Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“PEMISAHAN KEKUASAAN NEGARA ”

Dosen Pengampu : Urwatul Wutskah,SH,MH

Kelompok : 2

Marie Meifa : (20168200037)

Ahmad Muzaqi : (20168200052)

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)

KUSUMA NEGARA KAMPUS B (BINTARA)

2018-2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang
sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam pendidikan.

Makalah ini dibuat digunakan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan


Dosen Mata kuliah Hukum Adat Ibu Urwatul Wutskah,SH,MH . Dengan makalah
ini juga dapat di buat untuk bahan pembelajaran mata kuliah hukum adat dalam
materi pembelajaran tentang Sistem Kekerabatan Masyarakat Hukum Adat.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Bekasi,29 September 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................ i

Daftar isi ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Kekerabatan Masyarakat Hukum Adat ..................... 3

2.2 Persekutuan Masyarakat Hukum adat ................................................. 5

2.3 Bentuk-Bentuk Persekutuan Hukum Masyarakat Adat .......................... 6

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 14

Daftar isi ......................................................................................................... 15

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masalah sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam


struktur sosial. M. Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu
masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari
masyarakat yang bersangkutan. Di dalam masyarakatanumum kita mengenal
kekerabatan seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral keluarga
unilateral dalam suatu masyarakat khususnya masyarakat pedesaan, sistem
kekerabatan merupakan ciri utama dalam masyarakat desa dimana
kekerabatan atau kekeluargaan masih sangat terasa atau terlihat. Hubungan
kekerabatan sangat erat bagi masyarkat di negera-negara yang sedang
berkembang seperti halnya indonesia. Hubungan kekerabatan ini merupakan
ikatan atas dasar hubungan darah (keturunan) yang dapat ditelusuri
berdasarkan garis keturunan ayah, ibu, atau garis keurunan keduanya.
Hubungan kekerabatan menjadi lebih berarti apabila dihubungkana dengan
berbagai segi kehidupan yang akan membawa spek budaya, agama, politik,
keanggotaan suatau klan dan lain sebagainya. Sehingga hubungan antar
anggota dan kedudukan di dalam organisasi sosial dapat dilihat berdasarkan
ikatan kekerabatan yang dimilikinya. Menegenai fungsi dan arti dari berbagai
macam adat istiadat dan pranata perkawinan, serta mengenai hak dan
kewajiban warga dari berbagai macam kelompok kekerabatan, dan mengenai
kaitanya antara sistem kekerabatan dengan kehidupan ekonomi, politik,
agama dan sebagainya.
1.2 Rumusan Masalah
Dari penjelasan lattar belakang di atas terdapat beberapa rumusan masalah
yaitu:
1. Apa pengertian hukum adat kekerabatan?
2. Apa Pengertian Persekutuan Hukum Masyarakat Hukum Adat?
3. Apa saja pembagian hukum adat kekerabatan?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian hukum adat kekerabatan.
2 Untuk mengetahui sistem hukum adat kekerabatan.
3 untuk mengetahui pembagian hukum adat kekerabatan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Kekerabatan Masyarakat Hukum Adat

Dalam antropologi lazimnya istilah kekerabatan sering dipergunakan


dalam arti kekerabtan dan perkawinan,akan tetapi kedua hal itu dapat dibedakan
,dimana kekerabtan merupakan hubungan darah sedangkan perkawinan diberi
istilah affinity.Dengan demikian,maka di dalam bahasa inggris orang tua dengan
anak adalah Kerabat (kin) sedangkan suami dan istri affines.Pada kebayakan
masyarakat ,seorang anak dipandang sebagai keturunan masyarakat,seorang anak
di pandang sebagai di pandang sebagai keturunan kedua orang tuanya ,

Sehingga Seorang Anak Dapat Ditelusuri ,Baik Melalui Ayah Atau Ibunya.
Hubungan Kekerabatan Atau Kekeluargaan Merupakan Hubungan Antara Pihak
Tiap Entitas Yang Memiliki Asal Usul Silsilah Yang Sama Baik
Memiliki Keturunan Biologis ,Social,Dan Budaya.
Hubungankekerabatan Iniadalah Salah Satu Prinsip Mendasar Untuk Mengelompo
kan Tiap Orang Kedalam Kelompok Social Peran Katagori Dan Silsilah.
Kekerabatan Merupakan Hubungan Kekeluargaan Seseorang Dengan Orang
Lain Yang Mempunyai Hubungan Darah Atau Keturunan Yang Sama Dalam Satu
Keluarga. Kekerabatan Suatu Lembaga Yang Berdiri Sendiri, Lepas Dari Ruang
Lingkup Yang Disebut Kekerabatan, Suatu Kesatuan Yang Utuh, Bulat Diantara
Anak Dan Ayah, Berlangsung Terus Menerus Tanpa Batas.1

1
Soekamto, Seorjono. Hukum Adat Indonesia. jakarta: PT Grafindo Persada,
2016,hlm.46.

3
Sistem kekerabatan menurut MeyerFortes adalah bahwasystem
kekerabatan suatu masyarakat dapatdipergunakan untu menggambar strukturso
cial dari masyarakat yang bersangkutan .suatun ikatan kekerabatan tertentu
,mungkin berfungsi sebagai sarana untuk mengikat individu-individu tertentu
kedalam suatu kelompok social,seperti misalnya keluarga atau atau keluarga
luas. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga
yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota
kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman,
bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Struktur-struktur kekerabatan mencakup
kekeluargaan dan bentuk kelompok yang merupakan perluasan keluarga seperti
suku atau klen.

Masyarakat Hukum Adat adalah merupakan suatu bentuk suatu


kehidupan bersama ,yang warga-warganya hidup dengan jangka waktu yang
cukup lama,sehingga menghasilkan kebudayaan.Masyarakat merupakan suatu
wadah social yang menjadi wadah dari pola-pola interaksi atau hubungan
interpersonal maupun antar kelompok.

Menurut Soepomo ,masyarakat hokum adat di Indonesia di bagi dalam


dua golongan menurut dasar susunannya ,yaitu yang pertalian suatu
keturunan(genealogi) dan berdasar kan lingkungan daerah (territorial) ,kemudian
hal itu ditambah lagi dengan susunan yang didasarkan kepada krdus dasar
tersebut diatas(Soepomo 19977:51) dan seterusnya).Masyarakat Hukum adat
terbentuk berdiri sendiri ,menjadi bagian dari masyarkat hukum adat yang lebih
tinggi atau mencakup beberapa masyarakat hukum adat yang lebih rendah ,serta
merupakan dari beberapa perserikatan dari masyarakat hukum adat sederajat.2

2
Soekamto, Seorjono. Hukum Adat Indonesia. jakarta: PT Grafindo Persada,
2016,hlm.46.

4
2.2 Persekutuan Masyarakat Hukum adat
Dalam masyarakat tradisional Indonesia terdapat persekutuan-
persekutuan .Persekutuan terdiri dari orang-orang yang merupakan
persekutuan,yang bertindak sendiri dalam kehidupan hukum sebagai pendukung
hak dan kewajiban. Persekutuan hukum (rechtsgemeenschap) adalah perikatan
atau perkumpulan Antar manusia yang mempunyai anggota-anggota yang
merasa dirinya terikat satu-sama lainnya dalam satu kesatuan yang penuh
solidaritas, dimana dalam anggota-anggota tertentu berkuasa untuk bertindak
atas nama mewakili kesatuan itu dalam mencapai kepetingan atau tujuan
bersama.

Diantara persekutuan masyrakat tersebut ada yang merupakan persekuatuan


Hukum ada pun bukan persekutuan Hukum.Persekutuan Hukum disebut
Persekutuan Hukum apabila memenuhi syarat sebagai berikut:

a.Kumpulan orang dalam persekutuan tersebut bersifat tetap

b.Mempunyai pemerintahan dan kekuasaan sendiri

c.Mempunyai Kekayaan Sendiri

d.Persekutuan tersebut bertindak sebagai kesatuan lahir dan


batin,kedalam dan Keluar sebagai pendukung hak dan kewajiban.3

3
Albar S Subari, Hamonangan Albariansyah,Suci Flambonita. Pokok-Pokok Hukum
Adat. Palembang: Universitas Sriwijaya, 2010,hlm.22.

5
2.3 Bentuk-Bentuk Persekutuan Hukum Masyarakat Adat

Ada dua factor yang mendorong terbentuknya persektuan Hukum,yaitu


factor keturunan (genealogis) dan factor daerah (territorial).kedua factor
tersebut membentuk tiga jenis Persekutuan, yaitu Persekutuan Hukum
Genealogis,Persekutuan Hukum Genealogis,Persekuataun Hukum
Genealogis territorial.

A.Persekutuan Hukum Genealogis

Persekutuan Hukum Genealogis Adalah Persekutuan hukum yang


warganya terikat satu sama lain dalam persekutuan karena persamaan
keturunan sesunggunya atau anggap saja seperti anak angkat. Menurut para
ahli hukum adat dimasa Hindia Belanda masyarakat hukum genealogis ini
dapatdibedakan dalam tiga macam yaitu yang bersifat patrinial, matrinial,
dan bilateral atau parental

1.Struktur Masrakat matrialineal

Pada masyarakat tertruktur secara matrialineal,orang menarik garis


hukum dengan menggabungkan diri dengan orang lain melalui garis
perempuan.akibat dari cara menarik garis hukum tersebut di bidang Hukum
kekerabatan dan waris serta terikat diantara orang-orang yang ada
hubungannya darah melalui garis perempuan dan anak-anak yang lahir
dalam suatu perkawinan,dimasukan dalam suku orang tua perempuan .

Unutk menjaga kelangsungan sukunya,masyarakat terstruktur secara


matrialineal,memilih bentuk perkawinan semendo.ciri-ciri perkawinan
Samendo adalah endogamy dan matrilokal.Endogami berarti menurut

6
4Hukum adat perkawinan yang ideal dalam system perkawinan samendo
adalah apabila jodoh diambil dari kalangan sukunya sendiri.

Matrilokal mengandung arti bahwa menurut Hukum Adat


Semendo,tempat tinggal bersama dalam perkawinan adalah tempat tinggal
istri Contoh Perkawinan Samendo adalah Masyarakat Minangkabau

2.Struktur Masyarakat Patrialineal

Pada Struktur Patrilineal ,orang menarik garis hukum dalam hubungan


diri dengan orang lain ,melaui garis laki-laki .akibat dari cara menarik garis
hukum tersebut dalam bidang hukum kekerabatan dan waris,hak dan
kewajiban hanyalah timbul diantara orang-orang yang mempunyai
hubungan darah melaui garis laki-laki dan anak yang lahir dari suatu
perkawinan yang dimasukkan dalam Klan(marga) orang tua laki-laki.Untuk
mempertahankan kelangsungan marganya,maka masyarakat terstruktur
secara patrilineal memilih bentuk perkawinan yang disebut perkawinan
jujur .

Ciri-Ciri Perkawinan Jujur,adalah exogami dan patrilokal Exogami berarti


menurut Hukum adat Perkawinan Jujur,perkawinan yang ideal adalah
apabila jodoh diambil dari luar marganya sendiri.Patrilokal berarti menurut
Hukum Adat Perkawina jujur ,tempat tinggal bersama dalam perkawinan
adalah tempat tinggal suami.Contoh masyarakata Alas,Batak dan Bali serta
Sumatra selatan.

4
Albar S Subari, Hamonangan Albariansyah,Suci Flambonita. Pokok-Pokok Hukum
Adat. Palembang: Universitas Sriwijaya, 2010,hlm.19.

7
3.Struktur Masyarakat Bilateral(Parental)

Pada masyarakat yang terstruktur secara bilateral(parental),orang


menarik garis hukum dalam hubungan diri dengan orang lain baik melaui baik
garis laki-laki maupun perempuan.Hak dan kewajiban antara seseorang dengan
yang lainnya dalam bidang hukum kekerabatan dan waris terjalin baik melalui
garis laki-laki maupun garis perempuan.

Pada masyarakat yang terstruktur Bilateral tidak ada bentuk perkawinan


khusus,begitu juga tentang tempat tinggal bersama dalam perkawinan,tidak ada
ketentuan yang tegas.

B.Persekutuan Hukum Teritoral

Persekutuan Hukum Teritoral ialah Persekutuan Hukum yang warganya


terikat satu sama lainnya dalam suatu persekutuan itu bersama karena mereka
menetap dalam suatu daerah (territorial)tertentu.Contohnya Desa (Jawa,Sunda
danBali),Nagari(Minangkabau),Gampong dan meusanah(Aceh)Nagori(Minahasa
dan Ambon).

Seseorang yang merantau sementara masih tetap menjadi anggota


masyarakat tadi, walaupun diterimanya itu kadang-kadangdisuatu tempat agak
mudah sedangkan ditempat lain amat sukar. Persekutuan-persekutuan
territorials ini merupakan pokok pangkal tata susunan 5terpenting bagi
masyarakat Indonesia. Adapun persekutuan masyarakat territorials dapat

5
Albar S Subari, Hamonangan Albariansyah,Suci Flambonita. Pokok-Pokok Hukum
Adat. Palembang: Universitas Sriwijaya, 2010,hlm.20.

8
dibagi menjadi tiga pusat yang masing-masing menjadi pusatnya dibagi bentuk-
bentuk tetap dan bentuk peralihan, yaitu:

1.Persekutuan desa (masyarakat dusun)

Yang dinamakan dengan persekutuan desa adalah apabila suatu tempat


kediaman bersama mengikat suatu persekutuan manusia diatas daerahnya
sendiri, mungkin bersama-sama dengan beberapa dusun yang tak bebas danyang
terletak disebelah pedalaman sedikit,[8]sehingga segala kepentingan rumah
tangga seluruh wilayahnya diselenggarakan oleh suatu badan tata urusan pusat
yang merupakan satu-satunya badan tata urusan yang berwibawa diseluruh
wilayahya. Contoh dari persekutuan desa kita jumpai di Jawa, Madura dan Bali.

2.Persekutuan daerah (masyarakat wilayah)

Persekutuan Daerah adalah suatu daerah tertentu yang terdiri dari beberapa
desa dan masing-masing desa mempunyai tata-susunan dan pemerintahan
sendiri yang dikepalai oleh pejabat-pejabat yang memegang kedudukan sejenis,
sehingga masing-masing desa dalam batas kemandirian (otonomi) tertentu
mengurus kepantingan rumah tangganya sendiri.

Dalam desa demikian itu, di samping suatu badan tataurusan pusat yang
berwibawa diseluruh wilayah desa itu, ada pula badan-badan tataurusan
setempat yang berwibawa dalam bidang masing-masing, untuk
menyelenggarakan segala hal yang perlu dalam pelaksanaan otonominya,
mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri-sendiri dan memeiliki
kewibawaannya selaku amanat dari badan tata urusan pusatnya.[11] (misal :
Kuria di Angkola dan Mandailing yang mempunyai hutan-hutan di daerahnya;
Marga di Sumatera Selatan dengan dusun-dusun di daerahnya)[12]

9
3.Perserikatan Desa (persekutuan beberapa desa),

Yang dikatakan perserikatan desa ialah apabila persekutuan-persekutuan desa,


masing-masing lengkap dengan pemerintahan dan daerahsendiri dan terletak
berdekatan dan mengadakan perjanjian untuk memeliharakepentingan bersama
atau suatu hubungan yang berdasarkan tradisi dandengan mengadakan suatu
pemerintahan yang bersifat kerja sama antara pemerintah tersebut. Sedangkan
kepada desa-desa yang tergabung (bersama) itu tidak diberikan hak wilayah
sendiri (contohnya, Batak bagian tengah).

Tentu saja tidak semua persekutuan hukum teritorials dapat ditetap kandengan
begitu saja termasuk kedalam salah satu golongan (type) tersebut,sebab ada
yang mempunyai bentuk-bentuk yang agak menyimpang dan adapula yang
berbentuk campuran, akan tetapi kebanyakan dari padanya jelassesuai dengan
tipe-tipe tadi.6

C.Persekutuan Hukum Genealogis Teritoral

Persekutuan Hukum Genealogis Teritoral ialah Hukum yang warganya terikat


satu sama lain dalam persekutuan hukum itu oleh ikatan satu keturunan dan juga
ikatan daerah tempat tinggal mereka . gabungan antara persekutuan geneologis
dan territorial, misalnya di Sumba, Seram. Buru, Minangkabau dan Renjang. Setiap
persekutuan hukum dipimpin oleh kepala persektuan, oleh karena itu kepala
persekutuan mempunyai tugas antara lain :

6
Albar S Subari, Hamonangan Albariansyah,Suci Flambonita. Pokok-Pokok Hukum
Adat. Palembang: Universitas Sriwijaya, 2010,hlm.25.

10
a. Tindakan-tindakan mengenai tanah, seperti mengatur penggunaan tanah,
menjual, gadai, perjanjian-perjanjian mengenai tanah, agar sesuai dengan hukum
adat.
b. Penyelenggaraan hukum yaitu pengawasan dan pembinaan hukum.
c. Sebagai hakim perdamaian desa.
d. Memelihara keseimbangan lahir dan batin
e. Campur tangan dalam bidang perkawinan
f. Menjalankan tugasnya pemerintahannya secara demokrasi dan
kekeluargaan
g. dan lain-lain

Ada lima jenis bentuk persekutuan Hukum Genealogis Territorials


menurutSoepoemo.

1.Suatu daerah atau kampong yang dipakai sebagai tempat kediaman oleh
hanya satu bagian golongan (clanded). Tidak ada golongan lain yang tinggal
didalam daerah itu. Daerah atau kampong-kampong yang berdekatan juga
dipakai sebagai tempat tinggal oleh hanya satu bagian clan.Teer Har menulis
bahwa susunan rakyat semacam itu barangkali terdapat didaerah pedalaman
dipulau-pulau Enggano, Buru, Seram dan Flores.

Ditepi-tepi laut dari pulau-pulau adalah kampong-kampong yang berbaur


dengan penduduknya yang terdiriatas beberapa family yang telah memisahkan
diri dari golongan-golongan (clan) di pedalaman pun terdapat pula pada tepi-
tepi laut tersebut penduduk-penduduk orang Indonesia yang berasal dari
seberang lautan.7

11
Didaerah pedalaman Irian Barat adalah clan-clan yang masing-masing
mendiami daerah sendiri-sendiri, akan tetapi dekat tepi laut adalah terdapat
beberapa golongan kecil, bernama keret yang berdiri sendiri dan masing-
masing mendiami tanah tertentu. Tempat-tempat kediaman para family
tersebut berada dalam daerah kampong yang dikepalai oleh seorang kepala
kampong. Kepala kampong inihanya mempunyai sedikit kekuasaan terhadap
orang-orang diluargolongannya sendiri.

2.Di Tapanuli terdapat tata susunan rakyat sebagai berikut. Bagian-bagian


calan (marga) masing-masing mempunyai daerah tersendiri, akan tetapi
didalam daerah tertentu dari suatu marga, didalam huta-huta yang didirikan
oleh suatu marga itu, ada juga terdapat satu atau beberapa marga lain yang
masukmenjadi anggota badan persekutuan huta didaerah 89itu, yang
mendirikan huta-huta didaerah tersebut, disebut marga asal, marga raja, atau
marga tanah, yaitu marga-marga yang menguasai tanah-tanah didaerah itu,
sedang marga-marga yang kemudian masuk didaerah itu disebut marga rakyat.
Kedudukan suatu marga rakyat didalam suatu huta adalah kurang daripada
kedudukan marga raja. Antar marga rakyat dan marga asal ada hubungan
perkawinanya yang erat.

3.Jenis ketiga dari suatu persekutuan masyarakat hukum adat genealogis


territorial ialah yang kita dapati di Sumba Tengah dan Sumba Timur. Disitu
terdapat suatu clan yang mula-mula mendiami suatu daerah yang tertentu dan
berkuasa didaerah itu, akan tetapi kekuasaan itu kemudian berpindah kepada

8
Soekamto, Seorjono. Hukum Adat Indonesia. jakarta: PT Grafindo Persada,
2016,hlm.97.

12
clan lain, yang masuk kedaerah tersebut dan merebut kekuasaan pemerintah
dari clan yang asli itu. Kedua clan itu kemudian berdamai dan bersama-
samamerupakan kesatuan badan persekutuan daerah kekuasaan pemerintah
dipegang oleh clan yang datang kemudian, sedangkan clan yang asli
tetapmenguasai tanah-tanah didaerah itu sebagai wali tanah.

4.Jenis keempat dari suatu persekutuan masyarakat hukum adat genealogis


territorial ialah ini kita dapati dibeberapa nagari Minangkabau dan dibeberapa
marga di Bengkulu. Disitu tidak ada golongan yang menumpang atau
menguasai tanah, melainkan segala golongan suku yang bertempat didaerah
nagari yang berkedudukan sama (setingkat) dan bersama-sama merupakan
suatu badan persekutuan territorial (nagari) sedang daerah nagari itu terbagi
dalam daerah-daerah golongan (daerah suku) dimana tiap-tiap golongan
mempunyai daerah sendiri-sendiri.

5.Jenis kelima dari suatu persekutuan masyarakat hukum adat genealogis


territorial ialah terdapat dinagari-nagari lain di Minangkabau dan pada
dusundidaerah Rejang (Bengkulen), dimana dalam satu nagari atau dusun
berdiambeberpa bagian clan, yang satu sama lain tidak bertalian family.
Seluruhdaerah-daerah nagari atau dusun menjadi daerah bersama (yang tidak
dibagi-bagi) dan segala bagian clan pada badan persekutuan nagari (dusun) itu.
10

10
Soekamto, Seorjono. Hukum Adat Indonesia. jakarta: PT Grafindo Persada,
2016,hlm.97.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Masyarakat hukum adat adalah sekumpulan orang yang tetap hidup


dalam keteraturan dan didalamnya ada sistem kekuasaan dan secara
mandiri, yang mempunyai kekayaan yang berwujud atau tidak berwujud.
Masyarakat hukum adat juga merupakan suatu kesatuan manusia yang
saling berhubungan dengan pola berulang tetap, yaitu suatu masyarakat
dengan pola- pola perilaku yang sama, dimana perilaku tersebut tumbuh dan
diwujudkan oleh masyarakat, dari pola tersebut diwujudkan aturan-aturan
untuk mengatur pergaulan hidup itu.

14
Daftar Pustaka

Albar S Subari, Hamonangan Albariansyah,Suci Flambonita. Pokok-Pokok Hukum


Adat. Palembang: Universitas Sriwijaya, 2010.

Soekamto, Seorjono. Hukum Adat Indonesia. jakarta: PT Grafindo Persada, 2016.

15

Anda mungkin juga menyukai