Anda di halaman 1dari 6

Lex et Societatis, Vol. III/No.

9/Okt/2015

BARANG BUKTI DAN ALAT BUKTI DALAM KITAB Hukum Acara Pidana yang sekarang ini
UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 berlaku di Indonesia, dihimpun dalam suatu
Oleh: Richard Lokas2 undang-undang yang diundangkan di tahun
1981, yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun
ABSTRAK 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang juga
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk disebut sebagai Kitab Undang-undang Hukum
mengetahui bagaimana kedudukan barang Acara Pidana dan disingkat: KUHAP.
bukti dalam sistem pembuktian menurut Dalam Pasal 183 KUHAP ditentukan bahwa
KUHAP dan bagaimana hubungan antara barang Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada
bukti dan alat bukti dalam KUHAP. Dengan seorang kecuali apabila dengan sekurang-
menggunakan metode penelitian yuridis kurangnya dua alat bukti yang sah ia
normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Dalam memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
sistem KUHAP, barang bukti (corpus delicti) itu pidana benar-benar terjadi dan bahwa
sendiri bukan merupakan suatu alat bukti, terdakwalah yang bersalah melakukannya.
melainkan merupakan bukti tambahan Pasal tersebut telah ditentukan dua syarat
terhadap alat-alat bukti yang sah menurut yang harus dipenuhi untuk dapat menyatakan
KUHAP, yaitu sebagai bukti tambahan terhadap seseorang bersalah dan menjatuhkan pidana,
alat bukti keterangan saksi, keterangan ahli, yaitu:
surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. 1. Adanya sekurang-kurangnya dua alat bukti
Istilah “alat pembuktian” yang terdapat dalam yang sah;
rumusan Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP 2. Adanya keyakinan Hakim yang diperoleh
mencakup alat bukti dan barang bukti. 2. berdasarkan alat-alat bukti yang sah
Hubungan antara alat bukti dengan barang tersebut.
bukti dalam sistem KUHAP, yaitu alat bukti Dalam KUHAP, selain istilah alat bukti, juga
merupakan alat untuk menerangkan keterkaitan dikenal istilah barang bukti. Dari daftar alat-alat
suatu barang bukti dalam suatu perkara pidana. bukti yang sah yang dikemukakan di atas,
Dengan demikian barang bukti merupakan alat tampak bahwa barang bukti tidak disebutkan
pembuktian yang tidak dapat berdiri sendiri, sebagai termasuk ke dalam salah satu alat bukti
melainkan perlu diterangkan mengenai yang sah. Dengan kata lain, barang bukti
keterkaitannya dengan suatu perkara pidana bukanlah alat bukti. Sehubungan dengan ini,
oleh suatu alat bukti. dalam KUHAP juga sudah ditentukan hal-hal
Kata kunci: Brang bukti, alat bukti atau pokok-pokok apa yang harus dimuat dalam
suatu putusan yang berisi pemindanaan.
PENDAHULUAN Barang-barang bukti seperti
A. Latar Belakang Penulisan narkotika/psikotropika yang digunakan atau
Salah satu ketentuan dalam sistem Hukum diperjual belikan, senjata api dan senjata tajam
Acara Pidana di negara-negara modern yang digunakan untuk membunuh atau melukai
sekarang ini, termasuk juga Hukum Acara korban, merupakan bukti penting tentang
Pidana di Indonesia, adalah bahwa untuk kesalahan terdakwa.
menghukum seseorang haruslah didasarkan Dengan latar belakang pentingnya persoalan
pada adanya alat-alat bukti. Berdasarkan alat- barang bukti tersebut, maka dalam rangka
alat bukti tersebut, Hakim sebagai pemutus penulisan skripsi, penulis hendak membahasnya
perkara pidana dapat menyimpulkan tentang dengan judul “Barang Bukti dan Alat Bukti
kesalahan terdakwa dan menjatuhkan hukuman Dalam Sistem Kitab Undang-undang Hukum
(pidana) terhadapnya. Acara Pidana”.

B. Perumusan Masalah
1 1. Bagaimana kedudukan barang bukti dalam
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Refly Singal, SH,
MH., Altje A. Musa, SH, MH., M. G. Nainggolan, SH, MH, sistem pembuktian menurut KUHAP?
DEA. 2. Bagaimana hubungan antara barang bukti
2
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. dan alat bukti dalam KUHAP?
070711316

124
Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

C. Metode Penelitian Suatu himpunan tuoisan, umumnya atas satu


Penelitian ini merupakan penelitian hukum pokok atau oleh seorang penulis). Kemudian
normatif yang dipergunakan dalam usaha terhadap istilah corpus delicti diberikan
menganalisis bahan hukum dengan mengacu penjelasan “the essential fact of the commission
kepada norma-norma hukum yang dituangkan of a crime, as, in a case murder, the finding of
dalam peraturan perundang-undangan. the body of the victim”5 (fakta penting tentang
Prosedur identifikasi dan inventarisasi bahan dilakukannya suatu kejahatan, misalnya dalam
hukum yang mencakup bahan hukum primer, kasus pembunuhan ditemukannya tubuh
yaitu peraturan perundang-undangan, bahan korban). Kutipan di atas menunjukkan bahwa
hukum sekunder, yaitu literatur dan karya corpus delicti merupakan fakta (fact) tentang
ilmiah hukum. Bahan hukum tersier, terdiri dari; dilakukannya kejahatan, di mana fakta ini
kamus hukum. Bahan hukum yang diperoleh, berupa bukti fisik (physical evidence).
diinventarisasi dan diidentifikasi kemudian Dalam Bahasa Indonesia, digunakannya
dianalisis secara kualitatif. istilah barang bukti sudah langsung
menunjukkan bahwa hal itu berupa suatu
PEMBAHASAN barang atau benda.
D. Kedudukan Barang Bukti dalam Sistem Beberapa contoh barang bukti dalam
Pembuktian perkara pidana, yaitu:
Dalam sub bab ini penulis akan membahas 1. Barang yang digunakan untuk melakukan
mengenai kedudukan barang bukti dalam tindak pidana, misalnya senjata api atau
sistem pembuktian menurut KUHAP. Terkait senjata tajam yang digunakan untuk
erat dengan masalah ini adalah mengenai membunuh atau melukai korban.
kedudukan dari barang bukti dalam suatu 2. Barang yang merupakan hasil suatu tindak
putusan pengadilan pidana. pidana, misalnya surat palsu.
Sebagaimana yang telah dikemukakan dalam 3. Benda yang menjadi obyek dalam tindak
bab sebelumnya, KUHAP tidak memberikan pidana, misalnya narkotika dan psikotropika
definisi tentang apakah yang dimaksudkan yang menjadi obyek dalam jual beli
dengan istilah “barang bukti”, tetapi dalam narkotika/prikotropika;
Pasal 1 KUHAP tidak diberikan definisi tentang Dengan demikian, barang bukti merupakan
istilah tersebut. bukti yang terkait amat erat berkenaan dengan
Tulisan-tulisan mengenai hukum pidana, bersalahnya seorang terdakwa. Senjata api
istilah “barang bukti” ini sering juga disebut atau senjata tajam yang digunakan untuk
dalam bahasa asing, yaitu Bahasa Latin: corpus membunuh atau melukai korban, merupakan
delicti. Dalam suatu kamus elektronik, corpus bukti kesalahan terdakwa telah membunuh
delicti dijelaskan sebagai “facts of crime: the atau melukai korban dengan senjata api atau
body of facts that show that a crime has been senjata tajam tersebut. Narkotika/prikotropika
committed, including physical evidence such as yang menjadi obyek dalam suatu jual beli
a corpse”3 (fakta-fakta kejahatan: keseluruhan narkotika/psikotropika, merupakan bukti
fakta yang menunjukkan bahwa suatu kejahatan tentang bersalahnya terdakwa melakukan
telah dilakukan, yang mencakup bukti fisik tindak pidana narkotika.
seperti sesosok mayat). Pasal-pasal KUHAP yang di dalamnya
Dalam suatu kamus yang lain, terlebih terdapat istilah “barang bukti”, yaitu:
dahulu diberikan definisi tentang istilah corpus, 1. Pasal 5 ayat (1) huruf a butir 2: Salah satu
yaitu “1. A human or animal body. 2. A wewenang Penyelidik adalah mencari
collection of writings, generally on one subject barang bukti;
or by one author. 3. The main part or mass of 2. Pasal 8 ayat (3) huruf b: Dalam hal
anything”4 (1. Tubuh manusia atau hewan. 2. penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik
menyerahkan tanggung jawab atas
3
“Corpus delicti”, Microsoft® Encarta® Reference Library
2003. © 1993-2002 Microsoft Corporation.
4
Funk & Wagnalls Standard Desk Dictionary, Volume 1,
5
Harper & Row Publishers Inc, 1984, hal.143. Ibid.

125
Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

tersangka dan barang bukti kepada bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa
penuntut umum; suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan
3. Pasal 18 ayat (2): Dalam hal tertangkap bahwa terdakwalah yang bersalah
tangan penangkapan dilakukan tanpa surat melakukannya.
perintah, dengan ketentuan bahwa Alat-alat bukti yang sah, oleh Pasal 184 ayat
penangkap harus segera menyerahkan (1) KUHAP, hanya dibatasi pada:
tertangkap beserta barang bukti yang ada a. keterangan saksi;
kepada penyidik atau penyidik peinbantu b. keterangan ahli;
yang terdekat; c. surat;
4. Pasal 21 ayat (1): Salah satu alasan perlunya d. petunjuk;
penahanan adalah dalam hal adanya e. keterangan terdakwa.
keadaan yang menimbulkan kekhawatiran Dalam jenis-jenis alat bukti yang sah
bahwa tersangka atau terdakwa akan tersebut tidak disebutkan tentang barang bukti.
merusak atau menghilangkan barang bukti; Dari sudut tidak adanya ketentuan dalam
5. Pasal 181 ayat (1): Hakim ketua sidang pasal-pasal KUHAP tentang kedudukan suatu
memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti, dapat muncul kesan bahwa
barang bukti dan menanyakan kepadañya pembentuk KUHAP memandang barang bukti
apakah Ia mengenal benda itu; yang sebagai suatu tambahan semata-mata terhadap
dilanjutkan dengan Pasal 181 ayat (1): Jika alat-alat bukti yang sah. Dengan kata lain,
perlu benda itu diperlihatkan juga oleh barang bukti itu sendiri bukan merupakan
hakim ketua sidang kepada saksi; suatu alat bukti, melainkan merupakan bukti
6. Pasal 194 ayat (1): Dalam hal putusan tambahan belaka terhadap alat-alat bukti yang
pemidanaan atau bebas atau lepas dari sah menurut KUHAP, yaitu sebagai bukti
segala tuntutan hukum, pengadilan tambahan terhadap alat bukti keterangan saksi,
menetapkan supaya barang bukti yang keterangan ahli, surat, petunjuk, dan
disita diserahkan kepada pihak yang paling keterangan terdakwa.
berhak menerima kembali yang namanya
tercantum dalam putusan tersebut kecuali B. Hubungan antara Barang Bukti dengan Alat
jika menurut ketentuan undang-undang Bukti
barang bukti itu harus dirampas untuk Pembahasan terhadap hubungan antara
kepentingan negara atau dimusnahkan atau barang bukti dengan alat bukti dalam suatu
dirusak sehingga tidak dapat dipergunakan putusan Hakim menurut ketentuan-ketentuan
lagi; KUHAP, baik putusan itu merupakan putusan
7. Pasal 203 ayat (2): Dalam Acara pemidanaan maupun bukan putusan
Pemeriksaan Singkat, penuntut umum pemidanaan. Dengan demikian dapat menjadi
menghadapkan terdakwa beserta saksi, pertanyaan mengenai hubungan antara alat
ahli, juru bahasa dan barang bukti yang bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1)
diperlukan; KUHAP dengan istilah “alat pembuktian” dalam
Tetapi, walaupun istilah barang bukti putusan pemidanaan pada Pasal 197 ayat (1)
disebutkan dalam sejumlah pasal KUHAP, dan KUHAP. Berkenaan dengan alat bukti, perlu
dalam putusan pengadilan harus selalu dilihat kembali bagaimana ketentuan-ketentuan
ditetapkan dengan tegas tentang apa yang akan mengenai alat bukti tersebut dalam Pasal 183
dilakukan terhadap barang bukti, namun dalam dan 184 ayat (1) KUHAP.
pasal-pasal KUHAP tidak ada yang menegaskan Pasal 183 KUHAP ditentukan bahwa Hakim
tentang kedudukan dari suatu barang bukti. tidak boleh menjatuhkan pidana kepada
Berbeda halnya dengan alat bukti, yang seorang kecuali apabila dengan sekurang-
secara tegas disebutkan dalam pasal tentang kurangnya dua alat bukti yang sah ia
sistem pembuktian, yaitu Pasal 183 KUHAP, di memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
mana ditentukan bahwa Hakim tidak boleh pidana benar-benar terjadi dan bahwa
menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dari
apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat ketentuan pasal di atas, maka untuk dapat

126
Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

menjatuhkan pidana terhadap seorang (parang dan pisau). Berkenaan dengan barang-
terdakwa harus dipenuhi dua syarat, yaitu: barang bukti ini diperlukan keterangan saksi
1. Adanya dua alat bukti yang sah; dan, bahwa narkotika/psikotropika tersebut
2. Adanya keyakinan Hakim tentang kesalahan ditemukan dalam tangan atau di saku baju
terdakwa berdasarkan sekurang-kurangnya terdakwa pada saat penggerebekan, atau
dua alat bukti tersebut. keterangan saksi bahwa parang/pisau tersebut
Mengenai alat-alat bukti yang sah, menurut dipegang oleh terdakwa dan digunakan untuk
ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yaitu: melukai korban, sehingga hubungan antara alat
a. keterangan saksi; bukti dengan barang bukti adalah bahwa alat
b. keterangan ahli; bukti merupakan alat untuk menerangkan
c. surat; keterkaitan suatu barang bukti dalam perkara
d. petunjuk; pidana.
e. keterangan terdakwa. Menurut pendapat penulis, sebenarnya
Dengan melihat hubungan antara ketentuan barang bukti dapat diklasifikasi sebagai alat
dalam Pasal 183 dengan ketentuan dalam Pasal bukti. Alasan untuk menentang barang bukti
184 ayat (1) KUHAP, maka alat-alat bukti yang sebagai alat bukti, yaitu bahwa barang bukti
disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP tidak dapat berdiri sendiri melainkan harus
merupakan dasar untuk dapat menyatakan diterangkan dengan suatu alat bukti,
terdakwa bersalah dan menjatuhkan pidana merupakan alasan yang tidak sepenuhnya
terhadap terdakwa yang bersangkutan. tepat. Ini karena alasan menentang seperti ini,
Jadi, terdapat kesejajaran antara ketentuan berlaku juga untuk alat bukti petunjuk.
dalam Pasal 183 KUHAP dengan ketentuan Alat bukti petunjuk juga tidak dapat berdiri
dalam Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP sebagai sendiri, melainkan pada hakekatnya hanyalah
berikut: kesimpulan hakim saja dari alat-alat bukti lain
Pasal 183 Alat bukti yang sah dari mana yang ada.
Hakim memperoleh keyakinan bahwa terdakwa Sebagaimana terdahulu dalam Bab II skripsi
bersalah ini telah dikutipkan komentar Wirjono
Pasal 197 ayat (1) huruf d alat Prodjodikoro tentang alat bukti penunjukan
pembuktian yang menjadi dasar penentuan dalam HIR, yang sama dengan alat bukti
kesalahan terdakwa petunjuk dalam KUHAP. Menurut Wirjono
Dengan melihat kesejajaran antara kedua Prodjodikoro, “sebetulnya yang disebut
pasal tersebut dan kemiripan antara istilah “alat penunjukan itu, bukan alat bukti, melainkan
bukti” dengan istilah “alat pembuktian”, maka kesimpulan belaka yang diambil dengan
istilah dan pengertian “alat bukti” setidak- mempergunakan alat-alat bukti yang
tidaknya tercakup di bawah istilah dan sebenarnya, …”.6
pengertian “alat pembuktian”. Hal ini terlihat dari ketentuan Pasal 188 ayat
Dari sub bab sebelumnya sudah (2) KUHAP di mana ditentukan bahwa petunjuk
dikemukakan bahwa istilah alat pembuktian, hanya dapat diperoleh dari:
yang digunakan dalam Pasal 82 ayat (3) huruf d a. keterangan saksi;
dan Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP, b. surat;
mencakup alat bukti dan barang bukti. Jadi, c. keterangan terdakwa.
baik alat bukti maupun barang bukti merupakan Jadi, sebenarnya alat bukti petunjuk juga
alat pembuktian. Dapat menjadi pertanyaan, tidak akan ada jika tidak ada alat-alat bukti
mengapa barang bukti tidak diklasifikasi sebagai lainnya. Untuk adanya alat bukti petunjuk
alat bukti? Dalam KUHAP tidak diberikan harus terlebih dahulu ada alat bukti keterangan
penjelasan mengenai hal ini. Tetapi, saksi, alat bukti surat atau alat bukti keterangan
kemungkinan besar menjadi pertimbangan terdakwa. Jadi pada hekakatnya alat bukti
adalah karena barang bukti tidak dapat berdiri petunjuk ini pada hakekatnya bukan alat bukti
sendiri dalam pembuktian. Sebagai contohnya yang dapat berdiri sendiri dan bila
adalah barang bukti berupa narkotika,
psikotropika, senjata api dan senjata tajam
6
Ibid., hal.106.

127
Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

dibandingkan dengan alat bukti petunjuk, maka putusan menetapkan bahwa benda yang disita
barang bukti justru yang memiliki kedudukan ada yang tidak termasuk alat pembuktian,
yang tersendiri dan lebih tepat untuk maka dalam putusan dicantumkan bahwa
ditempatkan sebagai alat bukti daripada alat benda tersebut harus segera dikembalikan
bukti petunjuk. kepada tersangka atau dan siapa benda itu
Di atas telah disinggung mengenai istilah disita. Dari rumusan Pasal 82 ayat (3) huruf b
“alat pembuktian” yang digunakan dalam Pasal KUHAP ini jelas bahwa selain benda yang disita
197 ayat (1) huruf d KUHAP. Dalam kaitannya tetapi yang tidak termasuk alat pembuktian,
dengan istilah “alat bukti”, sebenarnya ada dua ada juga benda yang disita yang termasuk alat
kemungkinan mengenai hubungan antara istilah pembuktian. Jadi, dari pasal tersebut dapat
“alat pembuktian” dalam Pasal 197 ayat (1) diketahui bahwa penggfunaan istilah alat
huruf d KUHAP dengan istilah “alat bukti” yang pembuktian mencakup juga benda yang disita.
digunakan dalam KUHAP. Sekalipun dalam pasal ini yang digunakan
Kemungkinan-kemungkinan tersebut, yaitu: adalah istilah “benda yang disita”, bukan istilah
1. Istilah “alat pembuktian” Pasal 197 ayat (1) “barang bukti”, tetapi jelas bahwa “benda yang
huruf d KUHAP mempunyai arti yang sama disita” tersebut merupakan “barang bukti”.
dengan istilah “alat bukti” dalam antara lain
Pasal 183 dan 184 KUHAP; atau, PENUTUP
2. Istilah “alat pembuktian” dalam Pasal 197 A. Kesimpulan
ayat (1) huruf d KUHAP memiliki arti yang 1. Dalam sistem KUHAP, barang bukti
lebih luas daripada istilah “alat bukti” (corpus delicti) itu sendiri bukan
dalam antara lain Pasal 183 dan 184 KUHAP. merupakan suatu alat bukti, melainkan
Menurut penulis, digunakannya istilah “alat merupakan bukti tambahan terhadap
pembuktian”, dan bukannya hanya istilah “alat alat-alat bukti yang sah menurut KUHAP,
bukti”, dalam Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP, yaitu sebagai bukti tambahan terhadap
merupakan hal yang disadari dan disengaja oleh alat bukti keterangan saksi, keterangan
pembentuk KUHAP. ahli, surat, petunjuk, dan keterangan
Ini karena dalam pemeriksaan suatu perkara terdakwa.
pidana, yang diajukan ke depan pengadilan 2. Istilah “alat pembuktian” yang terdapat
bukanlah hanya alat-alat bukti semata-mata, dalam rumusan Pasal 197 ayat (1) huruf d
melainkan juga apa yang oleh pasal-pasal KUHAP mencakup alat bukti dan barang
KUHAP disebut sebagai barang bukti. bukti. Hubungan antara alat bukti
Penggunaan istilah “alat pembuktian” dalam dengan barang bukti dalam sistem
Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP tersebut KUHAP, yaitu alat bukti merupakan alat
dimaksudkan untuk juga mencakup barang untuk menerangkan keterkaitan suatu
bukti. Tetapi, dengan mempelajari Pasal 197 barang bukti dalam suatu perkara pidana.
ayat (1) huruf a sampai dengan huruf l secara Dengan demikian barang bukti
satu persatu, ternyata tidak ada yang merupakan alat pembuktian yang tidak
menyebutkan tentang istilah “barang bukti” dapat berdiri sendiri, melainkan perlu
secara tersendiri. Dengan demikian, diterangkan mengenai keterkaitannya
digunakannya istilah “alat pembuktian”, dan dengan suatu perkara pidana oleh suatu
bukannya hanya “alat bukti”, mengandung alat bukti.
maksud bahwa di dalamnya tercakup juga
mengenai barang bukti. B. Saran
Pasal lainnya yang memperkuat pandangan 1. Pada Pasal 1 KUHAP perlu ditambahkan
bahwa “barang bukti” termasuk cakupan istilah penjelasan tentang apa yang
“alat pembuktian” dalam rumusan Pasal 197 dimaksudkan dengan istilah-istilah: alat
ayat (1) huruf d KUHAP, yaitu ketentuan Pasal bukti, barang bukti, dan alat pembuktian.
82 ayat (3) huruf d yang mengatur mengenai 2. Istilah “alat pembuktian” yang terdapat
Praperadilan. Pada Pasal 82 ayat (3) huruf b dalam rumusan Pasal 197 ayat (1) huruf d
KUHAP tersebut ditentukan bahwa, dalam hal KUHAP perlu lebih dirinci, yaitu dengan

128
Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

secara tegas menyebut tentang alat bukti


dan barang bukti.

DAFTAR PUSTAKA
Adiwinata, S., 1977., Istilah Hukum Latin-
Indonesia, PT Intermasa, Jakarta.
Enschede, Ch.J. dan Heijder, A., 1982., Asas-
asas Hukum Pidana, terjemahan R. Achmad
Soema Di Pradja, Alumni, Bandung.
Evan, William M., ”Value Conflict in the Law of
Evidence”, 1990., Social Structure and Law,
Sage Publications, London.
Funk & Wagnalls Standard Desk Dictionary,
1984., Volume 1, Harper & Row Publishers
Inc.
Harahap, M. Yahya, 1985., Pembahasan
Permasalahan dan Penerapan KUHAP, jilid I
dan II, Pustaka Kartini, Jakarta.
Microsoft® Encarta® Reference Library 2003. ©
1993-2002 Microsoft Corporation.
Nusantara, A.H.G., et al, 1986., KUHAP dan
Peraturan-peraturan Pelaksana, Djambatan,
Jakarta.
Prakoso, Djoko, 1987., Penyidik, Penuntut
Umum, Hakim, dalam Proses Hukum Acara
Pidana, Bina Aksara, Jakarta.
Prodjodikoro, Wirjono, 1981., Hukum Acara
Pidana di Indonesia, Sumur Bandung,
Bandung, cetakan ke-10.
Redaksi Bumi Aksara, 1990., KUHAP Lengkap,
Bumi Aksara, Jakarta, cet.ke-2
Rosjadi, H.Imron dan Badjeber, H.Z., 1979.,
Proses Pembahasan DPR-RI tentang R.U.U.
Hukum Acara Pidana, PT Bumi Restu,
Jakarta.
Tim Penerjemah BPHN, 1983., Kitab Undang-
undang Hukum Pidana, Sinar Harapan,
Jakarta.
Tresna, R., 1976, Komentar H.I.R., Pradnya
Paramita, Jakarta, cet.ke-6.

129

Anda mungkin juga menyukai