≥ 1 tahun 17 58,62 26 89,65
95,41
Tidak Ada (%) 4,59 penggambaran rencana
kebutuhan program
26 93,10
Pengorganisasian meliputi uraian tugas,
86,21 13,79 pelimpahan wewenang,
Pelatihan Pernah dilatih 16 55,17 28
struktur organisasi,
96,55 20 68,96
dan pembagian tugas
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Aditama,pengobatan
Angka keberhasilan Evaluasi Program Penanggulangan
61,48 Tuberkulosis
85 Paru
susunan ketenagaan yang terdiri dari dokter umum,Proporsi pasien si.TB BTAUntuk itu, perlu 62,86
positif diantara pelatihan >65 DOTSsemuayang
pasien TB Paru tercatat/diobati
paramedis/pengelola program, serta petugas berjenjang dan berkesinambungan untuk
laborato- rium. Tingkat pendidikan penting untukProporsi pasien TB anaksemua petugas penyedia
diantara seluruh 7,85 15pelayanan
pasien
TB
mening- katkan pengetahuan. Pendidikan kesehatan, evaluasi kinerja TB, insentif
memengaruhi kom- petensi berbasis
keterampilan,Angka nontifikasi kasus/100.000 kinerja agar
penduduk 0,03 memotivasi
- petugas
pengetahuan, dan kecakapan dalam sumber daya TB lebih pe- ka terhadap pasien yang
manusia terhadap kinerja. Dengan pendidikan yangConversion rate (perubahan berkunjung
BTA) ke Puskesmas
77,31 dengan
80 gejala-
tinggi, petugas pengelola TB baik dokter atau gejala TB paru.6
perawat mampu mendiagnosis pasien TB sehinggaCure rate (angka kesembuhan) 48,89 85
diharapkan menemukan tersangka penderita sedini Pendidikan yang baik perlu bagi
petugas
mungkin, sebab tuberkulosis adalah penyakit menularError rate (angka kesalahan TB paru terutama
Laboratorium) 0
petugas
5
analis
yang dapat mengakibatkan kematian. Di Kota Palu, kesehatan dalam pemeriksaan ulang dahak
penemuan penderita TB paru dapat diting- katkan secara mikrokospis. Hal tersebut di-
dengan penempatan petugas sesuai kompeten- lakukan untuk melihat kemajuan hasil
pengobatan dan kemampuan pengisian
formulir TB dengan jumlah yang banyak
untuk mendorong kinerja yang baik.
Berdasarkan masa jabatan, di puskesmas
dan rumah sakit tampak berbeda. Di
puskesmas umumnya masa
253 253
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Aditama, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
di rumah sakit, tenaga dokter dan petugas yang belum nya telah tercukupi dengan baik dan tidak terdapat
dilatih adalah 57,14%. Di Bengkulu, cakupan pen- kendala.
derita TB paru BTA positif akan meningkat 1,4 kali
apabila keterampilan petugas meningkat 1 kali, dan Aspek proses telah berjalan dengan baik seperti
didukung penelitian. Di Palu, petugas TB yang telah yang diharapkan sesuai dengan pedoman penggulang-
mengikuti pelatihan DOTS berpeluang 5,84 kali lebih an TB meliputi meliputi penemuan kasus, identifikasi
besar untuk menemukan penderita TB paru kasus, pengobatan, PMO, supervisi terhadap pen-
dibanding petugas yang belum mengikuti pelatihan catatan dan pelaporan serta pemantauan dan
DOTS. Di Puskesmas sewilayah kota Palu telah evaluasi. Menurut buku pedoman program P2TB
banyak petugas kesehatan yang dilatih tentang paru, peren- canaan merupakan kegiatan pokok
strategi DOTS, tetapi pergantian staf yang cepat dan manajemen yang digunakan untuk memastikan
jumlah tenaga kese- hatan yang terbatas sumber daya yang terse- dia sekarang dan akan
menyebabkan banyak petugas ke- sehatan yang telah datang dialokasikan dengan efektif dan efisien untuk
dilatih DOTS dimutasikan ke bagian pelayanan mencapai tujuan. Tanpa perencanaan yang mantang
kesehatan yang lain dan diganti oleh petugas lain yang suatu program tidak akan berjalan dengan baik.3
belum dilatih DOTS sehingga man- faat pelatihan Penelitian Niarta dan Supardi (2004) mengenai fungsi
DOTS menjadi tidak maksimal.6,7 perencanaan, pengorganisa- sian, operasi, dan
pengendalian program tuberkulosis di Puskesmas
Berdasarkan masa kerja, di Puskesmas pada diintervensi lebih baik daripada bertin- dak sebagai
umumnya masa kerja ≥ 1 tahun untuk petugas P2TB kelompok kontrol pusat kesehatan
(89,65%) dan di rumah sakit masa kerja yaitu < 1
tahun untuk petugas mikroskop (85,71%). Masa ker- ja
berpengaruh pada kualitas kerja. Petugas dengan
masa kerja yang lebih dari 1 tahun umumnya telah
berpengalaman. Keberhasilan seseorang secara ke-
seluruhan selama periode tertentu dalam melak-
sanakan tugas dibandingkan dengan berbagai ke-
mungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau
sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih
dahulu dan telah disepakati bersama. Dana program
P2TB bersumber dari dana rutin APBD kabupaten pa-
da Dinas Kesehatan dan bantuan luar negeri (Global
Fund ) dan Koninklijke Nederlanse Centrale
Vereniging (KNCV). Pencairan dana disesuaikan
dengan jumlah kasus TB yang dijaring. Petugas akan
mendapat imbalan untuk setiap suspek yang dite-
mukan. Untuk kelengkapan sarana, bahan, OAT, dan
alat penunjang kegiatan program P2TB paru seluruh-
254 254
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Aditama, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
255 255
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Aditama, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
an pengetahuan penderita TB bahwa perilaku mene- sekitar 7,35%. Angka proporsi BTA positif di antara
mukan tersangka TB muncul karena subjek telah suspek yang ideal adalah sekitar 5 – 15%. Angka <
mempunyai pengetahuan yang memadai tentang
penyakit TB dan sikap yang positif terhadap program 5% menandakan penjaringan suspek terlalu longgar, atau
penanggulangan TB.9 banyak negatif palsu dan angka > 15% menun-
jukkan penjaringan suspek terlalu ketat, atau banyak
Pelaksanaan supervisi di puskesmas dilakukan oleh positif palsu karena penjaringan dilakukan dengan
kepala Puskesmas dalam bentuk pertemuan rutin bu- passive promotive case finding.
lanan untuk melihat kemajuan dan hambatan setiap
program. Pertemuan rutin dilaksanakan setiap tiga bu- Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif diper-
lan sekali di Dinas Kesehatan Kabupaten untuk oleh dari perhitungan insiden kasus TB paru BTA posi-
mengevaluasi dan membahas kegiatan P2TB serta tif dikali jumlah penduduk. Target CDR dalam
berbagai kendala yang dihadapi petugas lapangan. Program Nasional TB minimal adalah 70%. Di
Supervisi dilaksanakan oleh petugas kabupaten ke Kabupaten Boyolali, angka CDR masih tergolong ren-
puskesmas. Meskipun belum sesuai dengan jadwal, dah sekitar 37,17%. Angka tersebut masih jauh dari
supervisi telah berjalan dengan baik. Monitoring target. Semua Puskesmas belum mencapai target CDR
pelaksanaan program TB dilakukan dengan perte- jika dilihat dari penemuan kasus yang dijalankan,
muan pengelola pr ogram di Dinas Kesehatan yakni passive promotive case finding (penemuan pen-
Kabupaten yang dilakukan tiap semester dan semua derita secara pasif dengan promosi yang aktif).
puskesmas telah ikuti. Di Palu, penyuluhan petugas
Angka penjaringan suspek ini digunakan untuk
dengan cakupan penderita TB paru BTA positif, secara
statistik menghasilkan nilai p = 0,817. Artinya, tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara
penyuluhan dengan cakupan penderita TB paru di
Palu.10
256 256
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Aditama, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
257 257
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Zulfikar, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
anggap penting pengobatan secara tuntas, dan 60,9% secara matematis antara ARTI dan kejadian BTA positif
laki-laki di perdesaan akan menghentikan tidak berhubun- gan secara valid.14
pengobatan atas saran dokter, sedangkan di
perkotaan > 65% akan menghentikan pengobatan TB
paru ketika gejala ber- akhir.13 Kesimpulan
Angka konversi atau perubahan dari BTA positif
menjadi BTA negatif paling rendah yaitu di Puskesmas Aspek input, yaitu secara kualitas tenaga pengelo-
Wonosegoro, yakni 50% di bawah target 80%. la program P2TB Paru di Kabupaten Boyolali telah
Konversi berkaitan dengan bagaimana pengobatan baik. Dokter, pengelola program, dan tenaga labora-
dan keteraturan pengobatan walaupun di setiap torium telah ada yang pernah mengikuti pelatihan
Puskesmas telah dilaksanakan dengan baik semua meskipun masih terdapat tugas rangkap sehingga
pengobatan dan telah di tunjuk PMO. Akan tetapi, pelaksanaan program belum mencapai hasil yang
faktor keteraturan minum obat pada penderita, mak- simal. Peralatan, OAT, dan formulir tersedia
begitu juga angka cure rate masih sangat rendah di men- cukupi baik secara kualitas maupun kuantitas,
beberapa Puskesmas karena masih di bawah target tetapi insentif dari beban kerja masih belum
(85%). Hal ini menunjukkan bahwa angka ini diikuti mencukupi. Pelaksanaan bimbingan teknis dan
dengan tingkat kesembuhan yang juga rendah dan supervisi telah ber- jalan dengan baik, yaitu telah
paling ren- dah terdapat pada Puskesmas Ampel 1, ada penjaringan kasus, pembentukan PMO, dan
yaitu 40% atau petugas tidak membuat pelaksanaan sesuai dengan pedoman TB. Pencapaian
perencanaan dalam mengambarkan target pr ogram P2TB par u Kabupaten Boyolali tahun 2009
sebelumnya, sehingga tidak da- pat diketahui masih jauh dari target yang telah ditetapkan. Hal ini
perkembangan dalam pelaksanaan pro- gram. Selain dapat dilihat dari pene-
itu, kemungkinan terdapat kesalahan dalam
perhitungan sebagaimana penelitian Van Leth , et al,
tentang evaluasi validitas dari hubungan mate- matis
tetap antara ARTI, prevalensi BTA positif tu-
berkulosis, dan kejadian TB BTA positif ditetapkan se-
bagai aturan Styblo. Program pengendalian TB digu-
nakan untuk memperkirakan kejadian penyakit TB pa-
da tingkat populasi dan tingkat deteksi kasus.
Berdasarkan data terbaru, terdapat kurang dari 8 – 12
infeksi TB per kasus TB BTA positif, sisanya masih
belum jelas karena angka yang masih sangat
beragam. Perubahan dalam jumlah infeksi TB per
kejadian TB BTA positif pada populasi berdasarkan
survei diper- oleh hubungan yang diasumsikan
258 258
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Zulfikar, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
muan BTA positif masih rendah sebesar 8,0% sektor pendidikan melalui murid-muridnya.
dan angka kesembuhan 77,31%, masih di Penyediaan dana melalui APBD II perlu
bawah angka konversi target nasional diusulkan agar program penanggulangan
(80%). Sejak tahun 2007, di kabupaten TB paru berjalan secara kontinu tan- pa
Boyolali tidak pernah dilakukan cross bergantung pada bantuan luar negeri
check, angka cure rate masih sangat yang akan berdampak pada peningkatan
rendah di bebe- rapa Puskesmas karena kesakitan TB jika ban- tuan dihentikan.
masih di bawah target (85%). Kendala-
kendala yang dihadapi yaitu kekurangan
dana, tenaga yang tidak mengikuti Daftar
pelatihan dan masih terdapat tugas
rangkap. Pus
tak
S
a
a
1. Hiswani. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi
r
yang masih menjadi masalah kesehatan
a masyarakat. Medan: Universitas Sumatera Utara;
n
2004 [diakses tanggal 2012 Jun 5]. Diunduh dari:
http:// -
Disarankan untuk mengurangi beban
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3675/1/
tugas bagi petugas pengelola program
P2TB paru dengan mengu- rangi tugas fkm-hiswani12.pdf
rangkap serta memberi insentif yang
sesuai beban kerja. Laporan perencanaan 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
dan laporan evalua- si program dalam Penanggulangan TB kini lebih baik [diakses tanggal
bentuk dokumen perlu dibuat, se- hingga
2011 Des 11]. Diunduh dari:
kegiatan dapat berjalan dengan baik.
Pene- muan kasus BTA positif dengan http://www.depkes.go.id/index.php/berita/pressrel
case finding atau dengan aktif dari rumah ease/1348.penang- gulangan-tb-kini-lebih-baik.html
ke rumah perlu ditingkatkan. Demikian
pula dengan kerja sama lintas program 3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
dan lintas sektor perlu ditingkatkan agar
Pedoman nasional penang- gulangan tuberkulosis.
lebih maksimal dalam melakukan
penjaringan, yaitu sektor agama, da- pat Jakarta: Direktorat Jendral P2M dan PLP; 2008.
dilakukan melalui kegiatan pengajian atau
259 259
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Zulfikar, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
260 260
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Zulfikar, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
261 261
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Zulfikar, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
9. Ridesman N, Muhana, Dewi FS. Pengaruh pendidikan kesehatan de- ngan metode diskusi
kelompok dan demonstrasi terhadap pengetahuan, sikap, perilaku keluarga dalam
menemukan tersangka penderita TB paru. Sains Kesehatan. 2005; 18 (1): 11-21.
10. Hariadi E, Iswanto, Ahmad RA, Subekti H. Hubungan faktor petugas puskesmas dengan
cakupan penderita tuberculosis paru BTA Positif. Berita Kedokteran Masyarakat. 2009; 25 (4):
139-44.
11. Gopi PG, Prasad VV, Vasantha M, Subramani R, Tholkappian AS, Sargunan D, Nayanan PR. The
Indian Journal of Tuberculosis. 2008; 55:
157-61.
Annual risk of tuberculosis infection in West Sumatra Province, Indonesia. The International
Tuberculosis Disesase. 2008; 12: 255-61.
13. Agboatwalla M, Kazi GN, Shah SK, Tariq M. Gender perspectives on knowledge and practices
regarding tuberculosis in urban and rural areas in Pakistan. Eastern Mediterranean Health
Journal. 2003; 9 (4):
732-40.
14. Van Leth F, Van Der Werf MJ, Borgdorff MW. Prevalence of tuber- culous infection and
incidence of tuberculosis; a re-assessment of the Styblo rule. Bulletin of the World Health
Organization. 2008; 86 (1): 20-6.
262 262
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Zulfikar, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
263 263
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Zulfikar, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
264 264
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Zulfikar, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
265 265
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Zulfikar, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
266 266
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Zulfikar, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
267 267
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Zulfikar, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
268 268
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Zulfikar, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
269 269
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Zulfikar, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
270 270
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Zulfikar, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
271 271
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Zulfikar, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
272 272
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Zulfikar, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
273 273
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Zulfikar, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
274 274
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Zulfikar, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
275 275
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 6, Januari 2013 Zulfikar, Evaluasi Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru
276 276