Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS

SOLUSIO PLASENTA

Pembimbing :

dr. Iaman Gantina Barus, Sp. OG (K)

Disusun oleh:

Santi Prima Natasia Pakpahan - 112017127

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBINAN DAN KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RSUD KOJA

PERIODE 4 MARET – 11 MEI 2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum


pelahiran, disebut dengan berbagai istilah, yaitu solusio plasenta, abruption placentae dan
di Britania Raya, perdarahan aksidential. Istilah Latin abuptio placentae berarti “robek dan
terlepasya plasenta:, serta mengandung makna suatu peristiwa yang terjadi tiba-tiba, adalah
ciri klinis pada sebagian besar kasus solusio plasenta.1
Solusio plasenta terjadi pada masa kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum
janin lahir. Dalam plasenta terdapat banyak pembuluh darah yang memungkinkan
pengantaran zat nutrisi dari ibu ke janin, jika plasenta ini terlepas dari implantasi
normalnya dalam masa kehamilan maka akan mengakibatkan perdarahan yang hebat.
Perdarahan akibat solusio plasenta umunya menyusup di antara membrane plasenta dan
uterus, dan akhirnya keluar melalui serviks, menyebabkan perdarahan eksternal.
Di Indonesia permasalahan gawat darurat obstetri tersebut terjadi karena mengalami
empat hal keterlambatan yaitu terlambat mengenali tanda bahaya dan risiko, terlambat
mengambil keputusan untuk mencari pertolongan, terlambat mendapatkan transportasi
untuk mencapai sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu, dan terlambat
mendapatkan pertolongan di fasilitas rujukan. Oleh karena itu pelayanan obstetri
memerlukan kontinuitas pelayanan serta akses terhadap pelayanan obstetri emergensi
ketika timbul komplikasi. Sehingga setiap persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan
Insidens solusio plasenta bervariasi di seluruh dunia.
Solusio plasenta merupakan salah satu penyebab perdarahan antepartum yang
memberikan kontribusi terhadap kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Saat ini
kematian maternal akibat solusio plasenta mendekati 6%. Solusio plasenta merupakan
penyebab 20-35% kematian perinatal.1 Di negara berkembang, penyebab kematian yang
disebabkan oleh komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas adalah perdarahan, infeksi,
pre-eklamsi/eklamsi. Selain itu kematian maternal juga dipengaruhi oleh pelayanan
2
kesehatan, sosioekonomi, usia ibu hamil, dan paritas.

2
BAB II

LAPORAN KASUS

STATUS KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN RSUD KOJA

Tanda Tangan

Nama : Santi Prima Natasia Pakpahan


NIM : 112017127
Dr. Pembimbing: dr. Iaman Gantina Barus, Sp.OG (K) ……………….

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. TH
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 30 tahun
Alamat : Warakas, Jakarta Utara
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : Menikah 1 kali dengan suami sekarang (tahun 2015)
Dikirim Oleh : Puskesmas Warakas
Tanggal masuk RS : 18 April 2019 (19:37)
Nomor RM : 00318486
Status Obstetri : G2 P1 A0 (AH 0)

B. Anamnesis
DIambil secara Autoanamnesis Ny. TH hari Kamis, 18 April 2019) pukul 19:40 WIB.

Keluhan utama :
Nyeri perut bawah dan gerakan janin tidak ada sejak 2 jam SMRS.
Riwayat perjalan an penyakit
Pasien rujukan dari Puskesmas Warakas atas indikasi hamil 26 minggu dengan
nyeri perut, gerakan janin tidak ada dan hipertensi. Pasien mengeluh nyeri perut dan
gerakan janin tidak ada sejak 2 jam SMRS. Pasien tidak mengalami mules-mules
menjalar ke pinggang yang makin lama makin sering dan kuat, tidak keluar air-air,

3
lendir dan darah. Pasien mengeluh perut terasa keras namun tidak ada riwayat
perdarahan sebelumnya. Pada saat di RS Koja, pasien keluar darah mengalir aktif dari
vagina dan nyeri perut semakin berat dirasakan pasien. Pasien mengaku bahwa ada
riwayat pijat perut 1 hari SMRS. Riwayat minum alkohol, merokok, minum obat-
obatan disangkal oleh pasien.
Riwayat obstetrik
Pasien dengan status G2P1A0 (AH 0). Kehamilan pertama lahir secara normal di
bidan pada tahun 2016, berat lahir 1800 gram, jenis kelamin laki-laki, meninggal saat
usia 7 hari.
Riwayat ANC
Pasien baru 1 x malukan ANC dan melukan USG di Puskesmas Warakas 14 April
2019. Pada saat melakukan ANC pasien tidak ada keluhan, PF yang didapati saat ANC
: TD : 120/70 mmHg, Berat badan 68 Kg, DJJ 138 x/menit, TFU 212 cm, kepala
berada di bawah, dan hasil USG : Janin presentasi Kepala Tunggal Hidup, usia
kehamilan 27+1minggu, air ketuban cukup, plasenta di fundus, TBJ : 1400 gram.
Riwayat Haid
Menarche : 16 tahun
SIklus : tidak teratur
Lama : 4-5 hari
Banyak : 2-3 kali ganti pembalut
Nyeri haid : Tidak ada nyeri saat haid
HPHT : 10 Oktober 2018
Taksiran Persalinan : 17 Juli 2019
Riwayat Kontrasepsi
(-) Pil KB (-) Suntik KB (-) Susuk KB (-) AKDR (-) MOW

Riwayat penyakit / operasi sebelumnya


Riwayat asma, diabetes mellitus, dan hipertensi disangkal. Riwayat operasi
sebelumnya disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah : Hipertensi

C. Pemeriksaan Fisik
Satsus Generalis :
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos mentis
Anemis : Konjungtiva anemis +/+
Ikterik : -/-
Sianosis :-
Berat badan : 68 kg
Tinggi badan : 151 cm
Tanda vital
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi : 102 x/menit, lemah
4
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 36,30C
Paru – paru : vesikuler di seluruh lapang paru, wheezing (-/-), ronki(-/-)
Jantung :katup aorta dan pulmonal bunyi jantung II>I, murni regular,
murmur (-), gallop(-), Katup mitral dan tricuspid bunyi jantung I>II,
murni regular, murmur (-), gallop(-).
Abdomen :distensi abdomen, nyeri tekan (+)
Ekstremitas : Udem (-/-)
Status obstetrik :
Pemeriksaan luar :
Tanggal/jam : 18 April 2019
Abdomen : distensi abdomen
TFU : 21 cm
Leopold : Teraba bagian bokong (lunak) dari janin pada bagian fundus
uteri. Teraba bagian punggung (keras dan memanjang) pada
sisi kiri abdomen. Teraba bagian kepala (keras dan
melenting) pada sisi bawah abdomen. Bagian terbawah janin
belum masuk pintu atas panggul.
DJJ : sulit dinilai
His : sulit dinilai
TBJJ : 1600
Pemeriksaan dalam : tidak dilakukan
Status Ginekologis :
Inspeksi : Vulva dan uretra tenang, perdarahan aktif +
Periksa dalam (VT) : canalis cervicalis tidak ada pembukaan,

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium (Kamis, 18 April 19)
Hb : 8,5 g/dL* ( 12,5 – 16,0 g/dL )
Leukosit : 29.180/uL* ( 4000 – 10.500/uL)
Ht : 25 %* ( 37 – 47 % )
Trombosit : 168.000/uL* ( 182.000 – 369.000/uL)
Natrium : 133 mEq/L* (135 – 147 mEq/L )
Kalium : 2,91 mEq/L* ( 3,5 – 5 mEq/L )
Ureum : 12,8 mg/dL* (16,6 – 48,5 mg/dL )
Kreatinin : 0,84 mg/dL (0,51 – 0,95 mg/dL )
Anti HIV : Non Reaktif ( Non Reaktif)
HbsAg : Non Reaktif ( Non Reaktif)

E. Diagnosis
Solusio Plasenta pada G1P1A0(AH 0) hamil 28 minggu, janin IUFD, PEB, syok
hipovolemik, dan anemia.

F. Tatalaksana
- Resusitasi cairan dengan Infus NaCl 0,9%
- Oksigen 3 liter/menit
- Dilakukan tindakan seksio sesarea cito
5
Laporan seksio sesarea klasik:
 Pasien dibaringkan di meja operasi. Dilakukan tindakan antiseptik pada
daerah operasi dan sekitarnya dengan alkohol dan betadine. Kemudian
ditutup duk steril.
 Dilakukan insisi pada pfanentil 1 cm di atas simfisis sampai 2 jari dibawah
pusat.
 Fascia diperlebar ke arah kranial dan kaudal secara tumpul.
 Otot dipisahkan secara tumpul ke kanan dan kiri, kemudian peritoneum
parietal dibuka, tampak cairan berwarna kemerahan, kesan : darah, ± 3000
cc,
 Plika vesikouterina dipisahkan dan diinsisi berbentuk semilunar dan
disisihkan ke kaudal.
 Segmen bawah rahim diinsisi berbentuk semilunar kemudian diperlebar dan
diperdalam secara tumpul.
 Bayi dilahirkan denga menggunakan forcep, lahir bayi jenis kelamin lak-
laki, berat 1200 gram, IUFD,.
 Plasenta dilahirkan praabdominal lengkap. Dilakukan prosedur sterilisasi.
 Segmen bawah rahim dijahit jelujur terkunci dengan polisob no. 1
 Pada eksplorasi kedua tuba dan ovarium normal, dipastikan tidak ada
perdarahan. .
 Abdomen dijahit lapis demi lapis
 Operasi selesai dikerjakan.
 Perdarahan sekitar 3250 cc.
 Keadaan ibu tidak stabil setelah operasi sehingga di rawat di ICU.
- Instruksi post operasi
 Observasi keadaan umum, TTV dan perdarahan
 Transfusi PRC hingga Hb ≥ 10 mg/dl
 Infus NaCl 500 cc + drip oksitosin 10 IU tiap 8 jam / 24 jam
 Ceftriaxon 1x 2 gram
 Tramadol 3x1 amp
 OMZ 3x1
 Pro ICU

G. Prognosis
- Ibu : dubia ad malam
- Bayi : ad malam

H. Follow up
Sabtu, 20 April 2019 pukul 08:00 di Ruang ICU lantai 6
S : lemah, pusing (+), mual/muntah (-), nyeri luka operasi (+), perdarahan luka
bekas operasi (-), perdarahan pervaginam (-)
O :
keadaan umum : tampak sakit berat

6
kesadaran : compos mentis
tekanan darah : 169/109 mmHg
nadi : 95 x/menit
napas : on ventilator (14)
suhu : 36,30C
Sat O2 : 100%
abdomen : soepel, BU + (lemah)
St. obstetric : TFU 2 jari di bawah pusat,
kontraksi uterus baik
St. gynec : I u/v : Tenang, perdarahan aktif (-)
Lab tgl (19/4/19) :Hb/Ht/L/T: 4,7 g/dl /13,5%/17120/uL/84000/uL
PT/APTT : 11,8 detik/ 36,6 detik
E : 135 / 3,6 / 108 (mEq/L)
Ur/cr : 23,5 / 1,37 (mg/dL)
A : POD 3 Post SC a.i. Syok hipovolemik grade IV e.c. Solutio Plasenta pada
Ibu dengan PEB, Anemia.
P : - observasi keadaan umum, TTV dan perdarahan
- oksigen 5 liter/m enit
- transfusi darah
- infus NaCl 0,9% + oksitosin 10 IU / 8 jam
- Ceftriaxon 1 x 2 gram
- Asam traneksamat 3 x 500 mg (IV)
- Pro tranfusi PRC sampai Hb ≥ 10 gr/dl
- Captopril 3x25 mg
- OMZ 3x1 vial
- GV hari ini
- Balans cairan seimbang (hati2 edema paru)
- ketorolac 30 mg

Senin, 22/4/2019 ppukul 8:30


S : kontak adekuat, nyeri luka operasi (VAS 3-4), kembung 0, flatus -,
perdarahan -
O :
keadaan umum : tampak sakit berat
kesadaran : CM
tekanan darah : 170/110 mmHg
nadi : 94 x/menit
napas : 22x/menit
suhu : 36,90C
Sat O2 : 96%
St generalis :
- mata : konjungtiva anemis : +/+, sclera ikterik -/-
- abdomen : soepel, TFU tepat setinggi umbilikus,
kontraksi uterus baik
lochia : rubra
Lab (21/4/19) :Hb/Ht/L/T:10,8 g/dL/30,6%/18780/ul/144000/uL
A : POD 5 P2 (AH 0) post SC a.i. syok hipovolemik grade IV e.c. Solutio
Plasenta. Ibu dengan PEB, Trombositopenia perbaikan ec DIC
7
P : - observasi keadaan umum, TTV dan perdarahan
- IVFD NaCl 0,9 %
- Ceftriaxone 1x2 gr iv
- Asam traneksamat 3 x 1 gr iv
- metoclopramide 3x1 iv
- captopril 3x2 gram iv
- tramadol 3x 1 amp
- ketorolac 30 mg
- bromokriptin 2x2,5 mg
- GV hari ini
- boleh pindah ruangan

Selasa, 23/4/2019 pukul di RPKK selatan


S : nyeri di luka operasi berkurang, buang angin +, BAB +,
BAK (terpasang selang), keluar flek-flek dari vagina
(sedikit), mual -, muntah -, pusing-
O : - KU/Kes : Baik/ CM
- TD :150/98 mmHg, HR : 81RR : 20x/m, S : 36,5
- St. Obs : TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik
- St. Gyn : I u/v : Tenang, Perdarahan aktif –
A : POD 6 P2 post SC a.i. Solutio Placenta, riwayat Syok
Hipovolemik grade IV ec Solutio Placenta.
P : - Cefixime 2x2 gram
- Asam mefenamat 3 x 500 mg
- Asam tranexamate 3 x 500 iv
- OMZ 2x1 caps
- Metildopa 3 x 500 mg
- Captopril 3 x 25 mg
- Tramadol 3x1 amp
- Bromokriptin 2x2,5 mg

Rabu, 24/4/2019 (ACC Rawat jalan)


S : nyeri di luka operasi berkurang, buang angin +, BAB +, BAK
(terpasang selang), keluar flek-flek dari vagina (sedikit), mual -, muntah
-, pusing-
O : - KU/Kes : Baik/ CM
- TD : 120/80 mmHg, HR : 8, RR : 20x/m, S : 36,5oC
- St. Obs : TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik
- St. Gyn : I u/v : Tenang, Perdarahan aktif –
A : POD 7 P2 post SC a.i. Syok Hipovolemik grade IV ec Solutio Placenta.
P : - Cefixime 2x2 gram
- Asam mefenamat 3 x 500 mg
- Asam tranexamate 3 x 500 iv
- OMZ 2x1 caps
- Metildopa 3 x 500 mg
- Captopril 3 x 25 mg
- Tramadol 3x1 amp
- Bromokriptin 2x2,5 mg
8
- pronalges 3x1
- GV
- SF 2x1 caps

I. Ringkasan Kasus
Ny. TH, usia 30 tahun datang dengan keluhan nyeri perut dan tidak ada
gerakan janin 4 jam SMRS, Pasien merasakan nyerit perut pada jam 18:00 dan
tidak ada gerakan janin 30 menit stelah itu. sesaat setelah sampai di IGD Ponek,
keluar darah mengalir aktif dari vagina, nyeri perut yang semakin berat. Pasien ada
riwayat pijat perut 1 hari SMRS. Setelah di anamnesis, PF : TD : 150/100 mmHg,
HR 102 x/m, perdarahan aktif dari vagina, dan hasil USG : tampak Hematom Retro
plasenta, kesan : hematochele, Tatalaksana pada kasuss ini adalah Sectio Caesarea
atas indikasi Sousio Plasenta, IUFD dan PEB.

J. Diagnosis Post Operasi


Post SC pada P2(AH 0) atas indikasi solusio plasenta, anemia, PEB, syok
hipovolemik.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Solusio Plasenta

9
A. Definisi
Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum
pelahiran, disebut dengan berbagai istilah, yaitu solusio plasenta, abruption placentae
dan di Britania Raya, perdarahan aksidential. Istilah Latin abuptio placentae berarti
“robek dan terlepasya plasenta:, serta mengandung makna suatu peristiwa yang terjadi
tiba-tiba, adalah ciri klinis pada sebagian besar kasus solusio plasenta.3

Gambar 1. Solusio plasenta (placental abruption)

B. Klasifikasi
Plasenta dapat terlepas hanya pada pinggirnya saja (ruptura sinus marginalis), dapat
pula terlepas lebih luas (solusio plasenta parsialis), atau bisa seluruh permukaan
maternal plasenta terlepas (solusio plasenta totalis). Perdarahan yang terjadi akan
merembes antara plasenta dan miometrium untuk seterusnya menyelinap di bawah
selaput ketuban dan akhirnya memperoleh jalan ke kanalis servikalis dan keluar
melalui vagina, menyebabkan perdarahan eksternal (revealed hemorrhage)4 (Gambar
2).

Gambar 2. Solusio Plasenta Dengan Perdarahan Eksternal

Yang lebih jarang, jika bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat pada
dinding rahim, darah tidak keluar dari uterus, tetapi tertahan di antara plasenta yang
terlepas dan uterus sehingga menyebabkan perdarahan tersembunyi (concealed
hemorrhage) yang dapat terjadi parsial (Gambar 3) atau total (Gambar 4)4,5.

10
Gambar 3. Solusio Plasenta Parsial Disertai Perdarahan Tersembunyi

Solusio plasenta dengan perdarahan tertutup terjadi jika4:


1. Bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat pada dinding rahim
2. Selaput ketuban masih melekat pada dinding rahim
3. Perdarahan masuk ke dalam kantong ketuban setelah selaput ketuban pecah
4. Bagian terbawah janin, umumnya kepala, menempel ketat pada segmen bawah rahim.
Perdarahan yang tersembunyi biasanya menimbulkan bahaya yang lebih besar bagi
ibu, tidak saja karena kemungkinan koagulopati konsumptif tetapi juga karena jumlah
darah yang keluar sulit diperkirakan.2

Gambar 4. Solusio Plasenta Total Disertai Perdarahan Tersembunyi.

C. Gambaran Klinik
Gambaran klinik penderita solusio plasenta bervariasi sesuai dengan berat
ringannya atau luas permukaan maternal plasenta yang terlepas. Belum ada uji coba yang
khas untuk menentukan diagnosisnya. Gejala dan tanda klinisnya yang klasik dari solusio
plasenta adalah terjadinya perdarahan yang berwarna tua keluar melalui vagina (80%
kasus), rasa nyeri perut dan uterus tegang terus-menerus mirip his partus prematurus.
Sejumlah penderita bahkan tidak menunjukkan tanda atau gejala klasik, gejala yang lahir
mirip tanda persalinan prematur saja. Oleh karena itu, kewaspadaan atau kecurigaan yang
tinggi diperlukan dari pihak pemeriksa.5

11
1. Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat
pelepasan sebagian kecil plasenta(tidak sampai 25% atau ada yang menyebutkan
kurang dari 1/6 bagian), yang tidak berdarah banyak (kurang dari 250 ml). Apabila
terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit.
Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus.
Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak
tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang karena
perdarahan yang berlangsung.
2. Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta terlepas lebih dari 1/4 bagian, tetapi belum 2/3 luas
permukaan ( >25%, namun belum mencapai 50%). . Tanda dan gejala dapat
timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara
mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian
disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat
sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu
mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup
mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-
menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Jika
janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan
kelainan ginjal mungkin telah terjadi,walaupun hal tersebut lebih sering terjadi
pada solusio plasenta berat.
3. Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba.
Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterus
sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak
sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja
belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah
terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal.4,5

D. Etiologi
Sebab primer dari solusio plasenta tidak diketahui , tetapi terdapat beberapa keadaan
patologik yang terlihat lebih sering bersama dengan atau menyertai solusio plasenta dan

12
dianggap sebagai faktor risiko (Tabel 1), seperti hipertensi, riwayat trauma, kebiasaan
merokok, usia ibu, dan paritas yang tinggi 2,4.

Faktor Risiko Hubungan dengan risiko

Meningkatnya usia dan paritas 1.3–1.5

Preeklampsia 2.1–4.0

Hipertensi kronik 1.8–3.0

Ketuban pecah dini 2.4–4.9

Kehamilan ganda 2.1

Hidroamnion 2.0

Wanita perokok 1.4–1.9

Trombofilia 3–7

Penggunaan kokain Tidak ada data

Riwayat solusio plasenta 10–25

Mioma dibelakang plasenta 8 dari 14

Trauma abdomen dalam kehamilan Jarang

Tabel 1. Faktor Risiko Solusio Plasenta2

E. Patofisiologi
Sesungguhnya solusio plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses yang
bermula dari suatu keadaan yang mampu memisahkan vili-vili korialis plasenta dari tempat
implantasinya pada desidua basalis sehingga terjadi perdarahan. Oleh karena itu
patofisiologinya bergantung pada etiologi. Pada trauma abdomen etiologinya jelas karena
robeknya pembuluh darah di desidua.Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari
kematian sel (apoptosis) yang disebabkan oleh iskemia dan hipoksia. Semua penyakit ibu
yang dapat menyebabkan pembentukan trombosis dalam pembuluh darah desidua atau
dalam vaskular vili dapat berujung kepada iskemia dan hipoksia setempat yang

13
menyebabkan kematian sejumlah sel dan mengakibatkan perdarahan sebagai hasil akhir.
Perdarahan tersebut menyebabkan desidua basalis terlepas kecuali selapis tipis yang tetap
melekat pada miometrium. Dengan demikian, pada tingkat permulaan sekali dari proses
terdiri atas pembentukan hematom yang bisa menyebabkan pelepasan yang lebih luas,
kompresi dan kerusakan pada bagian plasenta sekelilingnya yang berdekatan. Pada
awalnya mungkin belum ada gejala kecuali terdapat hematom pada bagian belakang
plasenta yang baru lahir. Dalam beberapa kejadian pembentukan hematom retroplasenta
disebabkan oleh putusnya arteria spiralis dalam desidua. Hematoma retroplasenta
mempengaruhi penyampaian nutrisi dan oksigen dari sirkulasi maternal/plasenta ke
sirkulasi janin. Hematoma yang terbentuk dengan cepat meluas dan melepaskan plasenta
lebih luas/banyak sampai ke pinggirnya sehingga darah yang keluar merembes antara
selaput ketuban dan miometrium untuk selanjutnya keluar melalui serviks ke vagina
(reavealed hemorrhage). Perdarahan tidak bisa berhenti karena uterus yang lagi
mengandung tidak mampu berkontraksi untuk menjepit pembuluh arteria spiralis yang
terputus. Walaupun jarang, terdapat perdarahan tinggal terperangkap di dalam uterus
(concealed hemorrhage).Akibatnya hematoma retroplasenter akan bertambah besar,
sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan terlepas. Sebagian akan
menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban
masuk ke dalam kantong ketuban, atau mengadakan ekstravasasi di antara serabut otot
uterus. Bila ekstravasasi berlangsung hebat, maka seluruh permukaan uterus akan
berbercak ungu atau biru dan terasa sangat tegang serta nyeri. Hal ini disebut uterus
couvelaire. Akibat kerusakan jaringan miometrium dan terbentuknya hematoma
retroplasenter, mengakibatkan pelepasan tromboplastin ke dalam peredaran darah.
Tromboplastin bekerja mempercepat perombakan protrombin menjadi trombin. Trombin
yang terbentuk dipakai untuk mengubah fibrinogen menjadi fibrin untuk membentuk lebih
banyak bekuan darah terutama pada solusio plasenta berat. Melalui mekanisme ini apabila
pelepasan tromboplastin cukup banyak dapat menyebabkan terjadi pembekuan darah
intravaskular yang luas (disseminated intravascular coagulation) yang semakin menguras
persediaan fibrinogen dan faktor-faktor pembekuan lain. Akibat lain dari pembekuan darah
intravaskular ialah terbentuknya plasmin dari plasminogen yang dilepaskan pada setiap
kerusakan jaringan. Karena kemampuan fibrinolisis dari plasmin ini maka fibrin yang
terbentuk dihancurkannya. Penghancuran butir-butir fibrin yang terbentuk intravaskular
oleh plasmin mengakibatkan hancurnya bekuan-bekuan darah dalam pembuluh darah kecil
yang berguna mempertahankan keutuhan sirkulasi mikro. Namin, di lain pihak
14
penghancuran fibrin oleh plasmin memicu perombakan lebih banyak fibrinogen menjadi
fibrin agar darah bisa membeku. Dengan jalan ini pada solusio palenta berat dimana telah
terjadi perdarahan melebihi 2.000 ml dapat dimengerti kalau akhirnya akan terjadi
kekurangan fibrinogen dalam darah sehingga persediaan fibrinogen lambat laun mencapai
titik kritis (≤150mg/100ml darah) dan terjadi hipofibrinogenemia. Pada kadar ini telah
terjadi gangguan pembekuan darah (consumtive coagulopathy) yang secara laboratoris
terlihat pada memanjangnya waktu pembekuan melebihi 6 menit dan bekuan darah yang
telah terbentuk mencair kembali. Pada keadaan yang lebih parah darah tidak mau
membeku sama sekali apabila kadar fibrinogen turun dibawah 100 mg%. Pada keadaan
yang berat ini telah terjadi kematian janin dan pada pemeriksaan laboratorium dijumpai
kadar hancuran faktor-faktor pembekuan darah dan hancuran fibrinogen meningkat dalam
serum mencapai kadar yang berbahaya yaitu di atas 100 μg per ml. Kadar fibrinogen
normal 450 mg % turun menjadi 100 mg % atau lebih rendah. Untuk menaikkan kembali
kadar fibrinogen ke tingkat di atas nilai krisis lebih disukai memberikan transfusi darah
segar sebanyak 2.000 ml sampai 4.000 ml karena setiap 1.000 ml darah segar diperkirakan
mengandung 2 gram fibrinogen.4,5,6,7 Akibatnya, terjadi hipofibrinogenemia yang
menyebabkan gangguan pembekuan darah pada uterus maupun alat-alat tubuh lainnya.
Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguria dan
proteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak yang masih dapat sembuh
kembali, atau akibat nekrosis korteks ginjal mendadak yang biasanya berakibat fatal.
Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang lepas. Apabila sebagian besar atau
seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil
yang lepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali atau mengakibatkan gawat
janin.4,5,6,7 Waktu adalah hal yang sangat menentukan dalam beratnya gangguan
pembekuan darah, kelainan ginjal dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya solusio
plasenta sampai persalinan selesai, makin hebat komplikasinya.6,7,8

F. Diagnosis
Berdasarkan gejala dan tanda klinik yaitu perdarahan melalui vagina, nyeri pada
uterus, kotraksi tetanik pada uterus, dan pada solusio plasenta yang berat terdapat
kelainan denyut jantung janin pada pemeriksaan dengan KTG. Namun adakalanya
pasien datang dengan gejala mirip persalinan prematur, ataupun datang dengan
perdarahan tidak banyak dengan perut tegang, tetapi janin telah meninggal. Diagnosis

15
definitif hanya bisa ditegakkan secara resrospektif yaitu setelah partus dengan melihat
adanya hematoma retroplasenta.

Gambar 5. Perdarahan Retroplasenta

Pemeriksaan dengan ultrasonografi berguna untuk membedakannya dengan


plasenta previa, tetapi pada solusio plasenta pemeriksaan dengan USG tidak
memberikan kepastian berhubung kompleksitas gambaran retroplasenta yang normal
mirip dengan gambaran perdarahan retroplasenta pada solusio plasenta. Kompleksitas
gambar normal retroplasenta, kompleksitas vaskular rahimsendiri, desidua dan mioma
semuanya bisa mirip dengan solusio plasenta dan memberikan hasil pemeriksaan
positif palsu. Di samping itu solusio plasenta sulit dibadakan dengan plasenta itu
sendiri. Pemeriksaan ulang pada perdarahan baru sering bisa menbantu karena
gambaran ultrasonografi dari darah yang telah membeku akan berubah menurut waktu
menjadi lebih ekogenik pada 48 jam kemudian menjadi hipogenik dalam waktu 1-2
minggu.4

Gambar 6. Gambaran USG Retroplacental Hemorrhage dan Placental Abruptio.

G. Diagnosis Banding

16
Pada kasus solusio plasenta yang parah, diagnosis biasanya jelas. Bentuk-
bentuk solusio yang lebih ringan dan lebih sering terjadi sulit diketahui dengan
pasti dan diagnosis sering ditegakkan berdasarkan eksklusi. Karena itu, pada
kehamilan variabel dengan penyulit perdarahan pervaginam, perlu
menyingkirkan plasenta previa dan penyebab lain perdarahan dengan
pemeriksaan klinis dan evaluasi USG. Telah lama diajarkan, mungkin dengan
beberapa pembenaran, bahwa perdarahan uterus yang nyeri adalah solusio
plasenta sementara perdarahan uterus yang tidak nyeri mengindikasikan
plasenta previa. Sayangnya, diagnosis banding tidak sesederhana itu. Persalinan
yang menyertai plasenta previa dapat menimbulkan nyeri yang mengisyaratkan
solusio plasenta5. Perbedaan solusio plasenta dengan plasenta previa dapat
dilihat pada tabel 2 berikut.

Kriteria Solusio Plasenta Plasenta Previa

Perdarahan Merah tua s/d coklat hitam Merah segar, Berulang ,


Terus menerus Tidak nyeri
Disertai nyeri

Uterus Tegang, Bagian janin tak Tak tegang


teraba, Nyeri tekan Tak nyeri tekan

Jarang
Syok/Anemia Lebih sering
Sesuai dengan jumlah darah
Tidak sesuai dengan jumlah
yang keluar
darah yang keluar

40% fetus sudah mati


Fetus Biasanya fetus hidup
Tidak disertai kelainan letak
Disertai kelainan letak

Pemeriksaan Teraba plasenta atau


Ketuban menonjol
dalam perabaan fornik ada
walaupun tidak his
bantalan antara bagian janin
dengan jari pemeriksaan

Tabel 2. Perbedaan Solusio Placenta dan Placenta Previa 6

H. Komplikasi

17
Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang terus
berlangsung sehingga menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti anemia, syok
hipovolemik, insufisiensi fungsi plasenta, ganguan pembekuan darah, gagal ginjal
mendadak, dan uterus Couvelaire disamping komplikasi sindroma insufiensi fungsi
plasenta pada janin berupa angka kematian perinatal yang tinggi. Sindroma Sheehan
terdapat pada beberapa penderita yang terhindar dari kematian setelah penderita syok
yang berlangsung lama yang menyebabkan iskemia dan nekrosis adenohipofisis
sebagai akibat solusio plasenta.
Kematian janin, kelahiran prematur dan kematian perinatal merupakan koplikasi
yang paling sering terjadi pada solusio plasenta. Solusio plasenta berulang dilaporkan
juga bisa terjadi pada 25 % perempuan yang pernah menderita solusio plasenta
sebelumnya.
Fungsi plasenta akan terganggu apabila peredaran darah keplasenta mengalami
penurunan yang berarti. Sirkulasi darah keplasenta menurun manakala ibu mengalami
perdarahan banyak dan akut seperti pada syok.
Syok pada solusio plasenta diperkirakan terjadi akibat pelepasan tromboplastin
dari desidua dan plasenta masuk kedalam sirkulasi maternal dan mendorong
pembentukan koagualsi intravaskular beserta gambaran klinik lain sindroma emboli
cairan ketuban termasuk hipotensi.4

I. Tatalaksana
Semua pasien yang tersangka menderita solusio plasenta harus dirawat dirumah
sakit yang berfasilitas cukup. Ketika masuk lansung lakukan pemeriksaan darah
lengkap lansung Hb dan golongan darah serta gambaran pembekuan darah dengan
memeriksa waktu pembekuan darah, waktu protrombin, kadar fibrinogen dan kadar
hancuran fibrinogen dalam plasma. Pemeriksaan dengan ultrasonografi berguna
terutama untuk membedakanya dengan plasenta previa dan memastikan janin masih
hidup.4
Penanganan solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala
klinis, yaitu:
a. Solusio plasenta ringan

18
Ekspektatif, bila kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan
(perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan
tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan. Bila ada
perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas,
pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka
kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin
mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.6,7
b. Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan,
penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan
jika perlu seksio sesaria. Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan
berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah
harus segera diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi
tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan
dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi
ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom
subkhorionik. Persalinan juga dapat dipercepat dengan infus oksitosin yang
memperbaiki kontraksi uterus.
Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan
pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari
bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada
penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan
melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan
pembekuan darah. Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya
solusio plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan
amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan
adalah seksio sesaria. Uterus Couvelaire tidak merupakan indikasi histerektomi.
Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio
sesaria, tindakan histerektomi perlu dilakukan.4,8,9

J. Prognosis
Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil dan lebih
buruk lagi bagi janin. Solusio plasenta ringan masih mempunyai prognosis yang baik
19
bagi ibu dan janin karena tidak ada kematian dan morbiditasnya rendah. Solusio
plasenta sedangmempunyai prognosis yang lebih buruk terutama terhadap janinnya
karena morbiditas ibuyang lebih berat. Solusio plasenta berat mempunyai prognosis
paling buruk terhadap ibu lebih-lebih terhadap janinnya. Umumnya pada keadaan
yang demikian janin telah mati dan mortalitas maternal meningkat akibat salah satu
komplikasi. Pada solusio plasenta sedang dan berat prognosisnya juga tergantung pada
kecepatan dan ketepatan bantuan medik yang diperoleh pasien. Transfusi darah yang
banyak dengan segera dan terminasi kehamilan tepat waktu sangat menurunkan
morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal.

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, permasalahan yang dialami oleh Ny. TH yaitu:


a. Solusio plasenta
b. Syok hipovolemik
c. Intrauterine fetal death (IUFD)
d. PEB

A. Solusio plasenta

20
Pada kasus, pasien Ny. TH, 30 tahun datang dengan keluhan perdarahan
pervaginam berupa darah segar dalam jumlah yang banyak disertai nyeri abdomen
yang hebat. Pada kasus ini pasien mengalami perdarahan antepartum berupa solusio
plasenta. Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari
implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin
lahir. Perdarahan yang terjadi dalam banyak kejadian akan merembes anatara plasenta
dan miometrium untuk seterusnya menyelinap di bawah selaput ketuban dan akhirnya
memperoleh jalan ke kanalis servikalis dan keluar melalui vagina (revealed
hemorrhage). Dalam klinis solusio plasenta dibagi ke dalam berat ringannya gambaran
klinik sesuai dengan luasnya permukaan plasenta yang terlepas, yaitu solusio plasenta
ringan, solusio plasenta sedang dan solusio plasenta berat.1,2,5
Berdasarkan gejala klinik pada pasien berupa perdarahan hebat disertai dengan
nyeri dan tegang pada perut, dan kemungkinan terjadinya IUFD maka pasien masuk
dalam klasifikasi kelas III atau solusio plasenta berat. Pada kelas III gejala yang
ditemukan berat dan terdapat pada hampir 24% kasus, perdarahan pervaginam dari
tidak ada sampai berat; uterus tetanik dan sangat nyeri; syok maternal;
hipofibrinogenemi, koagulopati serta kematian janin. Pada solusio plasenta berat
kejadian terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan
janinnya telah meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Pada
keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan
darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal.5,8
Etiologi solusio plasenta belum diketahui dengan jelas, namun terdapat beberapa
keadaan tertentu yang dapat menyertai diantaranya adalah hipertensi, riwayat trauma,
kebiasaan merokok, usia ibu < 20 atau >35 tahun, multiparitas, tali pusat yang pendek,
defisiensi asam folat, perdarahan retroplasenta, penyalahgunaan alkohol dan obat-
obatan.5
Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang terus
berlangsung sehingga menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti anemia, syok
hipovolemik, insufisiensi fungsi plasenta, ganguan pembekuan darah, gagal ginjal
mendadak, dan uterus Couvelaire disamping komplikasi sindroma insufiensi fungsi
plasenta pada janin berupa angka kematian perinatal yang tinggi.4

B. Syok Hipovolemik

21
Syok pada solusio plasenta diperkirakan terjadi akibat pelepasan tromboplastin
dari desidua dan plasenta masuk kedalam sirkulasi maternal dan mendorong
pembentukan koagulasi intravaskular beserta gambaran klinik lain sindroma emboli
cairan ketuban termasuk hipotensi. Sindroma Sheehan terdapat pada beberapa
penderita yang terhindar dari kematian setelah penderita syok yang berlangsung lama
yang menyebabkan iskemia dan nekrosis adenohipofisis sebagai akibat solusio
plasenta.
Fungsi plasenta akan terganggu apabila peredaran darah keplasenta mengalami
penurunan yang berarti. Sirkulasi darah keplasenta menurun manakala ibu mengalami
perdarahan banyak dan akut seperti pada syok.4
Cara mengatasi syok diantaranya dengan pemberian infus NS/RL untuk restorasi
cairan, berikan 500 ml dalam 15 menit pertama dan 2 L dalam 2 jam pertama. Serta
pemberian transfusi dengan darah segar untuk memperbaiki faktor pembekuan akibat
koagulopati.

C. IUFD (intrauterine fetal death)


Kematian janin, kelahiran prematur dan kematian perinatal merupakan koplikasi
yang paling sering terjadi pada solusio plasenta. Solusio plasenta mempunyai
prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil dan lebih buruk lagi bagi janin. Nasib janin
tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian
besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila
sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau
mengakibatkan gawat janin.
Solusio plasenta berat mempunyai prognosis paling buruk terhadap ibu lebih-lebih
terhadap janinnya. Umumnya pada keadaan yang demikian janin telah mati dan
mortalitas maternal meningkat akibat salah satu komplikasi. Pada solusio plasenta
sedang dan berat prognosisnya juga tergantung pada kecepatan dan ketepatan bantuan
medik yang diperoleh pasien. Transfusi darah yang banyak dengan segera dan
terminasi kehamilan tepat waktu sangat menurunkan morbiditas dan mortalitas
maternal dan perinatal.4

D. PREEKLAMSI BERAT

22
BAB V

KESIMPULAN

Pada kasus ini, Ny. TH, 35 tahun, diagnosis awal G2P1A0(AH 0) hamil 28 minggu,
datang dengan keluhan utama nyeri perut hebat dan tidak berasa gerakan janin sejak 4 jam
SMRS . Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
dilakukan diketahui pasien mengalami solusio plasenta, anemia, syok, dan IUFD.
Tatalaksana pada kasus ini adalah operasi Sectio Caesarea Klasik (SCK).
Solusio plasenta merupakan prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus
uteri sebelum janin lahir. Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu
hamil dan lebih buruk lagi bagi janin. Pada solusio plasenta sedang dan berat prognosisnya

23
juga tergantung pada kecepatan dan ketepatan bantuan medik yang diperoleh pasien. Perlu
dilakukan tatalaksana yang tepat dan baik selama kehamilan maupun kelahiran untuk
mencegah komplikasi baik bagi ibu maupun bayi. Persalinan diharapkan terjadi dalam 6
jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun
sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan
persalinan adalah seksio sesaria.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mose, Johanes C. 2004. Penyulit Kehamilan ; Perdarahan Antepartum; Dalam :


Obstetri Patologi, edisi ke-2. Editor: Prof. SUlaima Sastrawinata, dr, SpOG (K),
Prof. Dr. Djamhoer Martaadisoebrata, dr, MPSH, SpOg (K), Prof Dr. Firman F
Wirakusumah, dr, SpOG (K). Jakarta : Peerbit Buku Kedokteran EGC dan
Padjadjaran Medical Press. H.91-96.
2. Suyono,Lulu,Gita,Harum,Endang. 2007. Hubungan Antara Umur Ibu Hamil
Dengan Frekuensi Solusio Plasenta di RSUD Dr. Moewardi Surakarta; Dalam:
Cermin Dunia Kedokteran vol.34 no.5.h 233-238
3. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. Obstetrical
Haemorrhage. Wiliam Obstetrics 23th edition. Prentice Hall International Inc
Appleton. Lange USA. 2010; 799.
4. Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan;
Bagian Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas, dan Bayi Baru Lahir

24
(Masalah Ibu); Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi ke-4. Jakarta: Penerbit P.T. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. h. 492-513.
5. Leveno, Kenneth J. MD; Cunningham, F. Gary MD; Alexander, James M. MD;
Bloom, Steven L. MD; Casey, Brian M. MD; Dashe, Jodi. S MD; et al. 2007.
Obstetrical Complications Section VII, Chapter 35. Obstetrical Hemorrhage. In:
Williams, 22nd edition. Editor: Anne Sydor, Marsha Loeb, Peter J. Boyle. United
States of America: McGraw-Hill Companies, Inc.
6. Raymond EG, Cnattingius S, Kiely JI, Effects of Maternal Age, Parity,and Smoking
On the Risk of Still Birth, BPJ Obstetrics and Gynecology, 1994:301- 6.
7. Gaufberg SV. Abruptio Placentae, available from http:www.eMedicine.com/e
merg/topic12.htm,inc, view article, 2003.
8. Deering SH. Abruptio Placentae, available from http:
www.eMedicine.com/med/topic.htm, inc, view article, 2002.
9. Miller David A.. Obstretric Hemmorhage. February, 2009. from
http//www.obfocus.com/.../bleeding/hemorrhagepa.htm. Accessed December 28,
2009

25

Anda mungkin juga menyukai