Anda di halaman 1dari 2

Etika dalam Manajemen Pajak

Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Secara administratif,
pungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi pajak langsung (direct tax) dan pajak tidak
langsung (indirect tax).

Walaupun pajak ditetapkan melalui undang-undang, namun tidak semua wajib pajak rela
membayar pajak. Para wajib pajak pun cenderung mencari cara lain agar terhindar dari
kewajiban untuk membayar pajak atau agar mereka tetap bisa melaksanakan kewajiban mereka
sebagai wajib pajak, namun mereka tidak dirugikan.
Salah satu cara yang digunakan adalah perencanaan pajak (tax planning). Bila suatu transaksi
tersebut terkena pajak, apakah dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah
pajaknya, selanjutnya apakah pembayaran pajak yang dimaksud dapat ditunda pembayarannya
dan lain sebagainya.

Setiap wajib pajak atau konsultan pajak yang bermaksud akan melakukan penyelundupan pajak,
hendaknya mempertimbangkan kemungkinan dikenakannya sanksi pidana terhadap
perbuatannya, di samping kode etik profesinya bagi konsultan pajak dan etika praktik
perpajakan bagi seorang wajib pajak.

Dalam kaitannya dengan etika akuntan pajak, AICPA mengeluarkan Statemet on Responsibilities
in Tax Practice (SRTP). Adapun isinya adalah sebagai berikut:

SRTP Nomor 1:
"Secara umum, akuntan pajak perlu mempunyai suatu good-faith kepercayaan bahwa posisi
keuntungan pajak direkomendasikan mempunyai suatu kemungkinan yang realistis secara
administratif atau secara hukum didukung atas baik buruknya suatu tantangan."

SRTP Nomor 2:
"Seorang akuntan pajak perlu membuat suatu usaha yang layak untuk memperoleh informasi
yang diperlukan dari seseorang wajib pajak”

SRTP Nomor 3:
Kewajiban untuk menguji atau memverifikasi data pendukung, dapat mempercayakan
kepercayaan dari wajib pajak untuk menyediakan informasi yang akurat, dan akuntan perlu
membuat pemeriksaan yang layak apabila informasi yang disediakan oleh klien ternyata tidak
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

SRTP Nomor 4:
Penggunaan estimasi: seorang akuntan pajak boleh menggunakan perkiraan wajib pajak untuk
memperoleh data yang tepat.

SRTP Nomor 5:
Keberangkatan dari suatu posisi yang sebelumnya disampaikan di dalam suatu kelanjutan
administrative atau keputusan pengadilan.
SRTP Nomor 6:
Kesalahan Pengetahuan: Apa yang harus dilakukan ketika seorang akuntan menyadari akan
suatu kesalahan yang dilakukan pada laporan wajib pajak? maka akuntan tersebut harus segera
menginformasikan kesalahan tersebut kepada wajib pajak yang bersangkutan dan
merekomendasikan tindakan koreksi.

SRTP Nomor 7:
Jika selama pembuatan laporan, akuntan mendeteksi adanya kesalahan, maka akuntan perlu
meminta persetujuan wajib pajak untuk melakukan koreksi. Namun jika wajib pajak tidak
menyetujui hal ini, wajib pajak dapat terkena sanksi administrasi karena terdapat kesalahan
pada pelaporan pajaknya.

SRTP Nomor 8:
Seorang akuntan memiliki kewajiban untuk merekomendasikan nasihat atau saran bagi wajib
pajak yang memerlukan dalam penyampaian laporan pajak mereka sebagai cerminan dari
kemampuan profesional yang dimiliki oleh akuntan tersebut.

Penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak, khususnya badan dalam bentuk tax
avoidance, memang dimungkinkan atau dalam hal ini tidak bertentangan dengan undang-
undang atau ketentuan hukum yang berlaku, karena dianggap praktek-praktek yang
berhubungan dengan tax avoidance lebih kepada pemanfaatan lubang-lubang atau celah-celah
atau bisa juga kekosongan-kekosongan dalam undang-undang perpajakan. Pemerintah dalam
hal ini Direktorat Jendral Pajak tidak bisa berbuat apa-apa –melakukan penuntutan secara
hukum, meskipun praktek tax avoidance ini akan mempengaruhi penerimaan negara dari sektor
pajak. Praktek tax avoidance ini sebenarnya suatu dilema bagi pemerintah, karena wajib pajak
melakukan pengurangan jumlah pajak yang harus dibayar, tetapi dilakukan dengan tidak
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Strategi dalam Tax Planning


Ada beberapa cara yang biasanya dilakukan atau dipraktekkan wajib pajak untuk meminimalkan
pajak yang harus dibayar, misalnya seperti yang dikemukakan oleh Sophar Lumbantoruan dalam
bukunya akuntansi pajak ( 1996:489 ) yaitu :
 Pergeseran pajak (shifting), ialah pemindahan atau mentransfer beban pajak dari
subjek pajak kepada pihak lain, dengan demikian, orang atau badan yang dikenakan pajak
mungkin sekali tidak menanggungnya.
 Kapitalisasi, ialah pengurangan harga objek pajak sama dengan jumlah pajak yang
akan dibayarkan kemudian oleh pembeli.
 Transformasi, ialah cara pengelakan pajak yang dilakukan oleh pabrikan dengan cara
menanggung beban pajak yang dikenakan terhadapnya.
 Tax Evasion, ialah penghindaran pajak dengan menlanggar ketentuan peraturan
perpajakan.
 Tax Avoidance, ialah penghindaran pajak dengan menuruti peraturan yang ada.

Anda mungkin juga menyukai