Anda di halaman 1dari 13

ACARA I

AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM

Oleh
Nama : Setiawan Dwi Sulistio
NIM : A1L111021
Rombongan : A paralel

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2013

1
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ekosistem pertanian / Agroekosistem ( EP ) adalah ekosistem yang proses

pembentukannya ada campur tangan manusia dengan tujuan untuk meningkatkan

produksi pertanian dalam rangka memenuhi kebutuhan tuntutan manusia. Campur

tangan manusia dapat berupa pemberian masukan energy tinggi dan biasanya

mempunyai kecenderungan mengubah keseimbangan alami dan menyebabkan

ekosistem menjadi tidak stabil bila dikelola dengan baik. Contoh masukan energi

tinggi antara lain : Pestisida kimia sintetik, pupuk kimia, benih unggul dll.

Berdasarkan proses pembentukannya, ekosistem dibagi menjadi dua, yaitu

Ekosistem Alami dan Ekosistem Pertanian / Agroekosistem. Ekosistem Alami

merupakan ekosistem yang proses pembentukan dan perkembangannya terjadi

tanpa ada campur tangan manusia, sedangkan Agroekosistem merupakan

ekosistem yang proses pembentukan dan perkembangannya terjadi karena ada

campur tangan manusia.

Agroekosistem berasal dari kata sistem, ekologi dan agro. Sistem adalah

suatu kesatuan himpunan komponen-komponen yang saling berkaitan dan

pengaruh-mempengaruhi sehingga di antaranya terjadi proses yang serasi. Ekologi

adalah ilmu tentang hubungan timbal balik antara organisme dengan

lingkungannya. Sedangkan ekosistem adalah sistem yang terdiri dari komponen

biotic dan abiotik yang terlibat dalam proses bersama (aliran energi dan siklus

nutrisi).

2
Agroekosistem dapat dipandang sebagai sistem ekologi pada lingkungan

pertanian. Agroekosistem kebanyakan dipakai oleh negara atau masyarakat yang

berperadaban agraris. Kata agro atau pertanian menunjukan adanya aktifitas atau

campur tangan masyarakat pertanian terhadap alam atau ekosistem. Istilah

pertanian dapat diberi makna sebagai kegiatan masyarakat yang mengambil

manfaat dari alam atau tanah untuk mendapatkan bahan pangan, energi dan bahan

lain yang dapat digunakan untuk kelangsungan hidupnya (Salikin, 2003). Dalam

mengambil manfaat ini masyarakat dapat mengambil secara langsung dari alam,

ataupun terlebih dahulu mengolah atau memodifikasinya. Jadi suatu

agroekosistem sudah mengandung campur tangan masyarakat yang merubah

keseimbangan alam atau ekosistem untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

Pendekatan agroekosistem berusaha menanggulangi kerusakan lingkungan akibat

penerapan sistem pertanian yang tidak tepat dan pemecahan masalah pertanian

spesifik akibat penggunaan masukan teknologi (Sutanto, 2002).

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui jenis dan fungsi agroekosistem

2. Untuk mengenal komponen ekosistem pertanian

3. Untuk menentukan keputusan pengelolaan agroekosistem

4. Untuk memberi kesempatan praktikan menjadi ahli di lahannya sendiri

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

Agroekosistem atau ekosistem pertanian merupakan suatu kesatuan

lingkungan pertanian yang tersusun dari komponen biotik dan abiotik yang saling

berinteraksi serta manusia dengan sistem sosialnya yang tidak dapat dipisahkan

dengan komponen-komponen tersebut. Pengertian ekosistem pertanian yang

paling sederhana dan mudah dimengerti oleh petani adalah hubungan timbal balik

antara komponen biotik dan abiotik serta manusia pada suatu lingkungan

pertanian (Luckman, 1982).

Analisis agroekosistem merupakan kegiatan terpenting dalam pengelolaan

hama dan penyakit terpadu, kegiatan ini dapat dianggap sebagai teknik

pengamatan terhadap hal yang mendasari petani dalam membuat keputusan-

keputusan pengelolaan lahan pertaniannya (Mangan, 2002).

Ekosistem pertanian merupakan ekosistem yang lebih sederhana dan kurang

stabil bila dibandingkan dengan ekosistem alami. Oleh karena itu ekosistem

pertanian rawan terhadap letusan hama. Kestabilan ekosistem tidak hanya

ditentukan oleh diversitas struktur tetapi oleh sifat-sifat dari komponen ekosistem.

Apabila interaksi antarkomponen ekosistem dapat dimengerti dan dapat dikelola

secara tepat maka kesatabilan ekosistem dapat diusahakan.

Pengalaman serta pengetahuan individu dalam pelaksanaan konsep PHT

merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan konsep PHT.

Pengalaman dan pengetahuan, serta kecepatan seseorang dalam pengambilan

keputusan dapat menentukan sebuah pilihan berdasarkan realita yang ada.

4
Unsur penyusun ekosistem pertanian dan interaksinya selalu berubah sesuai

dengan besarnya faktor yang mempengaruhi menurut waktu dan tempat. Faktor

tersebut antara lain : tindakan manusia, iklim, air, serangga penyerbuk, inang

alternatife, gulma, dan musuh alami. Setiap unsure dalam EP memiliki peran dan

sifat khusus yang dapat memperbanyak tingkat pertumbuhan dan penyebaran

populasi setiap organism yang ada dalam ekosistem tersebut. Perubahan tersebut

dapat diketahui melalui pemantauan agroeosistem secara teratur sehingga dapat

dilakukan analisis agroekosistem yang bertujuan untuk mengatasi persoalan yang

terjadi karena perubahan ekologi.

Analisis agroekosistem merupakan salah satu kegiatan terpenting dalam

pengelolaan hama terpadu. Kegiatan AES dapat dianggap sebagai teknik

pengamatan terhadap hal yang mendasari petani dalam membuat keputusan

tentang pengelolaan lahan / kebunnya. Keputusan pengelolaan tersebut misalnya

kegiatan sanitasi, pemangkasan , pemupukan, teknik pengendalian. Kegiatan

AAES mengharuskan melakukan sejumlah pengamatan sejumlah faktor sebelum

membuat keputusan perlindungan tanaman. Faktor tersebut antara lain :

1. Hama

2. Penyakit

3. Musuh alami

4. Serangga netral

5. Cuaca

6. Air

7. kondisi kebun dan gulma

5
III. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

Bahan dan alat meliputi : pertanaman hortikultura (cabai), jaring serangga,

kantong plastik, gunting tanaman, kertas plano dan alat tulis.

B. Prosedur Kerja

1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil sesuai dengan pembagian dalam

setiap rombongan.

2. Persiapan bahan dan alat.

3. Penugasan mahasiswa ke lapang untuk mengamati komponen

agroekosistem yang meliputi agroekosistem tanaman hortikultura.

4. Gambar keadaan umum agroekosistem yang diamati.

5. Hasil pengamatan ditulis pada kertas plano.

6. Koleksikan serangga/hewan yang bertindak sebagai hama dan musuh

alami, juga tanaman/bagian tanaman yang bergejala sakit.

7. Presentasikan hasil pengamatan.

6
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Hari, tanggal : Kamis, 14 November 2013

Lokasi : Desa Sikapat, Kec. Sumbang, Kab. Banyumas.

Luas : ± 300 m2

Waktu pengamatan : Rabu, 6 November 2013

Metode sampling :

Komponen Keberadaan/keterangan
A. Biotik

- Tanaman pokok Cabai


- Tanaman lain Jagung, Kelapa, Petai cina
- Gulma Teki-tekian
B. Abiotik

- Tanah Tanah sawah yang gembur subur


tidak terlalu liat dan cukup air.
- Cuaca Cerah, sedikit mendung
- Air Air hujan
- Kelembapan Tidak terlau tinggi
C. Sistem pertanaman monokultur
D.
- Kondisi Lahan Menggunakan mulsa dan ajir
- Keadaan Naungan Tidak ternaungi
- Sistem irigasi Air hujan
- Ketinggian tempat ±600mdpl
- Jenis varietas Cabai plas merah

7
Gambar ekosistem/transek

Gambar Keterangan

Ekosistem

pertanaman cabai

8
B. Pembahasan

Agroekosistem adalah aktivitas pertanian merupakan interaksi antara

manusia dengan lingkungan alam yang memberikan arti bagi ekologi pertanian.

Analisis agroekosistem merupakan hal baru yang dikembangkan untuk

memperbaiki kapasitas kita dalam melihat persoalan-persoalan yang muncul dari

penerapan berbagai teknologi di bidang pertanian. Khususnya persoalan yang

muncul sejak Revolusi Hijau.

Ada 2 faktor yang mempengaruhi agroekosistem yaitu faktor biotik dan

abiotik. Faktor biotik adalah faktor yang hidup yang mempengaruhi didalam suatu

ekosistem. Contoh : jenis tanaman, gulma, dan hewan. Faktor abiotik adalah

faktor yang tidak hidup atau mati yang mempengaruhi didalam suatu ekosistem.

Contohnya: cahaya matahari, air, tanah, suhu, batu, udara atau oksigen, dll.

Konsep dari agroekosistem yaitu :

1. Terjadi interaksi antara komponen pertanian.

2. Interaksi normal terjadi keseimbangan.

3. Timbul masalah bila tak seimbang interaksinya

(homeostasis) terganggu.

Analisis Agroekosistem (AAES) merupakan salah satu kegiatan terpenting

(inti) dalam Pengelolaan Hama Terpadu (PHT). Kegiatan AAES dapat dianggap

sebagai teknik pengamatan terhadap hal yang mendasari petani dalam membuat

keputusan tentang pengelolaan lahan atau kebunnya. Keputusan pengelolaan

tersebut misalnya kegiatan sanitasi, pemangkasan, pemupukan, teknik

pengendalian (mekanis, fisis, budidaya, penyemprotan pestisida dll). Kegiatan

9
AAES dapat mengantarkan petani atau praktikkan atau menjadi ahli di lahan atau

kebunnya sendiri karena setiap minggu harus melakukan observasi langsung

secara teratur dan disiplin. Kegiatan AAES mengharuskan melakukan

pengamatanm sejumlah faktor sebelum membuat keputusan perlindungan

tanaman. Faktor tersebut antara lain a) hama (b) penyakit (c) musuh alami (d)

serangga netral (e) cuaca (f) air (g) kondisi kebun / lahan (h) gulma.

Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae).

Famili tumbuhan ini diduga memiliki sekitar 90 genus dan sekitar 2000 spesies

yang terdiri atas tumbuhan herba, semak, dan tumbuhan kerdil lainnya. Genus

cabai (Capsicum) mencakup sekitar 20 spesies yang sebagian besarnya tumbuh di

tempat asalnya, yaitu Amerika. Beberapa spesies yang sudah umum antara lain

cabai besar (C. annuum), cabai rawit (C. frustescens), C. baccatum, C. pubescens,

dan C. chinense (Siemonsma & Piluek 1994).

Ciri-ciri umum cabai adalah memiliki batang yang tegak dengan batang

berkayu dan jumlah cabang banyak. Daun cabai umumnya berwarna hijau muda

sampai hijau gelap bergantung pada varietasnya. Bentuk daun cabai umumnya

bulat telur, lonjong, dan oval dengan ujung meruncing, tergantung jenis dan

varietasnya. Bunga cabai berbentuk seperti terompet, terdiri atas kelopak bunga,

mahkota bunga, benang sari, dan putik. Posisi bunga menggantung dengan warna

mahkota putih. Bunga cabai merupakan bunga berkelamin dua karena benang sari

dan putik terdapat dalam satu tangkai. Buah cabai memiliki bentuk dan ukuran

yang berbeda-beda tergantung jenis dan varietasnya (Wiryanta 2002).

10
Pengamatan dilakukan yaitu dengan mengamati agroekosistem pada

tanaman cabai. Pengamatan dilakukan pada hari Rabu, 6 November 2013 sekitar

pukul 08.00-11.00 wib, berlokasi di Desa Sikapat Kecamatan Sumbang. Pada

agroekosistem yang diamati ,sistem pertanaman yang digunakan adalah

monokultur. Kondisi agroekosistem baik dengan Tanah sawah yang gembur subur

tidak terlalu liat dan cukup air dengan sumber air atau irigasi dari air hujan atau

tadah hujan dan kelembaban tidak terlau tinggi. Pada saat pengamatan cuaca saat

itu cerah, sedikit mendung.

Kondisi lahan pertanaman digunakan mulsa dan ajir dan tidak ternaungi.

Terdapat tanaman lain disekitar pertanaman yaitu tanaman jagung, kelapa dan

petai cina. Hama yang ditemukan pada pertanaman cabai yaitu ulat grayak dan

hama thrips. Sedangkan, penyakitnya yaitu virus Gemini dan busuk buah. Tidak

banyak musuh alaminya yakni yang kami amati hanya terdapat burung saja.

Serangga netralnya hanya didapatkan semut dan lebahn sedangkan gulmanya

hanya ditemukan sebangsa teki-tekian.

11
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Agroekosistem merupakan sekelompok wilayah yang keadaan fisik

lingkungannya hampir sama dimana keragaan tanaman dan hewan dapat

diharapkan tidak akan berbeda nyata.

2. Agroekosistem tersusun oleh komponen hidup (biotik) dan tak hidup

(abiotik) yang saling berinteraksi dan manusia dengan sistem sosialnya

merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dengan komponen

tersebut.

3. Dalam suatu agroekosistem perlu dilakukan pengelolaan yang baik dan

benar agar mendapatkan keuntungan dan setiap tanaman memiliki agro

ekosistem yang berbeda-beda.

4. Analisis agroekosistem (AAES) merupakan salah satu kegiatan yang

sangat terpenting dalam pengelolaan hama terpadu (PHT).

B. Saran

Saat melakukan analisis agroekosistem, sebaiknya dipilih

agroekosistem yang benar-benar tepat agar diperoleh hasil data

pengamatan yang tepat pula, dan juga hindari manipulasi data agar data

yang diperoleh ialah benar-benar akurat.

12
DAFTAR PUSTAKA

Mangan, J. 2002. Pedoman SL-PHT Untuk Pemandu. Proyek PHT-PR/IPM-

SECP. Jakarta . 21 hal

Metcalf, R. L. and W. H. Luckman. 1982. Intruduction to Pest Management.

Wiley Intersci Publish Moustiuer John of Metz Wiley and Sons, New York.

Salikin A, Karwan. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius, Yogyakarta.

Siemonsma JS, Piluek K. 1994. Capsicum L. Plant Resources of South East Asia

8 (Vegetables). Bogor: PROSEA.

Sutanto, S. 2002. Pertanian Organik. Menuju Pertanian Alternatif dan

Berkelanjutan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Wiryanta, BT. 2002. Bertanam Cabai pada Musim Hujan. Tangerang: Agro

Media Pustaka.

13

Anda mungkin juga menyukai