Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan reproduksi pada era globalisasi dan modernisasi ini telah terjadi perubahan dan
kemajuan disegala aspek dalam menghadapi perkembangan lingkungan, kesehatan dan
kebersihan, dimana masyarakat khususnya wanita, dituntut untuk selalu menjaga
kebersihan fisik dan organ tubuhnya. Salah satu organ tubuh yang paling penting dan
sensitif serta memerlukan perawatan khusus adalah organ reproduksi. Perubahan perilaku
seksual mengakibatkan dua masalah besar, yaitu kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit
hubungan seksual, dan penyakit radang panggul (Manuaba, 2010).

Masalah kesehatan reproduksi menjadi perhatian bersama dan bukan hanya individu yang
bersangkutan, demikian alat reproduksi sangat erat hubungannya dengan angka kematian
ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) salah satu penyakit sistem reproduksi wanita
sejenis kista yang paling sering ditemukan adalah kista bartholini. Kebanyakan kasus ini
terjadi pada usia 20-30 tahun dengan sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista
bartholini atau abses, pada wanita pasca menopause dapat berkembang menjadi kanker (Jie,
2010).

Gangguan reproduksi adalah kegagalan wanita dalam manajemen kesehatan


reproduksi. Permasalahan dalam bidang kesehatan reproduksi salah satunya adalah
masalah reproduksi yang berhubungan dengan gangguan sistem reproduksi. Hal ini
mencakup infeksi, gangguan menstruasi, masalah struktur, keganasan pada alat
reproduksi wanita, infertilitas dan lain-lain (Essawibawa, 2011). Macam-macam
gangguan reproduksi seperti gangguan menstruasi yang meliputi dismenorea,
menorhagia, hipermenorea, metroraghia, pseudo amenore dan gangguan reproduksi
nyeri abdomen dan panggul yang meliputi nyeri akut, nyeri kronis, inkontinensia urine,
tumor / kanker pada endometrium dan kista bartholini (Nugroho, 2012).

Kista adalah tumor jinak di organ reproduksi perempuan yang paling sering ditemui.
Bentuknya kistik, berisi cairan kental, dan ada pula yang berbentuk anggur. Kista juga
ada yang berisi udara, cairan, nanah, ataupun bahan-bahan lainnya. Kista termasuk
tumor jinak yang terbungkus selaput semacam jaringan. Kumpulan sel-sel tumor itu
terpisah dengan jaringan normal di sekitarnya dan tidak dapat menyebar ke bagian
tubuh lain. Itulah sebabnya tumor jinak relatif mudah diangkat dengan jalan
pembedahan, dan tidak membahayakan kesehatan penderitanya (Marmi, 2011). Pasien
dengan kista bartholini membutuhkan pertolongan medis yang tepat, jika tidak segera
ditangani akan mengakibatkan infeksi dan kematian (Prawirohardjo, 2011)

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan kebidanan pada pasien dengan kista bartholini
sesuai dengan manajemen Varney, dan mendokumentasikan asuhan yang diberikan dalam
bentuk SOAP.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian data subjektif dan data objektif pada kista bartholini
2. Mampu mengidentifikasi diagnosa dan masalah aktual pada kista bartholini
3. Mampu mengidentifikasi diagnosa potensial dan masalah potensial yang mungkin
muncul pada kista bartholini
4. Mampu mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera pada kista bartholini
5. Mampu mengembangkan rencana tindakan asuhan kebidanan secara menyeluruh pada
kista bartholini
6. Mampu melaksanakan rencana tindakan asuhan kebidanan yang menyeluruh sesuai
rencana asuhan pada kista bartholini
7. Mampu melakukan evaluasi terhadap asuhan yang diberikan pada kista bartholini
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Bagi Rumah Sakit
Rumah Sakit mendapat bantuan tenaga kesehatan untuk melayani pasiennya
1.3.2 Manfaat Bagi Instuisi Pendidikan
Mempererat hubungan kerja sama dengan Rumah Sakit.
1.3.3 Manfaat Bagi Pasien
Mahasiswa mampu mengaplikasikan teori yang telah dipelajari kepada pasien dan mampu
memberikan asuhan kebidanan secara komprehensif
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Kista Bartholini
2.1.1 Pengertian
Kista bartolini merupakan benjolan berbentuk kantong yang mengandung cairan.

Bekas abses bartolini yang telah sembuh nanahnya dinitralisasi menjadi cairan

seperti lendir, tertimbun dalam lumen karena salurannya buntu,sudah tidak sakit

(dolor tidak ada), tidak berubah warna (kolor sama dengan warna kulit), dan sudah

dapat dipergunakan untuk jalan atau hubungan seksual (Manuaba, 2008).

Kelenjar Bartholin atau the greater vestibular glands adalah kelenjar pada perempuan yang

homolog untuk vestibulum. Kelenjar Bartholin berkembang dari tunas di epitel daerah

posterior vestibulum. Kelenjar Bartholin terletak bilateral pada dasar labium minora, masing-

masing berukuran sekitar 0,5 cm dan mensekresikan mukus ke dalam duktus yang memiliki

panjang 2-2,5 cm. Kelenjar biasanya tidak akan teraba kecuali penyakit infeksi atau pada

wanita yang sangat kurus. Kista Bartholin adalah penyumbatan duktus kelenjar bagian distal

berupa pembesaran berisi cairan dan mempunyai struktur seperti kantong bengkak (swollen

sac-like structure). Jika lubang pada kelenjar Bartholin tersumbat, lendir yang dihasilkan oleh

kelenjar akan terakumulasi sehingga terjadi dilatasi kistik duktus proksimal dan obstruksi.

Kista Bartholin yang mengalami obstruksi dan terinfeksi dapat berkembang menjadi abses

Kista dan abses Bartholin merupakan penyakit terkait kelenjar Bartholin yang paling sering

terjadi. Penyakit terjadi pada 2-3% wanita. Abses hampir tiga kali lebih umum daripada kista.

Kista Bartholin ratarata memiliki ukuran kecil yaitu 1-3 cm, biasanya unilateral dan

asimtomatik.
2.1.2 Gambaran Klinis

Pembesaran kistik bila tidak disertai dengan infeksi lanjutan atau sekunder, umumnya

tidak akan menimbulkan gejala-gejala khusus dan hanya dikenali melalui palpasi.

Sementara itu, infeksi akut disertai penyumbatan, indurasi, dan peradangan. Gejala akut

inilah yang sering membawa penderita untuk memeriksakan dirinya. Gejala utama akibat

infeksi biasanya berupa nyeri sentuh dan dispareunia. Pada tahap supuratif, dinding kista

berwarna kemerahan, tegang dan nyeri. Bila sampai pada tahap eksudatif dimana sudah

terjadi abses, maka rasa nyeri dan ketegangan dinding kista menjadi sedikit berkurang

disertai dengan penipisan dinding di area yang lebih putih dari sekitarnya, umumnya

hanya terjadi gejala dan keluhan lokal dan tidak menimbulkan gejala sistemik kecuali

apabila terjadi infeksi yang berat dan luas (Prawirohardjo, 2011).

2.1.3 Fisiologi

Besar kelenjar bartholini ini berdiameter sekitar 0,5 cm yang ditemukan di labia minora,

biasanya tak teraba bila dilakukan palpasi. Setiap kelenjar mengeluarkan lendir ke dalam

saluran yang berukuran sekitar 2,5 cm, kedua saluran muncul ke bagian depan di kedua

sisi lubang vagina. Fungsinya adalah untuk mempertahankan kelembapan permukaan

vestibular mukosa vagina (Prawirohardjo, 2011).

2.1.4 Patofisiologi

Sumbatan duktus utama kelenjar bartolini menyebabkan retensi sekresi dan dilatasi kistik.

Kelenjar bartholini membesar, merah, nyeri, dan lebih panas dari daerah sekitarnya. Isi

didalamnya berupa nanah dapat keluar melalui duktus atau bila tersumbat (biasanya

akibat infeksi) mengumpul didalam menjadi abses (Mansjoer, dkk, 2007).

2.1.5 Gejala infeksi

Gejala infeksi kista bartholini menurut Manuaba (2005), antara lain:


1. tampak sulit berjalan karena rasa nyeri
2. Temperatur badan dapat meningkat
3. Infeksi akan tampak:
a) Pembengkakan , warna merah dengan kulit mengkilat.
b) Palpasi: terasa sangat nyeri, terkesan pembentukan abses, terdapat
selulitis jaringan sekitarnya.
2.1.6 Penatalaksanaan

1) Insisi atau drainase

Insisi atau drainase merupakan prosedur yang cepat dan mudah

dilakukan serta memberikan pengobatan langsung pada pasien, namun

prosedur ini harus diperhatikan karena ada kecenderungan kekambuhan kista

atau abses. Ada studi yang melaporkan, Bahwa terdapat 13% kegagalan pada

prosedur ini (Pernoll, 2009).

2) World catheter

World catheter merupakan sebuah kateter kecil dengan balon yang

dapat digembungkan dengan saline pada ujung distalnya, biasanya digunakan

untuk mengobati kista dan abses bartholini, panjang dari kateter karet ini

adalah sekitar 1 inci dengan diameter No. 10 French Foley kateter. Balon kecil

di ujung world catheter dapat menampung sekitar 3-4 ml larutan saline

(Prawirohardjo, 2011).

3) Marsupialisasi

Marsupialisasi artinya dibuat lubang yang besar sekitar 2-3 cm,

sehingga seluruh isinya dapat dikeluarkan. Sementara itu dinding kista atau

absesnya di jahit ke kulit dari labium mayora. Dengan demikian dinding kista

atau absesnya akan menempel satu sama lainnya (Prawirohardjo, 2011).


2.2 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan pada Kista Bartholini
A. Pengkajian Data
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua sumber yang berkaitan dengan
kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan
fisik, sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan
khusus, dan pemeriksaan penunjang (Estiwidani, 2008).
Proses pengumpulan data dasar ini mencakup data subjektif dan data objektif.
1) Data Subyektif
Data subjektif, berupa data fokus yang dibutuhkan untuk menilai keadaan ibu
sesuai dengan kondisinya (Nursalam, 2008). Jenis data yang dikumpulkan meliputi:
a) Biodata pasien
Biodata pasien menurut Romauli (2011), antara lain:
(1) Nama ibu dan suami
Untuk dapat mengenal atau memenggil nama ibu dan suami untuk
mencegah kekeliruan bila ada nama yang sama.
(2) Umur
Dalam kurun waktu reproduksi sehat, dikenal bahwa usia aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah 20- 30 tahun.

(3) Suku/bangsa
Untuk mengetahui kondisi sosial budaya ibu yang mempengaruhi
perilaku kesehatan.
(4) Agama
Dalam hal ini berhubungan dengan perawatan penderita yang berkaitan
dengan ketentuan agama. Antara lain dalam keadaan yang gawat ketika
memberi pertolongan dan perawatan dapat diketahui dengan siapa harus
berhubungan, misalnya agama islam memanggil ustad dan sebagainya.

(5) Pendidikan
Untuk mengetahui tinngkat intelektual, tingkat pendidikan mempengaruhi
sikap perilaku kesehatan seseorang. Pada kasus gangguan sistem
reproduksi dengan kista bartholini biasanya ditemukan pada wanita yang
memiliki tingkat pendidikan rendah.
(6) Pekerjaan
Hal ini untuk mengetahui taraf hidup dan sosial ekonomi agar nasehat kita
sesuai.
(7) Alamat

Untuk mengetahui ibu tingal dimana, menjaga kemungkinan bila ada ibu
yang namanya bersamaan. Ditanyakan alamatnya, agar dapat dipastikan
ibu yang mana hendak ditolong itu. Alamat juga diperlukan bila mengadakan
kunjugan pada penderita.
b) Keluhan Utama
Ditanyakan untuk mengetahui perihal yang mendorong klien datang ke bidan
(Varney, 2007). Pada kasus gangguan sistem reproduksi kista bartholini
keluhan utamanya ibu merasakan nyeri saat berjalan maupun duduk,
temperatur suhu badan dapat meningkat >380c, dan tampak pembengkakan,
warna kemerahan, kulit mengkilat, dan sakit saat melakukan hubungan suami
istri (Manuaba, 2008).
c) Riwayat Menstruasi
Hal yang perlu ditanyakan: Menarche, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya
darah yang keluar, menstruasi terakhir, adakah disminorhoe, gangguan
sewaktu menstruasi (metrorhagia, menoraghia), gejala premenstrual
(Varney, 2007).
d) Riwayat Perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan, lama perkawinan, berapa kali menikah, dan
menikah pertama usia berapa (Estiwidani, 2008).

e) Riwayat Kehamilan, Persalinan, Nifas


Jumlah kehamilan dan kelahiran G (gravida), P (para), A (abortus), dan
riwayat persalinan yaitu jarak antara dua kelahiran, tempat melahirkan,
lamanya melahirkan, cara melahirkan, serta masalah/gangguan kesehatan yang
timbul sewaktu hamil dan melahirkan, antara lain: preeklamsi, infeksi dll
(Estiwidani, 2008).
f) Riwayat Keluarga Berencana
Bila ibu pernah mengikuti KB perlu ditanyakan: jenis kontrasepsi, efek samping,
alasan berhenti (bila tidak memakai lagi), lamanya menggunakan alat kontrasepsi
(Varney, 2007).
g) Riwayat penyakit
(1) Riwayat Penyakit Sekarang
Untuk mengetahui keadaan pasien saat ini dan mengetahui adakah
penyakit lain yang bisa memperberat keadaan klien seperti batuk, pilek
dan demam (Estiwidani, 2008).
(2) Riwayat Penyakit Sistemik

Untuk mengetahui apakah ibu menderita penyakit jantung, ginjal,


ASMA/TBC, hepatitis, DM, hipertensi, dan epilepsi serta penyakit sistemik
lainnya seperti penyakit kelamin diantaranya bakterial vaginosis, trikomonas,
dan kandidiasis (Estiwidani, 2008).

(3) Riwayat Penyakit Keluarga


Untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga
terhadap gangguan kesehatan pasien. Riwayat keluarga yang perlu
ditanyakan misalnya jantung, diabetes, ginjal, kelainan bawaan
(Varney, 2007).
(4) Riwayat Keturunan Kembar
Untuk mengetahui riwayat keturunan kembar dalam keluarga
(Estiwidani, 2008).
(5) Riwayat Operasi
Untuk mengetahui apakah ibu pernah mendapat operasi atau belum
(Estiwidani, 2008).
h) Data Psikologis
Digunakan untuk mengetahui perasaan ibu menghadapi gangguan sistem
reproduksi dengan kista bartholini sekarang ini. Pada kasus gangguan
sistem reproduksi dengan kista bartholini ini biasanya didapatkan data
psikologisnya adalah ibu merasa cemas dengan keadaannya (Nursalam,
2008).
2) Data Obyektif
Pencatatan yang dilakukan dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus, dan

pemeriksaan penunjang. Keadaan umum menurut Varney (2007), antara lain:

a) Keadaan Umum : Pemeriksaan untuk mengetahui keadaan umum ibu apakah


baik, sedang, buruk, kemudian tingkat kesadaran dan keadaan emosional. Pada
kasus gangguan sistem reproduksi dengan kista bartholini didapatkan keadaann ibu
baik.
b) Kesadaran : Terdiri dari komposmentis, (kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya), kesadaran
apatis (keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, acuh
tak acuh), kesadaran delirium (gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu)
memberontak teriak-teriak, berhalusinasi, berkhayal, kesadaran somnolen
(kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun
kesadaran dapat pulih bila di rangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur
lagi, mampu member jawaban verbal). Pada kasus gangguan sistem reproduksi
dengan kista bartholini didapatkan kesadaran ibu komposmentis.
c) Tanda Vital
Pemeriksaan tanda-tanda vital menurut Romauli (2011), antara lain:
 Tekanan darah : Pemeriksaan untuk mengetahui faktor resiko
hipertensi/hipotensi dengan satuan mmHg. Tekanan darah dikatakan
tinggi bila >140/90 mmHg.
 Suhu : Pemeriksaan untuk mengetahui suhu badan apakah ada
peningkatan atau tidak normalnya adalah 36-37,50c. Pada kasus gangguan
sistem reproduksi kista bartholini suhunya meningkat diatas 38 0c
(Manuaba, 2008).
 Nadi : Pemeriksaan untuk mengetahui denyut nadi pasien dengan
menghitung dalam 1 menit penuh normalnya adalah 60-80 x/menit dalam
keadaan santai.
 Respirasi : Pemeriksaan untuk mengetahui sistem pernafasan pasien
dalam waktu 1 menit penuh normalnya adalah 16-24 x/menit.
 Tinggi Badan : Pemeriksaan untuk mengetahui tinggi badan pasien.
 Berat Badan : Pemeriksaan untuk mengetahui pertambahan berat badan
pasien saat ditimbangan pada waktu kunjungan normalnya pertambahan
berat badan tiap minggu adalah 0,50 kg
d) Inspeksi
Melakukan pemeriksaan pandang terhadap pasien mulai dari kepala sampai
kaki (Varney, 2007)
1. Kepala
 Rambut : Pemeriksaan untuk mengetahui bersih atau kotor, warna, mudah
rontok atau tidak, berketombe atau tidak.
 Muka : Pemeriksaan untuk mengetahui ada cloasma atau tidak, dan ada
oedema atau tidak
 Mata : Pemeriksaan untuk mengetahui ada oedema atau tidak, konjungtiva
merah muda atau tidak, seklera putih atau tidak.
 Hidung : Pemeriksaan untuk mengetahui ada benjolan atau tidak, ada secret
atau tidak.
 Telinga : Pemeriksaan untuk mengetahui ada serumen atau tidak.
2. Leher : Pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar
tyroid dan kelenjar limfe
3. Dada : Pemeriksaan untuk mengetahui normal bentuk simetris,
hiperpigmentasi areola atau tidak, ada benjolan atau tidak, putting susu
menonjol atau tidak
4. Abdomen : Pemeriksaan untuk mengetahui bentuk, ada bekas luka atau
tidak, dan ada nyeri tekan atau tidak.
5. Anogenital
 Vulva Vagina : Pemeriksaan untuk mengetahui normal atau
tidak, ada varises pada vulva atau tidak, ada kemerahan atau tidak,
ada nyeri tekan atau tidak, dan ada pembesaran kelenjar bartholini
atau tidak (Romauli, 2011). Pada kasus gangguan sistem reproduksi
dengan kista bartholini didapatkan hasil pemeriksaan terlihat ada
massa di dinding sebelah dalam pada 1/3 bawah labium mayora,
warna merah, kulit mengkilat (Prawirohardjo, 2011).
6. Anus : Pemeriksaan untuk mengetahui ada haemoroid atau tidak
(Romauli, 2011).
7. Ekstermitas
a. Varises : Pemeriksaan untuk mengetahui ada varises atau tidak (Romauli,
2011).
b. Oedema : Pemeriksaan untuk mengetahui ada oedema atau tidak (Romauli,
2011).
c. Reflek Patella : Tungkai bawah akan bergerak sedikit ketika tendon diketuk
(Romauli, 2011). Pada kasus gangguan sistem reproduksi dengan kista
bartholini tidak dilakukan pemeriksaan reflek patella.

e) jjd

Anda mungkin juga menyukai