Anda di halaman 1dari 15

Daftar Isi

BAB 8.....................................................................................................................................................3
PAJAK BUT..............................................................................................................................................3
8.1 Pengertian BUT ( Bentuk Usaha Tetap ).......................................................................................3
8.2 Objek Pajak dalam BUT................................................................................................................4
8.3 Penentuan Laba dalam BUT.........................................................................................................6
8.4 Penentuan PKP dan PenghasilanBUT...........................................................................................7
KESIMPULAN.......................................................................................................................................15
BAB 8

PAJAK BUT

8.1 Pengertian BUT ( Bentuk Usaha Tetap )

Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of
business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-mesin,
peralatan, gudang dan komputer atau agen elektronik atau peralatan otomatis (automated
equipment) yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik
untuk menjalankan aktivitas usaha melalui internet.

Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang
kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan
yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila orang
pribadi atau badan dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia
menggunakan agen, broker atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen
atau perantara tersebut dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan
perusahaannya sendiri.

Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap
mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menerima
pembayaran premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai,
perwakilan atau agennya di Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa
peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan
adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada, atau bertempat kedudukan di
Indonesia.

Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

3
 BUT dapat berupa:

1. Tempat kedudukan manajemen

2. Cabang perusahaan

3. Kantor perwakilan

4. Gedung kantor

5. Pabrik

6. Bengkel

7. Gudang

8. Ruang untuk promosi dan penjualan

9. Pertambangan dan penggalian sumber alam,

10. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi

11. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan

12. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan

13. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang
dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan

14. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas

15. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia.

16. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha
melalui internet.

Bentuk Usaha Tetap dikenakan pajak atas penghasilan baik yang berasal dari usaha atau
kegiatan, maupun yang berasal dari harta yang dimiliki atau dikuasainya. Dengan demikian
semua penghasilan tersebut dikenakan pajak penghasilan di Indonesia.

8.2 Objek Pajak dalam BUT


Yang menjadi objek pajak penghasilan BUT adalah:

1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau
dikuasai.

4
Sebagai contoh, Communitel Ltd. yang bergerak dalam usaha penjulan satelit komunikasi
mempunyai cabang di Jakarta dengan nama Communitel Indonesia. Apabila Communitel
Indonesia memperoleh laba melalui usaha penjualan satelit komunikasi, maka atas laba
penjualan tersebut dikenakan Pajak Penghasilan sebagai pajak atas penghasilan Wajib Pajak
BUT.

2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian
jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan BUT di Indonesia.

Sebagai contoh, New York Bank mempunyai cabang di Jakarta (New York Bank-Indonesia).
Apabila New York Bank memperoleh penghasilan berupa bunga atas pinjaman yang
diberikan tanpa melalui New York Bank-Indonesia, maka penghasilan bunga tersebut tetap
dianggap sebagai penghasilan BUT (New York Bank-Indonesia).

3. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam PPh Pasal 26 yang diterima atau diperoleh
kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan
yang memberikan penghasilan dimaksud.

Sebagai contoh, Foodz Inc. membuat perjanjian dengan PT Lezzat untuk menggunakan
merek dagang Foodz Inc. Atas penggunaan hak tersebut Foodz Inc. menerima imbalan berupa
royalti dari PT Lezzat. Dalam rangka pemasaran produk, Foodz Inc. juga memberikan jasa
manajemen kepada PT Lezzat melalui Foodz-Indonesia (BUTnya di Indonesia). Dalam hal
demikian, penggunaan merek dagang oleh PT Lezzat mempunyai hubungan efektif dengan
BUT di Indonesia. Oleh karena itu, penghasilan Foodz Inc. yang berupa royalti diperlakukan
sebagai penghasilan BUT (Foodz-Indonesia) .

Sedangkan subjek pajak dalam BUT:

Dalam hal ini, Subjek Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap adalah

Subjek Pajak Luar Negeri yang terdiri dari:

A. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga hari) dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

B. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,
yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Subjek Pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi Wajib Pajak
karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau
menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk

5
usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan
yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.

Wajib Pajak luar negeri:

• Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di
Indonesia.

• Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto

• Tarif pajak yang dipergunakan adalah tidak sepadan (tarif UU PPh pasal 26)

• Tidak wajib menyampaikan SPT

Subjek Pajak Luar Negeri melalui BUT dimulai saat menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui BUT di Indonesia dan berakhir saat tidak lagi menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.

Sedangkan Subjek Pajak Luar Negeri tidak melalui BUT dimulai saat menerima atau
memperoleh penghasilan di Indonesia dan berakhir saat tidak lagi menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia.

8.3 Penentuan Laba dalam BUT


Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT ada beberapa ketentuan yang harus
diperhatikan, yaitu:

1. Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan dibebankan adalah biaya yang
berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan Direktur Jenderal
Pajak.

2. Pembayaran oleh BUT kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan
sebagai biaya adalah:

a. Royalti atau imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak-hak
lainnya

b. Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya

c. Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan

Sebagai konsekuensinya, atas pembayaran seperti tersebut di atas, yang diterima atau
diperoleh BUT dari kantor pusat tidak dianggap sebagai Objek Pajak, kecuali bunga yang
berkenaan dengan usaha perbankan.

6
8.4 Penentuan PKP dan PenghasilanBUT
Cara menghitung penghasilan kena pajak bentuk usaha tetap. terlebih dahulu harus
diketahui dasar pengenaan pajaknya. Untuk Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha
Tetap (BUT) yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah Penghasilan Kena Pajak.
Sedangkan untuk Wajib Pajak luar negeri adalah penghasilan bruto.

Besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk Pajak badan dihitung sebesar penghasilan netto.
Sedangkan untuk Wajib Pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi
dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Secara singkat dapat dirumuskan sebagai
berikut:

Penghasilan kena pajak (WP badan) = penghasilan netto

Penghasilan kena pajak (WP orang pribadi) = penghasilan netto-PTKP

Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak

Perhitungan besarnya Penghasilan Netto bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha
tetap dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Menggunakan pembukuan

2. Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang
ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap
Tahun Pajak berakhir. Wajib Pajak badan dan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas diwajibkan menyelenggarakan pembukuan.

Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan


pencatatan adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan:

 Diperbolehkan menghitung penghasilan netto dengan menggunakan Norma


Penghitungan Penghasilan Netto

 Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas

Pencatatan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan
bebas meliputi peredaran atau penerimaan bruto dan penerimaan penghasilan lainnya.
Sedangkan bagi mereka yang semata-mata menerima penghasilan dari luar usaha dan
pekerjaan bebas pencatatannya hanya mengenai penghasilan bruto, pengurang, dan
penghasilan netto yang merupakan objek Pajak Penghasilan. Di samping itu pencatatan
meliputi pula penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang
bersifat final.

7
Pembukuan atau pencatatan harus:

 Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau


kegiatan usaha yang sebenarnya,

 Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan


mata uang Rupiah, dan

 Disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri
Keuangan (misalnya, bahasa Inggris)

Menghitung Penghasilan Kena Pajak dengan Menggunakan Pembukuan

Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan, termasuk:

1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha,
antara lain:

a. Biaya pembelian bahan

b. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang

c. Bunga, sewa, dan royalti

d. Biaya perjalanan

e. Biaya pengolahan limbah

f. Premi asuransi

g. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan

h. Biaya administrasi

i. Pajak, kecuali Pajak Penghasilan.

2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari
1 (satu) tahun;

3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;

8
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;

5. Kerugian selisih kurs mata uang asing;

6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;

7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;

8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:

 Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;

 Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
Direktorat Jenderal Pajak

 Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi


pemerintah yang menangani piutang negara, atau adanya perjanjian tertulis mengenai
penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau
adanya pengakuan dari debitur bahwa untungnya telah dihapuskan untuk jumlah
utang tertentu;

 Syarat sebagaimana dimaksud pada huruf c tidak berlaku untuk penghapusan piutang
tak tertagih debitur terkecil

9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur


dengan Peraturan Pemerintah;

10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia
yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

11. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah;

12. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
dan

13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

14. Kompensasi kerugian fiskal tahun sebelumnya (maksimal 5 tahun).

Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:

1. Pembagian laba dengan nama dan bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen
yang dibagikan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi.

9
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu, atau anggota.

3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:

a. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen,
dan perusahaan anjak piutang;

b. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;

c. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;

d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;

e. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan

f. Cadanagan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri


untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuannya dan syarat-syaratnya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh
pemberi kerja dan premi asuransi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak
yang bersangkutan.

5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah
tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada
pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan
yang dilakukan.

7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan, kecuali:

 Sumbangan yang diperbolehkan dikurangkan

 Zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah

 Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui
di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah;

8. Pajak Penghasilan.

10
9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau
orang yang menjadi tanggungannya.

10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.

11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

12. Biaya-biaya (pengeluaran) untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara


penghasilan yang:

 Dikenakan PPh yang bersifat final

 Bukan objek PPh

13. Biaya-biaya (pengeluaran) untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan


yang PPh-nya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.

Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam
negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28%. Tarif pajak bagi Wajib Pajak badan dalam
negeri dan bentuk usaha tetap, mulai berlaku sejak tahun pajak 2010, diturunkan menjadi
25%.

Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40%
(empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa
efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar
5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif yang berlaku.

Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp
50.000.000.000,00 mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% yang dikenakan
atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp
4.800.000.000,00.

Cara menghitung Pajak

Pajak Penghasilan (bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap) setahun dihitung
dengan cara mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif pajak sebagaimana diatur
dalam UU PPh pasal 17. Untuk menghitung PPh dapat digunakan rumus sebagai berikut:

 Pajak Penghasilan (Wajib Pajak badan)

= Penghasilan Kena Pajak x tarif pasal 17

= Penghasilan netto x tarif pasal 17

11
= (Penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh) x tarif pasal 17

 Pajak Penghasilan (WP Orang Pribadi)

= Penghasilan kena pajak x tarif pasal 17

= (Penghasilan netto – PTKP) x tarif pasal 17

= [ (Penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh)-PTKP] x tarif pasal 17

Catatan: Untuk keperluan penghitungan PPh yang terutang pada akhir tahun, Penghasilan
Kena Pajak dibulatkan ke bawah hingga ribuan penuh

Contoh:

1. Peredaran bruto PT Makmur dalam tahun pajak 2010 sebesar Rp4.500.000.000,00


dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp500.000.000,00. Penghitungan pajak yang
terutang:

Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif
sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto
PT Makmur tidak melebihi Rp4.800.000.000,00.

Pajak Penghasilan yang terutang:

(50% x 25%) x Rp500.000.000,00 = Rp62.500.000,00

2. Peredaran bruto PT Jaya dalam tahun pajak 2010 sebesar Rp30.000.000.000,00 dengan
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000,00. Penghitungan Pajak Penghasilan yang
terutang:

Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:

(Rp4.800.000.000,00 : Rp30.000.000.000,00) x Rp3.000.000.000,00 =

Rp480.000.000,00

Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:

Rp3.000.000.000,00-Rp480.000.000,00 = Rp2.520.000.000,00

Pajak Penghasilan yang terutang:

- (50% x 28%) x Rp480.000.000,00 = Rp 67.200.000,00

- 28% x Rp2.520.000.000,00 = Rp705.600.000,00(+)

Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang = Rp772.800.000,00

12
3. Gunawan pada tahun 2010 mempunyai Penghasilan Kena Pajak sebesar
Rp241.850.600,00. Besarnya Pajak Penghasilan yang harus dibayar atau terutang oleh
Gunawan adalah:

Penghasilan Kena Pajak Rp241.850.600,00

(dibulatkan ke bawah hingga ribuan penuh)

Pajak Penghasilan yang harus dibayar:

5% x Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00

15% x Rp 191.850.000,00 Rp 28.777.500,00

Jumlah Rp 31.277.500,00

Perlakuan Pajak Terhadap Bentuk Usaha Tetap yang Ditanamkan kembali Di


Indonesia

Perlakuan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan dari suatu Bentuk Usaha Tetap di
Indonesia, akan dikenakan PPh pasal 26 sebesar 20% (bersifat final), kecuali penghasilan
tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. Penanaman kembali tersebut harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:

1. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi
Pajak Penghasilan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan
berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri

2. Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagaimana


dimaksud pada huruf a, harus secara aktif melakukan kegiatan usaha sesuai dengan akte
pendiriannya, paling lama 1 (satu) tahun sejak perusahaan tersebut didirikan

3. Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau paling lama tahun
pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut

4. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling singkat dalam
jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan baru tersebut telah berproduksi komersial.

Bentuk Usaha Tetap yang melakukan penanaman kembali, wajib menyampaikan


pemberitahuan secara tertulis mengenai bentuk penanaman yang dilakukan kepada Dirjen
Pajak sebagai lampiran SPT Tahunan PPh tahun pajak diterima atau diperolehnya
penghasilan yang bersangkutan.

Contoh:

 Foodz-Indonesia yang merupakan bentuk usaha tetap mempunyai penghasilan kena


pajak dalam tahun 2009 sebesar Rp 1.000.000.000,00.

13
Perhitungan pajak atas BUT tersebut adalah sebagai berikut:

Penghasilan kena pajak Rp 1.000.000.000,00

PPh terutang:

28% x Rp 1.000.000.000,00 = Rp 280.000.000,00

Penghasilan kena pajak BUT sesudah dikurangi

dengan pajak penghasilan Rp 720.000.000,00

Atas penghasilan tersebut akan dikenakan pajak lagi sebesar:

20% x Rp 720.000.000,00 atau sama dengan Rp 144.000.000,00

Namun apabila atas penghasilan kena pajak BUT sesudah dikurangi pajak penghasilan
tersebut (sebesar Rp 720.000.000,00) ditanamkan kembali di Indonesia, maka atas
penghasilan tersebut tidak dipotong pajak. Jadi tidak ada pemotongan pajak penghasilan
sebesar 20% atau sebesar Rp 144.000.000,00.

14
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan diatas, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut :

1. Penentuan subjek pajak sangat penting dalam sistem pemungutan PPh karena subjek
pajak adalah pihak yang dituju untuk membayar Pajak Penghasilan. Saat bentuk usaha tetap
menjadi subjek pajak dan pada saat yang bersamaan sekaligus juga menjadi wajib pajak luar
negeri, adalah pada saat orang pribadi atau badan luar negeri mempunyai hubungan ekonomis
dengan Indonesia. Pemenuhan kewajiban perpajakan BUT dipersamakan dengan wajib pajak
dalam negeri. Bentuk usaha tetap antara lain berkewajiban mendaftarkan diri untuk
mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan menyampaikan Surat Pemberitahuan
Tahunan (SPT) sebagai sarana untuk menetapkan besarnya pajak terutang dalam suatu tahun
pajak, serta pengenaan pajaknya dilaksanakan atas penghasilan kena pajak dengan
menggunakan tarif umum seperti yang berlaku untuk wajib pajak dalam negeri pada
umumnya. Hal tersebut selaras dengan prinsip pemajakan internasional yang menghendaki
perlakuan non diskriminasi dan kesetaraan perlakuan (equal treatment). Berdasarkan UU PPh
yang berlaku di Indonesia, bentuk usaha tetap dikenakan pajak per basis territorial yang
hanya sebatas pada penghasilan yang diperoleh dari sumber di Indonesia (tempat BUT
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan).

2. Wajib Pajak Luar Negeri yang menerima penghasilan yang bersumber di Indonesia
dapat dilakukan dengan cara:

a) menjalankan kegiatan atau usaha di Indonesia (active income) dan memenuhi syarat
sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT). Pemajakan terhadap BUT menurut UU PPh bisa
didasarkan pada tarif tertentu yang diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan dan tarif umum
Pasal 17 dan 23 UU PPh.

b) Menjalankan kegiatan atau usaha di Indonesia (active income) dan belum memenuhi
syarat sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT). Pemajakan terhadap penghasilan Wajib Pajak
Luar Negeri ini terutang PPh Pasal 26 menurut UU PPh dan kewajiban perpajakannya
menjadi tanggung jawab subjek pajak dalam negeri yang membayarkan penghasilan kepada
subjek pajak luar negeri tersebut.

15

Anda mungkin juga menyukai