Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit jantung
koroner (PJK) yangmemiliki risiko komplikasi serius bahkan kematian penderita.
Penyakit jantung koroner meliputi stable angina pectoris, unstable angina pectoris, infark
miokard akut (IMA) tanpa peningkatan gelombang ST dan dengan peningkatan
gelombang ST (Trisnohadi, 2006). Stable Angina pectoris adalah rasa nyeri yang timbul
karena iskemia miokardium berlangsung beberapa menit sampai kurang dari 20 menit,
bila lebih dari 20 menit dan berat harus dipertimbangkan unstable angina pectoris
sehingga dimasukkan dalam sindrom koroner akut (SKA) (Ogaswara, 2004). Penyakit
Jantung Koroner terjadi karena proses atherosklerosis yang menyebabkan penyempitan
lumen pembuluh darah koroner (stenosis arteri koroner). Penyempitan tersebut
menyebabkan gangguan aliran darah sehingga dapat terjadi kekurangan pasokan
oksigen bagi sel otot jantung yang menerima darah dari pembuluh darah yang terkena.
Otot jantung yang mengalami nekrosis akan mengeluarkan makromolekul seperti
protein dan enzim tertentu yang dapat menjadi penanda biokimia (Milioti, 2008). Proses
atherosklerosis koroner timbul akibat perubahan pada vaskular yang progresif sehingga
mengakibatkan berkembangnya plak di arteri koroner (Shitrit,2004).
Pada beberapa studi ditunjukkan bahwa sistem fibrinolisis endogen teraktivasi
pada stadium stable dan unstable atherosklerosis di jantung (Tataru,1999).Sindroma
Koroner Akut timbul akibat terjadinya ruptur yang selanjutnya menghambat aliran
darah dan mengakibatkan iskemia jantung (Sharis,2010). Penyakit Jantung Koroner saat
ini merupakan salah satu penyebab utama kematian di negara maju maupun di negara
berkembang, termasuk Indonesia.Penyakit ini menunjukkan peningkatan dari tahun ke
tahun, apalagi dengan adanya fasilitas diagnostik yang semakin tersebar merata.
Menurut WHO pada tahun 2004 di negara berkembang PJK menempati peringkat
ke-2 penyebab kematian setelah stroke atau penyakit serebrovaskular lainnya dengan
angka kematian 3,40 juta jiwa sedangkan di negara maju merupakan penyebab utama
kematian dengan angka kematian 1,33 juta jiwa dan secara keseluruhan, PJK merupakan
penyebab utama kematian dengan angka kematian 7,20 juta jiwa dari jumlah penduduk
dunia. Di Indonesia, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007
menunjukkan PJK menempati peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan
hipertensi (Yuniarti, 2000) Perkiraan jumlah kematian pada tahun pertama setelah
diagnosis PJK berkisar dari sekitar 22.500 di Spanyol untuk lebih dari 90.000 di Jerman.
Kontribusi terbesar untuk total biaya yang tinggal di rumah sakit dan tindakan
revaskularisasi adalah farmasi diperkirakan mencapai 14-25% dari total biaya PJK.
Total biaya PJK di Inggris diperkirakan sekitar 1,9 miliar Euro, dibandingkan dengan 1,3
miliar Euro di Prancis, 3,3 miliar Euro di Jerman, 3,1 miliar Euro di Italia dan 1,0 miliar
Euro di Spanyol. Biaya per pasien PJK berkisar 7009 Euro (di Inggris) untuk 12.086 Euro
(Italia) (Taylor,2007)
Parameter biokimiawi pada masa lalu digunakan sebagai goldstandard yaitu
aktivitas enzim Creatine Kinase (CK) dan CK-MB yang termasuk dalam definisi WHO
untuk infark miokard. Karena keterbatasan sensitivitas dan spesifisitas telah
diperkenalkan penanda biokimiawi baru seperti, mioglobin, cardiac troponin (cTn) T
dan cTn I, namun pada pasien Stable Angina Pectorisdan Unstable Angina Pectoris kadar
troponin dalam serum belum meningkat. Penegakkan diagnosis Stable Angina
Pectorisadalah berdasarkan angiografi untuk menilai derajat stenosis, namun bersifat
invasif dan butuh persiapan tertentu untuk melaksanakan tindakan tersebut, sedangkan
Unstable Angina Pectorispadaelektrokardiografi (EKG) menunjukkan gambaran yang
tidak spesifik berupa ST depresi dan T inversi(Songa, 2009).
Serum Amyloid A (SAA) dikenal sebagai protein fase akut yang muncul sebagai
respon inflamasi kronis dan akut, serta keberadaannya meningkat seiring dengan
derajat stenosis, Kadar SAA dapat meningkat mencapai 1000 kali lipat sehingga menjadi
penanda yang sangat sensitif terutama pada kasus koroner. Beberapa fakta
menunjukkan bahwa SAA mempunyai peran patofisiologi dalam atherosklerosis.
Pertama SAA ditemukan sebagai apolipoprotein dalam partikel High Density Lipoprotein
(HDL) dan berperan dalam modifikasi akut transport kolesterol selama stress fisiologis.
Kedua, SAA menunjukkan efek kemotaktik terhadap monosit.Ketiga, SAA terdapat pada
lesi atherosklerosis manusia dan juga dapat diproduksi oleh dinding arteri(Fyfe et al.,
1997). Selama proses atherosklerosis SAA dihasilkan baik oleh hepar maupun pada lesi
atheroskerosisnya sendiri, yang merupakan hasil dari proses inflamasi pada lesi
atherosklerosis. Kaitan SAA sebagai penanda Stable Angina Pectorisdan Unstable Angina
Pectorisadalah SAA berperan dalam pembentukan atherosklerosis.Apolipoprotein SAA
bertindak sebagai kemoatraktan bagi monosit, T limfosit, dan memungkinkan terjadinya
induksi kerusakan vaskuler serta menginduksi ekspresi matriks metalloproteinase dan
pada akhirnya menimbulkan atherogenesis (Badolatoet al., 1994; Xu et al., 1995).
Kemanfaatan SAA pada pasien Stable Angina Pectorisdan Unstable Angina Pectorismasih
diperlukan untuk tindakan preventif pada pasien Stable Angina Pectorisberkembang
menjadi Unstable Angina Pectorisdan SKA (Songa, 2009).

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah mempelajari mahasiswa diharapkan mampu mengaplikasikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Artery Coronary Syndrom.
2. Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu :
a. Memahami konsep dasar Acute Coronary Syndrom
b. Mengetahui anatomi dan fisiologi pada system kardiovaskuler yaitu Acute
Coronary Syndrom
c. Mengetahui etiologi dari penyakit Acute Coronary Syndrom
d. Mengetahui patofisiologi dari penyakit Acute Coronary Syndrom
e. Mengetahui tanda dan gejala pada klien dengan Acute Coronary Syndrom
f. Mengetahui klasifikasi penyakit Acute Coronary Syndrom
g. Mengetahui tes diagnostic yang dilakukan pada Acute Coronary Syndrom
h. Mengetahui komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit Acute Coronary Syndrom
i. Mengetahui penatalaksanaan yang dilakukan pada penyakit Acute Coronary
Syndrom
j. Melakukan pengkajian pada klien dengan Acute Coronary Syndrom
k. Merumuskan diagnose keperawatan yang tepat berdasarkan prioritas pada klien
dengan Acute Coronary Syndrom
l. Menyusun intervensi keperawatan yang sesuai dengan diagnose keperawatan
pada klien Acute Coronary Syndrom
m. Melakukan implementasi sesuai dengan intervensi keperawatan pada Acute
Coronary Syndrom
n. Melakukan evaluasi keberhasilan terhadap asuhan keperawatan yang telah
dilaksanakan pada klien dengan Acute Coronary Syndrom
BAB II
TINJAUAN TEORI

I. KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Acute coronary syndrome (ACS) atau Sindrom koroner akut adalah merupakan
suatu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit koroner, yaitu angina tak stabil
(unstable angina), Infark miokard non-elevasi ST, Infark miokard dengan elevasi ST,
maupun angina pectoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan.
(Obsorn 2010).
Sindrom koroner akut adalah sebuah kondisi yang melibatkan ketidaknyamanan
dada atau gejala lain yang disebabkan oleh kurangnya oksigen ke otot jantung
(miokardium). (Stivano, dkk. 2013).
Sindrom koroner akut merupakan salah satu manifestasi dari kelainan arteri
koroner yang disebabkan karena pengurangan pasokan O2 secara akut atau subakut
pada miokard dan dipicu oleh plak aterosklerosis. (Depkes. 2006)
Jadi dapat disimpulkan bahwa ACS/SKA adalah kumpulan beberapa gejala klinik
yang menyebabkan ketidaknyamanan pada dada yang disebabkan oleh kurangnya
pasokan oksigen ke arteri koroner dan peningkatan kebutuhan oksigen arteri koroner.

B. Anatomi dan Fisiologi.


 Cabang Utama
Arteri Koronaria berasal dari bagian proksimal aorta (Cabang pertama aorta)
sebagai arteri koronia kanan (RCA) dan Arteri Coronaria kiri (LCA). Pembuluh
ini terletak tepat di sebelah dalam terhadap epikardium pada permukaan
jantung.
Jantung menerima dua perdarahan Epikardium dan Miokardium
diperdarahi oleh A. Koronaria dan cabang-cabangnya, sedangkan endokardium
menerima O2 dan nutrient dari kontak langsung dengan darah didalam ruang
jantung.
Arteri koroner kiri utama (left main/LMCA) keluar dari sinus aorta kiri, lalu
segera bercabang menjadi dua : left anterior descending (LAD) dan left
circumflex (LCX).
Arteri coroner kanan (right coronary artery/ RCA) keluar dari sinus aorta
kanan dan berjalan dalam sulkus atrioventrikular kanan diantara atrium kanan
dan ventrikel kanan: menuju ke bagian bawah dari septum terbagi atas Arteri
Marginalis dan Arteri Desenden Posterior.

 Distribusi Area Coronaria


Arteria desendes anterior kiri mendarahi dinding anterior ventrikel kiri,
sedangkan arteria sirkumfleksa kiri mendarahi dinding lateral ventrikel kiri.
Arteria koronaria kanan mendarahi ventrikel dan atrium kanan. Pada 85%
populasi, arteri koronaria kanan mempercabangkan cabang arteria decendes
posterior dan ventricular kanan posterior. Pembuluh darah ini mendarahi
dinding posterior dan inferior ventrikel kiri, secara berurutan 15% populasi
sisa, separuhnya memiliki system dominan kiri atau domina n campuran.

 Komponen Dinding Arteri Koroner


Dinding arteri terdiri dari 3 lapisan: intima, media, dan adventitia.
 Intima
Adalah bagian terdalam dinding
arteri yang mengalami kontak
langsung dengan suplai darah. Intima
terdiri atas selapis sel endotel.
Fungsi utama endotel: sebagai sawar antara aliran darah dan dinding
pembuluh darah bagian dalam.
 Media
Lapisan media terletak di bagian tengah dinding arteria dan terdiri
atas salinan lapisan sel oto polos. Setiap sel oto polos dikelilingi oleh
membrane basalis yang tidak kontinu, serupa dengan yang terdapat pada sel
endotel.
 Adventitia
Lapisan ini terletak dibagian terluar dinding arteria yang memberikan
kekuatan utama pada pembuluh darah dan terdiri atas berkas fibril kolagen,
serabut elatis, fibroblast, dan beberapa sel-sel otot polos.

 Struktur jantung

Dinding jantung memiliki tiga lapisan tersendiri :

1. Perikardium, lapisan ini merupakan kantong pembungkus jantung yang


letaknya dalam mediatinum minus, posterior terhadap korpus sterni dan
rawan iga ke-2 sampai iga ke-6. Pericardium visceral (fibrosum) bagian
kantong yang membatasi pergerakan jantung terikat dibawah sternum
tendinium diafragma, bersatu dengan pembuluh darah besar melekat pada
sternum melalui ligamentum sternoperikardial. Perikardium parietal
(serosum) membatasi pericardium fibrosum dengan pericardium serosum
disebut epikardium, mengandung sedikit cairan yang berfungsi sebagai
pelumas. Diantara dua lapisan jantung ini terdapat lendir yang berfungsi
sebagai pelican untuk menjaga agar pergesakan antara pericardium tidak
menimbulkan gangguan terhadap jantung. Pada permukaan posterior
jantung pericardium serosum membentuk vena besar disebut sinus obliges
dan sinus transverses
2. Miokardium, Lapisan jantung menerima darah dari arteri coronaria. Arteri
koronaria sinistra bercabang menjadi arteri desenden anterior dan tiga
arteri sirkumfleks. Arteri coronaria dextra memberikan darah untuk
sinoatrial node, ventrikel kanan, dan permukaan diafragma ventrikel kanan.
Vena coronaria mengembalikan darah ke sinus dan bersirkulasi langsung ke
dalam paru-paru. Susunan otot jantung (miokardium) :
a. Susunan otot atria : serabutnya sangat tipis, kurang teratur, dan tersusun
dalam dua lapisan. Lapisan luar mencakup kedua atria sehingga terlihat
paling nyata. Dibagian depan atria beberapa serabut masuk kedalam
septum atrioventrikular. Lapisan dalam terdiri atas serabut-serabut
berbentuk lingkaran
b. Susunan otot ventrikel : berbentuk bilik jantung yang dimulai dari cincin
atrioventrikuler sampai apeks jantung.
c. Susunan otot atrioventrikuler : merupakan dinding pemisah antara
atrium dan ventrikel.
3. Endokardium, dinding dalam atrium (endokardium) diliputi oleh
membrane yang mengkilat terdiri atas jaringan endotel (selaput lender
yang licin). Bagian ini memiliki kumpulan otot parallel yang mengarah
kedepan Krista. Mengarah ke aurikula dari ujung bawa Krista terminalis
terdapat sebuah lipatan endokardium menonjol yang dikenal sebagai
vulvula vena cava inferior yang terletak didepan muara vena inferior
menuju kesebelah tepid disebut fossa ovalis. Diantara atrium kanan dan
ventrikel kanan terdapat hubungan melalui orifisum artikulare.
 Ruang-ruang Jantung

Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu 2 ruang yang berdinding tipis disebut
atrium (serambi), dan 2 ruang berdinding tebal disebut ventrikel (bilik).
a. Atrium kanan
Atrium kanan berada pada bagian kanan jantung dan terletak sebagian besar di
belakang sternum. Darah memasuki atrium kanan melalui :
- Vena cava, superior pada ujung ototnya
- Vena cava inferior pada ujung bawahnya
- Sinus caronarius (vena kecil yang mengalirkan darah dari jantung sendiri)
- Auncula dextra adalah penonjolan kecil dari atrium, terletak pada bagian
depan pangkal aorta dan arteria pulmonalis.
- Pada sisi kiri atrium lubang antrioventrikular kanan membuka ke dalam
ventrikel kanan.
b. Ventrikel Kanan
Ventrikel kanan adalah ruangan berdinding tebal yang membentuk sebagian
besar sisi depan jantung. Volva atrioventricular dextra (tricuspidalis)
mengelilingi lubang atrioventrikular kanan, pada sisi ventrikel. Katup ini,
seperti katup jantung lain, terbentuk dari selapis tipis jaringan fibrose yang
ditutupi pada setiap sisinya oleh endocardium. Katup trikuspiolalis terdiri dari
tiga daun katup. Basis setiap daun katup melekat pada tepi lubang. Tepi batas
setiap daun katup melekat pada chordae tendineae (tali jaringan ikat tipis)
pada penonjolan kecil pada ujung atas ventrikel dan dikelilingi oleh volva,
pulmonalis, terdiri dari tiga daun katup semilunaris.
c. Atrium kiri
Atrium kiri adalah ruang berdinding tipis yang terletak pada bagian
belakang jantung. Dua vena pulmonalis atrium kiri pada tiap sisi, membawa
darah dari paru. Atrium membuka ke bawah ke dalam ventrikel kiri melalui
lubang antriovaskuler. Articula sinistra adalah penonjolan runcing kecil dari
atrium, terletak pada sisi kiri pangkal aorta.
d. Ventrikel kiri
Ventrikel kiri adalah ruang berdinding tebal pada bagian kiri dan
belakang jantung. Dindingnya sekitar tiga kali lebih tebal dari pada ventrikel
kanan. Valva atrioventricular sinistra (mitralis) mengelilingi lubang
atrioventricular kiri pada bagian samping ventrikel ; katup ini memiliki dua
daun katup (mendapat nama yang sama dengan topi (mitre uskup), tepinya
melekat pada chordae tendineae, yang melekat pada penonjolan kerucut
myocardium dinding ventrikel. Lubang aorta membuka ujung atas ventrikel ke
dalam aorta dan dikelilingi oleh ketiga katup aorta sama dengan katup
pulmonalis.
 Katup Jantung
a. Katup semilunar
Bentuk katup semilunar aorta dan pulmonalis adalah sama, tetapi aorta lebih
tebal. Kedua katup ini terletak pada alur keluar dan masing-masing ventrikel
dengan katup polmunalis yang terletak lebih antero-superior dan agak kekiri.
b. Katup atrio-ventrikuler
Aliran darah yang melalui katup mitral atau trikuspid diatur oleh interaksi
antara atrium, anulus fibrosus, daun katup, korda tendieal, otot papilaris dan
otot ventrikel. Keenam komponen itu membentuk kompleks mitral dan
trikuspid yang secara fungsional harus diperhitungkan sebagai satu urut.
Gangguan salah satu bagian tersebut akan mengakibatkan gangguan
hemodinamik yang serius.
c. Otot papilaris
Otot ini terletak pada kedua dinding ventrikel dibawah komisura dan
merupakan proyeksi penonjolan terbekal korne, baik berbentuk tunggal atau
ganda. Otot papilaris anterior terletak pada komisura antero-lateral, sedangkan
otot papilaris posterior pada komisura pastero-medial.
d. Korda tandineae
Katup mitral dan trikuspid dihubungkan dengan otot papilaris oleh korda
tendineae, yaitu jaringan otot kuat berbentuk tali pengikat yang melekat pada
ujung-ujung otot papilaris. Di dalam ventrikel kiri, ditemukan korda tendineae
anterior yang melekat pada otot papilaris anterior menuju ujung daun katup
mitral anterior dan posterior.
 Persarafan Jantung
Jantung disarafi oleh sistem saraf otonom yaitu saraf simpatis dan
parasimpatis. Serabut-serabut saraf simpatis memperasarafi daerah atrium dan
ventrikel termasuk pembuluh darah koroner. Saraf parasimpatis terutama
memberikan persarafan pada nodus sino-atrial, atrio-ventrikular dan serabut-
serabut otot atrium, dapat pula menyebar ke dalam ventrikel kiri.
 Siklus Jantung
Jantung adalah sebuah pompa dan kejadian-kejadian yang terjadi di
jantung selama peredaran darah disebut siklus jantung. Gerakan jantung berasal
dari sinus-atrial, kemudian kedua atrium berkontraksi. Gelombang kontraksi ini
bergerak melalui berkas HIS dan kemudian ventrikel berkontraksi. Gerakan
jantung terdiri atas dua jenis, yaitu kontraksi atau sistol dan pengendoran atau
diastol, kontraksi dari kedua atrium terjadi serentak dan disebut sistol atrial,
pengendorannya adalah diastol atrial. Serupa dengan itu kontraksi dan
pengendoran ventrikel juga disebut sistol dan diastol ventrikuler. Lama kontraksi
ventrikel adalah 0,3 detik dan tahap pengendorannya selama 0,5 detik. Dengan
cara ini jantung berdenyut terus menerus, siang-malam, selama hidupnya. Dan
otot jantung mendapat istirahat sewaktu diastole ventrikuler.
 Sirkulasi darah
Jantung adalah organ utama sirkulasi darah. Aliran darah dari ventrikel kiri
melalui arteri, arteriola dan kapiler kembali ke atrium kanan melalui vena disebut
peredaran darah besar atau sirkulasi sistemik. Aliran darah ventrikel kanan,
melalui paru-paru, ke atrium kiri adalah peredaran darah kecil atau sirkulasi
pulmonal.
Peredaran darah besar. Darah meninggalkan ventrikel kiri jantung melalui
aorta, yaitu arteri terbesar dalam tubuh. Aorta ini bercabang menjadi arteri lebih
kecil yang mengantarkan darah keberbagai bagian tubuh. Arteri-arteri ini
bercabang dan beranting lagi lebih kecil hingga sampai pada arteriola. Arteri-
arteri ini mempunyai dinding yang sangat berotot yang menyempitkan salurannya
dan menahan aliran darah. Fungsinya adalah mempertahankan tekanan darah
arteri dan dengan jalan mengubah-ubah ukuran saluran mengatur aliran darah
dalam kapiler. Dinding kapiler sangat tipis sehingga dapat berlangsung
pertukaran zat antara plasma dan jaringan interstisiil. Kemudian kapiler-kapiler
itu bergabung dengan membentuk pembuluh lebih besar yang disebut vulva yang
kemudian juga bersatu menjadi vena, untuk mengantarkan darah kembali ke
jantung. Semua vena bersatu dan bersatu lagi hingga terbentuk dua batang vena,
yaitu vena cava interior yang mengumpulkan darah dari badan dan anggota gerak
bawah, dan vena cava superior yang mengumpulkan darah dari kepala dan
anggota gerak atas. Kedua pembuluh darah ini menuangkan isinya kedalam
atrium kanan jantung.
Peredaran darah kecil (sirkulasi pulmonal). Darah vena tadi kemudian
masuk ke dalam ventrikel kanan yang berkontraksi dan memompanya kedalam
arteri pulmonalis. Arteri ini bercabang 2 mengantarkan darahnya ke paru-paru
kanan dan kiri. Darah tidak sukar memasuki pembuluh-pembuluh darah yang
mengaliri paru-paru. Di dalam paru-paru setiap arteri membelah menjadi
arteriola dan akhirnya menjadi kapilaris polmunal yang mengitari alveoli di dalam
jaringan paru-paru untuk mengangkut O2 dan melepaskan CO2. kemudian kapiler
polmunal bergabung menjadi vena dan darah dikembalikan ke jantung oleh empat
vena polmunalis. Dan darahnya dituangkan ke dalam atrium kiri. Darah ini
kemudian mengalir masuk ke dalam ventrikel kiri. Ventrikel ini berkontraksi dan
darah dipompa masuk ke dalam aorta.
Fungsi jantung adalah memopa darah kejaringan , menyuplai oksigen dan
zat nutrisi lain sambil mengangkat karbondioksida dan sampel hasil metabolisme .
Sebenarnya terdapat 2 pompa jantung yang terletak disebelah kanan dan kiri .
keluaran jantung kanan didistribusikan seluruhnya ke paru melalui arteri
pulmonalis dan keluaran jantung kiri seluruhnya didistribusikan kebagain tubuh
lain melalui aorta .
 Curah jantung
Curah jantung adalah jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel selama
satu waktu . Curah jantung pada orang dewasa sekitar 5 L/mt namun sangat
bervariasi , tergantung kebutuhan metabolisme tubuh. Curah jantung (CO)
sebanding dengan volume sekuncup (SV) kali frekuensi jantung (HR)
CO = SV x HR .
Volume sekuncup adalah sejumlah darah yang disemburkan setiap denyut
maka curah jantung dapat dipengaruhi oleh perubahan volume sekuncup maupun
frekuensi jantung . Frekuensi jantung istirahat pada orang dewasa rata-rata 60-80
x/mt dan rata-rata volume sekuncup sekitar 70 x/mt .

C. Etiologi
1. Faktor penyebab
a. Suplai oksigen ke miokard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
- Pembuluh darah : aterosklerosis, spasme, arteritis
- Faktor sirkulasi : Hipotensi, stenosis aorta, insufisiensi
- Faktor darah : anemia, hipoksemia, polisitemia
b. Curah jantung yang meningkat :
- Aktifitas berlebihan
- Emosi
- Makan terlalu banyak
- Hypertiroidisme
c. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
- Kerusakan miokard
- Hipertrofi miokard
- Hipertensi diastolic
2. Faktor predisposisi
Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
- Usia > 40 tahun
- Jenis kelamin : insiden pada pria, sedangkan pada wanita meningkat setelah
menopause
- Hereditas
- Ras : lebih tinggi pada kulit hitam

3. Faktor resiko yang dapat diubah :


a. Mayor : Hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas,
diet tinggi lemak, kalori
b. Minor : Inaktifitas fisik, pola kepribadian tipe A (emosional,
agresif, ambisius, kompetitif), stress psikologis berlebihan.
D. Klasifikasi
Yang termasuk kedalam Sindroma koroner akut adalah angina tak stabil, miokard
infark akut dengan elevasi segmen ST (STEMI), dan miokard infark akut tanpa elevasi
segmen ST (NSTEMI) (Bassand, 2007).
1. Angina Pektoris Tak Stabil
Angina pektoris adalah nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh
iskemia miokardium yang reversibel dan sementara. Diketahui terbagi atas tiga
varian utama angina pektoris: angina pektoris tipikal (stabil), angina pektoris
prinzmetal (varian), dan angina pektoris tak stabil. Angina pektoris tak stabil
ditandai dengan nyeri angina yang frekuensi nya meningkat. Serangan cenderung
di picu oleh olahraga yang ringan, dan serangan menjadi lebih intens dan
berlangsung lebih lama dari angina pektoris stabil. Angina tak stabil merupakan
tanda awal iskemia miokardium yang lebih serius dan mungkin ireversibel
sehingga kadang-kadang disebut angina pra infark. Pada sebagian besar pasien,
angina ini di picu oleh perubahan akut pada plak di sertai trombosis parsial,
embolisasi distal trombus dan/ atau vasospasme. Perubahan morfologik pada
jantung adalah arterosklerosis koroner dan lesi terkaitnya.
Patofisiologi angina pektoris tak stabil:
a. Ruptur plak
Ruptur plak arterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pektoris tak
stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh
koroner yang sebelunya mempunyai penyempitan yang mininal. Dua pertiga
dari pembuluh yang mengalami ruptur sebelumnya mempunyai penyempitan
50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan angina tak stabil mempunyai
penyempitan kurang dari 70%. Plak arterosklerotik terdiri dari inti yang
mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotic (fibrotic cap).Plak
tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya
infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan
dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-
kadang keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya
enzim protease yang di hasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan
dinding plak (fibrous cap). Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi
dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila
trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi
segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya
menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil (Trisnohadi,
2006).
b. Trombosis dan agregasi trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar
terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu di
sebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos dan sel
busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor
jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor
jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi
enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin (Trisnohadi,
2006).
c. Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak
stabil. Di perkirakan ada disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang
diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh
darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina
prinzmetal juga menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme sering kali
terjadi pada plak yang tak stabil dan mempunyai peran dalam pembentukan
trombus (Trisnohadi, 2006).
d. Erosi pada plak tanpa ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat di sebabkan karena terjadinya proliferasi
dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya
perubahan bentuk dari lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat
menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemia
(Trisnohadi, 2006).
2. Infark Miokard Dengan Elevasi ST (STEMI)
Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis
miokardium akibat iskemia total. MI akut yang dikenal sebagai “serangan jantung”,
merupakan penyebab tunggal tersering kematian diindustri dan merupakan salah satu
diagnosis rawat inap tersering di negara maju (Kumar, 2007).
Patofisiologi STEMI adalah sebagai berikut. STEMI umumnya terjadi jika
aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak
arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang
berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi
secara cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini di cetuskan oleh faktor-
faktor seperti merokok,hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami
fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri
koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami
ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada
STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya
menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, efinefrin,
serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan
melepaskan tromboxan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Selain aktivasi trombosit
memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa.
Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi
terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor
von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen
yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan
silang platelets dan agregasi.
Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel
yang rusak. Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi
trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang
terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit
dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh emboli
koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi
sistemik (Alwi, 2006).
3. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST (NSTEMI)
NSTEMI dapat di sebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.
NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner.
Trombosis akut pada arteri koroner di awali dengan adanya ruptur plak yang tak
stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas
otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang
tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol
dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat di
jumpai sel makrofag dan limfosit T yang menunjukan adanya proses inflamasi. Sel-
sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF α, dan IL-6. selanjutnya
IL-6 kan merangsang pengeluaran hsCRP di hati (Sjaharuddin, 2006).

E. Patofisiologi
Arterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun diintima arteri besar.
Timbunan ini dinamakan arteroma atau plak akan mengganggu absorpsi nutrient oleh
sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat
aliran pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik
dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi sempit dan aliran darah
terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan cenderung terjadi
pembentukan bekuan darah, hal ini menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi
intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang merupakan penyakit
arterosklerosis.
Mekanisme pembentukan lesi arterosklerosis adalah pembentukan thrombus pada
permukaan plak, konsolidasi thrombus akibat efek fibrin, perdarahan ke dalam plak, dan
penimbunan lipid terus-menerus. Bila fibrosa pembungkus plak pecah, maka debris lipid
akan terhanyut dalam aliran darah dan menyumbat arteri koroner dan kapiler disebelah
distal plak yang pecah. Hal ini didukung dengan struktur arteri koroner yang rentan
terhadap arterosklerosis, dimana arteri koroner tersebut berpilin dan berkelok-kelok
saat memasuki jantung, menimbulkan kondisi yang rentan untuk terbentuknya
atheroma.
Dari klasifikasinya, maka ACS dapat dilihat dari dua aspek, yaitu Iskemik dan Infark.
Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan
reversibel. Penurunan suplai oksigen akan meningkatkan mekanisme metabolisme
anaerobik. Iskemia yang lama dapat menyebabkan kematian otot atau nekrosis.
Keadaan nekrosis yang berlanjut dapat menyebabkan kematian otot jantung (infark
miokard). Ventrikel kiri merupakan ruang jantung yang paling rentan mengalami
iskemia dan infark, hal ini disebabkan kebutuhan oksigen ventrikel kiri lebih besar
untuk berkontraksi. Metabolisme anaerobik sangat tidak efektif selain energi yang
dihasilkan tidak cukup besar juga meningkatkan pembentukan asam laktat yang dapat
menurunkan PH sel (asidosis). Iskemia secara khas ditandai perubahan EKG: T inversi,
dan depresi segmen ST. Gabungan efek hipoksia, menurunnya suplai energi, serta
asidosis dapat dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi pada
daerah yang terserang mengalami gangguan, serabut ototnya memendek, serta daya
kecepatannya menurun. Perubahan kontraksi ini dapat menyebakan penurunan curah
jantung. Iskemia dapat menyebabkan nyeri sebagai akibat penimbunan asam laktat yang
berlebihan. Angina pektoris merupakan nyeri dada yang menyertai iskemia
miokardium.
Angina pektoris dapat dibagi: angina pektoris stabil (stable angina), angina pektoris
tidak stabil (unstable angina), angina variant (angina prinzmetal). Angina Pektoris
Stabil: Nyeri dada yang tergolong angina stabil adalah nyeri yang timbul saat melakukan
aktifitas. Rasa nyeri tidak lebih dari 15 menit dan hilang dengan istirahat. Angina
Pektoris Tidak Stabil (UAP): Pada UAP nyeri dada timbul pada saat istirahat, nyeri
berlangsung lebih dari 15 menit dan terjadi peningkatan rasa nyeri. Angina Varian:
Merupakan angina tidak stabil yang disebabkan oleh spasme arteri koroner.
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat menyebabkan kerusakan sel
yang ireversibel dan kematian otot (nekrosis). Bagian miokardium yang mengalami
nekrosis atau infark akan berhenti berkontraksi secara permanen (yang sering disebut
infark).
F. Tanda dan Gejala
1. Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus.
Tidak mereda, biasanya dirasakan diatas region sterna bawah dan abdomen bagian
atas
2. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak tertahankan
lagi
3. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan
terus kebawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
4. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional
menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat
atau nitrogliserin
5. Nyeri dapat menjalar ke rahang dan leher
6. Nyeri sering disertai dengan sesak napas, pucat, dingin, diaphoresis berat, pening atau
kepala terasa melayang dan mual-muntah
7. Pada ACS dapat ditemukan juga sesak napas, diaphoresis, dan nyeri epigastrik.
8. Perubahan TTV : Takikardi, takipnea, hipertensi/hipotensi, penurunan SpO2, kelainan
irama jantung

G. Tes Diagnostik
1. EKG
a) STEMI : Perubahan pada pasien dengan Infark Miokard Akut, meliputi :
hiperakut T, elevasi segmen ST yang diikuti dengan terbentuknya Q pathologis,
terbentuknya bundle branch block/ yang dianggap baru. Perubahan EKG
berupa elevasi segment ST ≥ 1 mm pada 2 sadapan yang berdekatan pada limb
lead dan atau segment elevasi ≥ 2 mm pada 2 sadapan chest lead.
b) NSTEMI : Perubahan EKG berupa depresi segment ST ≥ 1 mm pada 2 sadapan
yang berdekatan pada limb lead dan atau segment depresi ≥ 2 mm pada 2
sadapan chest lead.
2. Enzim Jantung, yaitu :
a) CKMB : dapat dideteksi 4-6 jam pasca infark, mencapai puncaknya pada 24 jam
pertama, kembali normal setelah 2-3 hari.
b) Troponin T : spesifik untuk kerusakan otot jantung, dapat dideteksi 4-8 jam
pasca infark.
c) LDH : dapat dideteksi 24-48 jam pasca infark, mencapai puncaknya setelah 3-6
hari, normal setelah mencapai 8-14 hari.
3. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misalnya
hipokalemi, hiperkalemi.
4. Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi.
5. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA , menunjukkan inflamasi.
6. AGD
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
7. Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.
8. Rontgen Dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisma ventrikuler.
9. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
10. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan
sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel
kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati
bedah jantung angioplasty atau emergensi.
H. Komplikasi
Menurut Price dan wilson, Adapun komplikasi yang terjadi pada
pasien adalah:
1. Disfungsi ventrikuler
ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalambentuk,
ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark.
Proses inidisebut remodeling ventikuler dan umumnya mendahului
berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun
pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara
akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark; slippage serat otot, disrupsi sel
miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya,
terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang
didisprosional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara
keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi
tersebar pasca infark pada apeks ventikrel kiri yang yang mengakibatkan
penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan
prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat
dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien
dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung,
inhibitor ACE harus diberikan.
2. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompa merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit
pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik
dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark )
dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di
paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen
dijumpai kongesti paru.
3. Gagal jantung kongestif
Merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Infark
miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan
pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding yang abnormal
dan mengubah daya kembang ruang jantung tersebut. Dengan berkurangnya
kemampuan ventrikel kiri untuk mengosongkan diri, maka besar curah
sekuncup berkurang sehingga volume sisa ventrikel meningkat. Akibatnya
tekanan jantung sebelah kiri meningkat. Kenaikkan tekanan ini disalurkan ke
belakang ke vena pulmonalis. Bila tekanan hidrostatik dalam kapiler paru-
paru melebihi tekanan onkotik vaskuler maka terjadi proses transudasi ke
dalam ruang interstitial. Bila tekanan ini masih meningkat lagi, terjadi udema
paru-paru akibat perembesan cairan ke dalam alveolis sampai terjadi gagal
jantung kiri. Gagal jantung kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung
kanan akibat meningkatnya tekanan vaskuler paru-paru sehingga
membebani ventrikel kanan.
4. Syok kardiogenik
Diakibatkan karena disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami
infark yang masif, biasanya mengenai lebif dari 40% ventrikel kiri. Timbul
lingkaran setan hemodinamik progresif hebat yang irreversibel, yaitu:
- Penurunan perfusi perifer
- Penurunan perfusi koroner
- Peningkatan kongesti paru-paru
- Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau rupture nekrosis otot papilaris akan
mengganggu fungsi katub mitralis, memungkinkan eversi daun katup ke
dalam atrium selama sistolik. Inkompentensi katub mengakibatkan aliran
retrograd dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat
pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan
vena pulmonalis. Volume aliran regugitasi tergantung dari derajat gangguan
pada otot papilari bersangkutan.
5. Depek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikularis dapat menyebabkan ruptura
dinding septum sehingga terjadi depek septum ventrikel. Karena septum
mendapatkan aliran darah ganda yaitu dari arteri yang berjalan turun pada
permukaan anterior dan posterior sulkus interventrikularis, maka rupture
septum menunjukkan adanya penyakit arteri koronaria yang cukup berat
yang mengenai lebih dari satu arteri. Rupture membentuk saluran keluar
kedua dari ventrikel kiri. Pada tiap kontraksi ventrikel maka aliran terpecah
dua yaitu melalui aorta dan melalui defek septum ventrikel. Karena tekanan
jantung kiri lebih besar dari jantung kanan, maka darah akan mengalami
pirau melalui defek dari kiri ke kanan, dari daerah yang lebih besar
tekanannya menuju daerah yang lebih kecil tekanannya. Darah yang dapat
dipindahakan ke kanan jantung cukup besar jumlahnya sehingga jumlah
darah yang dikeluarkan aorta menjadi berkurang. Akibatnya curah jantung
sangat berkurang disertai peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti.
6. Ruptur jantung
Ruptur dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi pada awal
perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum
pembentukkan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah sehingga terjadi
perdarahan masif ke dalam kantong perikardium yang relatif tidak alastis tak
dapat berkembang. Kantong perikardium yang terisi oleh darah menekan
jantung ini akan menimbulkan tanponade jantung. Tamponade jantung ini
akan mengurangi alir balik vena dan curah jantung.
7. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel
menjadi kasar yang merupakan predisposisi pembentukkan trombus.
Pecahan trombus mural intrakardia dapat terlepas dan terjadi embolisasi
sistemik. Daerah kedua yang mempunyai potensi membentuk trombus
adalah sistem vena sistenik. Embolisasi vena akan menyebabkan embolisme
pada paru-paru.

8. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung
berkontak dengan perikardium menjadi besar sehingga merangsang
permukaan perikardium dan menimbulkan reaksi peradangan, kadang-
kadang terjadi efusi perikardial atau penimbunan cairan antara kedua
lapisan.
9. Sindrom Dressler
Sindrom pasca infark miokardium ini merupakan respon peradangan
jinak yang disertai nyeri pada pleuroperikardial. Diperkirakan sindrom ini
merupakan suatu reaksi hipersensitivitas terhadap miokardium yang
mengalami nekrosis.
10. Aritmia
Aritmia timbul aibat perubahan elektrofisiologis sel-sel miokardium.
Perubahan elektrofiiologis ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk
potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel.

I. Penatalaksanaan
a. Oksigenasi
Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan oksigen
pada miokard yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya ST-
elevasi. Ini dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen 2–3
liter/ menit secara kanul hidung.
b. Nitrogliserin (NTG)
digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-mula secara sublingual
(SL) (0,3 – 0,6 mg ), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x
NTG setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip intravena 5–10 ug/menit
(jangan lebih 200 ug/menit ) dan tekanan darah sistolik jangan kurang dari
100 mmHg. Manfaatnya ialah memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard;
menurunkan kebutuhan oksigen di miokard; menurunkan beban awal
(preload) sehingga mengubah tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri
koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral; serta menghambat agregasi
platelet (masih menjadipertanyaan).
c. Morphine
Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan;
mengurangi rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance;
menurunkan tahanan pembuluh sistemik; serta nadi menurun dan tekanan
darah juga menurun, sehingga preload dan after load menurun, beban
miokard berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2 – 4 mg intravena
sambil memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan depresi
pernapasan
d. Aspirin
harus diberikan kepada semua pasien sindrom koroner akut jika tidak ada
kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialah menghambat
siklooksigenase –1 dalam platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-
A2. Kedua hal tersebut menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi
arterial.
e. Antitrombolitik lain
Clopidogrel, Ticlopidine: derivat tinopiridin ini menghambat agregasi
platelet, memperpanjang waktu perdarahan, dan menurunkan viskositas
darah dengan cara menghambat aksi ADP (adenosine diphosphate) pada
reseptor platelet., sehingga menurunkan kejadian iskemi. Ticlopidin
bermakna dalam menurunkan 46% kematian vaskular dan nonfatal infark
miokard. Dapat dikombinasi dengan Aspirin untuk prevensi trombosis dan
iskemia berulang pada pasien yang telah mengalami implantasi stent
koroner. Pada pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya
trombosis, tetapi dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100
mg/hari) bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Colombo dkk. memperoleh
hasil yang baik dengan menurunnya risiko trombosis tersebut dari 4,5%
menjadi 1,3%, dan menurunnya komplikasi perdarahan dari 10–16%
menjadi 0,2–5,5%21. Namun, perlu diamati efek samping netropenia dan
trombositopenia (meskipun jarang) sampai dengan dapat terjadi purpura
trombotik trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitung sel darah lengkap
pada minggu II – III. Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila
dikombinasi dengan Aspirin, namun tidak ada korelasi dengan netropenia
dan lebih rendah komplikasi gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin,
meskipun tidak terlepas dari adanya risiko perdarahan. Didapatkan setiap
1.000 pasien SKA yang diberikan Clopidogrel, 6 orang membutuhkan tranfusi
darah 17,22. Clopidogrel 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai
beraksi sebagai antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan
40–60% inhibisi dicapai dalam 3–7 hari. Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs
ASA in Patients at Risk of Ischemic Events ) menyimpulkan bahwa
Clopidogrel secara bermakna lebih efektif daripada ASA untuk pencegahan
kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke) pada aterosklerosis (Product
Monograph New Plavix).
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian primer
a) Airway
1) Kaji dan pertahankan jalan napas.
2) Lakukan head tilt, chin lift jika perlu.
3) Gunakan alat batu untuk jalan napas jika perlu.
4) Pertimbangkan untuk merujuk ke ahli anestesi untuk dilakukan intubasi jika
tidak dapat mempertahankan jalan napas.
b) Breathing
1) Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk
mempertahankan saturasi >92%.
2) Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breathing mask.
3) Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan bag-
valve-mask ventilation.
4) Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2.
5) Kaji jumlah pernapasan.
6) Lakukan pemeriksan system pernapasan.
7) Dengarkan adanya bunyi pleura.
8) Lakukan pemeriksaan foto thorak.
c) Circulation
1) Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengar suara gallop.
2) Kaji peningkatan JVP.
3) Catat tekanan darah.
4) Pemeriksaan EKG.
d) Disability
1) Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU atau gasglow coma scale
(GCS) .
2) Penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi ekstrim
dan membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan
di ICU/ICVCU.
e) Exposure
1) Jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan
fisik lainnya.
2) Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda DVT.
2. Pengkajian sekunder
a). Anamnese
- Kaji riwayat keluhan utama. Adakah keluhan nyeri dada atau rasa tidak nyaman
pada dada, kemudian kaji adanya keluhan kesulitan bernapas atau nyeri saat
bernapas. Kaji pula tanda-tanda kelelahan, pusing berputar-putar
- Kaji riwayat masa lalu klien. Adakah riwayat penyakit jantung sebelumnya,
hipertensi, stroke, DM, dll. Kaji juga riwayat penyakit lain seperti COPD, infeksi
paru, kelainan kelenjar tiroid. Kemudian kaji pola gaya hidup klien sebelum sakit,
konsumsi alcohol, merokok atau kopi.
- Kaji pula riwayat kesehatan keluarga
- Kaji pula apakah klien sebelumnya mengkonsumsi obat secara rutin :
antihipertensi/insulin/DM
b). Pemeriksaan fisik :
- TTV
- Sistem Kardiovaskuler
Kaji adanya palpitasi jantung klien, adakah nadi yang tampak pada dada
klien. Perkusi untuk menentukan batas jantung apakah ada pembesaran
jantung. Auskultasi nadi apical klien. Auskultasi untuk mendengar adanya
bunyi jantung tambahan yang menandakan adanya pembesaran ventrikel
atau peningkatan tekanan ventrikel kiri.
- Sistem pernapasan
Anamnesa adalah kesulitan klien saat menarik napas, nyeri saat klien
bernapas. Inspeksi kesimetrisan pergerakan dada kiri dan kanan. Perkusi
suara paru, normalnya akan terdengar suara pleural effusion pada klien
dengan efusi pleura, atau wheezing atau suara paru yang tersendak-sendak
mengindikasikan adanya gangguan seperti COPD atau asma.
- Sistem pencernaan
Kaji frekuensi BAB klien, anamnesa apakah adanya konstipasi atau tidak.
Inspeksi bentuk abdomen, palpasi apakah perut teraba supel atau keras.
Adakah nyeri saat perut dipalpasi, adakah pembesaran hepar, lien. Auskultasi
suara bising usus klien, klien dengan konstipasi akan terdengar hipoaktif.
Kaji adanya asites, hepatomegali yang menandakan adanya kegagalan pada
ventrikel kiri. Kaji adanya nyeri abdomen kuadran kiri atas yang
menimbulkan/mengindikasikan infark lien yang berasal dari emboli perifer
- Sistem endokrin
Kaji pada klien riwayat DM, pembesaran kelenjar tiroid dan peningkatan JVP
atau sianosis. Bruit pada arteri karotis menyebabkan gangguan arteri perifer
dan meningkatkan resiko gangguan arteri koroner, kaji adakah gangguan
diabetic
- Sistem perkemihan
Kaji riwayat cuci darah, atau sakit yang berhubungan dengan perkemihan
seperti CKD atau ISK. Kaji adakah nyeri tekan pada daerah kandung kemih
saat BAK.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan Iskemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri koroner
2. Intoleran Aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara
supai oksigen miokard dan kebutuhan
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman kehilangan/kematian
4. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
penurunan kontraktilitas miokard.
C. Intervensi Keperawatan
1. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan Iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan
arteri koroner.
Kriteria Hasil : Menyatakan Nyeri dada hilang atau terkontrol
No Intervensi Rasional

Mandiri
1. Pantau karakteristik Variasi penampilan dan perilaku pasien
nyeri,catat laporan karena nyeri terjadi sebagai temuan
verbal,petunjuk nonverbal, pengkajian. Kebanyakan pasien dengan IM
dan respon hemodinamik. akut tampak sakit,distraksi, dan berfokus
pada nyeri. Riwayat verbal dan peyelidikan
lebih dalam terhadap faktor pencetus harus
ditunda sampai nyeri hilang.
2. Ambil gambaran lengkap Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan
terhadap nyeri dari pasien harus digambarkan oleh pasien. Bantu pasien
termasuk lokasi, lamanya, untuk menilai nyeri dengan membandingkan
dan kualitas (dangkal & dengan pengalaman lain.
penyebaran)
3. Kaji ulang riwayat angina Dapat membandingkan nyeri yang ada dari
sebelumnya, nyeri pola sebelumnya, sesuai dengan identifikasi
menyerupai angina atau komplikasi seperti meluasnya infark, emboli
nyeri IM paru atau perikarditis.
4. Anjurkan pasien untuk Penundaaan pelaporan nyeri menghambat
melaporkan nyeri dengan peredaannyeri/memerlukan peningkatan
segera dosis obat. Selain itu, nyeri berat dapat
menyebabkan syok dengan merangsang
sistem saraf simpatis, mengakibatkan
kerusakan lanjut dan menganggu diagnostik
5. Berikan lingkungan yang dan hilangnya nyeri.
tenang, aktivitas perlahan, Menurunkan rangsangan eksternal dimana
dan tindakan nyaman ansietas dan regangan jantung serta
keterbatasan kemampuan koping dan
6. Bantu melakukan teknik keputusan terhadap situasi saat ini.
relaksasi Membantu dalam penurunan
persepsi/respon nyeri. Memberikan kontrol
7. Periksa tanda vital sebelum situasi, meningkatkan perilaku positif.
dan sesudah pemberian Hipotensi/depresi pernapasan dapat terjadi
obat narkotik. sebagai akibat pemberian narkotik. Masalah
ini dapat meningkatkan kerusakan miokardia
Kolaborasi pada adanya kegagalan ventrikel
1. Berikan oksigen tambahan
dengan kanul nasal atau Meningkatkan jumlah oksigen yang ada
masker sesuai indikasi untuk pemakaian miokardia dan juga
mengurangi ketidaknyamanan sehubungan
2. Berikan obat sesuai dengan iskemia jaringan.
indikasi, Nitrat berguna untuk kontrol nyeri dengan
Angina, contoh nitrogliserin efek vasodilatasi koroner, yang
meningkatkan aliran darah koroner dan
perfusi miokard. Efek vasodilatasi perifer
menurunkan volume darah kembali ke
3. jantung sehingga menurunkan kerja otot
Penyekat-β, atenolol; jantung dan kebutuhan oksigen.
pindolol; propanolol Mengontrol nyeri melalui efek hambatan
rangsangan simpatis, dengan begitu
4. menurunkan FJ, TD sistolik, dan kebutuhan
Analgesik, morfin; demerol oksigen miokard.
Meskipun morfin IV adalah pilihan, suntikan
narkotik lain dapat dipakai pada fase akut
atau nyeri dada berulang yang tak hilang
dengan nitrogliserin untuk menurunkan
5. nyeri hebat, memberikan sedasi, dan
Penyekat saluran kalsium, mengurangi kerja miokard.
verapamil, diltiazem Efek vasodilatasi dapat meningkatkan aliran
darah koroner, sirkulasi kolateral dan
6. menurunkan preload dan kebutuhan oksigen
Angioplasti PTCA miokardia.
Prosedur ini untuk membuka sebagian
hambatan arteri koroner sebelum terlambat
secara total.

b. Intoleran Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


oksigen miokard dan kebutuhan
Kriteria Hasil : Melaporkan tidak adanya angina dalam rentang waktu
selama pemberian obat
No Intervensi Rasional

Mandiri
1. Catat/dokumentasi Kecenderungan menentukan respon pasien
frekuensi jantung, irama, terhadap aktivitas dan dapat
perubahan TD sebelum, mengindikasikan penurunan oksigen
selama, sesudah aktivitas miokardia yang memerlukan penurunan
sesuai indikasi tingkat aktivitas, perubahan program obat,
2. penggunaan oksigen tambahan.
Tingkatkan istirahat . batasi Menurunkan kerja miokardia/konsumsi
aktivitas dan beri aktivitas oksigen, menurunkan resiko komplikasi
3. yang tidak berat.
Batasi pengunjung Periode kunjungan yang tenang bersifat
4. teurapetik
Anjurkan pasien Aktivitas yang memerlukan menahan napas
menghindari peningkatan dan menunduk (manuver Valsalva) dapat
tekanan abdomen, contoh mengakibatkan bradikardi, juga menurunkan
mengejan saat defekasi curah jantung, dan takikardi dengan
5. Jelaskan pola peningkatan peningkatan tekanan darah.
bertahap dari tingkat Aktivitas yang maju memberikan kontrol
aktivitas. jantung, meningkatkan regangan, dan
6. mencegah aktivitas berlebihan.
Kaji ulang tanda dan gejala Palpitasi, nadi tidak teratur, adanya nyeri
yang menunjukkan tidak dada, atau dispneu dapat mengindikasikan
toleran terhadap aktivitas perubahan program olahraga atau obat.
atau memerlukan
pelaporan pada
perawat/dokter.
Kolaborasi Memberikan dukungan/pengawasan
Rujuk ke program tambahan berlanjut dan partisipasiproses
rehabilitasi jantung penyembuhan dan keejahteraan.

c. Ansietas berhubungan dengan ancaman kehilangan/kematian


Krteria Hasil : mengenal perasaannya, mengidentifikasi penyebab
dan faktor yang mempengaruhi, menyatakan penurunan ansietas/takut.
No Intervensi Rasional

Mandiri
1. Identifikasi dan ketahui Koping terhadap nyeri dan trauma emosi IM
persepsi pasien terhadap sulit. Pasien dapat takut mati dan/atau
ancaman/situasi. Dorong cemas tentang lingkungan.
mengekspresikan dan
jangan menolak perasaan
marah, kehilangan, takut.
2. Mempertahankan gaya Pasien dan orang terdekat dapat dipengaruhi
percaya oleh cemas/ketidaktenangan anggota tim
kesehatan. Penjelasan yang jujur dapat
menghilangkan kecemasan.
3. Kaji tanda verbal/nonverbal Paien mungkin tidak menunjukkan masalah
kecemasan dan tinggal secara langsung,tetapi kata/kata dan
dengan pasien. Lakukan tindakan dapat menunjukkan rasa agitasi,
tindakan bila pasien marah dangelisah. Intervensi dapat
menunjukkan perilaku membantu pasien meningkatkan kontrol
merusak. terhadapa perilakunya sendiri.
4. Terima tetapi jangan diberi Menyangkal dapat menguntungkan dalam
peguatan terhadap mengurangi cemas tetapi dapat menunda
penggunaan penolakan. dalam menerima terhadap kenyataan situasi
5. Orientasikan pasien/orang saat itu. Perkiraan dan informasi dapat
terdekat terhadap prosedur menurunkan kecemasan pasien.
rutin dan aktivitas yang
diharapkan. Tingkatkan
partsipasi bila mungkin.
6. Jawab semua pertanyaan Informasi yang tepat tentang situasi dapat
secara nyata. Berikan menurunkan takut, hubungan yang asing
informasi konsisten antara perawat-pasien, dan membantu
pasien/orang terdekat dalam menerima
7. Dorong pasien/orang situasi secara nyata.
terdekat untuk Berbagi informasi membentuk
mengkomunikasikan dukungan/kenyamanan dan dapat
dengan seseorang, berbagi menghilangkan tegangan terhadap
8. pertanyaan dan masalah. kekhawatiran yang tidak diekspresikan.
Berikan periode Penyimpanan energi dan meningkatkan
istirahat/waktu tidur tidak kemampuan koping.
terputus, lingkungan
tenang, dengan tipe kontrol
9. pasien, jumlah rangsangan
eksternal. Dapat memberikan keyakinan bahwa
Dukung kenormalan proses perasaannya merupakan respon normal
kehilangan, melibatkan terhadap situasi/perubahan yang diterima.
10. waktu yang perlu untuk
penyelesaian. Memungkinkan waktu untuk
Berikan privasi untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan
11. pasien dan orang terdekat. cemas, dan perilaku adaptasi.
Peningkatan kemandirian dari staf
Dorong kemandirian, meningkatkan kepercayaan diri dan
perawatan sendiri, dan menurunkan rasa gagal yang dapat
pembuatan keputusan menyertai pemindahan dari unit
12. dalam rencana pengobatan koroner/pulang dari rumah sakit.
Membantu pasine/orang terdekat untuk
Dorong keputusan tentang mengidentifikasi tujuan nyata, juga
harapan setelah pulang. menurunkan resiko kegagalan menghadapi
kenyataan adanya keterbatasan
kondisi/memacu penyembuhan.
Kolaborasi
Berikan anticemas/hipnotik Meningkatkan relaksasi/istirahat dan
sesuai indikasi. Contoh, menurunkan rasa cemas.
diazepam, flurazepam.

d. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan


kontraktilitas jantung.
No Intervensi Rasional

Mandiri
1. Auskultasi TD. Bandingkan Hipotensi dapat terjadi sehubungan dengan
kedua tangan dan ukur disfungsi ventrikel, cemas, nyeri,
dengan tidur, duduk, berdiri pengeluaran katekolamin.
bila bisa.
2. Evaluasi kualitas dan Penurunan curah jantung mengakibatkan
kesamaan nadi sesuai menurunnya kelemahan/kekuatan nadi.
indikasi. Ketidakteraturan diduga disritmia yang
memerlukan evaluasi lanjut/pantau.
3. Catat terjadinya s2 dan s3 S3 biasanya sehubungan dengan GJK tetapi
juga terlihat pad aadanya gagal mitral
(regurgitasi) dan kelebihan kerja ventrikel
kiri disertai infark berat. S4 mungkin
berhubungan dengan iskemia miokard,
kekakuan ventrikel, dan hipertensi pulmonal
4. Adanya murmur/gesekan atau sistemik.
Menunjukkan gangguan aliran darah normal
5. Auskultasi bunyi napas dalam jantung.
Krekels menunjukkan kongesti paru
6. Pantau frekuensi jantung mungkin terjadi karena penurunan fungsi
dan irama. Catat disritmia miokardia
melalui telemetri Frekuensi dan irama jantung berespon
terhadap obat dan aktivitas sesuai dengan
terjadinya komplikasi /disritmia, yang
7. Catat respon terhadap mempengaruhi fungsi jantung atau
aktivitas dan peningkatan meningkatkan kerusakan iskemik.
istirahat dengan tepat. Kelebihan latihan meningkatkan
8. Berikan pispot di samping konsumsi/kebutuhan oksigen dan
tempat tidur bila tidak mempengaruhi fungsi miokardia.
mampu ke kamar mandi. Mengupayakan penggunaan bedpan dapat
melelahkan dan secara fisiologik penuh
9. Berikan makanan stress, juga meningkatka kebutuhan oksigen
kecil/mudah dikunyah. dan kerja jantung.
Batasi asupan kafein. Makanan besar dapat meningkatkan kerja
10. Sediakan alat/obat darurat. miokardia dan menyebabkan rangsang vagal
mengakibatkan bradikardia/denyut ektopik.
Sumbatan koroner tiba-tiba, disritmia letal,
perluasan infark, atau nyeri adalah situasi
Kolaborasi yang dapat mencetuskan henti jantung,
1. Berikan oksigen tambahan memerlukan terapi penyelamat hidup segera.
sesuai indikasi
Meningkatkan jumlah sediaan oksigen untuk
2. Pertahankan cara masuk kebutuhan miokard, menurunkan iskemia
iv/heparin-lok sesuai dan disritmia lanjut.
3. indikasi Jalur yang paten penting untuk pemberian
Kaji ulang seri EKG obat darurat pada adanya disritmia atau
nyeri dada.
Memberikan informasi sehubungan dengan
4. kemajuan/perbaikan infark, status fungsi
Kaji foto dada ventrikel, keseimbangan elektrolit dan efek
5. terapi obat.
Pantau data labolatorium; Dapat mneunjukkan edema paru sehubungan
contoh enzim jantung, GDA, dengan disfungsi ventrikel.
elektrolit Enzim memantau perbaikan dan perluasan
infark. Adanya hipoksia menunjukkan
6. kebutuhan tambahan oksigen. Keseimbangan
Berikan obat antidisritmia elektrolit sangat berpengaruh terhadap
sesuai indikasi irama jantung.
7. Disritmia biasanya secara simptomatis
Bantu pemasangan kecuali untuk PCV, dimana sering
/mempertahankan pacu mengancam secara profilaksis.
jantung hila digunakan. Pacu jantung mungkin tindakan dukungan
sementara selama fase akut/penyembuhan
atau mungkin diperlukan secara permanen
bila infark sangat berat merusak sistem
konduksi

Anda mungkin juga menyukai