Anda di halaman 1dari 19

Penjelesan tentang Imunisasi dan Jenis-Jenis Vaksin

Evita Jodjana
102013201
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta
FK UKRIDA 2013
Jalan Arjuna Utara No.6,Jakarta Barat 11510
evitajodjana19@gmail.com
_____________________________________________________________________________________________
Pendahuluan
Tubuh mempunyai cara dan alat untuk mengatasi penyakit sampai batas
tertentu. Beberapa jenis penyakit seperti batuk, pilek, cacar ait, dapat sembuh dengan
sendirinya tanpa pengobatan. Dalam hal ini dikatakan bahwa sistem pertahanan tubuh
(sistem imun) orang tersebut cukup baik untuk mengatasi dan mengalahkan kuman-
kuman penyakit itu. Tetapi bila penyakit itu ganas, sistem pertahanan tubuh (terutama
anak-anak atau pada orang dewasa yang daya tahan tubuh yang lemah) tidak mampu
mencegah kuman itu berkembang biak, sehingga dapat mengakibatkan penyakit berat
yang membawa kepada cacat atau kematian. Itulah sebabnya diperlukan tindakan
imunisasi atau vaksinisasi sejak dini. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan
pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkena
penyakit, tidak akan menimbulkan akibat yang fatal.

Pembahasan
Penanganan pasien dewasa dan anak itu sangat berbeda, mulai dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan terapi pada pasien anak selain keluhan
penyakit perlu ditekankan tumbuh kembangnya. Anak memiliki satu ciri khas yaitu
selalu tumbuh dan kembang sejak lahir sampai berakhirnya masa remaja. Hal ini
membedakan anak dengan dewasa. Anak menunjukkan ciri-ciri pertumbuhan dan
perkembangan yang sesuai dengan usianya.

Anamnesis
Anamnesis merupakan salah satu bagian terpenting yang harus dilakukan
sebelum kita menetapkan diagnosis yang sebenarnya. Tujuan anamnesis adalah
mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan. Informasi yang
dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial serta lingkungan pasien. Ada

1
dua jenis anamnesis, yaitu autoanamnesis dan alloanamnesis. Autoanamnesis
merupakan anamnesis terhadap pasien itu sendiri. Alloanamnesis adalah anamnesis
terhadap keluarga/relasi terdekat atau yang membawa pasien tersebut ke rumah sakit.
Pada anak-anak dilakukan anamnesis jenis alloanamnesis. 1

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada anak berupa pemeriksaan tanda vital , pemeriksaan
umum, dan antropometri. Pemeriksaan tanda vital yaitu pemeriksaan nadi, tekanan
darah, pernapasan dan suhu. Dari pemeriksaan ini kita bisa mengetahui tanda vital
anak berada dalam batas normal atau tidak. Pemeriksaan selanjutnya adalah
pemeriksaan umum. Ini merupakan pemeriksaan yang sama dilakukan pada orang
dewasa yaitu inspeksi, dimana anak dilihat keadaan umumnya; inspeksi, yaitu meraba
dengan telapak tangan dan jari-jari tangan, dari situ dapat ditentukan bentuk, besar,
tepi, permukaan dna konsistensi organ; perkusi, yaitu mengetuk dengan jari II atau III
yang diletakkan lurus di bagian tubuh, untuk menentukan batas suatu organ atau
batas-batas massa abnormal dalam rongga abdomen; terakhir adalah auskultasi; yaitu
mendengar menggunakan alat stetoskop.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan antropometri. Antropometri merupakan
pengukuruan dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbgai tingkat umur dan
tingkat gizi.2 Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan
fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.3

Pengukuran Berat Badan


Berat badan merupakan indicator untuk keadaan gizi anak. Gangguan ada
berat badan biasanya menggambarkan gangguan yang bersifat perubahan akut/jangka
pendek. Untuk pengukuran berat badan biasanya digunankan ada timbangan biasa dan
untuk anak adalah dacing. 3

2
Gambar 1. Timbangan biasa dan dacing

Pengukuran Tinggi Badan /Panjang Badan


Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi tidak seperti berat badan dan relative kurang
sensitive terhadapa masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek. Untuk orang
dewasa atau anak yang sudah bisa berdiri sendiri dengan microtoise atau stadiometer.
Dan untuk anak yang belum bisa berdiri atau bayi dapat menggunakan infantometer.4

Gambar 2. Infatometer dan microtois

Pengukuran Lingkar Kepala dan Lingkar Dada


Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara
praktik, yang biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau
peningkatan ukuran kepala. Ukuran otak meningkat secara cepat pada tahun pertama,
tetapi besar lingkar kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan gizi, karena

3
ukuran otak, lapisan tulang kepala, dan tengkorak dapat bervariasi sesuai dengan
keadaan gizi. 3

Gambar 3. Mengukur lingkar kepala dan lingkar dada


Lingkar dada biasanya dilakukan pada anak yang berumur 2 sampai 3 tahun,
karena rasio lingkar kepala dan lingkar dada sama pada umur 6 bulan. Setelah umur
ini, tulang tengkorak tumbuh secara lambat dan pertumbuhan dada lebih cepat.3
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara
praktis, yang biasanya untuk memeriksa keadaan pathologi dari besarnya kepala atau
peningkatan ukuran kepala. Contoh yang sering digunakan adalah kepala besar
(Hidrosefalus) dan kepala kecil (Mikrosefalus). Ukuran otak meningkat pesat pada
tahun pertama, sehingga saat itu lingkar kepala menggambarkan usia daripada status
gizi. Rasio lingkar dada dan lingkar kepala dapat dipakai untuk mendeteksi
Kekurangan Kalori Protein (KKP) pada usia 6 bulan sampai 5 tahun. Pada anak
dengan status gizi baik, sampai usia 6 bulan lingkar kepala sama dengan lingkar dada.
Pada anak KKP dada tidak tumbuh dengan baik, mungkin karena pertumbuhan otot
dada kurang baik, sehingga lingkar kepala lebih besar dari lingkar dada walaupun
anak berusia lebih dari 6 bulan (ratio lingkar kepala/lingkar dada >1).5

Imunisasi
Dasar-Dasar Imunisasi
Manusia dalam kehidupannya tidak akan luput dari paparan berbagai penyakit.
Agen-agen infeksi dan hal-hal yang dapat membahayakan kehidupan, banyak sekali
tersebar dalam lingkungan hidup manusia. Dalam sejarah, sejak berabad-abad yang
lalu, manusia telah berusaha menimbulkan kekebalan tubuhnya terhadap penyakit

4
atau ancaman dari luar, contohnya di Abad ke 7, orang India mencoba meminum bisa
ular supaya tubuhnya kebal terhadap gigitan ular. Upaya yang lebih ilmiah dimulai
oleh Edward Jenner, dengan mengembangkan vaksin cacar pada tahun 1877. Jenner
mengembangkan vaksin cacar atau smallpox dari bahan cacar sapi atau cowpox
berdasar penelitiannya.
Tubuh manusia sebenarnya telah mempunyai sistem kekebalan sebagai
mekanisme pertahanan dalam mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksi.
Mekanisme pertahanan ini terdiri dari dua kelompok fungsional, yaitu pertahanan non
spesifik dan spesifik yang saling bekerja sama. Pertahanan non spesifik diantaranya
adalah kulit dan membran mukosa, sel- sel fagosit, komplemen, lisozim, interferon,
dan berbagai faktor humoral lain. Pertahanan non spesifik berperan sebagai garis
pertahanan pertama. Semua pertahanan ini merupakan bawaan (innate) artinya
pertahanan tersebut secara alamiah ada dan tidak adanya dipengaruhi secara instriksik
oleh kontak dengan agen infeksi sebelumnya. Mekanisme pertahanan spesifik
meliputi sistem produksi antibodi oleh sel B dan sistem imunitas seluler oleh sel T.
Sistem pertahanan ini bersifat adaptif dan didapat, yaitu menghasilkan reaksi spesifik
pada setiap agen infeksi yang dikenali karena telah terjadi pemaparan terhadap
mikroba atau determinan antigenik tersebut sebelumnya. Sistem pertahanan ini sangat
efektif dalam memberantas infeksi serta mengingat agen infeksi tertentu sehingga
dapat mencegah terjadinya penyakit di kemudian hari. Hal inilah yang menjadi dasar
imunisasi
Saat ini banyak penyakit telah dapat dicegah dengan imunisasi. Misalnya
vaksin Baccillus Calmete-Guerin (BCG) untuk mencegah penyakit tuberculosis,
Toksoid Diphteri untuk mencegah penyakit difteri, Vaksin pertusis untuk mencegah
penyakit pertusis, toksoid tetanus untuk mencegah penyakit tetanus, vaksin
hemophilus influenza untuk mencegah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh
kuman haemophyllus influenza, dll. 6

Imunisasi
Imunitas ada dua yaitu imunitas pasif dan imunitas aktif. Imunitas pasif dibagi
dua secara alami dan buatan. Imunitas pasif secara alami artinya antibody terhadap
penyakit didapat secara pasif dan alamiah misalnya melalui plasenta sedangkan
imunitas pasif secara buatan artinya antibody diinjeksikan untuk memberikan
kekebalan tanpa menstimulasi respons imun. Imunitas aktif juga dibagi dua secara

5
alami dan buatan. Imunitas aktif secara alami artinya sistem kekebalan membuat
antibody setelah terpajan penyakit dan aktif secara buatan artinya diberikan atau
diinjeksikan secara medis substansi yang menstiulasi respons imun melawan penyakit
tertentu.7
Imunisasi memiliki tiga jenis yaitu; (a)Kuman hidup yang dilemahkan;kuman
pathogen diberikan zat-zat kimia atau panas untuk mengurangi virulensinya, tetapi
tidak membunuh organisme tersebut. Contoh dari imunisasi ini antara lain vaksin
campak, rubella (MMR), dan vaksin virus polio oral. (b)Kuman terinaktivasi; Toksoid
misalnya tetanus,difteri merupakan bakteri eksotoksin yang telah dilumpuhkan
dengan formalin atau panas sehingga membentuk agens nontoksik (terinaktivasi),
tetapi masih tetap antigen. Vaksin jenis imunisasi ini untuk menghasilkan kekebalan.
(c)Imunoglobin; Imunoglobin(IG) merupakan larutan yang mengandung antibody dari
kumpulan besar plasma darah manusia. Imunoglobin terutama digunakan untuk
mempertahankan kekebaan individu yang mengalami defisiensi imun dan untuk
imunisasi pasif melawan campak dan hepatitis A. Contoh vaksin jenis imunisasi ini
adalah vaksin varisella, hepatitis B, dan tetanus.7

Jenis-Jenis Vaksin
Vaksin berasal dari bahasa inggris yaitu vaccine dan bahasa latin yaitu
vaccinum, yang artinya suspense bibit penyakit yang hidup, tetapi telah dilemahkan
atau dimatikan untuk menimbulkan kekebalan.8 Vaksin dapat dikemas dalam bentuk
tunggal maupun kombinasi. Contoh kemasan vaksin tunggal: BCG, Polio, Hepatitis
B, Hib, campak. Contoh kemasan vaksin kombinasi: DPT (Diptheri, Pertusis,
Tetanus), MMR( campak, gondong, campak jerman), tetravaccine (kombinasi DPT
dan polio suntik).6
Berikut adalah jenis-jenis vaksin yang wajib diberikan:

Vaksin BCG (Bacillius Calmette Guerine)


Vaksin BCG adalah vaksin berbentuk beku kering yang mengandung
mycobacterium bovis hidup yang sudah dilemahkan.9 Vaksin BCG diberikan untuk
pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosa atau untuk mencegah penyakit TBC.
Vaksin BCG dianjurkan agar diberikan kepada bayi saat berusia 1-3 bulan, apabila
diberikan pada anak usia diatas 3 bulan maka dianjurkan untuk uji sensitivitas
terhadap mikobakteria, atau uji tuberculin dulu (mantoux test). Apabila hasilnya

6
positif terinfeksi sebelum imunisasi, maka pembentukan antibody setelah diimunisasi
kurang maksimal.
Bayi yang baru lahir tidak memiliki kekebalan terhadap penyakit TBC, untuk
itulah sangat penting bagi para ibu agar memberikan imunisasi BCG pada bayinya.
Imunisasi BCG cukup dilakukan satu kali saja. Karena imunisasi ini berisi kuman
hidup yang membuat antibodi yang dihasilkan cukup tinggi.10

Dosis dan cara pemberian vaksin BCG:


• Sebelum disuntikan vaksin BCG dilarutkan terlebih dahulu dengan 4 ml NaCl
0,9% dengan menggunakan alat suntik steril.
• Dosis pemberiannya yaitu 0,05 ml, sebanyak satu kali untuk bayi usia ≤1
tahun.
• Disuntikkan secara intracutan didaerah lengan kanan atas (insertion musculus
deltoideus), dengan menggunakan alat suntik dosis tunggal yang steril.
• Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 3 jam.
Vaksin BCG tidak diberikan pada mereka yang sedang menderita penyakit TBC
atau uji mantoux positif selain itu juga tidak boleh diberikan bila adanya penyakit
kulit berat/menahun Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum
seperti demam 1-2 minggu, kemudian akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat
suntikan yang akan berubah menjadi pustule, kemudian pecah dan menjadi ulkus
(bisul kecil yang bernanh dan menimbulkan luka parut). Luka ini tidak perlu
pengobatan karena akan sembuh dengan sendirinya.6,10

Vaksin DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus)


Di Indonesia ada 3 jenis kemasan: kemasan tunggal khusu tetanus, kombinasi
DT( Diptheri Tetanus) dan kombinasi DPT. Vaksin diphteri terbuat dari toxin kuman
diphteri yang dilemahkan(toksoid), biasanya diolah dan dikemas bersama-sama
dengan vaksin tetanus dalam bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan
pertussis dalam bentuk vaksin DPT. 6
Vaksin ini diberikan 2-3 kali, sejak bayi berumur 2 bulan dengan jarak waktu
antara 2 penyuntikan 2-6 minggu. ara pemberian imunisasi DPT adalah melalui
injeksi intramuskular. Suntikan diberikan pada paha tengah luar atau subkutan dalam
dengan dosis 0,5 ml. Pemberian vaksin DPT dilakukan tiga kali mulai bayi umur 2
bulan sampai 11 bulan dengan interval 4 minggu. Imunisasi ini diberikan 3 kali

7
karena pemberian pertama antibodi dalam tubuh masih sangat rendah, pemberian
kedua mulai meningkat dan pemberian ketiga diperoleh cukupan antibodi. Daya
proteksi vaksin difteri cukup baik yiatu sebesar 80-90%, daya proteksi vaksin tetanus
90-95% akan tetapi daya proteksi vaksin pertusis masih rendah yaitu 50-60%, oleh
karena itu, anak-anak masih berkemungkinan untuk terinfeksi batuk seratus hari atau
pertusis, tetapi lebih ringan.11
Vaksin DPT tidak boleh diberikan kepada anak yang sakit parah, anak yang
menderita penyakit kejang demam kompleks, anak yang diduga menderita batuk rejan
atau anak yang menderita penyakit gangguan kekebalan. Pemberian vaksin DPT
memberikan efek samping ringan dan berat, efek ringan seperti terjadi pembengkakan
dan nyeri pada tempat penyuntikan dan demam, sedangkan efek berat bayi menangis
hebat kerana kesakitan selama kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi
kejang, ensefalopati, dan syok.11

Vaksin Polio
Terdapat 2 jenis vaksin dalam peredaran, yang masing-masing mengandung
virus polio tipe I, II dan III; yaitu (1) vaksin yang mengandung virus polio yang sudah
dimatikan (salk), biasa diberikan dengan cara injeksi, (2) vaksin yang mengandung
virus polio yang hidup tapi dilemahkan (sabin), cara pemberian per oral dalam bentuk
pil atau cairan (OPV) lebih banyak dipakai di Indonesia.6
Vaksin polio diberikan 4 kali (polio I, II, III dan IV) dengan interval tidak
kurang dari 4 minggu. Imunisasi ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio
IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12
tahun). Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak
2 tetes (0,1 ml) langsung kemulut anak atau dengan atau dengan menggunakan
sendok yang berisi air gula. Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes
(dropper) yang baru.11
Vaksin polio hampir tidak memiliki efek samping. Bila ada efek samping maka
berupa kelumpuhan anggota gerak seperti polio sebenarnya. Pemberian imunisasi
polio tidak boleh dilakukan pada orang yang menderita defisiensi imunitas. Tidak ada
efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang
sakit. Namun, jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulang
dapat diberikan setelah sembuh.6

8
Vaksin MMR (Measles, Mumps, Rubella)
Vaksin MMR merupakan vaksin kombinasi yang terbuat dari mikroorganisme
yang dilemah- kan (live attenuated), sehingga diharapkan reaksi samping berkurang
dan terjadi pembentukan zat anti yang menyerupai infeksi alamiah.12 Vaksin MMR
memberi perlindungan terhadap campak, gondongan dan campak Jerman. Penyakit ini
dapat menyebar antar manusia melalui udara sehingga bisa dengan mudah terkena
bila berdekatan dengan orang yang sudah mengidapnya.Vaksin ini disuntikkan secara
subkutan sebanyak 2 kali dengan dosis satu kali suntikan adalah 0,5 ml. Vaksin MMR
harus diberikan kepada anak-anak pada usia 12 bulan sampai 15 bulan dan dosis
kedua harus diberikan pada usia 4 tahun sampai 6 tahun.13 Siapapun yang lahir pada
atau sebelum tahun 1966 atau belum menderita infeksi campak atau menerima
vaksinasi MMR harus memastikan bahwa telah menerima dua dosis vaksin MMR
dengan selang waktu sekurang- kurangnya empat minggu.14
Pemberian vaksin MMR juga memiliki efek samping yaitu 1-2 minggu setelah
mengalami imunisasi, mungkin akan timbul ruam kulit. Hal ini terjadi pada sekitar
5% anak-anak yang menerima suntikan MMR.Demam 39,5 0C atau lebih tanpa gejala
lainnya biasa terjadi pada 5- 15% anak yang menerima suntikan MMR. Demam ini
biasanya muncul dalam waktu 1-2 hari. Efek samping tersebut jarang terjadi pada
suntikan MMR kedua. Selain itu pembengkakan kelenjar getah bening dan atau ruam
kulit yang berlangsung selama 1-3 hari, timbul dalam waktu 1-2 minggu setelah
menerima suntikan MMR. Hal ini terjadi pada 14-15% anak yang mendapat suntikan
MMR. Dan efek samping yang berikutnya meskipun jarang, setelah menerima suntikan
MMR, anak-anak yang berumur di bawah 6 tahun biasa mengalami aktifitas kejang
(misalnya keditan). Hal ini biasanya terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah suntikan di
berikan dan biasanya berhubungan dengan demam tinggi.15
Efek samping lainnya adalah bisa terjadinya sakit dan kaku sendi yang sementara
terutama pada remaja atau wanita dewasa (1 diantara 4 kasus). Bisa juga terjadi
penurunan jumlah trombosit sehingga dapat menimbulkan perdarahan. Vaksin MMR
sebaiknya tidak diberikan kepada: anak yang alergi terhadap telur, gelatin atau antibiotic
neomisin, anak yang 3 bulan yang lalu menerima gamma globin, anak yang mengalami
gangguan kekebalan tubuh, dan wanita hamil atau wanita yang 3 bulan kemudian hamil.13

9
Vaksin Hepatitis B
Vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat non-infectious,
yang berasal dari HbsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansanule polymorpha)
menggunakan teknologi DNA rekombinan. Vaksin ini berindikasi untuk pemberian
kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B.16
Vaksin hepatitis B, ditujukan untuk memberi tubuh berkenalan terhadap
penyakit hepatitis B, disebakan oleh virus yang telah mempengaruhi organ liver
(hati). Virus ini akan tinggal selamanya dalam tubuh. Bayi-bayi yang terjangkit virus
hepatitis berisiko terkena kanker hati atau kerusakan pada hati. Virus hepatitis B
ditemukan didalam cairan tubuh orang yang terjangkit termasuk darah, ludah dan air
mani. irus hepatitis B biasanya disebarkan melalui kontak dengan cairan tubuh (darah,
air liur, air mani) penderita penyakit ini, atau dari ibu ke anak pada saat melahirkan.
Kebanyakan anak kecil yang terkena virus hepatitis B akan menjadi ”pembawa
virus”. Ini berarti mereka dapat memberikan penyakit tersebut pada orang lain
walaupun mereka tidak menunjukan gejala apapun. Jika anak terkena hepetitis B dan
menjadi ”pembawa virus”, mereka akan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
terkena penyakit hati dan kanker nantinya dalam hidup.11
Imunisasi aktif dilakukan dengan suntikan 3 kali dengan jarak waktu satu bulan
antara suntikan 1 dan 2, enam bulan antara suntikan 2 dan 3 dengan dosis 0,5 ml.
Suntikan diberikan secara intramuscular. Dosis vaksin Hepatitis B adalah 0.5 mL
untuk anak (0-19 tahun) dan 1 mL untuk dewasa (>20 tahun). Vaksin hepatitis B
dapat diberikan pada ibu hamil dengan aman dan tidak membahayakan janin, bahkan
akan membekali janin dengan kekebalan sampai berumur beberapa bulan setelah
lahir.6
Pemberian vaksin ini sebaiknya tidak diberikan pada orang yang memiliki
riwayat alergi berat atau sedang sakit sedang-berat. Setelah pemberian vaksin ini juga
memberikan efek samping. Efek samping umumnya berupa reaksi local yang ringan
dan bersifat sementara. Kadang dapat timbul demam ringan selama 1-2 hari.17

Vaksin Varicella
Vaksinasi cacar air dapat mencegah penyakit cacar air. Sebagian orang yang
mendapat vaksinasi cacar air tidak akan terkena cacar air. Tapi jika tetap terkena
meskipun telah mendapatkan vaksinasi ini, biasanya kasusnya sangat ringan. Mereka
akan memiliki gelembung cacar air yang lebih sedikit dan lebih tidak mungkin

10
menderita demam, serta akan lebih cepat sembuh. Vaksin ini bila diberikan pada
anak-anak yang belum pernah menderita cacar air harus mendapat 2 dosis vaksinasi
cacar air. Dosis pertama pada usia 12-15 bulan, dosis kedua pada usia 4-6 tahun (bisa
diberikan lebih cepat, jika jaraknya minimal 3 bulan setelah dosis pertama). Untuk
mereka yang berusia 13 tahun ke atas (yang belum pernah menderita cacar air atau
mendapat vaksinasi cacar air) harus mendapat dua dosis minimal dalam jarak waktu
28 hari.
Pemberian vaksin varicella juga memiliki efek samping yaitu rasa sakit atau
bengkak pada bagian yang mendapat suntik, demam, ruam ringan hingga sebulan
setelah vaksinasi. Kadang bisa menyebabkan kejang akibat demam yang ditimbulkan.
Kejang ini biasanya terjadi dalam waktu 5-12 hari. Efek samping lainnya adalah bisa
menyebabkan radang paru-paru, tapi efek samping ini sangat jarang terjadi.
Vaksin varicella tidak boleh diberikan bila orang tersebut memiliki reaksi alergi
yang mengancam nyawa misalnya memiliki reaksi alergi terhadap gelatin/agar-agar,
atau juga terhadap antibiotic neomisin. Vaksin ini juga tidak boleh diberikan pada
seseorang yang sedang sakit ringan/parah, wanita hamil, dan bila seseorang tersebut
menderita HIV/AIDS atau penyakit lainnya yang mempengaruhi sistem kekebalan
tubuh, menderita kanker jenis apapaun, harus berbicara terlebih dahulu dengan dokter
sebelum mendapat vaksinasi. Selain itu seseorang yang baru menjalani transfuse
darah atau mendapat produk darah lainnya harus bertanya pada dokter mengenai
kapan dibolehkan untuk mendapat vaksinasi varicella (vaksinasi cacar air).18

Agar mendapat imunisasi dengan tepat harus dilakukan sesuai jadwal. Berikut
adalah jadwal imunisasi menurut IDAI: 19

11
Gambar 4. Jadwal imunisasi menurtu IDAI tahun 2014

Pencatatan Imunisasi
Pencatatan dan pelaporan dalam manajemen program imunisasi memegang
peranan penting dan sangat menentukan selain menunjang pelayanan imunisasi juga
menjadi dasar untuk membuat perencanaan maupun evaluasi. Perihal penting yang
harus dicatat adalah hasil cakupan imunisasi, stok vaksin serta logistik.
Pelaporan dilakukan oleh setiap unit yang melakukan kegiatan imunisasi
mulai dari puskesmas pembantu, puskesmas, rumah sakit umum, balai imunisasi
swasta, rumah sakit swasta, rumah bersalin swasta kepada pengelola program di
tingkat administrasi yang sesuai. Adapun yang dilaporkan adalah cakupan imunisasi,
stok dan pemakaian vaksin.20

Cara Penyuntikan yang Aman (safety injection)


Safety injection, suatu kondisi dimana: (a)Sasaran imunisasi memperoleh
kekebalan terhadap suatu penyakit dalam rangka menurunkan prevalensi penyakit,
(b)Tidak ada dampak negative berupa kecelakaan atau penularan penyakit pasca
imunisasi pada sasaran maupun petugas, (c)Secara tidak langsung tidak menimbulkan
kecelakaan atau penularan infeksi pada masyarakat dan lingkungan terkait.21
Dalam penyuntikan digunakan semprit sekali pakai. Keuntungan semprit
sekali pakai ini adalah mengeliminasi penyebaran penyakit dari pasien ke pasien juga
menghemat waktu untuk mensterilisasi. Berikut adalah langkah-langkah penggunaan
semprit sekali pakai:21

12
1. Keluarkan semprit dari bungkus plastic
2. Pasang jarum pada sempri bila jarum belum terpasang.
3. Lepaskan tutup jarum tanpa menyentuh jarum
4. Masukkan jarum ke d alam botol vaksin, ujung jarum berada di bawah
permukaan vaksin
5. Tarik piston untuk mengisi semprit. Piston secara otomatis akan berhenti
setelah melewati tanda 0,05/0,5 ml dan terdengar bunyi klik.
6. Tekan/dorong piston hingga isi semprit sesuai dosis 0,05/0,5 ml
7. Lepaskan jarum dari botol, keluarkan sisa gelembung udara pada semprit
8. Lakukan penyuntikan. Setelah penyuntikan piston secara otomatis akan
mengunci dan semprti tidak bisa digunakan.

Prosedur penyuntikan:
1. Menggunakan ADS baru dan steril
2. Memeriksa bungkus ADS, untuk memastikan tidak rusak & belum kedaluarsa
3. Tidak menyentuh jarum
4. Membersihkan kulit dengan kapas yang sudah dibasahi alcohol, tunggu kering
5. Menyuntikkan vaksin sesuai dengan jenis vaksin
6. Tidak memijat-mijat daerah bekas suntikan
7. Jika pendarahan, menekan daerah suntikan dengan kapas kering baru hingga
darah berhenti
8. Membuang ADS bekas pakai langsung ke dalam safety box tanpa melakukan
penutupan kembali jarum suntik

13
Gambar 5. Cara penyuntikan imunisasi (Subkutan, intradermal, dan intramuscular)

Penjelasan terhadap Orang Tua


The Australian National Health and Medical Research Council (NHMRC)
menganjurkan agar setiap kali sebelum imunisasi diberikan penjelasan tertulis di
samping penjelasan lisan. Pada imunisasi perorangan orangtua diberi daftar isian
(kuesioner) dan keterangan tertulis tentang perbandingan risiko imunisasi dan bahaya
penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin tersebut untuk dibaca dan didiskusikan
dengan dokter. Tidak ada keharusan untuk mendapatkan persetujuan tertulis dari
orangtua, cukup dicatat di dalam catatan medik bahwa orangtua telah diberikan
penjelasan. Namun beberapa klinik meminta persetujuan tertulis. Imunisasi masal (di
sekolah) dilakukan setelah ada persetujuan tertulis dari orangtua. Namun jika
orangtua hadir dibutuhkan persetujuan lisan dari orangtua. Namun jika orangtua hadir
dibutuhkan persetujuan lisan dari orangtua walaupun telah ada persetujuan tertulis
pada imunisasi sebelumnya.
Sejalan dengan peningkatan pendidikan dan pengetahuan masyarakat serta
kesadaran konsumen tentang hak-haknya, dihimbau sebelum melakukan imunisasi
sebaiknya memberikan penjelasan bahwa imunisasi berguna untuk melindungi anak
terhadap bahaya penyakit mempunyai manfaat lebih besar dibandingkan dengan
risiko kejadian ikutan yang dapat ditimbulkannya. Cara penyampaian dan isi
informasi disesuaikan dengan tingkat pendidikan serta kondisi dan situasi pasien.22

Kontraindikasi
Ada tiga kontraindikasi imunisasi yaitu: (a) Anafilaksis atau reaksi
hipersensitivitas yang hebat merupakan kontraindikasi mutlak terhadap dosis vaksin
berikutnya. Riwayat kejang demam dan panas >380C. (b) Jangan berikan vaksin BCG
kepada bayi yang menunjukkan tanda-tanda dan gejala AIDS, sedangkan vaksin
lainnya sebaiknya diberikan. (c) Jika orang tua berkeberatan terhadap pemberian
imunisasi kepada bayi yang sakit, jangan berikan imunisasi. Mintalah ibu untuk
kembali lagi jika bayinya sudah sehat.21

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)


KIPI adalah suatu kejadian sakit yang terjadi setelah menerima imunisasi yang
diduga disebabkan oleh imunisasi. Untuk mengetahui hubungan antara pemberian

14
imunisasi dengan KIPI diperlukan laporan dan pencatatan terjadi semua reaksi yang
tidak diinginkan yang timbul setelah pemberian imunisasi. Tapi tidak semua kejadian
KIPI diduga itu benar. Sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya dengan
imunisasi. Berikut adalah klarifikasi penyebab KIP karena:23
1. Induksi vaksin
Terjadinya KIPI disebabkan oleh karena faktor intrinsic vaksin terhadap
individual resipien. Misalnya, seorang anak menderita poliomyelitis setelah
mendapat vaksin polio oral.
2. Provokasi vaksin
Gejala klinis yang timbul dapat terjadi kapan saja, saat ini terjadi oleh karena
provokasi vaksin. Contoh: kejang demam pasca imunisasi yang terjadi pada
anak yang mempunyai predisposisi kejang.
3. Kesalahan (pelaksanaan) program
Gejala KIPI timbul sebagai akibat kesalahan pada teknik pembuatan dan
pengadaan vaksin atau teknik cara pemberian. Contoh: terjadi indurasi pada
bekas suntikan disebabkan vaksin yang seharusnya diberikan secra
intramuscular diberikan secara subkutan.
4. Koinsidensi
KIPI terjadi bersamaan dengan gejala penyakit lain yang sedang diderita.
Contoh: bayi yang menderita penyakit jantung bawaan mendadak sianosis
setelah diimunisasi.

Untuk memperkecil terjadinya KIPI, harus senantiasa diupayakan peningkatan


ketelitian, pada pemberian imunisasi selama program imunisasi dilaksanakan.
Gejalal klinis KIPI dapat dibagi menjadi gejala local dan sistemik serta reaksi
lainnya, dapat timbul secara cepat maupun lambat. Pada umumnya, makin cepat KIPI
terjadi makin berat gejalanya. Standar keamanan suatu vaksin dituntut lebih tinggi
daripada obat-obatan. Hal ini disebabkan oleh karena pada umumnya produk farmasi
diperuntukkan orang sakit sedangkan vaksin untuk orang sehat terutama bayi.
Akibatnya, toleransi terhadap efek samping vaksin harus lebih kecil daripada obat-
obatan untuk orang sakit. Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa
efek samping, maka apabila seorang anak telah mendapat imunisasi perlu diobservasi
beberapa saat, sehingga dipastikan bahwa tidak terjadi KIPI (reaksi cepat). Berapa
lama observasi perlu dilakukan sebenarnya sulit ditentukan, tetapi pada umumnya

15
setelah pemberian setiap jenis imunisasi harus dilakukan observasi paling sedikit
selama 15 menit.23

Gambar 6. Gejala klinis KIPI

Untuk menentukan penyebab KIPI diperlukan keterangan rinci mengenai


riwayat pemberian vaksin terdahulu, adakah ditemukan alternatif penyebab,
kerentanan individu terhadap vaksin, kapan KIPI terjadi (tanggal, hari, jam),
bagaimana gejala yang timbul, berapa lama interval waktu sejak diberi vaksin sampai
timbul gejala, apakah dilakukan pemeriksaan fisis serta ditunjang dengan
pemeriksaan laboratorium, serta pengobatan apa yang telah diberikan. Dari data yang
tersedia kemudiandiperlukan analisis kasus untuk mengambil kesimpulan.23

Penutup
Imunisasi sebagai upaya pencegahan penyakit infeksi yang paling efektif
untuk meningkatkan mutu kesehatan masyarakat akan diikuti dengan pemakaian
vaksin dalam dosis besar. Dan sebaiknya sebelum kegiatan imunisasi dimulai
sebaiknya berikan terlebih dahulu penjelasan terhadap orang tua dan cara
penyampaian dan isi informasi disesuaikan dengan tingkat pendidikan serta kondisi
dan situasi pasien. Seiring dengan penggunaan vaksin secara masal, kejadian ikutan
pasca imunisasi akan semakin kerap dijumpai. Sehingga tetap selalu diperlukan

16
kewaspadaan dan ketelitian dalam melaksanakan imunisasi akan mengurangi KIPI
yang terjadi.

Daftar Pustaka
1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pedoman rekam medis
berorientasi masalah. Diunduh dari
http://kurfak2005.fk.ui.ac.id/Catatan_Medik_Berorientasi_Masalah_2009.pdf,
30 Desember 2014
2. Genis GW. Obesitas pada anak.Jakarta:EGC;2009.h.32
3. Suhardji. Penilaian status gizi. Diunduh dari
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1kedokteran/207311073/BAB%20II.pdf,
30 Desember 2014
4. Rismayanthi.Bahan ajar status gizi. Diunduh dari
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Cerika%20Rismayanthi,%2
0S.Or./STATUS%20GIZI(1).pdf, 30 Desember 2014
5. Sirajuddin, Saifuddin. 2011. Penuntun Praktikum Penilaian Status Gizi Secara
Biokimia dan Antropometri. Makassar: Universitas Hasanuddin.
6. Probandari N, Handayani S, Laksono NJ. Keterampilan
imunisasi.2013.Diunduh dari
http://fk.uns.ac.id/static/filebagian/Imunisasi.pdf, 31 Desember 2014
7. Muscari ME. Keperawatan pediatric.Jakarta:EGC;2005.h.172
8. Ramali MA. Penggunaan vaksin meningitis. Diunduh dari
http://digilib.unpas.ac.id/files/disk1/12/jbptunpaspp-gdl-yanuarekar-570-2-
bab2rev.pdf, 31 Desember 2014
9. Unknown. Vaksin BCG(beku kering). Diunduh dari
http://www.biofarma.co.id/?dt_portfolio=bcg-vaccine-freeze-dried, 31
Desember 2014
10. Nursewian.Vaksin BCG pada bayi dan kontraindikasinya. Maret 2013.
Diunduh dari http://buletinkesehatan.com/vaksin-bcg-pada-bayi-dan-
kontraindikasinya/, 31 Desember 2014
11. Unknown.Tinjauan pustaka:imunisasi.Diunduh dari
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/121/jtptunimus-gdl-rokhaelisy-6023-2-
babii.pdf, 31 Desember 2014
12. Souvriyanti E, Hadinegoro SR. Hubungan vaksin measles, mumps, rubella
(MMR) dengan kejadian autism.Juni 2004. Diunduh dari
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/6-1-1.pdf, 1 Januari 2015
13. Indonesian MMR VIS. Vaksinasi MMR yang perlu anda ketahui. 2012.
Diunduh dari http://www.immunize.org/vis/indonesian_mmr.pdf, 1 Januari
2015
14. NSW Health. Lembar fakta penyakit menular:campak. Diunduh dari
http://www.mhcs.health.nsw.gov.au/publicationsandresources/pdf/publication
-pdfs/parenting/8400/doh-8400-ind.pdf, 1 Januari 2015

17
15. Aini S. Gambaran pengetahuan ibu yang mempunyai bayi tentang imunisasi
MMR. 2013. Diunduh dari
http://balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/sarifah.pdf, 1
Januari 2015
16. Unknown.Imunisasi hepatitis b.Diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35630/3/Chapter%20II.pdf, 1
Januari 2015
17. Rachmi F.Hepatitis b.Diunduh dari http://rumahvaksinasi.net/hebatitis-b.html,
1 Januari 2015
18. Departemen Layanan Kesehatan dan Kemanusiaan.Vaksinasi cacar air yang
perlu anda ketahui. Diunduh dari http://www.immunize.org/vis/in_var.pdf, 1
Januari 2015
19. IDAI. Jadwal imunisasi. 22 April 2014. Diunduh dari http://idai.or.id/public-
articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-idai-2014.html, 1 Januari 2015
20. Unknown.Imunisasi. Diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16935/4/Chapter%20II.pdf, 1
Januari 2015
21. Departemen Kesehatan. On the job training imunisasi dasar bagi pelaksana
imunisasi/bidan.Departemen kesehatan republic Indonesia:2009.h.45-9
22. Soedjatmiko. Imunisasi:penjelasan kepada orangtua mengenai imunisasi. 22
Agustus 2013. Diunduh dari http://idai.or.id/public-
articles/klinik/imunisasi/penjelasan-kepada-orangtua-mengenai-
imunisasi.html, 1 Januari 2015
23. Hadinegoro SR. Kejadian ikutan pasca imunisasi. Juni 2009. Diunduh dari
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/2-1-2.pdf, 1 Januari 2015

18
19

Anda mungkin juga menyukai