Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

DERMATITIS KONTAK ALERGI

PEMBIMBING :
dr. Herlien, Sp.KK

DISUSUN OLEH :
Mutammima Rizqiyani
1102014173

Kepanitraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin


Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto
Periode 28 Januari 2019 – 03 Maret 2019
Laporan Kasus Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

RS Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto Kramatjati Jakarta

Periode Kepaniteraan : Tgl 28 Jan – 02 Mar 2019


Tanggal Pemeriksaan : 15 Februari 2019
Fakultas Kedokteran : Yarsi
Nama/NPM : Mutammima Rizqiyani
Nilai :
Tanda Tangan Pengampu:

Pengampu Laporan Kasus: dr. Herlien, Sp.KK

I. IDENTITAS
a. Nama/Jenis Kelamin : Ny. Rustanti/ Perempuan
b. Tanggal Lahir : 13 Maret 1966
c. Umur : 53 Tahun
d. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
e. Alamat Rumah : Kp Raden

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Gatal sepanjang hari pada bagian perut sejak 2 hari yang lalu

Keluhan Tambahan :
Kulit kering

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :


Seorang wanita 53 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Polri
dengan keluhan gatal sejak hari rabu atau 2 hari yang lalu sehabis pulang dari
berpergian ke Labuan Bajo. Gatal dirasakan terus menerus. Sesudah mandi
pasien langsung merasa gatal-gatal. Pasien belum melakukan pengobatan
apapun. Keluhan berulang setiap kali pasien pergi keluar kota dan mandi tanpa
memakai alat mandi pribadinya seperti sabun dan handuk. Pasien memakai
sabun bermerek detol sejak tahun 1994. Pasien tidak memiliki riwayat alergi
terhadap makanan dan obat.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :


 Riwayat penyakit serupa dirasakan berulang setiap pasien pergi keluar
kota dan mandi tanpa memakai alat mandi pribadi.
 Alergi makanan dan obat tidak ada
 Asma dan rhinitis tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Alergi makanan dan obat tidak ada
 Asma dan rhinitis tidak ada

III. PEMERIKSAAN FISIK DAN DERMATOLOGIK


Kulit (Status Dermatologik) :

Pada regio abdominalis terdapat bercak eritematosa yang tidak berbatas


tegas diikuti dengan erosi, ekskoriasi dan hiperpigmentasi. Terdapat lesi vesikel
hemoragik soliter yang berukuran miliar.
IV. RESUME

Seorang wanita 53 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Polri


dengan keluhan gatal sejak hari rabu atau 2 hari yang lalu sehabis pulang dari
berpergian ke Labuan Bajo. Gatal dirasakan terus menerus. Sesudah mandi pasien
langsung merasa gatal-gatal. Pasien belum melakukan pengobatan apapun. Keluhan
berulang setiap kali pasien pergi keluar kota dan mandi tanpa memakai alat mandi
pribadinya seperti sabun dan handuk. Pasien memakai sabun bermerek detol sejak
tahun 1994. Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan dan obat. Status
dermatologic nya pada regio abdominalis terdapat bercak eritematosa yang tidak
berbatas tegas diikuti dengan erosi, ekskoriasi dan hiperpigmentasi. Terdapat lesi
vesikel hemoragik soliter yang berukuran miliar.

V. DIAGNOSIS BANDING
Dermatitis Kontak Iritan
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG / ANJURAN

Tes Tempel (Patch test)

VII. DIAGNOSIS PASTI / DIAGNOSIS KERJA


Dermatitis Kontak Alergi
VIII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
 Menghindari kontak dengan faktor allergen yang dicurigai
 Mengganti sabun dengan yang tidak mengandung antiseptik

Medikamentosa
Topikal : Dermovel cream
Sistemik : Loratadin

Penulisan Resep :

R/ Dermovel cr tub. I
S 2 dd ue

R/ Tab Loratadin 5mg No. X


S 2 dd Tab 1
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanactionam : ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit)
yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi.
B. Etiologi dan Predisposisi
1. Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering
berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da,
yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul
dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan
luasnya penetrasi di kulit.
Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari
tumbuh-tumbuhan. Sembilan puluh persen dari populasi mengalami
sensitisasi terhadap tanaman dari genus Toxicodendron, misalnya
poison ivy, poison oak dan poison sumac. Toxicodendron mengandung
urushiol yaitu suatu campuran dari highly antigenic 3- enta decyl
cathecols. Bahan lainnya adalah nikel sulfat (bahan-bahan logam),
potassium dichromat (semen, pembersih alat -alat rumah tangga),
formaldehid, etilendiamin (cat rambut, obat-obatan),
mercaptobenzotiazol (karet), tiuram (fungisida) dan parafenilendiamin
(cat rambut, bahan kimia fotografi).
2. Predisposisi
Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya dermatitis kontak alergi.
Misalnya antara lain:
a. Faktor eksternal :
1) Potesi sensitisasi allergen
2) Dosis per unit area
3) Luas daerah yang terkena
4) Lama pajanan
5) Oklusi
6) Suhu dan kelembaban lingkungan
7) Vehikulum
8) pH
b. Faktor Internal/ Faktor Individu :
1) Keadaan kulit pada lokasi kontak
Contohnya ialah ketebalan epidermis dan keadaan stratum
korneum.
2) Status imunologik
Misal orang tersebut sedang menderita sakit, atau terpajan sinar
matahari.
3) Genetik
Faktor predisposisi genetic berperan kecil, meskipun misalnya
mutasi null pada kompleks gen fillagrin lebih berperan karena
alergi nickel.
4) Status higinie dan gizi

Seluruh faktor – faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain yang
masing – masing dapat memperberat penyakit atau memperingan. Sebagai
contoh, saat keadaan imunologik seseorang rendah, namun apabila satus
higinienya baik dan didukung status gizi yang cukup, maka potensi
sensitisasi allergen akan tereduksi dari potensi yang seharusnya. Sehingga
sistem imunitas tubuh dapat dengan lebih cepat melakukan perbaikan bila
dibandingkan dengan keadaan status higinie dan gizi individu yang rendah.
Selain hal – hal diatas, faktor predisposisi lain yang menyebabkan kontak
alergik adalah setiap keadaan yang menyebabkan integritas kulit terganggu,
misalnya dermatitis statis.

C. Patofisiologi
Dermatitis kontak alergi atau DKA disebabkan oleh pajanan secara
berulang oleh suatu alergen tertentu secara berulang, seperti zat kimia yang
sangat reaktif dan seringkali mempunyai struktur kimia yang sangat
sederhana. Struktur kimia tersebut bila terkena kulit dapat menembus
lapisan epidermis yang lebih dalam menembus stratum corneum dan
membentuk kompleks sebagai hapten dengan protein kulit. Konjugat yang
terbentuk diperkenalkan oleh sel dendrit ke sel-sel kelenjar getah bening
yang mengalir dan limfosit-limfosit secara khusus dapat mengenali
konjugat hapten dan terbentuk bagian protein karier yang berdekatan.
Kojugasi hapten-hapten diulang pada kontak selanjutnya dan limfosit yang
sudah disensitisasikan memberikan respons, menyebabkan timbulnya
sitotoksisitas langsung dan terjadinya radang yang ditimbulkan oleh
limfokin.
Sebenarnya, DKA ini memiliki 2 fase yaitu fase sensitisasi dan fase
elisitasi yang akhirnya dapat menyebabkan DKA. Pada kedua fase ini akan
melepaskan mediator-mediator inflamasi seperti IL-2, TNFα, leukotrien,
IFNγ, dan sebagainya, sebagai respon terhadap pajanan yang mengenai kulit
tersebut. Pelepasan mediator-mediator tersebut akan menimbulkan
manifestasi klinis khas khas yang hampir sama seperti dermatitis lainnya.
DKA ini akan terlihat jelas setelah terpajan oleh alergen selama beberapa
waktu yang lama sekitar berbulan- bulan bahkan beberapa tahun.
Secara khas, DKA bermanifestasi klinis sebagai pruritus, kemerahan
dan penebalan kulit yang seringkali memperlihatkan adanya vesikel-vesikel
yang relatif rapuh. Edema pada daerah yang terserang mula-mula tampak
nyata dan jika mengenai wajah, genitalia atau ekstrimitas distal dapat
menyerupai eksema. Edema memisahkan sel-sel lapisan epidermis yang
lebih dalam (spongiosus) dan dermis yang berdekatan. Lebih sering
mengenai bagian kulit yang tidak memiliki rambut terutama kelopak mata.
Skema Patogenesis DKA

Kontak Dengan Alergen


secara Berulang

Alergen kecil dan larut


dalam lemak disebut
hapten

Sel langerhans IL-1, ICAM-1, LFA-3,B-


Menembus lapisan keluarkan sitokin 7, MHC I dan II
corneum

Sitokin akan
Difagosit oleh sel memproliferasi sel T
Langerhans dengan dan menjadi lebih
pinositosis banyak dan memiliki
sel T memori

Hapten + HLA-DR

Sitokin akan keluar dari


getah bening

Membentuk antigen

Beredar ke seluruh
tubuh

Dikenalkan ke limfosit
T melalui CD4
Individu tersensitisasi

Fase Sensitisasi (I)

2-3 minggu
Fase Elitisasi (II)

24-48 jam

Pajanan ulang

Sel T memori

Aktivasi sitokin inflamasi


lebih kompleks

Respons klinis DKA

Proliferasi dan ekspansi


sel T di kulit
Faktor kemotaktik, PGE2
dan OGD2, dan leukotrien
B4 (LTB4) dan eiksanoid
IFN – γ → keratinosit → menarik → neutrofil,
LFA -1, IL-1, TNF-α monosit ke dermis

Eikosanoid (dari sel mast


Molekul larut (komplemen
dan keratinosit
dan klinin) → ke epidermis
dan dermis

Dilatasi vaskuler dan


peningkatan
permeabilitas vaskuler
D. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesa
Diagnosis DKA didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan
pemeriksaan klinis yang teliti. Penderita umumnya mengeluh gatal.
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan
kelainan kulit berukuran numular di sekitar umbilikus berupa
hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu
ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat
pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal dari
anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang
pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang
diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami,
riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya
(Sularsito, 2010). Penelusuran riwayat pada DKA didasarkan pada
beberapa data seperti yang tercantum dalam tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Penelusuran riwayat pada DKA.

Demografi dan riwayat Umur, jenis kelamin, ras, suku, agama, status
pekerjaan pernikahan, pekerjaan, deskripsi dari pekerjaan,
paparan berulang dari alergen yang didapat saat
kerja, tempat bekerja, pekerjaan sebelumnya.

Riwayat penyakit dalam Faktor genetik, predisposisi


keluarga

Riwayat penyakit Alergi obat, penyakit yang sedang diderita, obat-


sebelumnya obat yang digunakan, tindakan bedah

Riwayat dermatitis yang Onset, lokasi, pengobatan


spesifik
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi
dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan
penyebabnya. Berbagai lokasi terjadinya DKA dapat dilihat pada tabel
2.2. Misalnya, di ketiak oleh deodoran; di pergelangan tangan oleh jam
tangan; di kedua kaki oleh sepatu/sandal. Pemeriksaan hendaknya
dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit untuk melihat
kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.

Tabel 2.2 Berbagai Lokasi Terjadinya DKA.


Lokasi Kemungkinan Penyebab
Tangan Pekerjaan yang basah (‘Wet Work’) misalnya
memasak makanan (getah sayuran, pestisida)
dan mencuci pakaian menggunakan deterjen.
Lengan Jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu
semen, dan tanaman.
Ketiak Deodoran, anti-perspiran, formaldehid yang ada
di pakaian.
Wajah Bahan kosmetik, spons (karet), obat topikal,
alergen di udara (aero-alergen), nikel (tangkai
kacamata).
Bibir Lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan.
Kelopak mata Maskara, eye shadow, obat tetes mata, salep
mata.
Telinga Anting yang terbuat dari nikel, tangkai
kacamata, obat topikal, gagang telepon.
Leher Kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, zat
warna pakaian.
Badan Tekstil, zat warna, kancing logam, karet (elastis,
busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau
pewangi pakaian.
Genitalia Antiseptik, obat topikal, nilon, kondom,
pembalut wanita, alergen yang berada di tangan,
parfum, kontrasepsi.
Paha dan tungkai bawah Tekstil, kaus kaki nilon, obat topikal,
sepatu/sandal.

Pada pemeriksaan fisik dermatitis kontak alergi secara umum


dapat diamati beberapa ujud kelainan kulit antara lain edema,
papulovesikel, vesikel atau bula. Ujud kelainan kulit dapat dilihat pada
beberapa gambar berikut :

a. Dermatitis kontak alergi pada di lengan tempat tali jam tangan karena
alergi terhadap nikel menyebabkan eritema. Lesi yang timbul pada
lokasi kontak langsung dengan nikel (lesi eksematosa dan terkadang
popular). Lesi eksematosa berupa papul-papul, vesikel-vesikel yang
dijumpai pada lokasi kontak langsung.

b. Dermatitis kontak alergi akut pada bibir yang terjadi karena lipstick.
Pasien hipersensitif terhadap eosin mengakibatkan eritema pada bibir
c.
Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab
dermatitis kontak pada telinga. Penyebab lain misalnya obat topikal,
tangkai kaca mata, cat rambut, alat bantu dengar, gagang telepon.
Alat bantu dengar dapat mengandung akrilak, bahan plastik, serta
bahan kimia lainnya. Anting-anting yang menyebabkan dermatitis
pada telinga umumnya yang terbuat dari nikel dan jarang pada emas.
Tindikan pada telinga mungkin menjadi fase sensitisasi pada
dermatitis karena nikel yang bisa mengarah pada dermatitis kontak
kronik. Dermatitis kontak alergi subakut pada telinga dan sebagian
leher. Akhirnya diketahui bahwa pasien alergi terhadap bahan plastik

d. Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat


warna, kancing, logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan
pelembutat dan pewangi pakaian. Dermatitis kontak pada perut
karena pasien alergi pada karet dari celananya. Terlihat adanya
eritema yang berbatas tegas sesuai dengan daerah yang terkena
alergen.

e. Genitalia.Penyebabnya data antiseptik, obattopikal, nilon, kondom,


pembalut wanita alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi,
deterjen. Dermatitis kontak yang terjadi pada daerah vulva karena
alergi pada cream yang mengandung neomisin, terlihat eritema

f. Paha dantungkaibawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan


oleh tekstil, dompet, kunci (nikel), kaos kaki nilon, obat topikal,
semen, sepatu/sandal. Pada gambar dermatitis kontakalergi yang
terjadi karena Quaternium-15,bahan pengawet pada pelembab.Kaki
mengalami skuama, krusta
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji Tempel
Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran
morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik,
dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis
banding yang utama ialah dengan Dermatitis Kontak Iritan (DKI).
Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan
untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi.
Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung.
Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya
kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung
digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan yang secara rutin
dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi,
harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air
diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral.
Produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya
boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi. Apabila pakaian,
sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi, maka uji
tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang
direndam dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan pengawet,
atau air, dan ditempelkan di kulit dengan memakai Finn chamber,
dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa hasil
positif dengan alergen bukan standar perlu kontrol (5 sampai 10
orang) untuk menyingkirkan kemungkinan terkena iritasi.

Aplikasi Patch Test (Uji Tempel) pada pasien


Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji
tempel :
1) Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam
keadaan akut atau berat dapat terjadi reaksi ‘angry back’ atau
‘excited skin’ reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan
penyakit yang sedang dideritanya semakin memburuk.
2) Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah
pemakaian kortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun
dikatakan bahwa uji tempel dapat dilakukan pada pemakaian
prednison kurang dari 20 mg/hari atau dosis ekuivalen
kortikosteroid lain), sebab dapat menghasilkan reaksi negatif
palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi
hasil tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak.
3) Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca;
pembacaan kedua dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah
aplikasi.
4) Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji
tempel menjadi longgar (tidak menempel dengan baik), karena
memberikan hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi
sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar punggung
selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai pembacaan
terakhir selesai.
5) Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap
penderita yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan
(immediate urticaria type), karena dapat menimbulkan urtikaria
generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita semacam
ini dilakukan tes dengan prosedur khusus.

Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel


dilepas. Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas,
agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal.
Hasilnya dicatat seperti berikut :

1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)


2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan : hanya makula eritematosa
5 = iritasi : seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)
6 = reaksi negatif (-)
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT=non tested)
T.R.U.E. Test®
(Mekos Laboratories,
Hillerod, Denmark)
patch-test.

A. Hasil uji positif


terhadap picaridin
(KBR) 2,5%.

B. Hasil uji positif


terhadap methyl
glucose diolate
(MGD) 10%.

Hasil Patch Tes/Uji Tempel setelah 72 jam

Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu


setelah aplikasi, biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi.
Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan antara
respons alergik atau iritasi, dan juga mengidentifikasi lebih banyak
lagi respons positif alergen. Hasil positif dapat bertambah setelah 96
jam aplikasi, oleh karena itu perlu dipesan kepada pasien untuk
melapor, bila hal itu terjadi sampai satu minggu setelah aplikasi.
Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah.
Interpretasi dilakukan setelah pembacaan kedua. Respon alergik
biasanya menjadi lebih jelas antara pembacaan kesatu dan kedua,
berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++ (reaksi tipe crescendo),
sedangkan respon iritan cenderung menurun (reaksi tipe
decrescendo).

b. Pemeriksaan Histopalogi
Pemeriksaan Histopalogi dilakukan dengan cara :
1) Untuk pemeriksaan ini dibutuhkan potongan jaringan yang
didapat dengan cara biopsi dengan pisau atau plong/punch.
2) Penyertaan kulit normal pada tumor kulit, penyakit infeksi, kulit
normal tidak perlu diikutsertakan.
3) Sedapat-dapatnya diusahakan agar lesi yang akan dibiopsi
adalah lesi primer yang belum mengalami garukan atau infeksi
sekunder.
4) Bila ada infeksi sekunder, sebaiknya diobati lebih dahulu.
5) Pada penyakit yang mempunyai lesi yg beraneka macam/
banyak, lebih baik biopsi lebih dari satu.
6) Potongan jaringan sebisanya berbentuk elips + diikutsertakan
jaringan subkutis.
7) Jaringan yang telah dipotong dimasukan ke dalam larutan
fiksasi, misanya formalin 10% atau formalin buffer, supaya
menjadi keras dan sel-selnya mati.
8) Lalu dikirim ke laboratorium
9) Pewarnaan rutin yang biasa digunakan dalah Hematoksilin-
Eosin(HE). Ada pula yang menggunakanperwarnaan oersein
dan Giemsa.
10) Volume cairan fiksasi sebaiknya tidak kurang dari 20 X volume
jaringan
11) Agar cairan fiksasi dapat dengan baik masuk ke jaringan
hendaknya tebal jaringan kira-kira 1/2 cm, kalau terlalu tebal
dibelah dahulu sebelum dimasukkan ke dalam cairan fiksasi

Pada dermatitis kontak, limfosit T yang telah tersensitisasi,


menginvasi dermis dan epidermis serta menyebabkan edema dermis
atau spongiosis epidermis. Perubahan-perubahan ini secara histologi
tidak spesifik.
1) Epidermis :
a) Hiperkeratosis, serum sering terjebak dalam stratum
korneum.
b) Hiperplastik, akantosis yang luas.
c) Spongiosis, yang kadang vesikuler. Manifestasi dini ditandai
dengan penonjol dari jembatan antar sel di lapisan spinosus.
d) Kemudian ada epidermotropism dari limfosit yang muncul
normal.
2) Dermis :
a) Limfosit perivesikuler
b) Eosinofil: bervariasi, muncul awal dan karena sebab alergi
c) Edema

Histopatologik dermatitis kontak alergi

Terlihat hiperkeratosis, vesikel parakeratosis subkorneal,


spongiosis sedang dan elongasi akantosis dari pars papilare dermis
yang dinyatakan lewat infiltrasi sel-sel radang berupa limfosit dan
beberapa eosinofil, serta elongasi dari papila epidermis.

4. Gold Standard Diagnosis


Gold standard pada diagnosis dermatitis kontak alergika yaitu
dilakukan uji tempel. Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di
punggung. Untuk melakukan uji tempel diperukan antigen standar
buatan pabrik, misalnya Finn Chamber System Kit dan T.R.U.E Test.
Adakalanya tes dilakukan dengan antigen bukan standar, dapat berupa
bahan kimia murni, atau lebih sering bahan campuran yang berasal dari
rumah, lingkungan kerja atau tempat rekreasi. Mungkin ada sebagian
bahan ini yang bersifat sangat toksik terhadap kulit, atau walaupun
jarang dapat memberikan efek toksik secara sistemik. Oleh karena itu,
bila menggunakan bahan tidak standar, apalagi dengan bahan industri,
harus berhati-hati sekali. Jangan melakukan uji tempel dengan bahan
yang tidak diketahui.

E. Diagnosis Banding
Kelainan kulit pada DKA sering tidak menunjukan gambaran
morfologik yang khas. Gambaran klinis dapat menyerupai dermatitis atopic,
dermatitis numularis, dermatitis seboroik atau psoriasis. Diagnosis banding
yang utama ialah DKI. Pada keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu
dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut merupakan
dermatitis kontak alergik.

F. Penatalaksanaan
1. Non medikamentosa
a. Memotong kuku – kuku jari tangan dan jaga tetap bersih dan pendek
serta tidak menggaruk lesi karena akan menimbulkan infeksi
b. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena
dermatitis kontak alergi
c. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas
yang bersentuhan dengan alergen
d. Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengenakan perhiasan,
aksesoris, pakaian atau sandal yang merupakan penyebab alergi
2. Medikamentosa
a. Simptomatis
Diberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM)
sebanyak 3-4 mg/dosis, sehari 2-3 kali untuk dewasa dan 0,09
mg/dosis, sehari 3 kali untuk anak – anak untuk menghilangkan rasa
gatal
b. Sistemik
1) Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari 3 kali
2) Cetirizine tablet 1x10mg/hari
3) Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika
(amoksisilin atau eritromisin) dengan dosis
3x500mg/hari, selama 5 hingga 7 hari
c. Topikal
1) Krim desoksimetason 0,25%, 2 kali sehari
3. Pencegahan
Pencegahan DKA dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena
dermatitis kontak alergi
b. Menghindari substansi allergen
c. Mengganti semua pakaian yang terkena allergen
d. Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun, jika
tidak ada sabun bilas dengan air
e. Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar allergen
f. Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan
pakaian lain
g. Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar allergen
h. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas
yang berisiko terhadap paparan alergen
G. Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan
kontaknya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis
bila bersamaan dengan dermatitis yang disebabkan oleh
faktor endogen(dermatitis atopik, dermatitis numularisatau psoriasia).
Faktor lain yang membuat prognosis kurang baik adalah pajanan alergen
yang tidak mungkin dihindari misalnya berhubungan dengan pekerjaan
tertentu atau yang terdapat di lingkungan penderita.
H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi kulit sekunder oleh
bakteri terutama Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya
herpes simpleks. Rasa gatal yang berkepanjangan serta perilaku menggaruk
dapat dapat mendorong kelembaban pada lesi kulit sehingga menciptakan
lingkungan yang ramah bagi bakteri atau jamur. Selain itu dapat pula
menyebabkan eritema multiforme (lecet) dan menyebabkan kulit berubah
warna, tebal dan kasar atau disebut neurodermatitis (lichen simplex
chronicus) .
DAFTAR PUSTAKA

Baratawijaya, Karnen Garna. 2006. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Bourke, et al. 2009. Guidelines For The Management of Contact Dermatitis: an
update. Tersedia dalam :
http://www.bad.org.uk/portals/_bad/guidelines/clinical%20guidelines/cont
act%20dermatitis%20bjd%20guidelines%20may%202009.pdf.
Djuanda, Suria dan Sularsito, Sri. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4.
Jakarta: FK UI
Morgan, Geri, Hamilton, Carole. 2009. Obstetri & Ginekologi: Panduan Praktik
Edisi 2. Jakarta : EGC
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit.
Jakarta : EGC.
Siregar, R.S,. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC
Sularsito dan Djuanda. 2007. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi ke 5. Jakarta : FKUI
Sularsito, Sri Adi dan Suria Djuanda. 2010. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin Edisi 6. Jakarta : FKUI
Sularsito, Sri Adi, Suria Djuanda. 2011. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta : FKUI.
Sumantri, M.A., Febriani, H.T., Musa, S.T. 2005. Dermatitis Kontak. Yogyakarta :
Fakultas Farmasi UGM
Thyssen, Jacob Pontoppidan. 2009. The Prevalence and Risk Factors of Contact
Allergy in the Adult General Population. Denmark : National Allergy
Research Centre, Departement of Dermato-Allergology, Genofte Hospital,
University of Copenhagen .
Trihapsoro, Iwan. 2003. Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan di
RSUP Haji Adam Malik Medan. Universitas Sumatra Utara, Medan.
Tersedia dalam : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6372

Anda mungkin juga menyukai

  • Dafpus Kiki
    Dafpus Kiki
    Dokumen2 halaman
    Dafpus Kiki
    RiriMutammimaRizqiyani
    Belum ada peringkat
  • Dcom Kel 8 Fixxx
    Dcom Kel 8 Fixxx
    Dokumen104 halaman
    Dcom Kel 8 Fixxx
    RiriMutammimaRizqiyani
    Belum ada peringkat
  • Dafpus Hemoroid
    Dafpus Hemoroid
    Dokumen19 halaman
    Dafpus Hemoroid
    RiriMutammimaRizqiyani
    Belum ada peringkat
  • Fraktur Costa DGN Efusi Pleura
    Fraktur Costa DGN Efusi Pleura
    Dokumen21 halaman
    Fraktur Costa DGN Efusi Pleura
    RiriMutammimaRizqiyani
    Belum ada peringkat
  • Cover Pengmas
    Cover Pengmas
    Dokumen1 halaman
    Cover Pengmas
    RiriMutammimaRizqiyani
    Belum ada peringkat
  • Tips
    Tips
    Dokumen12 halaman
    Tips
    RiriMutammimaRizqiyani
    Belum ada peringkat
  • Peran Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Pembuktian Tindak Pidana Pemerkosaan Sebagai Kejahatan Kekerasan Seksual
    Peran Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Pembuktian Tindak Pidana Pemerkosaan Sebagai Kejahatan Kekerasan Seksual
    Dokumen11 halaman
    Peran Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Pembuktian Tindak Pidana Pemerkosaan Sebagai Kejahatan Kekerasan Seksual
    Aziddin Gani Harahap
    Belum ada peringkat
  • Case Report KDRT
    Case Report KDRT
    Dokumen4 halaman
    Case Report KDRT
    RiriMutammimaRizqiyani
    Belum ada peringkat
  • PBL Skenario 1 Neuro
    PBL Skenario 1 Neuro
    Dokumen46 halaman
    PBL Skenario 1 Neuro
    RiriMutammimaRizqiyani
    Belum ada peringkat
  • Arsip Kedkom 2012
    Arsip Kedkom 2012
    Dokumen20 halaman
    Arsip Kedkom 2012
    Hadiyana Arief Hafiz
    Belum ada peringkat
  • Translate Spinal Trauma
    Translate Spinal Trauma
    Dokumen12 halaman
    Translate Spinal Trauma
    RiriMutammimaRizqiyani
    Belum ada peringkat
  • Ujian Lisan Kedkom
    Ujian Lisan Kedkom
    Dokumen10 halaman
    Ujian Lisan Kedkom
    Adelia Putri Sabrina
    Belum ada peringkat
  • Translate Spinal Trauma
    Translate Spinal Trauma
    Dokumen12 halaman
    Translate Spinal Trauma
    RiriMutammimaRizqiyani
    Belum ada peringkat
  • Referat Urologi Kiki
    Referat Urologi Kiki
    Dokumen38 halaman
    Referat Urologi Kiki
    RiriMutammimaRizqiyani
    Belum ada peringkat
  • Kuesioner Survey
    Kuesioner Survey
    Dokumen8 halaman
    Kuesioner Survey
    RiriMutammimaRizqiyani
    Belum ada peringkat
  • Dcom Kel 8 Fixxx Gak Nih
    Dcom Kel 8 Fixxx Gak Nih
    Dokumen105 halaman
    Dcom Kel 8 Fixxx Gak Nih
    RiriMutammimaRizqiyani
    Belum ada peringkat
  • KEDKOM
    KEDKOM
    Dokumen5 halaman
    KEDKOM
    RiriMutammimaRizqiyani
    Belum ada peringkat
  • KEDKOM
    KEDKOM
    Dokumen5 halaman
    KEDKOM
    RiriMutammimaRizqiyani
    Belum ada peringkat
  • KEDKOM
    KEDKOM
    Dokumen5 halaman
    KEDKOM
    RiriMutammimaRizqiyani
    Belum ada peringkat
  • Ujian Lisan Kedkom
    Ujian Lisan Kedkom
    Dokumen10 halaman
    Ujian Lisan Kedkom
    Adelia Putri Sabrina
    Belum ada peringkat
  • Dcom Kel 8 Fixxx Gak Nih
    Dcom Kel 8 Fixxx Gak Nih
    Dokumen105 halaman
    Dcom Kel 8 Fixxx Gak Nih
    RiriMutammimaRizqiyani
    Belum ada peringkat
  • Demo
    Demo
    Dokumen11 halaman
    Demo
    RiriMutammimaRizqiyani
    Belum ada peringkat
  • Ebm
    Ebm
    Dokumen47 halaman
    Ebm
    RiriMutammimaRizqiyani
    Belum ada peringkat
  • Case Cad
    Case Cad
    Dokumen13 halaman
    Case Cad
    RiriMutammimaRizqiyani
    Belum ada peringkat
  • LESI Scabies
    LESI Scabies
    Dokumen1 halaman
    LESI Scabies
    RiriMutammimaRizqiyani
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    RiriMutammimaRizqiyani
    Belum ada peringkat
  • Cover Jurding
    Cover Jurding
    Dokumen1 halaman
    Cover Jurding
    RiriMutammimaRizqiyani
    Belum ada peringkat
  • Case Dka Riri
    Case Dka Riri
    Dokumen27 halaman
    Case Dka Riri
    RiriMutammimaRizqiyani
    Belum ada peringkat
  • Cover Jurding
    Cover Jurding
    Dokumen1 halaman
    Cover Jurding
    RiriMutammimaRizqiyani
    Belum ada peringkat