Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK

ENTALPI PELARUTAN

Nama : Rizka Fithriani Safira Sukma


NIM : 131810301049
Kelompok : 5
Asisten : Siti Rofiqoh

LABORATORIUM KIMIA FISIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


Tujuan percobaan ini adalah mengetahui pengaruh temperatur terhadap kelarutan
suatu zat dan menentukan entalpi kelarutannya.

1.2 Latar Belakang

Entalpi adalah istilah dalam termodinamika yang menyatakan jumlah energi internal
dari suatu sistem termodinamika ditambah energi yang digunakan untuk melakukan kerja
pada sebuah materi. Entalpi digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu entalpi pembentukan
standar, entalpi penguraian standar, entalpi pembakaran standar, dan entalpi pelarutan standar.
Entalpi yang berperan disini adalah entalpi pelarutan, yang dimaksud dengan entalpi pelarutan
adalah jumlah kalor yang diperlukan atau dibebaskan untuk melarutkan 1 mol zat pada
keadaan standar.
Proses pelarutan tidaklah selalu bisa melarutkan suatu zat secara keseluruhan.
Terkadang proses pelarutan menyisakan kristal-kristal yang mengendap di bagian bawah
wadah. Kristal yang mengendap tersebut merupakan kristal yang belum larut. Ketika zat yang
ditambahkan ke dalam pelarut ternyata tidak terlarut seluruhnya dan membentuk dua fasa,
maka cara yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan cara pemanasan.
Melalui pemanasan yang dapat diukur temperaturnya, suatu zat yang kurang larut yang
terdapat dalam pelarut akan dapat larut dengan bantuan pemanasan. Di sini dapat dinyatakan
bahwa energi panas yang diberikan dapat berpengaruh terhadap tingkat kelarutan suatu zat.
Besarnya energi panas yang menyertai peristiwa larutnya zat dalam pelarut dengan sejumlah
tertentu dalam termokimia disebut dengan entalpi pelarutan. Panas yang diberikan atau panas
yang dilepaskan dari suatu pelarutan zat dapat diukur menggunakan perubahan temperatur
dan kemudian dapat dihitung perubahan entalpi pelarutan dari zat tersebut.
Termodinamika sangat penting dalam kimia, sebab dengan menggunakan
termodinamika kita dapat menduga apakah suatu reaksi akan berlangsung atau tidak, dan
apabila reaksi itu berlangsung, dapat dicari kondisi yang bagaimana dapat memaksimumkan
produk. Secara umum entalpi pelarutan dapat diartikan sebagai perubahan entalpi pada
peristiwa melarutnya 1 mol suatu zat dalam n mol pelarut (air) atau jika suatu zat yang
dilarutkan (dalam air) yang bisa jadi disertai dengan pembebasan kalor (eksoterm) atau
penyerapan kalor (endoterm).
1.3 Tinjauan Pustaka
1.3.1 Material Safety Data Sheet (MSDS)
a. Akuades

Akuades atau air mempunyai rumus kimia H2O. air tidak bersifat korosif, iritasi,
permeator atupun sensitif untuk mata, kulit atau menelan. Akuades juga tidak berbahaya jika
terhirup. Akuades tidak memiliki efek karsinogenik dan mutagenic. Bahan ini tidak mudah
terbakar ataupun meledak. Akuades merupakan senyawa netral yang memiliki pH 7, tidak
berbau dan tidak berwarna serta tidak berasa. Air mempunyai titik didih 100oC dan
merupakan senyawa yang stabil (Anonim, 2015).

O
H H
water

b. Asam Oksalat

Asam oksalat atau C2O4 biasanya terdapat dalam bentuk hidratnya yaitu C2O4.H2O.
Bahan ini bersifat iritan, permeator dan korosif terhadap kulit dan mata pada konsentrasi yang
tinggi. Bahan ini juga berbahaya jika terkena kulit dan mata secara terus-menerus. Bahan ini
tidak bersifat mutagenic atau karsinogenik. Asam oksalat dapat terbakar pada suhu tinggi dan
dapat meledak jika bersentuhan dengan api. Asam oksalat biasanya berwujud padat, tidak
berbau dan tidak berwarna. Massa molekul relatifnya adalah 90,04 g/mol dengan titik leleh
189,5oC. Bahan ini larut dalam air dingin, dietil eter, alcohol, gliserol dan tidak larut dalam
benzena dan petroleum eter. Penanganan pada kecelakaan dengan kontak kulit atau mata,
segera dibasuh dengan air mengalir selama kurang lebih 15 menit, sedangkan jika tertelan
segera basuh mulut dengan air dan beri minum, untuk korban yang menghirup segera dibawa
ke udara segar (Anonim, 2015).

HO
OH

Gambar Struktur Asam Oksalat

c. NaOH

Natrium hidroksida adalah bahan yang bersifat korosif terhadap jaringan tubuh seperti kulit,
mata dan mulut. NaOH memiliki titik didih sebesar 100oC dan titik leleh sebesar 0oC. NaOH
biasanya berwujud cair, tidak berwarna dan tidak tidak berbau. NaOH merupakan basa kuat
yang pH-nya dapat mencapai 14. NaOH bersifat berlawanan dengan asam, senyawa organic
dan logam. Pertolongan pertama pada kecelakaan menggunakan NaOH sama dengan asam
oksalat. NaOH sebaiknya disimpan ditempat khusus bahan korosif. Tempat penyimpanan
seharusnya kering, dingin dan berventilasi baik. Selain itu, diusahakan tempat selalu tertutup
rapat dan terhindar dari bahan yang tidak cocok dengn NaOH (Anonim, 2015)

d. Indikator Phenolphthalein

Indikator fenolptalein terdiri dari 5% air, 95% etil alcohol dan 1% bubuk fenolptalein. Bahan
ini bersifat iritan dan permeator terhadap kulit, iitan pada mata dan berbahaya jika terhirup.
Indicator fenolptalein dapat terbakar pada 363oC, dan dapat meledak jika terjai kontak dengan
agen oksidasi asam, tapi tidak meledak jika terkena guncangan. Bahan ini berwujud cair, tidak
berwarna pada asam dan berwarna pink atau merah pucat dalam basa. Indicator ini juga tidak
berbau memiliki titik didih 78,5oC dan titik leleh -114,1oC. Bahan ini sangat mudah larut
dalam air panas, air dingin, methanol dan dietil eter, juga larut dalam aseton. Bahan ini
termasuk bahan yang stabil. Indicator ini sangat reaktif dengan agen oksidasi, asam dan alkali.
Indicator ini sebaiknya disimpan dalam area yang khusus. Wadah yang digunakan untuk
menyimpan sebaiknya ditutup dengan rapat dan dikunci sampai akan digunakan, hindari
sumber-sumber kebakaran seperti api dan suhu yang panas. Tempat diusahakan sejuk dan
berventilasi baik (Anonim, 2015).

O
HO O

HO

Gambar struktur Phenolphthalein

1.3.2 Dasar Teori

Termodinamika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan


antara panas dan bentuk energi lain. Pada mulanya perkembangan termodinamika ditujukan
untuk meningkatkan efisiensi motor bakar, namun akhir-akhir ini termodinamika banyak
dipelajari karena adanya krisis energi dunia. Termodinamika sangat penting dalam kimia,
sebab dengan menggunakan termodinamika kita dapat menduga apakah suatu reaksi akan
berlangsung atau tidak, dan apabila reaksi itu berlangsung, dapat dicari kondisi yang
bagaimana dapat memaksimumkan produk. Tetapi termodinamika mempunyai kelemahan
yaitu tidak dapat digunakan untuk mengetahui kecepatan reaksi. Entalpi merupakan besaran
yang relatif mudah untuk diukur. Besaran tersebut diukur dengan menggunakan kalorimeter.
Kalorimeter ini secara sederhana dapat dibuat dari bahan yang mempunyai kapasitas panas
yang rendah (Bird, 1993).
Kelarutan (solubility) adalah jumlah maksimum zat terlarut yang akan larut dalam
sejumlah tertentu pelarut pada suhu tertentu. Dalam konteks kualitatif, ahli kimia membagi
zat-zat sebagai dapat larut, sedikit larut atau takdapat larut. Zat dapat dikatakan dapat larut
jika sebagian besar zat tersebut melarut bila ditambahkan air. Jika tidak, zat tersebut
digambarkan sebagai sedikit larut atau tidak dapat larut. Semua senyawa ionik merupakan
elektrolit kuat, tetapi tapi daya larutnya tidak sama (Chang, 2005).
Pelarut yang kita gunakan dalam hal ini adalah air. Karena air mempunyai sifat khusus.
Salah satu sifatnya adalah mempunyai kemampuan melarutkan berbagai jenis zat. Walaupun
air bukan pelarut yang universal (pelarut yang dapat melarutkan semua zat), tetapi dapat
melarutkan banyak macam senyawa ionik, senyawa organik dan anorganik yang polar dan
bahkan dapat melarutkan senyawa-senyawa yang polaritasnya rendah tetapi berinteraksi
khusus dengan air (Wahyuni, 2013).
Sistem bebas untuk mengubah volumenya terhadap tekanan luar yang tetap, perubahan
energi dalamnya tidak lagi sama dengan energi yang diberikan sebagai kalor. Energi yang
diberikan sebagai kalor diubah menjadi kerja untuk memberikan tekanan balik terhadap
lingkungannya , sehingga dU < dq. Berikut akan ditunjukkan bahwa ada tekanan tetap, kalor
yang diberikan sama dengan peruahan dalam sifat termodinamika yang lain dari sistem, yaitu
entalpi H. Ini dinyatakan dengan

H = U + pV

P adalah tekanan sistem, dan pV sebagian dari definisi H untuk sembarang sistem, dan
tidak terbatas hanya untuk gas sempurna, seperti halnya energi dalam, entalpi hanya
bergantung pada keadaan sistem sekarang, sehingga entalpi merupakan fungsi keadaan.
Seperti juga untuk fungsi keadaan yang manapun, perubahan entalpi antara setiap pasangan
keadaan awal dan keadaan akhir tidak bergantung pada jalanya (Atkins, 1999).
Perubahan entalpi pelarutan adalah kalor yang menyertai proses penambahan sejumlah
tertentu zat terlarut terhadap zat pelarut pada suhu dan tekanan tetap. Terdapat dua macam
entalpi pelarutan yaitu entalpi pelarutan integral dan entalpi pelarutan diferensial. Entalpi
pelarutan integral adalah perubahan entalpi jika satu mol zat terlarut dilarutkan ke dalam n
mol pelarut. Jika pelarut yang digunakan adalah air, maka persamaan reaksi pelarutnya
dituliskan sebagai berikut:
X + n H2O X. nH2O ΔHr = ……..kJ
(Wiryoatmojo, 1998).
Panas yang menyertai reaksi kimia pada pelarutan mol zat solute dalam n mol solvent
pada tekanan dan temperature yang sama adalah panas pelarutan. Hal ini disebabkan adanya
ikatan kimia dari atom-atom. Panas pelarutan dibagi menjadi dua yaitu panas pelarutan
integral dan panas pelarutan diferensial. Panas pelarutan didefinisikan sebagai perubahan
entalpi yang terjadi bila dua zat atau lebih zat murni dalam keadaan standar dicampur pada
tekanan dan temperatur tetap untuk membuat larutan. Panas pelarutan suatu zat adalah
perubahan entalpi yang terjadi bila 1 mol zat itu dilarutkan ke dalam suatu pelarutan untuk
mencapai konsentrasi tertentu. Panas pelarutan tersebut dinamakan panas pelarutan integral
atau panas pelarutan total. Panas pelarutan bukan bergantung pada jenis zat yang dilarutkan,
jenis pelarut, suhu, dan tekanan, tetapi bergantung pada konsentrasi larutan yang hendak
dicapai (Alberty, 1992).
Hal-hal yang mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah jenis zat pelarut, jenis zat
terlarut, ukuran partikel, temperatur, dan tekanan. Pengaruh temperatur tergantung dari panas
pelarutan. Bila panas pelarutan (∆H) negatif, daya larut turun dengan naiknya temperatur. Bila
panas pelarutan (∆H) positif, daya larut naik dengan naiknya temperatur. Tekanan tidak
begitu berpengaruh terhadap daya larut zat padat dan cair, tetapi berpengaruh pada daya larut
gas (Sukardjo, 1997).
Entalpi pelarutan standart suatu zat adalah perubahan entalpi standar jika zat itu
melarut didalam pelarut dengan jumlah tertentu.Dimana entalpi suatu zat akan berubah
dengan perubahan temperatur, karena entalpi setiap zat dalam suatu reaksi bervariasi dengan
cara yang khas. Perubahan entalpi pada saat sistem mengalami perubahan fisika atau kimia
biasanya dilaporkan untuk proses yang terjadi pada sekumpulan kondisi standar, yang disebut
perubahan entalpi standar (ΔH°). Perubahan entalpi standar yang menyertai perubahan
keadaan fisik disebut entalpi transisi standar (ΔHtrs°) (Atkins, 1999).
Konsentrasi larutan akan berubah jika kesetimbangan terganggu dengan adanya
perubahan temperatur. Menutur Van’t Hoff pengaruh temperatur terhadap kelarutan
dinyatakan sebagai berikut :
S ∆H
d ln dt = RT2

dengan mengintegralkan dari T1 ke T2 maka akan dihasilkan


S ∆H 1 1
ln S2 = (T − T )
1 R 1 2
∆H
ln S = − + C
R

Dimana S1, S2 adalah kelarutan masing-masing zat pada temperature T1 dan T2


(g/1000gram solven). ∆H merupakan panas pelarutan (panas pelarutan/ g (gram)) dan R
adalah konstanta gas umum. Secara umum panas pelarutan adalah positif (endodermis)
sehingga menurut Van’t Hoff makin tinggi temperatur maka akan semakin banyak zat yang
larut. Sedangkan untuk zat – zat yang panas pelarutannya negatif (eksotermis), maka semakin
tinggi suhu maka akan semakin berkurang zat yang dapat larut (Tim Kimia Fisika I, 2014).
BAB 2. METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 Alat dan Bahan


2.1.1 Alat
- Erlenmeyer
- Buret dan penyangga
- Waterbath
- Gelas beaker
- Pengaduk
- Termometer
2.1.2 Bahan
- Akuades
- Asam oksalat
- NaOH
- Indikator Phenolphthalein (PP)
- Es batu
- Garam
2.2 Prosedur Kerja
Asam Oksalat
Oksalat
- Dilarutkan Kristal asam oksalat dalam 100 mL akuades sedikit demi
sedikit sampai keadaan jenuh.
- Larutan jenuh dalam gelas beaker dilengkapi pengaduk dan termometer,
kemudian dimasukkan dalam waterbath pada temperatur yang
dikehendaki. Dilakukan untuk variasi temperatur 5, 10, 15, 20, dan 25oC.
Larutan selalu diaduk supaya system menjadi homogen.
- Setelah tercapai kesetimbangan (sekitar 30 menit), diambil 5 mL larutan
asam oksalat kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0.5 N dengan
menggunakan indicator pp, dilakukan duplo.
- Dialurkan data kelarutan yang diperoleh terhadap 8 emperature untuk
menentukan entalpi.
Hasil
BAB. 3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Suhu Normalitas Molaritas Mol Massa Kelarutan

5oC 0,965 N 0,4825 M 0,0024 mol 0,216 g 0,0432 g/mL

10oC 1,345 N 0,6725 M 0,0033 mol 0,297 g 0,0594 g/mL

15oC 1,53 N 0,765 M 0,0038 mol 0,342 g 0,0648 g/mL

20oC 1,96 N 0,980 M 0,0049 mol 0,441 g 0,0882 g/mL

25oC 2,415 N 1,2075 M 0,0060 mol 0,540 g 0,108 g/ml

3.2 Pembahasan

Praktikum kali ini adalah entalpi pelarutan, praktikum ini diharapkan untuk menjadi
sebuah wawasan bagi para mahasiswa untuk membuktikan bahwa temperatur mempengaruhi
kelarutan suatu zat. Entalpi pelarutan juga dihitung dalam praktikum ini. Entalpi menyatakan
kandungan kalor suatu zat. Entalpi yang diperlukan atau dilepaskan jika 1 mol zat dilarutkan
dalam sejumlah pelarut sehingga diperoleh konsentrasi tertentu dari larutan adalah Entalpi
pelarutan yang menyatakan perubahan entalpi pada pelarutan 1 mol zat untuk melarutkan 1
mol zat pada keadaan standar (STP). Entalpi atau H dari suatu zat tidak dapat diukur, karena
yang dapat diukur hanya ∆ atau perubahannya saja (∆H). Reaksi kimia banyak yang
berlangsung dalam tekanan tetap, oleh karena itu perubahan entalpi bermanfaat dan banyak
digunakan untuk pengkajian termodinamika kimia.

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah asam oksalat yang dilarutkan dalam
akuades sampai jenuh, pada saat pelarutan, tarikan antar partikel komponen kristal asam
oksalat terpecah dan tergantikan dengan tarikan antara air dengan zat terlarut. Hal ini terjadi
terutama pada pelarut dan zat terlarut dalam keadaan sama-sama polar seperti air dengan asam
oksalat, akan terbentuk suatu struktur zat pelarut mengelilingi zat terlarut, hal ini
memungkinkan interaksi antara zat terlarut dan pelarut tetap stabil. Bila komponen zat terlarut
ditambahkan terus-menerus ke dalam pelarut, pada suatu titik komponen yang ditambahkan
tidak akan dapat larut lagi. Larutan terus diaduk selama penambahan asam oksalat agar
menjadi homogen. Suhu pertama pelarut adalah 26oC. Larutan jenuh pada massa 12,864 gram
asam oksalat, pada saat sudah mencapai tingkat jenuh, suhu larutan menjadi 22oC. Hal ini
berarti panas pelarutan dari larutan tersebut adalah endotermis.

Larutan kemudian didinginkan dengan berbagai variasi suhu, diantaranya 5, 10, 15,
20, dan 25oC. Semakin rendah temperatur larutan maka jumlah kristal asam oksalat yang
mengendap semakin banyak. Hal ini disebabkan karena panas pelarutan asam oksalat bersifat
positif yang artinya kelarutan akan meningkat bila temperatur dinaikkan. Fenomena ini dapat
diamati pada larutan asam oksalat pada temperatur 5oC hampir endapan cukup banyak. Ketika
suhu dinaikkan menjadi 10oC dan seterusnya maka endapan berkurang. Endapan kristal asam
oksalat akan semakin berkurang seiring dengan kenaikan suhu.

Larutan dengan berbagai suhu tersebut kemudian dititrasi dengan NaOH yang
diketahui normalitasnya 0,5 N. Titrasi dilakukan dengan menambahkan 2 tetes indicator
phenolphthalein. Indicator ini dipakai karena asam oksalat dengan NaOH adalah pasangan
Asam-basa kuat. Oleh karena itu, maka titik ekuivalen dari titrasi diperkirakan mencapai pH 8
ke atas. Phenolphthalein merupakan indicator yang tidak berwarna pada pH asam, dan akan
berwarna pink pada saat mencapai pH 8-10. Hal ini sesuai untuk mengamati titrasi tersebut
sehingga dapat dihentikan dengan tepat pada saat mencapai titik ekuivalen.

Larutan yang dititrasi pertama adalah larutan dengan suhu 5oC. Titrasi dilakukan
secara duplo atau 2 kali pengulangan. Titrasi asam basa dilakukan untuk mengetahui
banyaknya kristal asam oksalat yang larut dalam air. Volume basa yang dibutuhkan
seharusnya meningkat sebanding dengan banyaknya kristal asam oksalat yang larut. Hal ini
terjadi dikarenakan banyaknya partikel yang larut akan berpengaruh pada konsentrasi larutan.
Ketika konsentrasi larutan tinggi maka volume basa yang dibutuhkan untuk menetralisasikan
asam oksalat juga semakin banyak. Pengulangan pertama, NaOH yang dibutuhkan adalah 9,7
mL sedangkan pada pengulangan kedua 9,6 mL. Larutan yang dititrasi pada suhu yang sama
menghasilkan volume NaOH yang hampir sama, hanya selisih 0,1 atau 0,2 mL. Semakin
bertambah suhu, volume NaOH yang dibutuhkan untuk mentitrasi juga semakin bertambah,
seperti yang terlihat dari tabel data hasil percobaan di atas. Namun, terdapat anomaly pada
percobaan dengan suhu 10oC, karena pada pengulangan pertama volume NaOH yang
dibutuhkan adalah 14,1 mL namun pada pengulangan kedua hasilnya agak jauh yaitu 12,8
mL. Kemungkinan hal ini terjadi karena pada saat pengulangan pertama, praktikan mentitrasi
terlalu lambat, sehingga suhu pada larutan sudah tidak sesuai dengan suhu yang direncanakan
sehingga terjadi penyimpangan tersebut. Hal tersebut terjadi karena, semakin tinggi suhu,
maka semakin banyak zat terlarut (asam oksalat) yang larut dalam akuades, sehingga apabila
semakin banyak zat yang larut, larutan tersebut akan menjadi semakin pekat karena partikel
yang ada dalam pelarut air semakin banyak dan konsentrasinya bertambah besar, karena itulah
volume NaOH yang dibutuhkan juga semakin besar seiring bertambahnya konsentrasi.

Semakin besarnya konsentrasi dapat diketahui melalui perhitungan molaritas dalam


berbagai suhu, di mana konsentrasi paling tinggi berada pada suhu 25 oC dengan molaritas
sebesar 1,2075 M. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa reaksi pelarutan ini
menghasilkan panas pelarutan endotermis, di mana merupakan panas pelarutan positif.
Menurut Van’t Hoff, jika panas pelarutan positif, maka semakin tinggi suhu akan membuat
kelarutan menjadi semakin tinggi, karena semakin tinggi suhu, partikel-partikel zat akan
bergerak semakin cepat dan tumbukan akan lebih sering terjadi. Tumbukan tersebut
menyebabkan interaksi yang lebih banyak sehingga menyebabkan kelarutan menjadi semakin
tinggi. Sebaliknya penurunan suhu menyebabkan zat akan sulit bergerak dan menjadi pasif
sehingga tidak ada interaksi dengan partikel lain yang akhirnya menyebabkan kelarutan
menjadi kecil. Hal tersebut dapat dilihat dari grafik berikut.

Grafik ln S vs 1/T
0
0.0033 0.00335 0.0034 0.00345 0.0035 0.00355 0.0036 0.00365 0.0037
-0.5

-1

-1.5
ln S
Linear (ln S)
-2

y = -3661.x + 10.04
-2.5
R² = 0.977

-3

-3.5

Grafik di atas menunjukkan kelarutan vs temperature. Grafik tersebut memperlihatkan


bahwa semakin besar suhu, maka kelarutan juga semakin meningkat. Grafik ini menujukkan
pada suhu yang terendah yaitu 5oC kelarutan juga rendah yaitu 0,0432 g/mL dan pada suhu
tertingi, kelarutan juga meningkat, yaitu 0,108 g/mL. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa
percobaan ini sesuai dengan apa yang ada dalam teori. Semakin meningkat suhu, maka
kelarutan semakin tinggi. Grafik tersebut juga digunakan untuk mencari ∆H atau entalpi
kelarutannya. Dengan menggunakan y=mx+C yang ada pada grafik, maka dapat diasumsikan
∆𝐻
= . ∆H dapat dihitung dengan cara mengalikan m dan R, pada grafik diketahui m = 0,003
𝑅

dan R2 = 0, 977. Sehingga dapat diperoleh ∆H = 3587,78. Kelarutan asam oksalat dalam
literature adalah 90 g/dm3 atau 0.09 g/mL, sedangkan pada percobaan ini berkisar antara
0.0432 sampai 0.108 g/mL.
BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diperolwh pada praktikum kali ini adalah diketahui bahwa
pada system endotermis, suhu berbanding lurus dengan kelarutan, karena semakin tinggi suhu
maka kelarutan akan semakin besar. ∆H atau entalpi pelarutan yang didapat pada praktikum
ini adalah 3587,78.

4.2 Saran

Praktikum berjalan dengan baik dan lancar tanpa adanya kendala. Saran yang dapat
diberikan pada praktikan adalah pada saat mentitrasi diharapkan agar tidak telalu lama, karena
akan menyebabkan suhu akan berubah dan tidak sesuai dengan yang direncanakan sehingga
volume NaOH yang dibutuhkan juga akan memiliki variasi yang berbeda dengan pola yang
ada.
DAFTAR PUSTAKA

Alberty, R.A. 1992. Kimia Fisik. Jakarta : Erlangga.

Anonym. 2015. MSDS Akuades. [Serial Online].


http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9924923. Diakses tanggal 20 Maret
2015.

Anonym. 2015. MSDS Asam Oksalat. [Serial Online].


http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9922902. Diakses tanggal 20 Maret
2015.

Anonym. 2015. MSDS Indicator Phenolphthalein. [Serial Online].


http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9921345. Diakses tanggal 20 Maret
2015.

Anonym. 2015. MSDS NaOH. [Serial Online].


http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9924359. Diakses tanggal 20 Maret
2015.

Atkins, P.W. 1999. Kimia Fisik Edisi IV Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Bird, T. 1993. Kimia Fisik untuk Universitas. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Chang, R. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi III Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Sukardjo. 1997. Kimia Fisik. Yogyakarta : Rineka Cipta.

Tim Kimia Fisik 1. 2014. Penuntun Praktikum Kimia Fisik I. Jember : Universitas Jember.

Wahyuni, S. 2013. Petunjuk Praktikum Kimia Fisik. Semarang : UNNES.

Wiryoatmojo. 1998. Kimia Fisik 1. Jakarta : Depdikbud Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
LAMPIRAN

Volume NaOH V rata-rata


Suhu
Percobaan 1 Percobaan 2 NaOH

5oC 9,7 mL 9,6 mL 9,65 mL

10oC 14,1 mL 12,8 mL 13,45 mL

15oC 15,3 mL 15,3 mL 15,3 mL

20oC 19,4 mL 19,8 mL 19,6 mL

25oC 24,2 mL 24,1 mL 24,15 mL

Lembar perhitungan

a. Massa Asam oksalat : 12,864 g


b. V air : 100 mL
c. Massa air
𝑚
𝜌=
𝑉
𝑚
1 𝑔/𝑚𝐿 =
100 𝑚𝐿
𝑚 = 100 𝑔
d. Massa Larutan
Massa larutan = massa oksalat + massa air
= 12,864 g + 100 gram
= 112,864 g
e. Normalitas Asam Oksalat
a. Suhu 5oC
N1. V1 = N2. V2
0,5 N. 9,65 mL = N2. 5 mL
N2 = 0,965 N
b. Suhu 10oC
N1. V1 = N2. V2
0,5 N. 13,45 mL = N2. 5 mL
N2 = 1,345 N
c. Suhu 15oC
N1. V1 = N2. V2
0,5 N. 15,3 mL = N2. 5 mL
N2 = 1,53 N
d. Suhu 20oC
N1. V1 = N2. V2
0,5 N. 19,6 mL = N2. 5 mL
N2 = 1,96 N
e. Suhu 25oC
N1. V1 = N2. V2
0,5 N. 24,15 mL = N2. 5 mL
N2 = 2,415 N
f. Molaritas
a. Suhu 5oC
𝑁 0,965
𝑀= = = 0,4825 𝑀
2 2

b. Suhu 10oC
𝑁 1,345
𝑀= = = 0,6725 𝑀
2 2

c. Suhu 15oC
𝑁 1,53
𝑀= = = 0,765 𝑀
2 2

d. Suhu 20oC
𝑁 1,96
𝑀= = = 0,98 𝑀
2 2

e. Suhu 25oC
𝑁 2,415
𝑀= = = 1,2075 𝑀
2 2

g. Mol
a. Suhu 5oC
n = M. V
= 0,4825 M. 5 mL
= 2,4125 mmol = 0,0024 mol
b. Suhu 10oC
n = M. V
n = 0,6725 M. 5 mL
n = 3,3625 mmol = 0,0033 mol
c. Suhu 15oC
n = M. V
n = 0,765 M. 5 mL
n = 3,825 mmol = 0,0038 mol
d. Suhu 20oC
n = M. V
n = 0,98 M. 5 mL
n = 4,90 mmol = 0,0049 mol
e. Suhu 25oC
n = M. V
n = 1,2075 M. 5 mL
n = 6,0375 mmol = 0,0060 mol
h. Massa
a. Suhu 5oC
m = n. Mr
m = 0,0024 mol. 90 g/mol
m = 0,216 g
b. Suhu 10oC
m = n. Mr
m = 0,0033 mol. 90 g/mol
m = 0,297 g
c. Suhu 15oC
m = n. Mr
m = 0,0038 mol. 90 g/mol
m = 0,342 g
d. Suhu 20oC
m = n. Mr
m = 4,90 mol. 90 g/mol
m = 0,441 g
e. Suhu 25oC
m = n. Mr

m = 6,0375 mol. 90 g/mol


m = 0,54 g
f. Kelarutan
a. Suhu 5oC
𝑚
𝑆=
𝑉
0,216 𝑔
𝑆=
5 𝑚𝐿
𝑆 = 0,0432 𝑔/𝑚𝐿
b. Suhu 10oC
𝑚
𝑆=
𝑉
0,297 𝑔
𝑆=
5 𝑚𝐿
𝑆 = 0,0594 𝑔/𝑚𝐿
c. Suhu 15oC
𝑚
𝑆=
𝑉
0,342 𝑔
𝑆=
5 𝑚𝐿
𝑆 = 0,0648 𝑔/𝑚𝐿
d. Suhu 20oC
𝑚
𝑆=
𝑉
0,441 𝑔
𝑆=
5 𝑚𝐿
𝑆 = 0,0882 𝑔/𝑚𝐿
e. Suhu 25oC
𝑚
𝑆=
𝑉
0,54 𝑔
𝑆=
5 𝑚𝐿
𝑆 = 0,108 𝑔/𝑚𝐿

ln S
0
0.0033 0.00335 0.0034 0.00345 0.0035 0.00355 0.0036 0.00365 0.0037
-0.5

-1

-1.5
ln S
Linear (ln S)
-2

y = -3661.x + 10.04
-2.5
R² = 0.977

-3

-3.5

y = -3661x + 10,04

∆𝐻
𝑚=
𝑅

R2 = 0,977  R= 0,98
∆𝐻 = 𝑚𝑥𝑅

∆𝐻 = −3661 𝑥 0,98 = 3587,78

Anda mungkin juga menyukai