Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Prins (1976) Izin(vegunning) adalah keputusan administrasi Negara berupa peraturan
tidak umumnya melarang suatu perbuatan tapi masih juga memperkenankan asal saja diadakan
Menurut Pasal 1 ayat (8) Pergub Lampung No. 15 Tahun 2011 Perizinan adalah proses
pemberian legalitas kepada seseorang atau badan hukum tertentu dalam bentuk izin.
Izin menurut Bagir Manan yaitu merupakan persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan
perundang-undangan untuk memperuraikan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum
dilarang.
Izin khusus yaitu persetujuan dimana disini terlihat adanya kombinasi antara hukum publik
dengan hukum privat, dengan kata lain izin khusus adalah penyimpamgan dari sesuatu yang
1. Dispensi adalah merupakan penetapan yang bersifat deklaratoir, menyatakan bahwa suatu
perundang-undangan tidak berlaku bagi kasus sebagaimana diajukan oleh seorang pemohon.
2. Linsesi adalah izin untuk melakukan suatu yang bersifat komersial serta mendatangkan laba
dan keuntungan.
3. Konsesi adalah suatu penetapan administrasi negara yang secara yuridis dan kompleks, oleh
tidak mudah diberikan oleh karena banyak bahaya penyelundupan, kekayaan bumi dan
menimbulkan masalah pilitik dan sosial yang cukup rumit, oleh karena perusahaan pemegang
konsesi dapat membuat jaringan jalan, listrik dan telepon, membentuk barisan keamanan,
ayat (2) Permendagri No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman PPTSP yang mencakup :
1. pelayanan atas permohonan perizinan dan non perizinan dilakukan oleh PPTSP;
2. percepatan waktu proses penyelesaian pelayanan tidak melebihi standar waktu yang telah
3. kepastian biaya pelayanan tidak melebihi dari ketentuan yang telah ditetapkan dalam Perda;
4. kejelasan prosedur pelayanan dapat ditelusuri dan diketahui setiap tahapan proses pemberian
5. mengurangi berkas kelengkapan permohonan perizinan yang sama untuk dua atau lebih
permohonan perizinan;
6. pembebasan biaya perizinan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ingin
penyelenggaraan pelayanan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997:571) pengertian pelayanan adalah merupakan
kemudahan yang diberikan sehubungan dengan proses jual beli barang dan jasa.
Pelayanan pada dasarnya adalah kegiatan yang ditawarkan kepada konsumen atau pelanggan
yang dilayani, yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki. Sejalan dengan hal tersebut,
a. Pelayanan bersifat tidak dapat diraba, pelayanan sangat berlawanan sifatnya dengan barang
jadi.
b. Pelayanan pada kenyataannya terdiri dari tindakan nyata dan merupakan pengaruh yang
c. Kegiatan produksi dan konsumsi dalam pelayanan tidak dapat dipisahkan secara nyata, karena
Karakteristik tersebut dapat menjadi dasar pemberian pelayanan terbaik. Pengertian lebih luas
disampaikan Daviddow dan Uttal (Sutopo dan Suryanto, 2003:9) bahwa pelayanan merupakan
Menurut Adrian Sutedi dalam (2010:2-3) bukunya yang berjudul Hukum Perizinan Dalam
Sektor Pelayanan Publik, Pemberian pelayanan kepada masyarakat merupakan kewajiban utama
bagi pemerintah. Peranan pemerintah dalam proses pemberian pelayanan, adalah bertindak
sebagai katalisator yang mempercepat proses sesuai dengan apa yang seharusnya. Dengan
diperankannya pelayanan sebagai katalisator tentu saja akan menjadi tumpuan organisasi
pemerintah dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Oleh karena itu,
pelayanan yang diberikan oleh pemerintah sebagai penyedia jasa pelayanan kepada masyarakat
sangat ditentukan oleh kinerja pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat terjangkau,
mudah, cepat, dan efisien baik dari sisi waktu maupun pembiayaannya.
Pelayanan publik dalam perkembangannya timbul dari adanya kewajiban sebagai sebuah proses
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan baik yang bersifat individual maupun kelompok. Dalam
pemberian pelayanan tidak boleh tercipta perlakuan yang berbeda, sehingga menimbulkan
diskriminasi pelayanan bagi masyarakat.Selain itu, manajemen pelayanan perlu pula mendapat
pembenahan melalui keterbukaan dan kemudahan prosedur, penetapan tarif yang jelas dan
terjangkau, keprofesionalan aparatur dalam teknik pelayanan, dan tersedianya tempat pengaduan
Dalam kaitan dengan pelayanan perizinan investasi sekarang ini telah dikembangkan suatu
sistem pelayanan yang tujuan utamanya diarahkan pada terciptanya kemudahan pelayanan
perizinan investasi baik asing maupun dalam negeri, dengan tidak mengurangi syarat-syarat yang
Di dalam pelayanan juga terdapat pelayanan prima.Pelayanan Prima adalah pelayanan yang
sangat baik dan atau pelayanan yang terbaik, sesuai dengan standar yang berlaku atau dimiliki
oleh instansi yang memberi pelayanan sehingga mampu memuaskan pihak yang dilayani
Menurut Atep Adya Barata (Dasar-dasar Pelayanan Prima:27) Pelayanan Prima adalah
kemudahan pemenuhan kebutuhan dan mewujudkan kepuasannya, agar mereka selalu loyal
adalah:
a. Pelayanan yang terbaik dari pemerintah kepada pelanggan atau pengguna jasa.
c. Pelayanan prima bila melebihi standar atau sama dengan standar. Sedangkan yang belum ada
standar pelayanan yang terbaik dapat diberikan pelayanan yang mendekati apa yang dianggap
d. Pelanggan adalah masyarakat dalam arti luas; masyarakat eksternal dan internal.
Pasal 1 angka 10 Permendagri No. 24 Tahun 2006 menjelaskan bahwa PTSP adalah kegiatan
penyelenggaraan perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap
Pasal 1 ayat (4) Perpres No. 27 Tahun 2009 tentang PTSP di Bidang Penanaman Modal
menyebutkan bahwa PTSP adalah penyelenggaraan suatu perizinan dan nonperizinan yang
mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki
kewenangan perizinan dan nonperzinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap
permohonan sampai dengan terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.
Pelayanan perizinan dengan sistem terpadu satu pintu (one stop service) ini membuat waktu
pembuatan izin menjadi lebih singkat. Pasalnya, dengan pengurusan administrasi berbasis
teknologi informasi, input data cukup dilakukan sekali. Dengan adanya kelembagaan PTSP,
seluruh perizinan dan nonperizinan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota dapat terlayani
dalam satu lembaga.Harapan yang ingin dicapai adalah mendorong pertumbuhan ekonomi
melalui peningkatan investasi dengan memberikan perhatian yang lebih besar pada peran usaha
dan terjangkau, di samping untuk meningkatkan hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik.
Dalam PTSP di bidang penanaman modal berdasarkan beberapa asas.Pasal 3 ayat (1) UU No. 25
Tahun 2007 tentang penanaman modal yaitu penanaman modal diselenggarakan berdasarkan
1. Kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan
peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam
2. Keterbukaan, yaitu asas yang terbuka atas hak masyarakat untuk memperoleh informasi
yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal.
3. Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4. Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara, yaitu asas perlakuan pelayanan non
negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari Negara asing lainnya.
5. Kebersamaan, yaitu asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersama-
6. Efisiensi berkeadilan, yaitu asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan
mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha mewujudkan iklim usaha yang adil,
dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun untuk masa datang.
8. Berwawasan lingkungan, yaitu asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap
9. Kemandirian, yaitu asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan
potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi
10. Keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, yaitu asas yang berupaya menjaga
Pasal 26 ayat (2)dan (3) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal disebutkan bahwa:
(2) “PTSP dilakukan oleh lembaga atau instansi yang berwenang di bidang penanaman modal
yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang
memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan di tingkat pusat atau lembaga atau instansi
(3) “Ketentuan mengenai tata cara dan pelaksanaan PTSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
2. Keppres No. 29 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka
Pasal 1 angka 4 Perpres No. 27 Tahun 2009 menyebutkan bahwaPTSP adalah penyelenggaraan
suatu perizinan dan nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari
lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses
pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan terbitnya dokumen yang
a. Kepastian Hukum
b. Keterbukaan
c. Akuntabilitas
e. Efisiensi berkeadilan
Pada pasal 3 Perpres No. 27 Tahun 2009 menyebutkan bahwa PTSP di bidang penanaman modal
bertujuan untuk membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas
fiskal dan informasi mengenai penanaman modal, dengan cara mempercepat, menyederhanakan
pelayanan, dan meringankan atau menghilangkan biaya pengurusan perizinan dan Nonperizinan
Pasal 2 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009 menyatakan bahwa Maksud Pedoman Tata
Cara Penanaman Modal adalah sebagai panduan bagi para penyelenggara PTSP di bidang
penanaman modal, serta masyarakat dalam memahami prosedur pengajuan dan proses
Pasal 1 angka 6 Permendagri No. 24 Tahun 2006 menjelaskan bahwa Perangkat Daerah PPTSP
adalah perangkat daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengelola semua bentuk
Pasal 1 angka 11 Permendagri No. 24 Tahun 2006 menjelaskan bahwa PPTSP adalah kegiatan
penyelenggaraan perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap
6. Pergub Lampung No. 15 Tahun 2009 tentang SOP Pelayanan Perizinan dan Nonperizinan
7. Pergub Lampung No. 15 Tahun 2011 tentang Pelimpahan Kewenangan di Bidang Perizinan
Menurut Sunariyah (2003:4): “Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva
yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di
masa-masa yang akan datang.” Dewasa ini banyak negara-negara yang melakukan kebijaksanaan
yang bertujuan untuk meningkatkan investasi baik domestik ataupun modal asing. Hal ini
dilakukan oleh pemerintah sebab kegiatan investasi akan mendorong pula kegiatan ekonomi
suatu negara, penyerapan tenaga kerja, peningkatan output yang dihasilkan, penghematan devisa
Menurut Sadono Sukirno (1997:107) investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau
investasi tidak termasuk bidang yang masih menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Kewenangan Pemerintah Pusat menurut Pasal 10 ayat (3) UU Nomor 32 Tahun 2004 meliputi
kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter, fiskal
nasional dan agama. Ini terlihat jelas di dalam Pasal 176 UU No. 32 Tahun 2004 bahwa
dan/atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau investor yang diatur dalam Perda dengan
huruf n dan Pasal 14 ayat (1) huruf n yang kemudian dijabarkan lagi didalam Pasal 7 ayat (2)
Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten Kota, merupakan urusan
Urusan wajib, sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 7 ayat (1) PP No. 38 Tahun 2007adalah
urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah provinsi dan
pemerintah daerah kabupaten atau kota, berkaitan dengan pelayanan dasar. Jadi, urusan
penanaman modal adalah urusan yang wajib dijalankan oleh pemda. Lebih jauh, Pasal 12 ayat
bahwa urusan pemerintahan wajib yang menjadi kewenangan pemda harus ditetapkan dalam
Perda merupakan kebijakan publik yang menentukan arah kemajuan setiap daerah. Keunggulan
daerah akan sangat ditentukan oleh kualitas kebijakan daerah yang dituangkan dalam perda.
Demikian juga dalam hal meningkatkan daya tarik investasi di derah, sangat diperlukan adanya
dalam bentuk perda maupun bentuk lainnya, tidak boleh menyimpang dari prinsip dasar hukum
terkait hierarki peraturan perundang-undangan.Jadi perlu ada harmonisasi antara perda dengan
1. Sebagai lembaga promosi dan informasi penanaman modal, seperti di jalankan di kebanyakan
kabupaten/kota.
Utara, unit pelayanan terpadu setempat hanya berfungsi sebagai penyedia informasi dan
mengantar pemohon kepada instansi terkait. Demikian juga di Kabupaten Bantul, lembaga
pelayanan terpadu menangani sepenuhnya proses penerbitan izin. Pemohon hanya berurusan
3. Sebagai lembaga yang mempunyai otoritas memberikan izin setelah berkoordinasi dengan
sektor terkait. Pola ini diterapkan di Kota Parepare, Sulawesi Selatan, kantor pelayanan
menerima berkas pemohon, mengoordinasikan dengan dinas terkait, setelah itu menerbitkan
perizinan.
Keberagaman ini dapat dimengerti karena kemampuan setiap daerah untuk menyediakan sarana,
sumber daya manusia, dan teknologi berbeda satu sama lain. Tingkat keberhasilan pembentukan
kelembagaan pelayanan terpadu juga tidak merata. Ada daerah-daerah yang organisasi pelayanan
terpadunya sangat efektif, tetapi ada pula daerah yang tidak dapat terbentuk sama sekali. Bahkan
ada daerah yang telah membentuk unit pelayanan terpadu, namun karena tidak dapat berjalan,
maka unit itu ditutup dan akhirnya kembali pada sistem lama. Sampai bulan September 2007
terdapat 160 kabupaten kota yang telah melaksanakan pelayanan terpadu. (Kompas, 6 September
2007)
Pelaksanaan kebijakan PTSP di daerah masih berpedoman pada Keppres No. 29 tahun 2004
tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka PMAdan PMDN melalui Sistem
Pelayanan Satu Atap dan Permendagri No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman PPTSP. Pemerintah
menggunakan dasar UU dan PP, maka pembuatan kebijakan dan pelaksanaan PTSP menjadi
lebih kuat.