Anda di halaman 1dari 74

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA Makassar, 26 Desember 2018

LAPORAN PBL
URONEFROLOGI
`MODUL 2
“PRODUKSI KENCING MENURUN”

KELOMPOK 4

11020150047 HAERUL IKHSAN HAERMIANSYAH


11020150156 NUR KHUSNUL KHATIMAH BANI PUTRI
11020160014 RAHMADANI ALI UMER
11020160067 ST. HALIMA ASRAH
11020160080 SRI NURJANNAH RIFAL
11020160091 RHIZKY SHASQIA PUTRI NUR
11020160113 AMIRULLAH
11020160115 DINDA PRATIWI BASRI
11020160121 AYU AZIZAH SYEN
11020160141 HABIB YASSIN MAHMUD
11020160151 ZULFI INDRIANI
Tutor : dr. Zulfahmidah

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga laporan hasil tutorial ini dapat terselesaikan dengan baik.
Dan tak lupa kami kirimkan salam dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa kita dari alam yang penuh kebodohan ke alam yang penuh
kepintaran. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
membantu membuat laporan ini serta kepada tutor yang telah membimbing kami
selama proses tutorial berlangsung. Semoga laporan hasil tutorial ini dapat
bermanfaat bagi setiap pihak yang telah membaca laporan ini dan khususnya bagi
tim penyusun sendiri. Semoga setelah membaca laporan ini dapat memperluas
pengetahuan pembaca mengenai bengkak pada muka dan perut.

Makassar, 26 Desember 2018

Kelompok 4

2
SKENARIO 2
Seorang wanita, 30 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan produksi kencing
berkurang sejak kemarin sore. Keluhan disertai nyeri pinggang. Selain itu pasien
merasa sangat lemas, sering muntah, dan nafsu makan menurun. Riwayat minum
obat herbal pelangsing selama 2 minggu terus menerus. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD 130/80 mmHg.

KATA SULIT
-
KATA/KALIMAT KUNCI
- Wanita 30 tahun
- Produksi kencing berkurang sejak kemarin sore
- Nyeri pinggang, lemas, sering muntah dan nafsu makan menurun
- Riwayat minum obat herbal pelangsing selama 2 minggu terus menerus
- TD 130/80 mmHg

PERTANYAAN
1. Jelaskan patomekanisme produksi urin menurun !
2. Jelaskan hubungan herbal pelangsing dengan gejala !
3. Tuliskan penyakit-penyakit apa saja yang disertai gejala produksi urin menurun
sesuai dengan scenario !
4. Jelaskan penatalaksanaan awal pada scenario !
5. Jelaskan langkah-langkah diagnosis !
6. Jelaskan diagnosis banding dari scenario !
7. Jelaskan perspektif Islam berdasarkan scenario !

3
PEMBAHASAN

ANATOMI GINJAL
Ternasuk sistema excretorius yang memproduksi urin, dan mangalirkan
keluar tubuh. Urin merupakan hasil filtrasi darah yang berlangsung terus menerus.
Terdiri dari :
a. Ren
Ada dua buah, bentuk seperti kacang merah dengan ukuran 11 cm, lebar 6
cm dan tebal 3 cm Lokalisasi di dalam cavum abdominis, berada di sebelah
kiri dan kanan columna vertebralis. Ujung cranial disebut polus superior
(=polus cranialis) dan ujung caudal disebut polus inferior (=polus caudalis),
membentuk fasies anterior dan facies posterior. Kedua permukaan membentuk
margo lateralis dan margo medialis Pada margo medialis terdapat hilum
renale, yang merupakan tempat keluar masuk arteri renalis vena, renalis,
ureter dan serabut-serabut saraf. Pada polus superior tedapat glandula
suprarenalis
b. Ureter
Ureter adalah saluran yang dibentuk oleh jaringan otot polos dengan
ukuran 25 30 cm, menghubungkan ren dengan vesica urinaria. Sebagian
berada di dalam cavum abdominis disebut pars abdominalis, dan sebagian lagi
berada di dalam cavum pelvicum disebut pars pelvina. Pangkal ureter
merupakan kelanjutan dari pelvis renis, lepas dari ren melalui hilus renale,
berada di sebelah dorsal vasa renalis.
Kedua ureter bermuara ke dalam vesica urinaria dengan jarak 5 cm satu
sama lain. Berjalan obliq sepanjang 2 cm di dalam dinding vesica urinaria
sebelum bermuara ke dalam vesica uinaria, disebut ostum ureteris terdapat 3
tempat penyempitan ureter, yaitu pada peralihan pelvis renis menjadi ureter,
(2) kompilasi menyilang ailliaca communis, (3) bercampur dalam vesica
urinana.
c. Vesica urinaria

4
Sebuah kantong yang digunakan oleh jaringan ikat dan otot polos,
berfungsi sebagai tempat penyimpanan urin. Volume 2000 3000 cc.
Morfologi sangat bervariasi, ditentukan oleh waktu, jenis kelamin darn
volume.
d. Urethra
Suatu saluran fibromuscular, dilalui oleh urin dari vesica urinaria. Saluran
ini menutup pada saat kosong. Pada pria juga dilalui oleh air mani
(spermatozoa) Ada beberapoa antara urethra feminina dan urethra masculina.
Urethra pada wanita disebut Urethra Feminina sedangkan pada laki-laki
disebut urethra Masculina.

Gambar 1. Organ-organ system urinaria

Vaskularisasi
Arteri renalis dipercabangkan oleh aorta abdominalis, Arteri renalis dexter
berjalan disebelah dorsal vena cava inferior .Arteri vesicalis superior dan arteri
vesicalis inferior dipercabangkan oleh arteri iliaca interna. Memberi vascularisasi
pada vesika urinaria, ureter dan urethra pars prostatica. Vena renalis bermuara
pada vena cava inferior.

5
Innervasi
Ren mendapat innervasi dari plexus renalis yang dibentuk oleh
percabangan dari plexux coelicalicu. Ureter menerima innervasi dari n.thoracalis
10-12, n.lumbalis 1- sacralis 4. Vesica urinaria diinervasi oleh plexus vesicalis
yang berasal dari n.sacralis 2-4.

Gambar 2. Anatomi ginjal

Gambar 3. Innervasi ginjal


(Bagian Anatomi.2016. Anatomi umum dan Colli Facialis.Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
PaulsenF.& J. Waschke. Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Anatomi Umum dan
Muskuloskeletal. Penerjemah : Brahm U. Penerbit. Jakarta : EGC)

6
FISIOLOGI GINJAL (PEMBENTUKAN URIN)
FUNGSI GINJAL :
Ginjal merupakan salah satu organ yang berfungsi untuk
mempertahankan homeostasis. Dalam mempertahankan homeostasis ginjal
melakukan berbagai macam fungsi, antara lain:
1. sebagai organ eksresi
2. sebagai organ endokrin
3. pengatur tekanan arteri
4. pengaturan keseirnbangan air dan elektrolit
5. pengaturan keseimbangan asam basa
6. metabolisme vitamin D
7. metabolisme glukosa

GINJAL SEBAGAI ORGAN EKSKRESI


Ginjal adalah organ utama untuk menghilangkan hasil metabolisme
yang tidak lagi dibutuhkan oleh tubuh. Produk ini meliputi urea (dari
metabolisme asam amino), kreatinin (dan kreatinin otot), urat asam (dan asam
nukleat), bilirubin (produk akhir dan pemecehan) hemoglobin. Hasil
metabolism ini harus dikeluarkan dari tubuh secepat produksinya. Ginjal juga
menghilangkan sebagian racun dan zat asing lainnya yang diproduksi oleh tubuh
atau tertelan, seperti pestisida, obat-obatan terlarang, dan aditif makanan.
Pengeluaran hasil-hasil metabolisme ini dilakukan ginjal dengan melalui produksi
urin.
Produksi urin pada ginjal dilakukan oleh nefron. Nefron merupakan satuan
terkecil yang memproduksi urin. Terdapat satu juta nefron tiap ginjal.

7
Gambar 4. Anatomi Nefron
Berdasarkan letaknya, terdapat dua mcam nefron, yaitu nefron kortikal
dan nefron jukstamedula. Perbedaan kedua nefron ini adalah letak glomerulus,
panjang adari ansa henle dan kapiler peritubulusnya. Pada nefron kortikal,
glomerulus berada di korteks ginjal bagian luar, ansa Henle-nya pendek, serta
seluruh sistem tubulus dikelilingi jaringan kapiler peritubuler yang luas.
Sedangkan pada nefron jukstamedula, glomerulus berada di korteks ginjal
bagian dalam, dekat dengan medulla, ansa Henle-nya panjang, dan terdapat vasa
rekta yang mengelilingi tubulus.
Produksi urin oleh nefron mengalami tiga proses, yaitu filtrasi, reabsorpsi
dan sekresi. Filtrasi merupakan proses penyaringan yang terjadi di glomerulus
sedangkan reabsorpsi dan sekresi terjadi di sepanjang tubulus. Kecepatan dari
proses filtrasi, reabsorpsi dan sekresi akan berefek pada kecepatan ekskresi urin.
Dapat disimpulkan bahwa kecepatan eksresi urin mrupakan kecepatan filtrasi
dikurangi kecepatan reabsorpsi dan kecepatan sekresi.

Gambar 5. Proses pembentukan urin

Filtrasi Glomerulus
Proses filtrasi diambil alih oleh glomerulus. Kapiler pada glomerulus
relatif impermeabel terhadap protein, dimana hasil filtrasi akan bebas protein

8
dan tidak mengandung elemen selular, termasuk sel darah merah. Struktur
membran glomerulus mengambil peran dalam hasil filtrasi.

Gambar 6. Glomerulus
Membran glomerulus terdiri dari tiga lapis, dari dalam kcluar dimulai
dari laplsan endotcl kapilcr, mernbran basal glomerulus dan lapisan epithelial.
Lapisan endotel kapiler terdapat fenestra merupakan pori-pori, berfungsi
menyaring zat dengan molekul besar. Pada lapisan kedua terdapat membrane
basal, yang rnerupakan jaringan serat kolagen dan proteoglikan, yang selektif
terhadap molekul-moleku l kecil. Membran basal ini terdiri dari tiga lapis,
dari luar ke dalam, lamina rara eksterna, lamina densa dan lamina rara interna.
Zat kecil yang dapat melewati kapiler, bila mengandung molekul yang kecil,
tidak akan melewati membran basal. Setelah melewati membrane basal zat
akan melewati lapisan epithelial. Pada lapisan ini terdapat tonjolan-tonjolan
panjang yang disebut dengan podosit, Pada tonjolan podosit ini terdapat
struktur protein yang menyebabkan celah filtrasi yang ada diantara podosit
bersifat polar, yang apabila ada zat yang rnengandung protein akan terjadi
proses tolak rnenolak sehingga protein tidak dapat melewati celah filtrasi.
Pada celah filtrasi terdapat diafragma tempat lewatnya basil dan filtrasi.
Hasil dari filtrasi disebut dengan cairan filtrat glomerulus.
Banyaknya cairan filtrat glomerulus dipengaruhi oleh tekanan filtrasi neto.
Tekanan filtrasi neto merupakan tekanan yang dihasilkan oleh perbedaan
tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik yang ada di glomerulus dan

9
kapsula bowman. Tekanan hidrostatik pada glomerulus ditentukan
salah satunya oleh tekanan arteri dimana makin tinggi tekanan arteri,
rnakin besar pula tckanan hidrostatik gromerulus. Tekanan hidrostatik
pada kapsula bowman akan meningkat pada obstruksi traktus urinarius.
Tekanan onkotik glomerulus merupakan tekanan yang melawan kerja tekanan
hidrostatik, ditentukan oleh banyaknya molekul terutama protein yang yang
terdapat pada plasma. Peningkatan protein plasma akan menyebabkan
peningkatan tekanan onkotik glomerulus.
Pada keadaan normal, tekanan hidrostarik glomerulus sebesar 60 mmHg
sedangkan tekanan hidrostatik kapsula bowman sebesar 18 mmHg. Hal ini
menyebabkan tekanan dari glomerulus lebih besar sehingga memungkinkan
terjadinya filtrasi. Tekanan onkotik pada glomerulus menahan laju filtrasi
sedangkan tekanan onkotik kapsula bowman menambah laju filtrasi. Namun,
karena tekanan onkotik kapsula bowman sangat sedikit hingga dapat dikatakan
tidak ada. Jadi tekanan onkotik glomerulus yang pada keadaan normal sebesar
32 mmHg akan menahan laju filtrasi glomerulus. Jika dapat disirnpulkan
bahwa tekanan f iltrasi neto merupakan tekanan hidrostatik glomerulus dikurang
tekanan hidrostatik kapsula bowman dikurangi tekanan onkotik glomerulus.
Tekanan filtrasi neto sangat mempengaruhi Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG). Selain tekanan filtrasi, LFG juga dipengaruhi oleh keadaan lapisan
glomerulus. Keadaan ini disebut dengan Koefisien filtrasi. Koefisien filtrasi
sangat dipengaruhi oleh keadaan ginjal itu sendiri. Misalnya pada keadaan
hipertensi kronik atau diabetes mellitus menyebabkan penurunun dari koefisien
filtrasi sehingga menyebabkan LFG juga menurun. Pada kasus obstruksi
saluran, urinarius, rnenyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik kapsula
bowman sehingga LFG akan menurun. Jika volume darah menurun sehingga
aliran darah ke ginjal menurun akan menyebabkan tekanan onkotik kapsula
bowman akan rneningkat, sehingga LFG akan menurun.
Selain tekanan filtrasi neto, LFG juga dipengaruhi oleh koefisienn
filtrasi. Selama bertahun- tahun koefisien filtrasi dianggap sebagai suatu
konstanta, kecuali pada keadaan penyakit ketika membran glomerulus menjadi

10
lebih bocor daripada biasa. Riset-riset baru menunjukkan bahwa koefisien
filtrasi dapat mengalami perubahan di bawah kontrol fisiologik. Dua faktor
yang mempengaruhi koefisien filtrasi, yaitu luas permukaan dan permeabilitas
membran glomerulus dapat dimodifikasi oleh aktivitas kontraktil di dalam
membrane.
Luas permukaan yang tersedia untuk filtrasi di dalam glomerulus
diwakili oleh permukaan dalam kapiler glomerulus yang berkontak
dengan darah, Setiap kuntum kapiler glomerulus disatukan seI
mesangium. SeI ini mengandung elemen kontraktil (yuitu filament mirip
aktin). Kontraksi sel-sel mesangiurn ini menutup sehagian kapiler filtrasi
mengurangi luas permukaan yang tersedia untuk filtrasi di dalam
glomerulus. Ketika tekanan filtrasi neto tidak berubah, penurunan koefisien
filtrasi ini menurunkan LFG. Stimulasi simpatis menyebabkan sel mesangium
berkontraksi dan merupaknn mekanisme kedua yang digunakan oleh system
saraf simpatis untuk mcnurunkan LFG. Podosit juga memiliki filament
kontraktil mirip aktin, yang kontraksi atau relakasinya masing-masing dapat
menurunkan atau meningkatkan jumlah celah filtrasi yang terbuka di
membrane dalarn kapsula bowman dengan mengubah bentuk dan jarak
prosesus kakiknya. Jumlah celah adalah penentu perrneabilitas, semakin banyak
celah yang terbuka, semakin besar permeabilitas. Aktivitas kontraktil podosit,
yang mempengaruhi permeabilitas kontraktilitas dan koefisien filtrasi, berada di
bawah kontrol fisiologik yang mekanismenya belum sepenuhnya diketahui.

Reabsorpsi Tubulus

Reabsorpsi tubulus adalah suatu proses yang sangat selektif. Semua zat
terlarut protein plasma memiliki konsentrasi yang sama pada filtrate glomerulus di
plasma. Pada sebagian besar kasus, jumlah setiap bahan yang diabsorpsi
adalah jumlnh yang diperlukan untuk mempertahankan komposisi dan volume
lingkungan cairan internal yang sesuai. Secara umum, tubulus memiliki kapasitas
reabsorpsi yang besar untuk bahan-bahan yang dibutuhkan oleh tubuh dan kecil
atau tidak ada untuk bahan-bahan yang tidak bermanfaat.

11
Untuk dapat direabsorpsi, suatu bahan harus melewati lima sawar
terpisah, yaitu :
1. Bahan harus meninggalkan cairan tubuh dengan melewati membrane
luminal sel tubulus.
2. Bahan harus melewati sitosol dari suatu sisi sel tubulus ke sisi lainnya
3. Bahan harus melewati membran basolateral sel tubulus untuk masuk
ke cairan intersisium.
4. Bahan harus berdifusi melalui cairan intersisium.
5. Bahan harus menembus dinding kapiler untuk masuk ke dalam
pembuluh darah.
Sekresi Tubulus
Seperti reabsorpsi tubulus, sekresi tubulus melibatkan transport
transepitel, tetapi kini langkah-langkahnya dibalik. Dengan menyediakan rute
pemasukan kedua ke dalam tubulus untuk bahan-bahanvtertentu, sekresi tubulus,
pemindahan terpisah bahan dari kapiler perirubulus ke dalam lumen tubulus,
menjadi mekanisme pelengkap yang meningkatkan eliminasi. Setiap bahan yang
masuk ke tubulus, baik melalui filtrasi glomerulus maupun sekresi tubulus,
dan tidak direabsorpsi akan dieliminasi dalam urin. Bahan yang terpenting
disekresikan oleh tubulus adalah ion hidrogen, ion kalium, serta anion kation
organik yang banyak diantaranya adalah senyawa asing bagi tubuh.
Sekresi ion hidrogen pada ginjal sangat penting dalam mengatur
kescimbangan 3S8IJI basa di tubuh. Ion hidrogen yang disekresikan ke dalam
cairan tubulus dieliminasi dari tubuh melalui urine. Ion hidrogen dapat
disekresikan oleh tubulus proksirnal, distal atau koligentes, tingkat sekresi ion
hidrogen bergantung pada keasaman cairan tubuh. Ketika cairan tubuh lerlalu
asam, sekresi ion hidrogen meningkat.

(Sherwood, Lauralee. 214. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta :
EGC. Guyton, Hall JE. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta :
EGC)

12
HISTOLOGI GINJAL
Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Dalam setiap ginjal
terdapat sekitar 1 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi
yang sama. Dengan demikian, kerja ginjal dapat dianggap sebagai jumlah total
dari fungsi semua nefron tersebut. Setiap nefron terdiri atas bagian yang melebar
yakni korpuskel renalis, tubulus kontortus proksimal, segmen tipis, dan tebal ansa
henle, tubulus kontortus distal, dan duktus koligentes.
Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam
glomeruli kemudian di tublus ginjal, beberapa zat masih diperlukan tubuh untuk
mengalami reabsorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolism mengalami sekresi
bersama air membentuk urin. Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh
difiltrasi di glomerulus dan menghaslkan urin 1- 2 liter. Urin yang terbentuk di
dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalis ginjal untuk
kemudian disalurkan ke dalam ureter.
1. Korpuskel Renalis
Setiap korpuskel renalis terdiri atas seberkas kapiler, yaitu glomerulus
yang dikelilingi oleh kapsul epitel berdinding ganda yang disebut kapsula
bowman. Lapisan dalam kapsul ini (lapisan visceral) menyelubungi kapiler
glomerulus. Lapisan luar membentuk batas luar korpuskel renalis dan disebut
lapisan parietal kapsula bowman. Lapisan parietal kapsula bowman terdiri atas
epitel selapis gepeng yang ditunjang lamina basalis dan selapis tipis serat
retikulin. Sel viseral membentuk tonjolan-tonjolan atau kaki-kaki yang dikenal
sebagai podosit, yang bersinggungan dengan membrane basalis pada jarak-
jarak tertentu sehingga terdapat daerah-daerah yang bebas dari kontak antar
sel epitel.
Sel endotel kapiler glomerulus merupakan jenis kapiler bertingkap namun
tidak dilengkapi diafragma tipis yang terdapat pada kapiler bertingkap lain.
Komponen penting lainnya dari glomerulus adalah mesangium, yang terdiri
dari sel mesangial dan matriks mesangial. Sel mesangial aktivitas fagositik
dan menyekresi prostatglandin. Sel mesangial bersifat kontraktil dan memiliki
reseptor untuk angiotensin II. Bila reseptor ini teraktifkan, aliran glomerulus

13
akan berkurang. Sel mesangial juga memiliki beberapa fungsi lain, sel tersebut
memberi tunjangan struktural pada glomerulus, menyintesis matriks ekstrasel,
mengendositosis dan membuang molekul normal dan patologis yang
terperangkap di membran basalis glomerulus, serta menghasilkan mediator
kimiawi seperti sitokin dan prostaglandin
2. Tubulus Kontortus Proksimal
Pada kutub urinarius di korpuskel renalis, epitel gepeng di lapisan parietal
kapsula bowman berhubungan langsung dengan epitel tubulus kontortus
proksimal yang berbentuk kuboid atau silindris rendah. Filtrat glomerulus
yang terbentuk di dalam korpuskel renalis, masuk ke dalam tubulus kontortus
proksimal yang merupakan tempat dimulainya proses absorbs dan ekskresi.
Selain aktivitas tersebut, tubulus kontortus proksimal mensekresikan kreatinin
dan subsatansi asing bagi organisme, seperti asam para aminohippurat dan
penisilin, dari plasma interstitial ke dalam filtrate.
a. Ansa Henle
Ansa henle adalah struktur berbentuk huruf U yang terdiri atas
segmen tebal desenden, segmen tipis desenden, segmen tipis asenden dan
segmen tebal asenden. Ansa henle terlibat dalam retensi air, hanya hewan
dengan ansa demikian dalam ginjalnya yang mampu menghasilkan urin
hipertonik sehingga cairan tubuh dapat dipertahankan.
b. Tubulus Kontortus Distal
Segmen tebal asenden ansa henle menerobos korteks, setelah
menempuh jarak tertentu, segmen ini menjadi berkelak-kelok dan disebut
tubulus kontortus distal. Sel-sel tubulus kontortus distal memiliki banyak
invaginasi membrane basal dan mitokondria terkait yang menunujukkan
fungsi transporionnya.
c. Tubulus Duktus Koligentes
Tubulus koligentes yang lebih kecil dilapisi oleh epitel kuboid. Di
sepanjang perjalanannya, tubulus dan duktus koligentes terdiri atas sel-sel
yang tampak pucat dengan pulasan biasa. Epitel duktus koligentes
responsive terhadap vasopressin arginin atau hormone antidiuretik yang

14
disekresi hipofisis posterior. Jika masukan air terbatas, hormone
antidiuretic disekresikan dan epitel duktus koligentes mudah dilalui air
yang diabsorbsi dari filtrate glomerulus.
d. Aparatus Jukstaglomerulus
Aparatus jukstaglomerulus (JGA) terdiri dari sekelompok sel
khusus yang letaknya dekat dengan kutub vaskular masing-masing
glomerulus yang berperan penting dalam mengatur pelepasan renin dan
mengontrol volume cairan ekstraseluler dan tekanan darah. JGA terdiri
dari tiga macam sel yaitu:
a. Jukstagomerulus atau sel glanular
b. Makula densa tubulus distal
c. Mesangial ekstraglomerular atau sel lacis
Sel jukstaglomerulus menghasilkan enzim renin, yang bekerja pada
suatu protein plasma angiotensinogen menghasilkan suatu dekapeptida
non aktif yakni angiotensin I. Sebagai hasil kerja enzim pengkonversi
yang terdapat dalam jumlah besar di dalam sel-sel endotel paru, zat
tersebut kehilangan dua asam aminonya dan menjadi oktapeptida dengan
aktvitas vasopresornya, yakni angiotensin II.

(Janqueira, LC, Carnerio J. 2007. Histologi Dasar. Edisi 10. Jakarta : EGC)

BIOKIMIA GINJAL

15
Gambar 7. Biokimia Ginjal
Zat-zat yang normal pada urin:
a. Komponen organik : Urea, asam urat, kreatinin, derivat asam amino, konjugat
dengan asam belerang asam glukuronat, glisin. Metabolit dari banyak hormon,
koriogonadotropin, dan urokrom.
b. Komponen anorganik : didalam urin terdapat kation Na+, K+, Ca2+, Mg2+,
dan NH4+, demikian juga anion Cl, SO42-, dan HPO42-. Zat – zat patologik
yang terdapat dalam urin glukosa, zat- zat keton, protein, darah, bilirubin.
Kompensasi ginjal :
1. sekresi ion hidrogen
2. reabsorpsi ion bikarbonat
3. produksi ion bikarbonat baru

Asidosis Metabolik : Ekskresi ion hidrogen,


Cairan bikarbonat ekstraseluler
Alkalosis Metabolik : Sekresi ion hidrogen di tubulus,
Cairan bikarbonat ekstraseluler

(Murray, RK. 2014. Biokimia Harper. Edisi 29. Jakarta: EGC)

JAWABAN PERTANYAAN

1. Jelaskan patomekanisme produksi urin menurun !

Patofisiologi Oliguria dan Anuria


Oliguria adalah keadaan di mana urin yang dikeluarkan seseorang kurang
dari 1 mL/kg/jam pada bayi, kurang dari 0.5 mL/kg/jam pada anak-anak, dan
kurang dari 400mL/hari pada orang dewasa. Oliguria merupakan salah satu
indikasi klinis adanya kegagalan ginjal dan telah digunakan sebagai kriteria
untuk mendiagnosis gagal ginjal. Sedangkan anuria adalah keadaan di mana

16
tidak ada urin yang dikeluarkan seseorang. Dalam praktis klinis, indikatornya
adalah kurang dari 50 mL/hari.
Etiologi oliguria dan anuria
Oliguria dapat terjadi melalui 3 jenis proses patofisiologis: mekanisme
yang terjadi pre-renal, intra-renal dan pasca-renal.
Pre-renal
Oliguria yang terjadi di prerenal adalah respon fungsional dari ginjal
normal terhadap hipoperfusi. Penurunan volume darah memicu respon
sistemik yang bertujuan untuk menormalisasi volume cairan dalam pembuluh
darah dengan cara mengurangi GFR. Aktivasi sistem saraf simpatis dan sistem
renin-angiotensin menghasilkan vasokonstriksi pembuluh darah di ginjal dan
menghasilkan penurunan GFR.

Bagan 1. Patogenesis Ologouri Pre-renal


Patogenesis oliguria pre-renal
Tahap awal dari oliguria pre-renal merupakan kompensasi dari perfusi ke
ginjal yang berkurang. Dalam tahap ini yang terjadi adalah auto-regulasi dari
ginjal yang mempertahankan GFR melalui dilatasi arteriolar afferen (melalui
respon myogenik, feedback tubuloglomerular) dan konstriksi arteriol efferen
(melalui Angiotensin II).

17
Bagan 2. Patogenesis Ologouri Pre-renal
Pada tahap awal ini juga termasuk peningkatan reabsorpsi garam dan air
di tubulus (distimulasi oleh sistem RAA dan sistem saraf simpatis). Biasanya
oliguria pre-renal ini bersifat reversibel apabila perfusi ke ginjal segera
diperbaiki. Namun, hipoperfusi ginjal yang berkelanjutan bisa menghasilkan
peralihan dari mekanisme kompensasi ke dekompensasi.
Di fase dekompensasi ini terjadi stimulasi berlebihan dari sistem saraf
simpatis dan sistem RAA, yang menghasilkan vasokonstriksi pembuluh darah
di ginjal dan bisa menyebabkan iskemi pada jaringan ginjal. Konsumsi obat-
obatan yang bersifat vasokonstriktor dan inhibitor sintesis prostaglandin dapat
menyebabkan oliguria karena penurunan perfusi ginjal.
Intra-renal
Oliguria yang disebakan di intra-renal lebih berhubungan dengan adanya
kerusakan struktural ginjal. Yang termasuk kerusakan struktural misalnya
penyakit glomerulus primer, acute tubular necrosis atau lesi vaskuler.
Patofisiologi dari iskemik karena penyakit acute tubular necrosis sudah
banyak dipelajari. Iskemia yang terjadi pada sel tubulus mempengaruhi
metabolisme sel dan sel-sel tubulus mati yang mengakibatkan deskuamasi
sel, pembentukan cast , obstruksi intratubular, aliran balik cairan tubular, dan
oliguria.

18
Bagan 3. Patogenesis Ologouri Inra-renal
Pada kebanyakan kasus klinis, oligurianya juga bersifat reversibel dan
berhubungan dengan perbaikan dan regenerasi sel epitel tubulus.
Pasca-renal
Oliguria yang disebabkan oleh gangguan pasca ginjal merupakan
konsekuensi dari obstruksi mekanik atau fungsional terhadap aliran urin.
Obstruksi bisa terjadi di bagian atas saluran kemih (pelvis, ureter) ataupun
bagian bawah (vesika urinaria sampai keluar tubuh). Bentuk oliguria dari
masalah ini biasanya diperbaiki dengan menghilangkan obstruksi.

(Cerda J. Oliguria: an earlier and accurate biomarker of acute kidney injury.


Kidney Int. 2011;80(7):699-70)

2. Jelaskan hubungan Herbal dengan gejala!


MUNTAH
Muntah adalah cara traktus gastrointestinal membersihkan dirinya sendiri
dan isinya ketika hampir semua bagian atas traktus gastrointestinal teriritasi
secara luas. Distensi atau iritasi yang berlebihan dari duodenum menyebabkan
rangsangan yang kuat untuk muntah.

19
Sekali pusat muntah telah cukup dirangsang dan timbul perilaku muntah,
efek yang pertama adalah (1) pernapasan dalam, (2) naiknya tulang hyoideus
dan laring untuk menarik sfingter esofagus bagian atas sehingga terbuka, (3)
penutupan glotis untuk mencegah aliran muntakh memasuki paru, dan (4)
pengangkatan palatum mole untuk menutupi nares posterior. Kemudian datang
kontraksi diafragma yang kuat ke bawah bersama dengan kontraksi semua otot
dinding abdomen. Keadaan ini memeras perut di antara diafragma dan otot-otot
abdomen, membentuk suatu tekanan intragastrik sampai ke batas yang tinggi.
Akhirnya, sfingter esofagus bagian bawah berelaksasi secara lengkap membuat
pengeluaran isi lambung ke atas melalui esofagus Jadi, aksi muntah berasal
dari suatu kerja memeras otot- otot abdomen berkaitan dengan kontraksi
dinding lambung dan pembukaan sfingter esofagus sehingga isi lambung ke
atas melalui esophagus.
Hubungan muntah dan produksi urin berkurang ialah ketika terjadi
keadaan dimana produksi urin berkurang, zat-zat sisa dari tubuh tidak dapat
dieksresikan. Akibatnya zat-zat sisa tersebut tetap tersimpan dan menumpuk
dalam darah. Terjadilah keadaan yang disebut azotemia. Keadaan ini kemudian
merangsang pusat muntah pada medulla oblongata yang disebut
Chemoreseptor Trigger Zone. Hal ini menyebabkan terjadinya reflex muntah.

(Guyton & Hall,John E et all. 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi
Revisi Berwarna Ke-12. Elsevier.
Price, Sylvia A. and Lorraine M. Wilson, editor; Alih Bahasa, dr. Brahm U.
Pendit, dkk. Patofisiologi Volume II. Edisi 6. Jakarta : EGC; 2003)

NAFSU MAKAN BERKURANG


Hipothalamus adalah bagian dari otak yang berperan penting dalam
pengaturan proses-proses homeostasis, termasuk mengatur nafsu makan.
Sejumlah neuropeptide sentral telah diketahui terlibat di dalamnya. Peptida
anabolik seperti Neuropeptida Y (NPY) dan Agouti-related protein (AgRP)
bertindak sebagai akselerator yang bekerja untuk menstimulasi makan

20
sehingga akan meningkatkan nafsu makan. Sedangkan peptide katabolik
seperti Cocain-and-Amphetamine-Regulated-Transcript (CART) juga pro-
opiomelanocortin (POMC) memiliki efek yang sebaliknya yaitu menginhibisi
makan sehingga akan menurunkan nafsu makan. Ketika salah satu neuron
teraktivasi, maka populasi yang lain akan mengalami inhibisi.
Sel-sel lemak di jaringan adiposa mensekresi suatu hormone yaitu leptin.
Kadar leptin dalam darah menggambarkan jumlah simpanan lemak trigliserida
di jaringan lemak. Semakin banyak cadangan lemak maka semakin banyak
leptin yang dilepaskan ke dalam darah. Kerjasama antara IL-1 dan TNFα juga
akan menyebabkan peningkatan kadar leptin dalam darah.
Reseptor leptin dijumpai dalam jumlah banyak di hypothalamus
ventromedial yang merupakan pusat kenyang. Keberadaan leptin juga
menyebabkan penekanan keinginan untuk makan melalui jalur inhibisi
terhadap NPY dan stimulasi terhadap POMC dan CART di nucleus arkuatus
hypothalamus. Seluruh hal ini akan menyebabkan terjadinya penurunan nafsu
makan.
Hubungan nafsu makan berkurang dengan produksi urin berkurang
ialah ketika terjadi keadaan dimana produksi urin berkurang, resiko terjadinya
inflamasi semakin meningkat. Sewaktu terjadi inflamasi, respon imunitas
dalam tubuh akan mengeluarkan mediator-mediator inflamasi yang diantaranya
ialah IL-1 dan TNF α.
Kerjasama antara IL-1 dan TNF Alfa akan menyebabkan peningkatan
kadar leptin dalam darah. Keberadaan leptin ini akan menyebabkan penekanan
keinginan untuk makan melalui jalur inhibisi terhadap NPY dan stimulasi
terhadap POMC dan CART di nucleus arkuatus hypothalamus. Akhirnya,
terjadilah penurunan nafsu makan.

(Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Jakarta:


EGC
Meutia, Nuraiza. 2015. Peran Ghrelin dalam Meningkatkan Nafsu Makan.
Universitas Sumatera Utara, Hal. 3-5)

21
LEMAS
Unit motorik dan korteks serebralnya merupakan pusat untuk memahami
gejala-gejala ini. Pada tingkat sel, masalah dasarnya mungkin adalah
pengiriman oksigen dan nutrient dalam jumlah yang memadai. Akibat asupan
oksigen dan nutrient ke dalam sel tidak memadai, terjadilah keadaan hipoksia.
Dalam sel, kadar ATP akan menurun dan aktivitas ATP-ase terganggu. Hal ini
dapat menyebabkan terkirimnya impuls menuju otak dan diartikan sebagai
kelemahan dan kelelahan.

(Guyton & Hall, John E et all. 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi
Revisi Berwarna Ke-12. Elsevier.
John H. Holbrook. 2010. Weakness and Fatigue. Clinical Methods: The
History, Physical, and Laboratory Examinations. Edisi ketiga. Boston)
3. Tuliskan penyakit-penyakit apa saja yang disertai dengan gejala edema
sesuai dengan scenario !
Pra-renal : aliran darah ke ginjal berkurang
a. Hipovolemia, disebabkan oleh :
1. Kehilangan darah/ plasma : perdarahan , luka bakar.
2. Kehilangan cairan melalui gastrointestinal, kulit, ginjal (diuretik,
penyakit ginjal lainnya), pernafasan, pembedahan.
3. Redistribusi cairan tubuh : pankreatitis, peritonitis, edema, asites.
b. Vasodilatasi sistemik :
1. Sepsis.
2. Sirosis hati.
3. Anestesia/ blokade ganglion.
4. Reaksi anafilaksis.
5. Vasodilatasi oleh obat.
c. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung :
1. Renjatan kardiogenik, infark jantung.
2. Gagal jantung kongestif (disfungsi miokard, katub jantung).
3. Tamponade jantung.

22
4. Disritmia.
5. Emboli paru.

Renal : kerusakan di ginjal


a. Kelainan glomeroulus
b. Reaksi imun
c. Hipertensi maligna
d. Kelainan tubulus
e. Kelainan interstisial
f. Kelainan vaskuler
Post-renal : kerusakan di luar glomerulus yang menyebabkan obstruksi atau
penyumbatan.
a. Obstruksi intra renal :
1. Instrinsik : asam urat, bekuan darah, kristal asam
2. Pelvis renalis : striktur, batu, neoplasma.
b. Obstruksi ekstra renal :
1. Intra ureter : batu, bekuan darah.
2. Dinding ureter : neoplasma, infeksi (TBC).
3. Ekstra ureter : tumor cavum pelvis.
4. Vesika urinaria : neoplasma, hipertrofi prostat.
5. Uretra : striktur uretra, batu, blader diabetik, paraparesis.

(Corwin, EJ, editor. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC ; 2001.


Sukandar, Enday, editor. Nefrologi Klinik Edisi III. Bandung : Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FK UNPAD; 2006.
Price, Sylvia A. and Lorraine M. Wilson, editor; Alih Bahasa, dr. Brahm U.
Pendit, dkk. Patofisiologi Volume II. Edisi 6. Jakarta : EGC; 2003)

4. Jelaskan penatalaksanaan awal pada scenario !


a. Intake cairan harus seimbang dengan output selama terjadi oligouri
b. Elektrolit : yang diperhatikan adalah intake Na dan K

23
c. Bila timbul hiponatremi, dapat diberikan NaCl/hipertonik 3%
d. Bila timbul hiperkalemi, diberikan :
- Ca glukonas 10 % : 0,5 ml/kgBB/hari
- NaHCO3 7,5 % : 3 ml/kgBB/hari
- Kayexalate : 1 gr/kgBB/hari (K exchange resin)
e. Protein : pembatasan protein harus sesegera mungkin.
Tujuan pembatasan cairan :
- Mecegah katabolisme protein, mengurangi akumulasi sisa-sisa
nitrogen dan membatasi timbulnya toksisitas uremia
- Mengurangi intake fosfat (oleh karena membatasi intake susu)
sebagai pencegahan terjadinya hiperparatiroidisme sekunder dan
osteodistrofi ginjal
- Mengurangi intake ion H (oleh karena setiap 10 gram protein
menghasilkan 7 mEq ion H) yang berarti membantu mencegah dan
memperbaiki asidosis.
Jenis protein yang diberi haruslah jenis protein bernilai biologik tinggi
yaitu protein hewani seperti telur, susu sapi, daging, ikan dan daging unggas.
(Almatsier,Sunita.Penuntun Diet.Jakarta.Gramedia:2004)

5. Jelaskan langkah-langkah diagnosis !

ANAMNESIS
a. Identitas pasien: Seorang wanita, 30 tahun
b. Keluhan Utama: produksi kencing berkurang sejak kemarin sore
c. Keluhan penyerta : nyeri pinggang, merasa sangat lemas, sering muntah,
dan nafsu makan menurun
d. Riwayat penyakit : -
e. Riwayat keluarga: -
f. Riwayat lingkungan: -
g. Riwayat Pengobatan sebelumnya: minum obat herbal pelangsing selama 2
minggu terus menerus

24
PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisis pasien meliputi pemeriksaan tentang keadaan umum


pasien dan pemeriksaan urologi. Seringkali kelainan-kelainan di bidang urologi
memberikan manifestasi penyakit umum (sistemik), atau tidak jarang pasien-
pasien urologi kebetulan menderita penyakit lain.

1. Kesan Umum Pasien


a. Keadaan umum: baik atau sakit
b. Berat badan: obesitas, kurus atau normal
c. Suhu kulit: hangat, dingin, lembab
d. Tanda vital : - TD = 130/80 mmHg

2. Pemeriksaan Urologi
a. Pemeriksaan Ginjal:
Adanya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas
harus diperhatikan pada saat melakukan inspeksi. Pembesaran mungkin
disebabkan oleh hidronefrosis atau tumor pada daerah retroperitoneum.
Pembesaran ginjal karena hidronefrosis atau tumor ginjal, mungkin
teraba pada palpasi dan terasa nyeri pada perkusi.
b. Pemeriksaan Buli-Buli:
Pada pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan/massa atau
jaringan parut bekas irisan/operasi di suprasimfisis. Massa di daerah
suprasimfisis mungkin merupakan tumor ganas buli-buli atau karena
buli-buli yang terisi penuh dari suatu retensi urine. Dengan palpasi dan
perkusi dapat ditentukan batas atas buli-buli.
c. Pemeriksaan Genitalia Eksterna:
Pada inspeksi genitalia eksterna diperhatikan kemungkinan adanya
kelainan pada penis/uretra antara lain: mikropenis, makropenis,
hipospadia, kordae, epispadia, stenosis pada meatus uretra eksterna,
fimosis/parafimosis, fistel uretro-kutan, dan ulkus/tumor penis. Striktura

25
uretra anterior yang berat menyebabkan fibrosis korpus spongiosum yang
teraba pada palpasi di sebelah ventral penis, berupa jaringan keras yang
dikenal dengan spongiofibrosis. Jaringan keras yang teraba pada korpus
kavernosum penis mungkin suatu penyakit Peyrone.
d. Pemeriksaan Skrotum dan Isinya:
Perhatikan apakah ada pembesaran pada skrotum, perasaan nyeri pada
saat diraba, atau ada hipoplasi kulit skrotum yang sering dijumpai pada
kriptorkismus. Untuk membedakan antara massa padat dan massa kistus
yang terdapat pada isi skrotum, dilakukan pemeriksaan transiluminasi
(penerawangan) pada isi skrotum. Pemeriksaan penerawangan dilakukan
pada tempat yang gelap dan menyinari skrotum dengan cahaya terang.
Jika isi skrotum tampak menerawang berarti berisi cairan kistus dan
dikatakan sebagai transiluminasi positif atau diafanoskopi positif.
e. Colok Dubur (Rectal Toucher):
Pada pemeriksaan colok dubur dinilai: (1) tonus sfingter ani dan refleks
bulbo-kavernosus (BCR), (2) mencari kemungkinan adanya massa di
dalam lumen rektum, dan (3) menilai keadaan prostat. Penilaian refleks
bulbo-kavernosus dilakukan dengan cara merasakan adanya refleks jepitan
pada sfingter ani pada jari akibat rangsangan sakit yang kita berikan pada
glans penis atau klitoris.
f. Pemeriksaan Neurologi:
Pemeriksaan neurologi ditujukan untuk mencari kemungkinan adanya
kelainan neurologik yang mengakibatkan kelainan pada sistem
urogenitalia, seperti pada lesi motor neuron atau lesi saraf perifer yang
merupakan penyebab dari buli-buli neurogen.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis merupakan pemeriksaan yang paling sering
dikerjakan pada kasus- kasus urologi. Pemeriksaan ini meliputi uji:

- Makroskopik dengan menilai warna, bau, dan berat jenis urine 


26
- Kimiawai meliputi pemeriksaan derajat keasaman/pH, protein, dan

gula dalam 
 urine 


- Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel-sel, cast (silinder),

atau bentukan 
 lain di dalam urine. 


Urine mempunyai pH yang bersifat asam, yaitu rata-rata: 5,5 - 6,5. Jika
didapatkan pH yang relatif basa kemungkinan terdapat infeksi oleh bakteri
pemecah urea, sedangkan jika pH yang terlalu asam kemungkinan terdapat
asidosis pada tubulus ginjal atau ada batu asam urat.

Didapatkannya eritrosit di dalam darah secara bermakna (> 2 per


lapangan pandang) menunjukkan adanya cedera pada sistem saluran kemih;
dan didapatkannya leukosituri bermakna (> 5 per lapangan pandang) atau
piuria merupakan tanda dari inflamasi saluran kemih .Dari scenario
didapatkan protein +3 dan nitrit +3, eritrosit 1-2 dan leukosit 20-30.

2. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan kadar hemoglobin, leukosit,
laju endap darah, hitung jenis leukosit, dan hitung trombosit. Dari scenario
didapatkan albumin 1,5 gr/dl, kolesterol 450 mg/dl.

3. Kultur Urine
Pemeriksaan kultur urine diperiksa jika ada dugaan infeksi saluran kemih. Jika
didapatkan kuman di dalam urine, dibiakkan di dalam medium tertentu untuk
mencari jenis kuman dan sekaligus sensitivitas kuman terhadap antibiotika
yang diujikan.

4. Patologi Anatomi
Pada pemeriksaan ini dapat ditentukan suatu jaringan normal, mengalami
proses inflamasi, pertumbuhan benigna, atau terjadi pertumbuhan maligna.

27
Selain itu pemeriksaan ini dapat menentukan stadium patologik serta derajat
diferensiasi suatu keganasan.
5. T e s F u n g s i G i n j a l
Terjadinya peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah secara progresif
dengan kadar kreatinin serum > 0,3 mg/dl sekitar 50%, dan kadar ureum darah
sekitar 10-20 mg/dl per hari. Adanya gangguan keseimbangan elektrolit :
- Hiperkalemia
- Hiponatremia (kehilangan natrium <120 mmol/liter)
- Hipokalsemia
- Hiperfosfatemia (penimbunan asam fosfat sehingga kadar ion kalsium
serum turun yang akan merangsang paratiroid untuk meningkatkan lagi
hormone supaya ekskresi fosfat meningkat lagi.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI (PENCITRAAN)

1. Foto polos abdomen


Foto polos abdomen atau KUB (Kidney Ureter Bladder) adalah foto
skrining untuk pemeriksaan kelainan-kelainan urologi. Selain itu perlu
diperhatikan adanya bayangan radio-opak yang lain, misalnya bayangan
jarum-jarum (susuk) yang terdapat disekitar paravertebra yang sengaja
dipasang untuk mengurangi rasa sakit pada pinggang atau punggung, atau
bayangan klip yang dipasang pada saat operasi untuk menjepit pembuluh
darah.
2. USG (Ultrasonografi)
Pemeriksaan pada ginjal dipergunakan: (1) untuk mendeteksi keberadaan
dan keadaan ginjal (hidronefosis, kista, massa, atau pengkerutan ginjal).
Pada buli-buli, USG berguna untuk menghitung sisa urine pasca miksi dan
mendeteksi adanya batu atau tumor di buli-buli. Pada kelenjar prostat,
melalui pendekatan transrektal (TRUS) dipakai untuk mencari nodul pada
keganasan prostat dan menentukan volume/besarnya prostat. Jika
didapatkan adanya dugaan keganasan prostat, TRUS dapat dipakai sebagai

28
penuntun dalam melakukan biopsi kelenjar prostat. Pada testis, berguna
untuk membedakan antara tumor testis dan hidrokel testis, serta kadang-
kadang dapat mendeteksi letak testis kriptorkid yang sulit diraba dengan
palpasi Pada keganasan, selain untuk mengetahui adanya massa padat pada
organ primer, juga untuk mendeteksi kemungkinan adanya metastasis pada
hepar atau kelenjar para aorta.
3. CT Scan dan MRI
Kedua pemeriksaan ini banyak dipakai dalam bidang onkologi untuk
menentukan penderajatan (staging) tumor yaitu: batas-batas tumor, invasi
ke organ di sekitar tumor, dan mencari adanya metastasis ke kelenjar limfe
serta ke organ lain.

(Irawanto Eko. 2017. Buku Manual Keterampilan Klinik Topik Keterampilan


Pemeriksaan Kulit. Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas Maret. Ha15 -37
Purnomo, B. Basuki. 2011. Dasar-dasar Urologi. Edisi Ketiga. Jakarta : Sagung
Seto.)

6. Jelaskan diagnosis banding dari scenario !


A. ACUT KIDNEY INJURY
DEFINISI
Acute Kidney Injury (AKI) adalah penurunan cepat (dalam jam hingga
minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung
reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme
nitrogen, dengan/ tanpa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Acute
Dialysis Quality Initia- tive (ADQI) yang beranggotakan para nefrolog dan
intensivis di Amerika pada tahun 2002 sepakat mengganti istilah ARF
menjadi AKI. Penggantian istilah renal menjadi kidney diharapkan dapat
membantu pemahaman masyarakat awam, sedangkan penggantian istilah
failure menjadi injury dianggap lebih tepat menggambarkan patologi
gangguan ginjal.

29
Evaluasi dan manajemen awal pasien dengan cedera ginjal akut (AKI)
harus mencakup: 1) sebuah assessment penyebab yang berkontribusi dalam
cedera ginjal, 2) penilaian terhadap perjalanan klinis termasuk komorbiditas,
3) penilaian yang cermat pada status volume, dan 4) langkah-langkah terapi
yang tepat yang dirancang untuk mengatasi atau mencegah memburuknya
fungsional atau struktural abnormali ginjal. Penilaian awal pasien dengan AKI
klasik termasuk perbedaan antara prerenal, renal, dan penyebab pasca-renal.
Akut kidney injury (AKI) ditandai dengan penurunan mendadak fungsi
ginjal yang terjadi dalam beberapa jam sampai hari. Diagnosis AKI saat ini
dibuat atas dasar adanya kreatinin serum yang meningkat dan blood urea
nitrogen (BUN) dan urine output yang menurun, meskipun terdapat
keterbatasan. Perlu dicatat bahwa perubahan BUN dan serum kreatinin dapat
mewakili tidak hanya cedera ginjal, tetapi juga respon normal dari ginjal ke
deplesi volume ekstraseluler atau penurunan aliran darah ginjal.
Cedera ginjal akut didefinisikan ketika salah satu dari kriteria berikut
terpenuhi :
a. Serum kreatinin naik sebesar ≥ 0,3 mg/dL atau ≥ 26μmol /L dalam waktu
48 jam atau
b. Serum kreatinin meningkat ≥ 1,5 kali lipat dari nilai referensi, yang
diketahui atau dianggap telah terjadi dalam waktu satu minggu atau
c. Output urine <0.5ml/kg/hr untuk> 6 jam berturut-turut
ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE yang
terdiri dari 3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan
LFG atau kriteria UO) yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal
dan 2 kategori yang menggambarkan prognosis gangguan ginjal seperti terlihat
dalam tabel 1.

30
Tabel 1. Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi 2007
Peningkatan Penurunan
Kategori Kriteria UO
SCr LFG

>1,5 kali nilai dasar > 25% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,
Risk >6 jam

>2,0 kali nilai dasar > 50% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,
Injury >12 jam

>3,0 kali nilai dasar > 75% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,
atau >4 mg/dL >24 jam atau
Failure dengan kenaikan
Anuria ≥12 jam
Akut > 0,5 mg/dL

Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4 minggu


Loss

Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3 bulan


End Stage

Pada tahun 2005, Acute Kidney Injury Network (AKIN), sebuah kolaborasi
nefrolog dan intensivis internasional, mengajukan modifikasi atas kriteria RIFLE.
AKIN mengupayakan peningkatan sensitivitas klasifikasi dengan
merekomendasikan. Dengan beberapa modifikasi, kategori R, I, dan F pada
kriteria RIFLE secara berurutan adalah sesuai dengan kriteria AKIN tahap 1, 2,
dan 3. Kategori L dan E pada kriteria RIFLE menggambarkan hasil klinis
(outcome) sehingga tidak dimasukkan dalam tahapan. Klasifikasi AKI menurut
AKIN dapat dilihat pada tabel 2.

31
Tabel 2. Klasifikasi AKI dengan kriteria AKIN

Peningkatan SCr Kriteria UO


Tahap

>1,5 kali nilai dasar atau <0,5 mL/kg/jam, ≥6 jam

1 peningkatan >0,3 mg/Dl

>2,0 kali nilai dasar <0,5 mL/kg/jam, ≥12jam


2

>3,0 kali nilai dasar atau <0,5 mL/kg/jam, ≥24


jam atau
>4 mg/dL dengan kenaikan akut > 0,5
3 mg/dL atau Anuria ≥12 jam

inisiasi terapi pengganti ginjal

32
Gambar 8. Kriteria RIFLE yang dimodifikasi
Dalam identifikasi pasien digunakan kedua kriteria ini, sehingga
memberikan evaluasi yang lebih akurat. Kemudian untuk penentuan derajat
AKI juga harus akurat karena dengan peningkatan derajat, maka risiko
meninggal dan TPG akan meningkat. Selain itu, diketahui risiko jangka
panjang setelah terjadinya resolusi AKI timbulnya penyakit kardiovaskuler atau
CKD dan kematian. Sehingga dalam penentuan derajat pasien harus
diklasifikasikan berdasarkan derajat tertingginya. Jadi jika SCr dan UO
memberikan hasil derajat yang berbeda, pasien diklasifikasikan dalam derajat
yang lebih tinggi.
EPIDEMIOLOGI
AKI menjadi penyakit komplikasi pada sekitar 5-7% acute care
admission patient dan mencapai 30% pada pasien yang di admisi di unit
perawatan intensif (ICU). AKI juga menjadi komplikasi medis di Negara
berkembang, terutama pasien dengan latar belakang adanya penyakit diare,
penyakit infeksi seperti malaria, leptospirosis, dan bencana alam seperti gempa
bumi. Insidennya meningkat hingga 4 kali lipat di United State sejak 1988 dan
diperkirakan terdapat 500 per 100.000 populasi pertahun. Insiden ini bahkan
lebih tinggi dari insiden stroke.
Beberapa laporan dunia menunjukkan insiden yang bervariasi antara
0,5-0,9% pada komunitas, 7% pada pasien yang dirawat di rumah sakit, hingga
36-67% pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU) dan 5-6%
Pasien ICU dengan AKI memerlukan Terapi Penggantian Ginjal (TPG atau
Replacement Renal Therapy (RRT)).
Terkait dengan epidemiologi AKI, terdapat variasi definisi yang
digunakan dalam studi klinis dan diperkirakan menyebabkan variasi yang luas
dari laporan insiden dari AKI itu sendiri (1-31%) dan angka mortalitasnya (19-
83%). Dalam penelitian Hoste (2006) diketahui AKI terjadi pada 67 % pasien
yang di rawat di ruang intensif dengan maksimal RIFLE yaitu 12% kelas R,

33
27% kelas I dan 28% kelas F. Hospital mortality rate untuk pasien dengan
maksimal RIFLE kelas R, I dan F berturut- turut 8.8%, 11.4% dan 26.3%

dibandingkan dengan pasien tanpa AKI yaitu 5.5%.8 Namun hasil penelitian

Ostermann (2007) menunjukkan Hospital mortality rate yang lebih tinggi yaitu
20.9%, 45.6% dan 56.8% berturut-turut untuk maksimal kelas RIFLE R, I, dan
F.
FAKTOR RISIKO AKI
Pemahaman terhadap faktor resiko yang dimilki individu dapat
membantu untuk mencegah terjadinya AKI. Hal ini terutama berguna di rumah
sakit, dimana bisa dilakukan penilaian faktor resiko terlebih dahulu sebelum
adanya paparan seperti operasi atau adiministrasi agen yang berpotensi
nefrotoksik.
Tabel 3. Faktor resiko AKI : Paparan dan susceptibilitas pada AKI
nonspesifik menurut KDGIO 2012

Paparan Susceptibilitas

Sepsis Dehidrasi dan deplesi cairan

Penyakit kritis Usia lanjut

Syok sirkulasi Perempuan

Luka bakar Black race

Trauma CKD

Operasi Jantung (terutama dengan CPB) Penyakit kronik (jantung, paru.


Liver)

34
Operasi major nonkardiak Diabetes Mellitus

Obat nefrotoksik Kanker

Agen Radiokontras Anemia

Racun tanaman atau Hewan

Akhirnya, sangat penting untuk menyaring pasien yang mengalami


paparan untuk mencegah AKI, bahkan disarankan untuk selalu menilai resiko
AKI sebagai bagian dari evaluasi awal admisi emergensi disertai pemeriksaan
biokimia. Monitor tetap dilaksanakan pada pasien dengan resiko tinggi hingga
resiko pasien hilang.
PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif
konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua
mekanisme yang berperan dalam autoregulasi ini adalah:

a. Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen


b. Timbal balik tubuloglomerular
Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga
dapat mempengaruhi autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama
disebabkan oleh hipoperfusi ginjal. Pada keadaan hipovolemi akan terjadi
penurunan tekanan darah, yang akan mengaktivasi baroreseptor kardiovaskular
yang selanjutnya mengaktifasi sistim saraf simpatis, sistim rennin-angiotensin
serta merangsang pelepasan vasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang merupakan
mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta
perfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan
mempertahankan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan
vasodilatasi arteriol afferent yang dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin

35
dan nitric oxide (NO), serta vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama
dipengaruhi oleh angiotensin-II dan ET-1.
Ada tiga patofisiologi utama dari penyebab acute kidney injury (AKI) :
a. Penurunan perfusi ginjal (pre-renal)
b. Penyakit intrinsik ginjal (renal)
c. Obstruksi renal akut (post renal)
- Bladder outlet obstruction (post renal)
- Batu, trombus atau tumor di ureter
Gagal Ginjal Akut Pre Renal (Azotemia Pre Renal)
Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg)
serta berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi
tersebut akan terganggu dimana arteriol afferent mengalami vasokonstriksi,
terjadi kontraksi mesangial dan penigkatan reabsorbsi natrium dan air. Keadaan
ini disebut prerenal atau gagal ginjal akut fungsional dimana belum terjadi
kerusakan struktural dari ginjal.
Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis
intrarenal menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh
berbagai macam obat seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien – pasien
berusia di atas 60 tahun dengan kadar serum kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat
terjadi GGA pre-renal. Proses ini lebih mudah terjadi pada kondisi hiponatremi,
hipotensi, penggunaan diuretic, sirosis hati dan gagal jantung. Perlu diingat
bahwa pada pasien usia lanjut dapat timbul keadaan – keadaan yang merupakan
resiko GGA pre-renal seperti penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit
renovaskuler), penyakit ginjal polikistik, dan nefrosklerosis intrarenal. Sebuah
penelitian terhadap tikus yaitu gagal ginjal ginjal akut prerenal akan terjadi 24
jam setelah ditutupnya arteri renalis.
Gagal Ginjal Akut Intra Renal (azotemia Intrinsik Renal)
Gagal ginjal akut intra renal merupakan komplikasi dari beberapa
penyakit parenkim ginjal. Berdasarkan lokasi primer kerusakan tubulus
penyebab gagal ginjal akut inta renal, yaitu :
a. Pembuluh darah besar ginjal

36
b. Glomerulus ginjal
c. Tubulus ginjal : nekrosi tubular akut
d. Interstitial ginjal
Gagal ginjal akut intra renal yang sering terjadi adalah nekrosi tubular akut
disebabkan oleh keadaan iskemia dan nefrotoksin. Pada gagal ginjal renal terjadi
kelainan vaskular yang sering menyebabkan nekrosis tubular akut. Dimana pada
NTA terjadi kelainan vascular dan tubular. Pada kelainan vaskuler terjadi:

a. peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent glomerolus yang

menyebabkan sensitifitas terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan


gangguan otoregulasi.
b. terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel
endotel vaskular ginjal, yang mengakibatkan peningkatan A-II dan ET-1
serta penurunan prostaglandin dan ketersediaan nitric oxide yang berasal
dari endotelial NO-sintase.
c. peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan
interleukin-18, yang selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari
intraseluler adhesion molecule-1 dan P-selectin dari sel endotel, sehingga
peningkatan perlekatan sel radang terutama sel netrofil. Keadaan ini akan
menyebabkan peningkatan radikal bebas oksigen. Kesuluruhan proses di
atas secara bersama-sama menyebabkan vasokonstriksi intrarenal yang
akan menyebabkan penurunan GFR.
Salah satu Penyebab tersering AKI intrinsik lainnya adalah sepsis,
iskemik dan nefrotoksik baik endogenous dan eksogenous dengan dasar
patofisiologinya yaitu peradangan, apoptosis dan perubahan perfusi
regional yang dapat menyebabkan nekrosis tubular akut (NTA). Penyebab
lain yang lebih jarang ditemui dan bisa dikonsep secara anatomi tergantung
bagian major dari kerusakan parenkim renal : glomerulus,
tubulointerstitium, dan pembuluh darah.
Sepsis-associated AKI
Merupakan penyebab AKI yang penting terutama di Negara
berkembang. Penurunan LFG pada sepsis dapat terjadi pada keadaan tidak

37
terjadi hipotensi, walaupun kebanyakan kasus sepsis yang berat terjadi
kolaps hemodinamik yang memerlukan vasopressor. Sementara itu,
diketahui tubular injury berhubungan secara jelas dengan AKI pada sepsis
dengan manifestasi adanya debris tubular dan cast pada urin.
Efek hemodinamik pada sepsis dapat menurunkan LFG karena
terjadi vasodilatasi arterial yang tergeneralisir akibat peningkatan regulasi
sitokin yang memicu sintesis NO pada pembuluh darah. Jadi terjadi
vasodilatasi arteriol eferen yang banyak pada sepsis awal atau vasokontriksi
renal pada sepsis yang berlanjut akibat aktivasi sistem nervus simpatis,
sistem renin-angiotensus-aldosteron, vasopressin dan endothelin. Sepsis
bisa memicu kerusakan endothelial yang menghasilkan thrombosis
microvascular, aktivasi reaktif oksigen spesies serta adesi dan migrasi
leukosit yang dapat merusak sel tubular renal.
Gagal Ginjal Akut Post Renal
Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari
keseluruhan GGA. GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan
ekstrarenal. Obstruksi intrarenal terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat,
sulfonamide) dan protein (mioglobin, hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal dapat
terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsic (tumor, batu, nekrosis papilla)
dan ekstrinsik (keganasan pada pelvis dan retroperitoneal, fibrosis) serta pada
kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra
(striktura). GGA post-renal terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli –
buli dan ureter bilateral, atau obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal
satunya tidak berfungsi.
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan
aliran darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini
disebabkan oleh prostaglandin-E2. Pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi
penurunan aliran darah ginjal dibawah normal akibat pengaruh tromboxane-A2
dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat tetapi setelah 5 jam mulai
menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang makin
menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam beberapa

38
minggu. Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan setelah
2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran
mediator inflamasi dan faktor - faktor pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis
interstisial ginjal.
ETIOLOGI
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan
patogenesis AKI, yakni: (1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal
tanpa menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%); (2)
penyakit yang secara langsung menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal
(AKI renal/intrinsik,~40%); (3) penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran
kemih (AKI pascarenal,~5%). Angka kejadian penyebab AKI sangat
tergantung dari tempat terjadinya AKI.
DIAGNOSIS
a. Pendekatan Diagnosis
Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI sesuai dengan yang
telah dipaparkan di atas, pertama-tama harus ditentukan apakah keadaan
tersebut memang merupakan AKI atau merupakan suatu keadaan akut pada
PGK. Beberapa patokan umum yang dapat membedakan kedua keadaan ini
antara lain riwayat etiologi PGK, riwayat etiologi penyebab AKI,
pemeriksaan klinis (anemia, neuropati pada PGK) dan perjalanan penyakit
(pemulihan pada AKI) dan ukuran ginjal. Patokan tersebut tidak sepenuhnya
dapat dipakai. Misalnya, ginjal umumnya berukuran kecil pada PGK, namun
dapat pula berukuran normal bahkan membesar seperti pada neuropati
diabetik dan penyakit ginjal polikistik. Upaya pendekatan diagnosis harus
pula mengarah pada penentuan etiologi, tahap AKI, dan penentuan
komplikasi.
b. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan jasmani dan penunjang adalah untuk membedakan pre-renal,
renal dan post-renal. Dalam menegakkan diagnosis gagal ginjal akut
diperiksa:

39
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti untuk mencari
penyebabnya seperti misalnya operasi kardiovaskular, angiografi,
riwayat infeksi (infeksi kulit, infeksi tenggorokan, infeksi saluran
kemih), riwayat bengkak, riwayat kencing batu.
2. Membedakan gagal ginjal akut dengan kronis misalnya anemia dan
ukuran ginjal yang kecil menunjukkan gagal ginjal kronis.
Untuk mendiagnosis GGA diperlukan pemeriksaan berulang fungsi
ginjal yaitu kadar ureum, kreatinin atau laju filtrasi glomerulus. Pada
pasien rawat selalu diperiksa asupan dan keluaran cairan, berat badan
untuk memperkirakan adanya kehilangan atau kelebihan cairan tubuh.
Pada GGA berat dengan berkurangnya fungsi ginjal ekskresi air dan
garam berkurang sehingga dapat menimbulkan edema, bahkan sampai
terjadi kelebihan air yang berat atau edema paru. Ekskresi asam yang
berkurang juga dapat menimbulkan asidosis metabolic dengan
kompensasi pernapasan Kussmaul. Umumnya manifestasi GGA lebih
didominasi oleh factor-faktor presipitasi atau penyakit utamanya.
1. Assessment pasien dengan AKI
a. Kadar kreatinin serum. Pada GGA faal ginjal dinilai dengan
memeriksa berulang kali kadar serum kreatinin. Kadar serum
kreatinin tidak dapat mengukur secara tepat LFG karena
tergantung dari produksi (otot), distribusi dalam cairan tubuh,
dan ekskresi oleh ginjal
b. Volume urin. Anuria akut atau oliguria berat merupakan
indicator yang spesifik untuk gagal ginjal akut, yang dapat
terjadi sebelum perubahan nilai-nilai biokimia darah. Walaupun
demikian, volume urin pada GGA bisa bermacam-macam, GGA
prerenal biasanya hampir selalu disertai oliguria (<400ml/hari),
walaupun kadang tidak dijumpai oliguria. GGA renal dan post-
renal dapat ditandai baik oleh anuria maupun poliuria.
2. Petanda biologis (biomarker). Syarat petanda biologis GGA adalah
mampu mendeteksi sebelum kenaikan kadar kreatinin disertai dengan

40
kemudahan teknik pemeriksaannya. Petanda biologis diperlukan untuk
secepatnya mendiagnosis GGA. Petanda biologis ini adalah zat-zat yang
dikeluarkan oleh tubulus ginjal yang rusak, seperti interleukin 18, enzim
tubular, N-acetyl-B-glucosamidase, alanine aminopeptidase, kidney injury
molecule 1. Dalam satu penelitian pada anak-anak pasca bedah jantung terbuka
gelatinase-associated lipocain (NGAL) terbukti dapat dideteksi 2 jam setelah
pembedahan, 34 jam lebih awal dari kenaikan kadar kreatinin.
Tabel 4. Evaluasi pada pasien dengan AKI
Prosedur Informasi yang dicari

Anamnesis dan pemeriksaan fisis Tanda-tanda untuk penyebab AKI

Indikasi beratnya gangguan metabolic

Perkiraan status volume (hidrasi)

Mikroskopik urin Petanda inflamasi glomerulus Atau


tubulus

Infeksi saluran kemih atau uropati


Kristal

Pemeriksaan biokima darah Mengukur pengurangan LFG Dan


gangguan metabolic Yang
Diakibatkannya

Pemeriksaan biokimia urin Membedakan gagal ginjal pre-renal


dan renal

Darah perifer lengkap Menentukan ada tidaknya anemia,


leukositosis Dan Kekurangan
trombosit akibat pemakaian

41
USG ginjal Menentukan Ukuran ginjal, Ada
tidaknya obstruksi, tekstur Parenkim
ginjal yang abnormal

CT scan abdomen Mengetahui Struktur abnormal dari


ginjal dan traktus urinarius

Pemindaian radionuklir Mengetahui Perfusi Ginjal Yang


abnormal

Pielogram Evaluasi Perbaikan dari obstruksi

traktus urinarius

Biopsi ginjal Menentukan berdasarkan


pemeriksaan patologi penyakit ginjal

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai penanda inflamasi
glomerulus, tubulus, infeksi saluran kemih, atau uropati kristal. Pada AKI
prerenal, sedimen yang didapatkan aselular dan mengandung cast hialin yang
transparan. AKI postrenal juga menunjukkan gambaran sedimen inaktif,
walaupun hematuria dan piuria dapat ditemukan pada obstruksi intralumen atau
penyakit prostat. AKI renal akan menunjukkan berbagai cast yang dapat
mengarahkan pada penyebab AKI, antara lain pigmented “muddy brown”
granular cast, cast yang mengandung epitel tubulus yang dapat ditemukan pada
ATN; cast eritrosit pada kerusakan glomerulus atau nefritis tubulointerstitial; cast
leukosit dan pigmented “muddy brown” granular cast pada nefritis interstitial.

42
Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma) dan
urin (osmolalitas urin, kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat
mengarahkan pada penentuan tipe AKI. Kelainan analisis urin dapat dilihat
pada tabel 5.

Tabel 5. Kelainan Analisis Urin


Indeks diagnosis AKI prerenal AKI renal

Urinalisis Silinder hialin Abnormal

Gravitasi spesifik >1,020 1,010

Osmolalitas urin (mmol/kgH.0) >500 300

Kadar natrium urin (mmol/L) >10 (>20) >20 (>40)

Fraksi ekskresi Na (%) <1 >1

Fraksi ekskresi urea (%) <35 >35

Rasio Cr urin dan Cr plasma >40 <20

Rasio urea urin/urea plasma >8 <3

PENATALAKSANAAN
Menurut definisi, AKI prerenal adalah reversibel pada koreksi kelainan
utama hemodinamik, dan AKI postrenal dengan menghilangkan obstruksi. Sampai
saat ini, tidak ada terapi khusus untuk mendirikan AKI intrinsik renal karena
iskemia atau nefrotoksisitas. Manajemen gangguan ini harus fokus pada
penghapusan hemodinamik kelainan penyebab atau toksin, menghindari gejala
tambahan, dan pencegahan dan pengobatan komplikasi. Pengobatan khusus dari
penyebab lain dari AKI renal tergantung pada patologi yang mendasari.
AKI Prarenal

43
Komposisi cairan pengganti untuk pengobatan GGA prerenal akibat
hipovolemia harus disesuaikan sesuai dengan komposisi cairan yang hilang.
Hipovolemia berat akibat perdarahan harus dikoreksi dengan packed red cells,
sedangkan saline isotonik biasanya pengganti yang sesuai untuk ringan sampai
sedang perdarahan atau plasma loss (misalnya, luka bakar, pankreatitis).
Cairan kemih dan gastrointestinal dapat sangat bervariasi dalam komposisi
namun biasanya hipotonik. Solusi hipotonik (misalnya, saline 0,45%)
biasanya direkomendasikan sebagai pengganti awal pada pasien dengan GGA
prerenal akibat meningkatnya kehilangan cairan kemih atau gastrointestinal,
walaupun salin isotonik mungkin lebih tepat dalam kasus yang parah. Terapi
berikutnya harus didasarkan pada pengukuran volume dan isotonik cairan
yang diekskresikan. Kalium serum dan status asam-basa harus dimonitor
dengan hati-hati. Gagal jantung mungkin memerlukan manajemen yang
agresif dengan inotropik positif, preload dan afterload mengurangi agen, obat
antiaritmia, dan alat bantu mekanis seperti pompa balon intraaortic.
Pemantauan hemodinamik invasif mungkin diperlukan untuk memandu terapi
untuk komplikasi pada pasien yang penilaian klinis fungsi jantung dan volume
intravaskular sulit.
AKI intrinsic renal
AKI akibat lain penyakit ginjal intrinsik seperti glomerulonefritis akut
atau vaskulitis dapat merespon glukokortikoid, alkylating agen, dan atau
plasmapheresis, tergantung pada patologi primer. Glukokortikoid juga
mempercepat remisi pada beberapa kasus interstitial nefritis alergi. Kontrol
agresif tekanan arteri sistemik adalah penting penting dalam membatasi
cedera ginjal pada hipertensi ganas nephrosclerosis, toxemia kehamilan, dan
penyakit pembuluh darah lainnya. Hipertensi dan AKI akibat scleroderma
mungkin sensitif terhadap pengobatan dengan inhibitor ACE.
AKI postrenal
Manajemen AKI postrenal membutuhkan kerjasama erat antara
nephrologist, urologi, dan radiologi. Gangguan pada leher uretra atau kandung
kemih biasanya dikelola awalnya oleh penempatan transurethral atau suprapubik

44
dari kateter kandung kemih, yang memberikan bantuan sementara sedangkan lesi
yang menghalangi diidentifikasi dan diobati secara definitif. Demikian pula,
obstruksi ureter dapat diobati awalnya oleh kateterisasi perkutan dari pelvis ginjal.
Memang, lesi yang menghalangi seringkali dapat diterapi perkutan (misalnya,
kalkulus, sloughed papilla) atau dilewati oleh penyisipan stent ureter (misalnya,
karsinoma). Kebanyakan pasien mengalami diuresis yang tepat selama beberapa
hari setelah relief obstruksi. Sekitar 5% dari pasien mengembangkan sindrom
garam-wasting sementara yang mungkin memerlukan pemberian natrium
intravena untuk menjaga tekanan darah.
Pada dasarnya tata laksana AKI sangat ditentukan oleh penyebab AKI dan
pada tahap apa AKI ditemukan. Jika ditemukan pada tahap prarenal dan inisiasi
(kriteria RIFLE R dan I), upaya yang dapat dilakukan adalah tata laksana optimal
penyakit dasar untuk mencegah pasien jatuh pada tahap AKI berikutnya. Upaya
ini meliputi rehidrasi bila penyebab AKI adalah prarenal/hipovolemia, terapi
sepsis, penghentian zat nefrotoksik, koreksi obstruksi pascarenal, dan meng-
hindari penggunaan zat nefrotoksik. Pemantauan asupan dan pengeluaran cairan
harus dilakukan secara rutin. Selama tahap poliuria (tahap pemeliharaan dan awal
perbaikan), beberapa pasien dapat mengalami defisit cairan yang cukup berarti,
sehingga pemantauan ketat serta pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit
harus dilakukan secara cermat. Substitusi cairan harus diawasi secara ketat dengan
pedoman volume urin yang diukur secara serial, serta elektrolit urin dan serum.
TERAPI NUTRISI
Kebutuhan nutrisi pasien AKI bervariasi tergantung dari penyakit
dasarnya dan kondisi komorbid yang dijumpai. Sebuah sistem klasifikasi
pemberian nutrisi berdasarkan status katabolisme diajukan oleh Druml pada
tahun 2005 dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 6. Klasifikasi Kebutuhan Nutrisi Pasien AKI
Katabolisme
Variabel
Ringan Sedang Berat

45
Contoh Toksik karena Pembedahan +/- Sepsis, ARDS,
keadaan klinis Obat Infeksi MODS

Dialisis Jarang Sesuai Sering


kebutuhan

Rute pemberian Oral Enteral +/- Enteral +/-


Nutrisi parenteral Parenteral

Rekomendasi 20-25 25-30 25-30


Energy kkal/kg/BBari kkal/kg/BBari kkal/kg/BBari

Sumber energy Glukosa 3-5 Glukosa 3-5 Glukosa 3-5


g/kgBB/hari g/kgBB/hari g/kgBB/hari
Lemak 0,5-1 Lemak 0,8-1,2
g/kgBB/hari g/kgBB/hari

Kebutuhan 0,6-1 0,8-1,2 1,0-1,5


Protein g/kgBB/hari g/kgBB/hari g/kgBB/hari

Pemberian Makanan Formula enteral Formula enteral


Nutrisi Glukosa 50- Glukosa 50-
70% 70%
Lemak 10-20% Lemak 10-20%
AA 6,5-10 % AA 6,5-10 %
Mikronutrien Mikronutrien

Adapun kriteria untuk memulai terapi pengganti ginal pada pasien


kritis dengan gangguan ginal akut adalah :
a. Oliguria : produksi urin < 2000 ml dalam 12 jam
b. Anuria : produksi urin < 50 ml dalam 12 jam
c. Hiperkalemia : Kadar potassium > 6.5 mmol/L
d. Asidemia (keracunan asam) yang berat : pH < 7.0

46
e. Azotemia : kadar urea > 30 mmol/L
f. Ensefalopati uremikum
g. Neuropati / miopati uremikum
h. Pericarditis uremikum
i. Natrium abnormalitas plasma : konsentrasi > 155 mmol/L atau <120
mmol/L
j. Hipertermia
k. Keracunan obat
KOMPLIKASI
Komplikasi terkait AKI tergantung dari keberatan AKI dan kondisi
terkait AKI yang ringan dan sedang mungkin secara keseluruhan asimtomatik
khususnya saat awal. Pada tabel berikut dijelaskan komplikasi yang sering
terjadi dan penangannya untuk AKI.
Tabel.7 Komplikasi dan penanganan pada AKI

Komplikasi Pengobatan

Kelebihan volume
Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (<1L/hari)
intravaskuler
Furosemid, ultrafiltrasi atau dialysis

Hiponatremia
Batasi asupan air (< 1 L/hari), hindari
infuse larutan hipotonik.
Hiperkalemia
Batasi asupan diet K (<40 mmol/hari), hindari diuretic
hemat kalium

Asidosis metabolic Natrium bikarbonat (upayakan bikarbonat serum > 15


mmol/L, pH >7.2 )

Batasi asupan diet fosfat (<800 mg/hari)


Hiperfosfatemia
Obat pengikat fosfat (kalsium asetat, kalsium karbonat)

Hipokalsemia Kalsium karbonat; kalsium glukonat ( 10-20 ml larutan

47
10% )
Batasi asupan protein (0,8-1 g/kgBB/hari) jika tidak
dalam kondisi katabolic

Nutrisi
Karbohidrat 100 g/hari

Nutrisi enteral atau parenteral, jika perjalanan lama atau


katabolic

PENCEGAHAN
Pencegahan AKI terbaik adalah dengan memperhatikan status
hemodinamik seorang pasien, mempertahankan keseimbangan cairan dan
mencegah penggunaan zat nefrotoksik maupun obat yang dapat mengganggu
kompensasi ginjal pada seseorang dengan gangguan fungsi ginjal. Dopamin dosis
ginjal maupun diuretik tidak terbukti efektif mencegah terjadinya AKI.
PROGNOSIS
Mortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat gagal
ginjal. Perlu diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya,
adanya infeksi yang menyertai, perdarahan gastrointestinal, penyebab yang
berat akan memperburuk prognosa. Penyebab kematian tersering adalah infeksi
(30-50%), perdarahan terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%),
gagal nafas (15%), dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi,
septikemia, dan sebagainya. Pasien dengan GGA yang menjalani dialysis
angka kematiannya sebesar 50-60%, karena itu pencegahan, diagnosis dini, dan
terapi dini perlu ditekankan.
(indriana triastuti, i. b. (2017). Acut kidney injury. simdos.)
B. UROLITHIASIS
DEFINISI
Batu saluran kemih adalah massa keras yang berkembang dari kristal-
kristal yang terpisah dari urin ketika berada dalam traktus urinarius. Normalnya,
urin mengandung bahan kimia untuk mencegah atau menghambat pembentukan

48
kristal tersebut. Akan tetapi, penghambat tersebut tidak bekerja pada semua orang,
jadi pada orang-orang tersebut batu tetap terbentuk. Jika kristal yang terbentuk
cukup kecil, maka batu kristal tersebut akan keluar dari tubuh melalui traktus
urinarius tanpa diketahui.Batu saluran kemih bias mengandung campuran
berbagai bahan kimia. Jenis yang paling umum mengandung kalsium dengan
kombinasi oksalat atau fosfat. Bahan kimia tersebut merupakan sesuatu yang
normal pada diet seseorang dan membentuk bagian tubuh yang penting seperti
tulang dan otot.
Jenis yang lebih jarang adalah jenis batu yang terbentuk akibat infeksi pada
saluran kemih. Jenis batu ini disebut struvite (infection stone). Jenis yang lain
adalah batu asam urat yang cukup jarang dan batu cystine adalah jenis yang
langka.
Urolithiasis adalah istilah medis yang digunakan untuk batu yang terbentuk
pada traktus urinarius. Istilah lain biasa digunakan adalah penyakit batu saluran
kemih dan nephrolithiasis. Dokter juga menggunakan istilah untuk menjelaskan
lokasi batu pada traktus urinarius. Sebagai contoh, batu pada ureter disebut
uerterolithiasis.
ETIOLOGI
Cystinuria dan hiperoksaluria adalah dua jenis kelainan metabolik yang
diturunkan dan langka yang dapat menyebabkan pembentukan batu. Pada
cystinuria, terlalu banyak asam amino yang tidak terlarut dalam urin, saling
berikatan, menyebabkan pembentukan batu yang terbentuk dari cystine. Pada
pasien hiperoksaluria, tubuh terlalu banyak memproduksi oksalat, yaitu sejenis
garam. Ketika urin mengandung oksalat daripada yang bisa terlarut, kristal
kemudian menetap dan membentuk batu.
Hiperkalsiuria adalah diturunkan, dan kemungkinan menyebabkan
pembentukan batu pada lebih dari setengah pasien. Kalsium diserap dari makanan
secara berlebihan dan dikeluarkan melalui urin. Kadar kalsium yang tinggi dalam
urin menyebabkan pembentukan kristal kalsium oksalat atau kalsium fosfat dalam
ginjal atau di tempat lain pada traktus urinarius.

49
Penyebab lain batu saluran kemih adalah hiperurikosuria, yang merupakan
kelainan metabolism asam urat (gout), intake vitamin D yang berlebihan, infeksi
saluran kemih, penyumbatan saluran kemih. Diuretik tertentu, yang biasa disebut
water pill, dan antasid berbahan dasar kalsium bisa mempertinggi pembentukan
batu saluran kemih akibat peningkatan kalsium di
urin.
Batu kalsium oksalat bisa terbentuk pada
orang yang memiliki inflamasi usus kronik atau
yang telah mengalami operasi bypass intestinal,
atau operasi ostomy. Seperti yang disebutkan
sebelumnya batu struvite bisa terbentuk pada
orang yang menderita infeksi saluran kemih.
Orang yang menggunakan inhibitor protease
indinavir, obat yang digunakan untuk menangani infeksi HIV, juga mengalami
penigkatan resiko pembentukan batu ginjal.
EPIDEMIOLOGI
Sampai 10% pria kaukasoid akan memiliki batu saluran kemih pada usia
70 tahun. Dalam 1 tahun akan terbentuk kalsium oksalat, 10% dari pria akan
membentuk batu kalsium oksalat lainnya, dan 50% akan membentuk jenis batu
lainnya dalam 10 tahun. Prevalensi penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh
factor intrinsic individual (jenis kelamin, umur, keturunan) dan factor ekstrinsik
(lokasi geografis, iklim, dan musim intake air, diet, pekerjaan). Kombinasi faktor-
faktor tersebut sering memiliki kontribusi dalam pembentukan batu saluran
kemih.

PATOMEKANISME
Batu bisa terbentuk karena urin menjadi terlalu tersaturasi dengan garam-
garam yang bisa membentuk batu atau urin kekurangan penghambat normal
pembentukan batu seperti sitrat. Sitrat dapat berikatan dengan kalsium yang
biasanya terlibat dalam pembentukan batu. Sekitar 80% dari batu saluran kemih
mengandung kalsium dan sisanya bisa berupa bermacam substansi seperti asam

50
urat, cystine, dan struvite. Batu saluran kemih lebih umum pada orang-orang
dengan kelainan tertentu (seperti hiperparatiroidisme dan short bowel syndrome)
dan pada orang-orang dengan diet tinggi protein atau vitamin C atau yang tidak
mengkonsumsi cukup air atau kalsium. Orang-orang dengan riwayat keluarga
pembentukan batu saluran kemih mungkin memiliki batu kalsium dan lebih
sering. Batu struvite adalah campuran magnesium, ammonium, dan fosfat, juga
disebut infection stone karena hanya terbentuk pada urin terinfeksi.

MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda bergantung pada lokasi batu. Pasien dengan batu gunjal
(nephrolithiasis) akan merasa pegal dan kolik pada daerah sudut kostovertebralis
(costovertebra angle = CVAi). Pada pemeriksaan fisis didapatkan nyeri tekan dan
nyeri ketok CVA. Bila terjadi hidronefrosis akan teraba adanya massa. Dapat
terjadi infeksi dan bila terjadi sepsis akan demam, menggigil serta apatis. Gejala
traktus digestivus seperti nausea, vomitus, dan distensi abdomen dapat terjadi
karena ileus paralitik. Hematuria dapat terjadi secara mikro (90%) atau makro
(10%).
Pada pasien dengan batu ureter (ureterolithiasis) terdapat nyeri
mendadakyang disebabkan batu yang lewat, rasa sakit berupa pegal di CVA atau
kolik yang menjalar ke perutnbawah sesuai lokasi batu dalam ureter. Pada pria
rasa sakit akan menjalar ke testis bila batu di ureter proksimal atau vulva pada
wanita dank e skrotum pada batu di ureter distal. Dapat pula terjadi gangguan
traktus digestivus. Bila batu sudah menetap di ureter hanya ditemukan rasa pegal
pada CVA karena bendungan. Pasien yang mengalami kolik tampak gelisah dan
kulitnya basah dan dingin. Pada pemeriksaan fisis ditemukan nyeri tekan dan
nyeri ketok CVA, spasme otot-otot abdomen, testis hipersensitif, dan skrotum
hipersensitif. Nila batu menetap di ureter hanya ditemukan nyeri tekan dan nyeri
ketok atau tidak ditemukan kelainan sama sekali.
Pada pasien dengan batu buli-buli (vesicolithiasis0 terdapat gejala miksi
yang lancer tiba-tiba terhenti dan terasa sakit yang menjalar ke penis. Miksi

51
yangterhenti itu dapat lancer kembali bila posis diubah. Bila hal ini terjadi pada
anak-anak, mereka akan berguling-guling dan menarik-narik penisnya. Bila terjadi
infeksi ditemukan tanda-tanda sistitis hingga hematuria. Pada pemeriksaan fisis
ditemukan nyeri supra simfisis karena infeksi atau teraba massa karena retensi
urin. Batu yang besar yang dapat diraba bimanual.
Pasien dengan batu urethra dapat mengalami miksi yang tiba-tiba terhenti
disertai rasa sakit yang hebat pada glans penis, batang penis, perineum, dan
rectum. Rasa sakit dapat membimbing kea rah lokasi di mana batu teradapat
tertahan dalam urethra:
a. Glans penis – fossa navicularis
b. Urethra anterior – lokasi batu
c. Perineum dan rectum – bulbus urethra dan urethra pars prostatica

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium dearah yang sebaiknya dilakukan adalah
pemeriksaan darah perifer lengkap dan fungsi ginjal.
b. Pada pemeriksaa urinalisa bila pH >7.6 biasanya ditemukan urea splitting
yang menyebabkan batu anorganik sedangkan pH asam menyebabkan batu
organic (batu asam urat). Dapat pula ditemukan sedimen, hematuria
mikroskopik (90%), dan bila terjadi infeksi leukosit akan meningkat.
Pemeriksaan untuk mencari penyebab antara lain dapat diukur ekskresi Ca,
fosfor, asam urat dalam urin 24 jam.
c. Pada pemeriksaan BNO-IVP terlihat lokasi, ukuran, jumlah batu dan
melihat adanya bendungan. Urutan yang paling radiopaque hingga
radiolucent pada BNO adalah; kalsium fosfat, kalsium oksalat, magnesium
ammonium fosfat, cystine, asam urat, dan xantin. Pada batu buli-buli
tampak susunan batu berlapis-lapis seperti bawang, terletak di garis
tengah, dan bila ada pembesaran prostat maka batu terletak lebih tinggi.
Pada gangguan fungsi ginjal, IVP tidak dilakukan sehingga dilakukan
retrograde pielografi atau bila hasil pielografi retrograde tidak memadai
dilanjutkan dengan pielografi antrograd.

52
Helical (juga disebut spiral) computed tomography (CT) bisa dilakukan
tanpa menggunakan kontras. CT bisa menentukan lokasi dan menentukan
di mana batu menyumbat traktus urinarius.
Ultrasonografi adalah pemeriksaan alternatif selain CT dan tidak
mengekspos penderita dengan radiasi. Tetapi dengan ultrasonografi bisa
melewatkan batu kecil (terutama yang teletak di ureter), lokasi
pemyumbatan.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dapat dengan:
a. Operasi terbuka
b. Operasi endoskopik (PNCL, URS-lithotrpsy, lithotripsy mekanik, dll)
c. Extra Corporeal Shockwave Lithotrpsy
Terapi konservatif dengan pemberian diuretik hanya dapat dilakukan pada batu
ureter yang berukuran diameter <5mm dengan hidronefrosis ringan yang nyeri
koliknya sudah diatasi.

PROGNOSIS
Prognosis batu sakuran kemih tergantung dari faktor-faktor antara lain:
a. Besar batu
b. Letak batu
c. Adanya infeksi
d. Adanya obstruksi
Makin besar batu makin jelek prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan
obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan
adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi
ginal sehingga prognosisnya makin jelek.
(Oxford Handbook of Urology 1st ed
Chaidrir Arif Mochtar & Gaol Lumban Hasriani. Kapita Seleksi Kedokteran. Ed.
IV. Jilid I. Batu Saluran Kemih. Hal 277 & 229)

53
C. GAGAL GINJAL KRONIK
DEFINISI
Ginjal adalah salah satu organ utama system kemih atau uriner yang
bertugas menyaring dan membuang cairan sampah metabolisme dari dalam tubuh.
Seperti diketahui, setelah sel –sel tubuh mengubah makanan menjadi energi, maka
akan dihasilkan pula sampah sebagai hasil sampingan dari proses metabolisme
tersebut yang harus dibuang segera agar tidak meracunia tubuh. Sebagian lagi
melalui ginjal bersama urin, dan sisanya melalui kulit dibawah keringat.
Ginjal bertugas menyaring zat –zat buangan yang dibawa darah agar darah
tetap bersih, dan membuang sampah metabolic tersebut agar sel –sel tubuh tidak
menjadi loyo akibat keracunan. Zat – zat tersebut berasal dari proses normal
pengolahan makanan yang dikonsumsi, dan dari pemecahan jaringan otot setelah
melakukan suatu kegiatan fisik. Tubuh akan memakai makanan sebagai energi
dan perbaikan jaringan sel tubuh. Setelah tubuh mengambil secukupnya dari
makanan tersebut sesuai dengan keperluan untuk mendukung kegiatan, sisanya
akan dikirim ke dalam darah untuk kemudian disaring diginjal.
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari
3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria. Diagnosis penykit ginjal kronik adalah apabila laju filtrasi glomerulus
(LFG) kurang dari 60ml/menit/1,73m². Klasifikasi penyakit ginjal kronik
didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat penyakit dan atas dasar diagnosis
etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang
dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault :
LFG (ml/menit/1,73m²) = ( 140 – umur ) x berat badan *)
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Kriteria penyakit ginjal kronik
Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan
manifestasi:

54
 Kelainan patologis
 Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah
atau urin, atau kelainan dalam proses pencitraan
Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m² selama 3 bulan,
dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Tabel 8. Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit


Derajat Penjelasan LFG (ml/menit/1,73m²)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG ≥ 90
normal atau naik
2 Kerusakan ginjal dengan LFG turun 60 – 89
ringan
3 Kerusakan gunjal dengan LFG turun 30 – 59
sedang
4 Kerusakan ginjal dengan LFG turun 15 – 29
berat
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Pembedaan ini tidak selalu sama di seluruh dunia, tetapi ada baiknya
dibedakan satu sama lain untuk mencegah kesimpang siuran. Istilah azotemia
menunjukan peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah, akan tetapi belum ada
gejala gagal ginjal yang nyata. Sedangkan uremia adalah fase simtomatik gagal
ginjal di mana gejala ginjal dapat dideteksi dengan jelas.
ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik merupakan kelanjutan dari beberapa jenis penyakit sebagai
berikut :
a. Penyakit jaringan ginjal kronis seperti glomerulonefritis.
Glomerulonefritis atau yang biasa disebut radang pada glomerulus (unit
penyaring ginjal) dapat merusak ginjal, sehingga ginjal tidak bisa lagi
menyaring zat-zat sisa metabolisme tubuh dan menjadi penyebab gagal
ginjal.

55
b. Penyakit endokrin misalnya komplikasi diabetes, diabetes tipe 1 dan tipe
2.
c. Infeksi kronis, misalnya pielonefritis dan tuberkulosis. Pielonefritis adalah
infeksi bakteri pada salah satu atau kedua ginjal.
d. Kelainan bawaan seperti kista ginjal.
e. Obstruksi ginjal, misalnya batu ginjal.
f. Penyakit vaskuler seperti nefrosklerosis dan penyakit darah tinggi.
Nefrosklerosis Maligna adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan
tekanan darah tinggi (hipertensi maligna), maligna atau penurunan
tekanan darah yang berlebihan menyebabkan aliran darah ginjal berkurang
sehingga arteri-arteri yang terkecil (arteriola) di dalam ginjal mengalami
kerusakan dan dengan segera terjadi gagal ginjal.
g. Penyakit jaringan pengikat misalnya lupus. Lupus ini terjadi ketika
antibodi dan komplemen terbentuk di ginjal yang menyebabkan terjadinya
proses peradangan yang biasanya menyebabkan sindrom nefrotik
(pengeluaran protein yang besar) dan dapat cepat menjadi penyebab gagal
ginjal.
h. Obat – obatan yang merusak ginjal misalnya pemberian terapi
aminoglikosida dalam jangka panjang

Semua faktor tersebut akan merusak jaringan ginjal secara bertahap dan
menyebabkan gagalnya ginjal. Apabila seseorang menderita gagal ginjal akut
yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan, maka akan terbentuk gagal
ginjal kronik.
PATOGENESIS
Penurunan cadangan ginjal (LFG antar 50 % – 80 %). Tahap inilah yang
paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum
merasasakan gejala - gejala dan pemeriksaan LFG masih dalam batas normal.
Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam
batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya

56
dapat diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes
pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % – 50 %). Pada tahap ini penderita
dapat melakukan tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun.
Pada stadium ini pengobatan harus cepat dalam hal mengatasi kekurangan cairan,
kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat - obatan
yang bersifat mengganggu faal ginjal. Bila langkah - langkah ini dilakukan
secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih
berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar
BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda - beda, tergantung dari kadar protein dalam diit. Pada stadium ini kadar
kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang
terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih
dari 3 liter / hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal
diantara 5 % – 25 % . faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala
kekurangan darah, tekanan darah akan naik, aktifitas penderita mulai terganggu.
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %). Semua gejala sudah
jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak dapat melakukan tugas
sehari - hari sebagaimana mestinya. Gejala - gejala yang timbul antara lain mual,
muntah, nafsu makan berkurang, sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih
berkurang, kurang tidur, kejang - kejang dan akhirnya terjadi penurunan
kesadaran sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa
nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin
mungkin sebesar 5 - 10 ml / menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan
sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita
mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi
mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita
biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/ hari karena

57
kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula - mula menyerang tubulus
ginjal,
Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan
gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam
tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia
mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
PATOFISIOLOGIS
Patofisiologi penyakit ginjal kronik sebenarnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi
kurang lebih sama.
Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai
oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Hal ini mengakibatkan
terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh penigkatan tekanan kapiler dan aliran
darah glomelurus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh
proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya
diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi.
Adanya peningkatan aktivitas aksis renin renin - angiostein – aldosteron,
sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β.
Beberapa penyakit yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas.
Penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.
Terdapat varibialitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis
glomelurus maupun tubulointerstitial.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
kreartinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60 %, pasien masih belum merasakan
keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin

58
serum. Sampai pada LFG sebesar 30 %, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti,
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan.
Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda
uremia yang nyataseperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih infeksi saluran
pernapasan maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan
keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan
elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi
gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal antara lain dialisis atau transplatasi ginjal. Pada keadaan ini
pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.

EPIDEMIOLOGI
Banyaknya pasien gagal ginjal kronik yang tak bergejala atau dirujuk
menyebabkan sulitnya mengetahui prevalensi gagal ginjal kronik dengan tepat.
Angka yang lebih tepat adalah banyaknya pasien gagal ginjal kronik yang masuk
fase terminal oleh karena memerlukan atau sedang menjalani dialisis. Dari data
yang didasarkan atas kreatinin serum abnormal, saat ini diperkirakan pasien gagal
ginjal kronik adalah sekitar 2000 per juta penduduk. Kebanyakan diantara pasien
ini tidak memerlukan pengobatan pengganti, karena sudah terlebih dahulu
meninggal oleh sebab lain. Dibandingkan dengan penyakit jantung koroner, strok,
DM, dan kanker, angka ini jauh lebih kecil, akan tetapi menimbulkan masalah
besar oleh karena pengobatannya sangat mahal.
Data dan studi epidemiologis tentang gagal ginjal kronik di Indonesia
dapat dikatakan tidak ada. Yang ada tetapi juga langka, adalah studi atau data
epidemiologis klinis. Pada saat ini tak dapat dikemukakan pola prevalensi di
Indonesia, demikian pula pola pola morbiditas dan mortalitas. Data klinis yang
ada, berasal dari RS rujukan nasional, RS rujukan propinsi dan RS swasta
spesifik. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa data tersebut berasal dari
kelompok khusus.

59
GEJALA KLINIS
a. Ginjal dan sistem urin : semula perubahan berupa tekanan darah rendah,
mulut kering, tonus kulit hilang, lesu, lelah, mual dan terakhir bingung.
Karena ginjal kehilangan kesanggupan mengekskresikan natrium,
penderita akan mengalami retensi natrium dan kelebihan natrium,
sehingga penderita mengalami iritasi dan menjadi lemah. Keluaran urin
mengalami penurunan serta mempengaruhi komposisi kimianya.
b. Jantung dan sirkulasi darah : gagal ginjal berlanjut menjadi tekanan darah
tinggi, detak jantung menjadi ireguler, pembengkakan gagal jantung
kongestif.
c. Alat pernapasan : paru –paru mengalami perubahan dengan sangat rentan
terhadap infeksi, terjadi akumulasi cairan, kesakitan pneumonia serta
kesulitan bernafas karena adanya gagal jantung kongesif.
d. Saluran pencernaan : terjadi peradangan dan ulserasi pada sebagian besar
alat saluran pencernaan. Gejala lainnya adalah terasa metal di mulut, nafas
bau amoniak, nafsu makan menurun, mual dan muntah.
e. Kulit : sangat karakteristik kulit menjadi pucat, coklat kebiruan, kering,
dan bersisik. Kuku jari tangan menjadi tipis, rapuh, rambut kering dan
mudah pata, perubahan warna dan mudah rontok.
f. Sistem saraf : sindrome tungkai bergerak – gerak salah satu pertanda
kerusakan saraf, rasa sakit, seperti terbakar, gatal pada kaki dan tungkai.
Dapat dikurangi dengan menggerak – gerakan atau memutar – mutarnya.
Juga dijumpai otot menjadi kram dan bergerak – gerak, daya ingat
berkurang, perhatian berkurang, mengantuk, iritabilitas, bingung, koma,
dan kejang. Dokter akan memeriksa gelombang otak guna menunjukan
adanya kerusakan.
g. Kelenjar endokrin : gagal ginjal kronis memberikan pertumbuhan lambat
pada anak – anak, kurang subur serta nafsu seksual menurun bagi kedua
jenis kelaamin, menstruasi berkurang bahkan dapat berhenti sama sekali,
impotensa dan produksi sperma menurun serta peningkatan kadar gula
darah seperti pada diabetes.

60
h. Perubahan darah : anemia, penurunan umur sel darah merah, kehilangan
darah sewaktu dialisis dan pendarahan saluran pencernaan, serta gangguan
pembekuan darah.
i. Otot dan tulang: ketidakseimbangan mineral dan hormon menyebabkan
otot dan tulang terasa sakit, kehilangan tulang, mudah patah, deposit
kalsium di dalam otak , mata, gusi, persendian, jantung bagian dalam, dan
pembuluh darah. Klasifikasi arteri akan mengakibatkan penyakit jantung
koroner. Pada anak – anak dijumpai pengapuran ginjal.

GAMBARAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium dilaksanakan untuk menetapkan adanya gagal
ginjal kronik, menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat gagal
ginjal kronik, menetapkan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi.
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan LFG. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa
digunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah.
d. Kelainan urinalisasi.

Pemeriksaan – pemeriksaan yang umumnya dianggap menunjang


kemungkinan adanya suatu gagal ginjal kronik adalah :
a. Laju endap darah meninggi yang diperberat oleh adanya anemi dan
hipoalbuminemia.
b. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang menurun.
c. Ureum darah dan kreatinin serum meninggi.
Biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin lebih kurang 20 : 1.
Perbandingan ini bisa meninggi (ureum > kreatinin) pada perdarahan
saluran cerna, demam, luka bakar luas, penyakit berat dengan
hiperkatabolisme, pengobatan steroid dan obstruksi saluran kemih.

61
Perbandingan ini berkurang (ureum > kreatinin), pada diet rendah protein
(TKU) dan tes kliren kreatinin (TKK) menurun.
d. Hiponatremia, umumnya karena kelebihan cairan.
e. Hiperkalemia biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut (TKK < 5 ml/menit)
bersama dengan menurunnya diuresis. Hipokalemia terjadi pada penyakit
ginjal tubuler atau pemakaian diuretik yang berlebihan.
f. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
Hipokalsemia terutama terjadi akibat berkurangnya absorbsi kalsium di
dalam usus halus karena berkurangnya sintesis 1,25 (OH)2.
Hiperfosfatemia terjadi akibat gangguan fungsi ginjal sehingga
pengeluaran fosfor berkurang. Antara hipokalasemia, hiperfosfatemia,
vitamin D, parathormon serta metabolisme tulang terdapat hubungan
saling mempengaruhi.
g. Fosfatase lindi meninggi, akibat gangguan metabolisme tulang, yang
meninggi terutama isoensim fosfatalase lindi tulang.
h. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diit yang tidak cukup / rendah protein.
i. Peninggian gula darah akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada
gagal ginjal, yang diperkirakan desebabkan oleh intoleransi terhadap
glukosa akibat resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer
dan pengaruh hormon somatotropik.
j. Hipertrigliseridemia, akibat gangguan metabolisme lemak, yang
disebabkan oleh peninggian hormon insulin, hormon somatotropik dan
menurunnya lipapase lipoprotein.
k. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang
menurun, “base exercise” (BE) yang menurun, HCO³ yang menurun dan
PCO₂ yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam –asam organik
pada gagal ginjal dan kompensasi paru – paru.

DIAGNOSA

62
Bila gagal ginjal kronik telah bergejala maka umumnya diagnosis tidak
sukar ditegakkan. Gejala dan tanda gagal ginjal kronik sebaiknya dibicarakan
sesuai dengan gangguan sistem yang timbul.
Gangguan sistem pada gagal ginjal kronik :
a. Gastrointestinal
1. Anoreksia, nausea, dan vomitus, yang berhubungan dengan
gangguan metabolisme protein di dalam usus, terbentuknya zat –
zat toksik akibat metabolisme bakteri usus seperti amonia dan
metil guanidin, serta sembabnya mukosa usus.
2. Foetor uremicum disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air
liur diubah oleh bakteri di mulut menjadi amonia sehingga nafas
berbau amonia. Akibat yang lain adalah timbulnya stomatitis dan
parotitis.
3. Cegukan (hiccup), sebabnya yang pasti belum diketahui.
4. Gastritis erosevia, ulkus peptikum dan kolitis uremika.
b. Kulit
1. Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan
akibat penimbunan urochrome.
2. Gatal – gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik dan
pengendapan kalsium di pori – pori kulit.
3. Echymosis akibat gangguan hematologik.
4. Urea fost : akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat.
5. Bekas – bekas garukan karena gatal.
c. Hematologik
1. Anemia normokrom, normositer.
- Berkurangnya produksi eritropetin, sehingga rangsangan
eritropoesis pada sumsum tulang menurun .
- Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam
suasana toksik uremia.
- Defisiensi besi, asam folat, akibat nafsu makan yang
berkurang.

63
- Perdarahan pada saluran pncernaan kulit.
- Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroit sekunder.
2. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia.
- Masa pendarahan memanjang.
- Perdarahan akibat agregasi & adhesi trombosit yang
berkurang serta menurunnya faktor trombosit III ADP
(adenosine fosfat).
3. Gangguan leukosit.
- Hipersegmentasi lekosit.
- Fagositosis dan kemotaksis berkurang, hingga
memudahkan timbulnya infeksi.
d. Saraf dan Otot
1. “restless leg syndrome” : penderita merasa pegal di tungkai bawah dan
selalu menggerakkan kakinya.
2. “burning feet syndrome” : rasa semutan dan seperti terbakar, terutama
di telapak kaki.
3. Ensofalotpati metabolik :
- Lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi.
- Tremor, asteriksis, mioklonus.
- Kejang – kejang.
4. Miopati : kelemahan dan hipotrofi otot – otot terutama otot – otot
proksimal ekstremitas.
e. Kardiovaskuler
1. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan
aktifitas sistem renin – angiotensin – aldosteron.\
2. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardial,
penyakit jantung koroner (akibat aterosklerosis yang timbul dini), dan
gagal jantung (akibat penimbunan cairan dan hipertensi).
3. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit
dan klasifikasi metastastik.
4. Edema akibat penimbunan cairan.

64
f. Endokrin
1. Gangguan seksual : libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki –
laki akibat produksi testoseron dan spermatogenesis yang menurun,
juga dihubungkan dengan metabolit tertentu (zink, hormon
paratiroit). Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan
ovulasi sampai ameorrhoe.
2. Gangguan toleransi glukosa.
3. Gangguan metabolisme lemak.
4. Gangguan metabolisme vitamin D.
g. Gangguan lain
1. Tulang : osteoditrofirenal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa,
osteosklerosis, dan klasifikasi metastatik.
2. Asam basa : asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik
sebagai hasil metabolisme.
3. Elektrolit : hipokalsemia, hiperfosfatemia, hiperkalemia. Karena
pada gagal ginjal kronik telah terjadi gangguan keseimbangan
homeostatik pada seluruh tubuh maka gangguan pada suatu sistim
akan mempengaruhi sistim lain, sehingga suatu gangguan
metabolik dapat menimbulkan kelainan pada berbagai sistem /
organ tubuh.

IMPLIKASI TERHADAP GIZI


Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang telah berlangsung
lama. Gejala – gejalanya secara umum disebut sindroma uremik, gejala utamanya
adalah gejala gastro intestinal seperti rasa mual , muntah dan menurunnya nafsu
makan. Sehingga penderita umumnya berada dalam status gizi kurang. Penelitian
terbatas terhadap status gizi penderita gagal ginjal kronik tanpa hemodialisis
menunjukan bahwa dengan pengukuran antropometri 42,9% penderita berstatus
gizi baik, 50% penderita berada dalam status gizi kurang dan 7,1% berada dalam
status gizi buruk.
Kebutuhan makanan yang mempengaruhi gagal ginjal kronik :

65
a. Asupan protein yang konsisten dan terkendali adalah penting.
1. Protein tetap diperlukan sebagai zat pembangun tetapi asupan
terlalu banyak dapat menyebabkan kadar BUN meningkat dan
gejala uremia kembali. Oleh karena itu, ukuran porsi sebaiknya
ditimbang atau diukur terlebih dahulu dan sesudah itu secara
periodik di cek ketepatannya.
2. Kebutuhan protein dipenuhin secara tersebar sepanjang hari,
jangan hanya diberikan dalam satu hidangan.
b. Asupan kalori yang cukup adalah penting.
1. Kalori yang terlalu rendah akan meningkatkan katabolisme.
2. Bahan makanan sumber kalori tanpa protein, seperti mentega,
minyak dan kue – kue manis yang diperbolehkan dapat diberikan
secara bebas.
c. Bagi yang memerlukan pembatasan cairan.
1. Sumber cairan termasuk juga makanan yang mencair pada
temperatur kamar.
2. Cara yang mudah untuk mengukur masukan cairan adalah
menggunakan air yang berisi kebutuhan cairan total perhari dan
menempatkan pada lemari es. Cairan yang dikonsumsi, sesuai
dengan jumlah air yang ada dalam kan.
3. Untuk mengurangi haus, cobalah :
a) Permen (hard candies).
b) Air yang sangat dingin bukan air biasa.
c) Kumur dan jaga kebersihan mulut yang baik.
d. Bagi yang memerlukan pembatasan kalium.
1. Kebutuhan kalium didasarkan pada data laboratorium dan gejala
klinik, bahkan makanan disesuaikan dengan kesukaan / kebiasaan
makanan pasien.
2. Cara mengurangi kandungan kalium pada sayuran dan buah –
buahan : potong kecil – kecil, rendam satu malam, dan rebus dalam
air yang baru.

66
3. Ukuran porsi dibuat khusus sehingga setiap porsi mengandung kira
– kira jumlah protein, natrium dan kalium yang sama.
e. Pasien gagal ginjal yang dianjurkan banyak makan makanan manis (tinggi
CHO) untuk mencakupi asupan kalori, perlu diberi anjuran memperhatikan
higinie mulut untuk menghindari caries gigi.
f. Salah satu gejala sindroma uremik adalah menurunnya nafsu makan, maka
pasien dianjurkan untuk makan pagi yang baik. Karena uremia dapat
mengakibatkan indra cita rasa, pasien mungkin memilih makanan yang
sangat berbumbu.

TERAPI MEDIKA MENTOSA DAN GIZI


Terapi medika mentosa
1. Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah untuk mengendalikan gejala,
meminimalkan komplikasi dan memperlambat perkembangan penyakit.
Langkah yang dilakukan adalah mencari faktor – faktor pemburuk pada
gagal ginjal kronik:
a. Infeksi traktus urinarius.
b. Obstruksi traktus urinarius.
c. Hipertensi.
d. Gangguan perfusi/aliran darah ginjal.
e. Gangguan elektrolit.
f. Pemakaian obat – obat nefrotoksik, termasuk bahan kimia dan obat
tradisional.
Agen alkalinisasi (seperti natrium bikarbonat atau larutan Shohl),
pertukaran kation resin mengikat kalium, antibiotik, antasid alumunium
hidroksida atau alumunium karbonat untuk mengikat fosfor, agen
antihipertensi, dan diuretetik merupakan tindakan pengobatan yang paling
sering digunakan.
Dialisis diperlukan bila langkah – langkah ini, yang
dikombinasikan dengan pembatasan diet, tidak cukup untuk mencegah

67
atau mengontrol hiperkalemia, kejenuhan cairan, uremia simtomatik
(mengantuk, mual, muntah dan tremor), atau kenaikan yang cepat dari
kadar BUN dan kreatinin. Walaupun hemodialisis banyak digunakan,
semakin banyak jumlah pasien yang memakai CAPD (chronic ambulatory
peritoneal dialysis) atau CCPD (continuous cycling peritoneal dialysis),
yang dilakukan setiap hari dan sangat populer karena mudah dilakukan
untuk pasien rawat jalan.
2. Pencucian darah
Cuci darah (dialisis) ada 2 macam , prinsip kerjanya berdasarkan
proses difusi osmosis:
a. Hemodialisis : dipergunakan membran semipermeabel buatan
(dialiser).
b. Peritoneal dialisis : menggunakan selaput dinding perut
(peritoneum) pasien sendiri sebagai membran semipermiabel.
Sisa metabolisme (racun –racun seperti ureum dan kreatinin) akan
berpindah dari pasien ke cairan dialisat setelah melalui membran tersebut,
sehingga darah pasien menjadi bersih.
Pada gagal ginjal kronik diperlukan terapi cuci darah seumur hidup
sebagai terapi pengganti ginjal kecuali dilakukan operasi cangkok ginjal
untuk mengganti ginjal yang rusak.
Idealnya cuci darah dilakukan 2 – 3 kali dalam seminggu. Apabila
pasien ingin mengurangi frekuensi dialisis, maka harus membatasi diet
protein dan air lebih ketat, yang mempunyai konsekuensi terjadi malnutrisi
kurang disarankan. Penundaan cuci darah dapat berisiko terjadi komplikasi
seperti pembengkakan paru – paru, kejang – kejang, penurunan kesadaran,
gangguan elektrolit yang berat, perdarahan saluran cerna, gagal jantung
bahkan bisa menimbulkan kematian.
3. Transplantasi ginjal atau pencangkokan ginjal
Transplatasi ginjal adalah terapi pengganti ginjal yang melibatkan
pencangkokan ginjal dari orang hidup atau mati kepada orang yang
membutuhkan. Transplatasi ginjal adalah terapi pilihan untuk sebagian

68
besar pasien dengan gagal ginjal kronik. Transplatasi ginjal menjadi
pilihan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Transplatasi ginjal biasanya diletakkan di fossa iliaka bukan
diletakkan di tempat ginjal yang asli, sehingga diperlukan pasokan darah
yang berbeda, sepeerti arteri renalis yang dihubungkan ke arteri iliaka
eksterna dan vena renalis yang dihubungkan ke vena iliaka ekstema.
Terdapat sejumlah komplikasi setelah transplatasi, seperti
penolakan (rejeksi), infeksi, sepsis, gangguan poliferasi limfa pasca
transplatasi, ketidakseimbangan elektrolit.

TERAPI GIZI
Seiring penderita gagal ginjal kronik mengalami mual dan muntah oleh
karena itu porsi makanan diusahakan kecil tapi bernilai gizi dan diberikan dalam
frekuensi yang lebih sering. Makanan dihidanhkan secara menarik, bervariasi,
sesuai dengan kebutuhan penderita. Karena penderita sering mengalami malnutrisi
maka perlu diperhatikan asupan energi dan protein. Karbohidrat, protein, dan
lemak merupakan sumber energi. Pemenuhan asupan energi terutama diperoleh
dari bahan makanan pokok. Masukan yang adekuat sangat diperlukan untuk
mencapai status gizi optinal.
Keadaan gizi penderita gagal ginjal kronik sangat penting untuk
dipertahankan dan ditingkatkan . Tujuan diet untuk pasien gagal ginjal kronik
adalah :
1. Mencukupi kebutuhan protein untuk menjaga keseimbangan nitrogen dan
juga mencegah berlebihnya akumulasi sisa metabolisme diantara dialysis.
2. Memberikan cukup energi untuk mencegah katabolisme jaringan tubuh.
3. Mengatur asupan natrium untuk mengantisipasi tekanan darah dan oedem.
4. Membatasi asupan kalium untuk mencegah hiperkalemia.
5. Mengatur asupan cairan, untuk mencegah terjadinya kelebihan cairan di
antara dialysis.
6. Membatasi asupan phospor.

69
7. Mencukupi kebutuhan zat –zat gizi lainnya terutama vitamin – vitamin
yang larut dalam proses dialisis.

Syarat diet :

1. Energi cukup yaitu 30 - 35 kkal/kg BB. Asupan energi harus harus optimal
dari golongan bahan makanan non protein. Ini dimaksudkan untuk
mencegah gangguan protein sebagai sumber energi, bahan – bahan ini
biasa diperoleh dari minyak, mentega, margarin, gula, madu, sirup, jamu
dan lain – lain.
2. Protein 0,6 - 0,75 g/kg BB. Pembatasan protein dilakukan berdasarkan
berat badan, derajat insufisiensi renal, dan tipe dialisis yang akan dijalani.
Protein hewani lebih dianjurkan karena nilai biologisnya lebih tinggi
ketimbang protein nabati. Mutu protein dapat ditingkatkan dengan
memberikan asam amino esensial murni.
a. Diet protein rendah I : 30 g protein , untuk BB 50 kg.
b. Diet protein rendah II : 35 g protein, untuk BB 60 kg.
c. Diet protein rendah III : 40 g protein, untuk BB 65 kg

Sumber protein ini biasanya dari golongan hewani misalnya telur,


daging, ayam, ikan, susu, dan lain dalm jumlah sesuai anjuran. Untuk
meningkatkan kadar albuminnya diberikan bahan makanan tambahan
misalnya ekstrak lele atau dengan putih telur 4 kali sehari.
3. Lemak cukup 20 – 30 % dari total kebutuhan energi total. Diutamakan
lemak tidak jenuh ganda. Perbandingan lemak jenuh dan tk jenuh adalah
1:1.
4. Karbohidrat cukup, yaitu kebutuhan energi total dikurangi energi yang
berasal dari protein dan lemak. Karbohidrat yang diberikan pertama adalah
karbohidrat kompleks.
5. Natrium yang diberikan antara 1 – 3 g. Pembatasan natrium dapat
membantu mengatasi rasa haus, dengan demikian dapat mencegah
kelebihan asupan cairan. Bahan makanan tinggi natrium yang tidak

70
dianjurkan antara lain : bahan makanan yang dikalengkan. Garam natrium
yang ditambahkan ke dalam makanan seperti natrium bikarbonat atau soda
kue, natrium benzoate atau pengawetan buah, natrium nitrit atau sendawa
yang digunakan sebagai pengawet daging seperti pada “corner beff”.
6. Kalium dibatasi (40 – 70 mEq) apabila ada hiperkalemia (kalium daarah >
5,5 mEq), oligura, atau anuria. Makanan tinggi kalium adalah umbi, buah
– buahan, alpukat, pisang ambon, mangga, tomat, rebung, daun singkong,
daun papaya, bayam, kacang tanah, kacang hijau dan kacang kedelai.
7. Kalsium dan Phospor hendaknya dikontrol keadaan hipokalsium dan
hiperphosphatemi, ini untuk menghindari terjadinya hiperparathyroidisme
dan seminimal mingkin mencegah klasifikasi dari tulang dan jaringan
tubuh. Asupan phosphor 400 – 900 ml/hari, kalsium 1000 – 1400 mg/hari.
8. Cairan dibatasi yaitu sebanyak jumlah urin sehari ditambah pengeluaran
cairan melalui keringat dan pernapasan ( ± 500 ml )
9. Vitamin cukup, bila perlu diberikan suplemen piridoksin, asam folat ,
vitamin C, dan vitamin D.

Tabel 9. Bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan :


Bahan makanan Dianjurkan Tidak dianjurkan / dibatasi
Sumber karbohidrat Nasi, bihun, jagung,
kentang, makaroni, mie,
tepung – tepungan,
singkong, ubi, selai, madu,
permen.
Sumber protein Kacang – kacangan dan hasil
Telur, daging, ikan, ayam, olahannya, seperti tempe dan
susu. tahu.

Sumber lemak Kelapa, santan, minyak


kelapa; margarin, mentega
Minyak jagung, minyak biasa dan lemak hewan.

71
kacang tanah, minyak
kelapa sawit, minyak
Sumber vitamin dan kedelai; margarin dan Sayuran dan buah tinggi
mineral mentega rendah garam. kalium pada pasien dengan
hiperkalemia.
Semua sayuran dan buah,
kecuali pasien dengan
hiperkalemia dianjurkan
yang mengandung kalium
rendah / sedang.

(Dalam, P. A. P., & UI, F. (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6 Jilid 2.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2161-2166)

7. Jelaskan perspektif Islam berdasarkan scenario !

“Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik (dan) menyukai kebaikan, bersih (dan)
menyukai kebersihan, mulia (dan) menyukai kemuliaan, bagus (dan) menyukai
kebagusan. Oleh sebab itu, bersihkanlah lingkunganmu”. (HR. At- Tirmidzi)
”Agama Islam itu adalah agama yang bersih atau suci, maka hendaklah kamu
menjaga kebersihan. Sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali orang-orang
yang suci”. (HR. Baihaqiy)

72
DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian Anatomi.2016. Anatomi umum dan Colli Facialis.Fakultas Kedokteran


Universitas Hasanuddin
2. PaulsenF.& J. Waschke. Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Anatomi Umum
dan Muskuloskeletal. Penerjemah : Brahm U. Penerbit. Jakarta : EGC
3. Sherwood, Lauralee. 214. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8.
Jakarta : EGC.
4. Guyton, Hall JE. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta :
EGC
5. Janqueira, LC, Carnerio J. 2007. Histologi Dasar. Edisi 10. Jakarta : EGC
6. Murray, RK. 2014. Biokimia Harper. Edisi 29. Jakarta: EGC
7. Cerda J. Oliguria: an earlier and accurate biomarker of acute kidney injury.
Kidney Int. 2011;80(7):699-70
8. Almatsier,Sunita.Penuntun Diet.Jakarta.Gramedia:2004
9. Purnomo, B. Basuki. 2011. Dasar-dasar Urologi. Edisi Ketiga. Jakarta :
Sagung Seto
10. Oxford Handbook of Urology 1st ed
11. Chaidrir Arif Mochtar & Gaol Lumban Hasriani. Kapita Seleksi Kedokteran.
Ed. IV. Jilid I. Batu Saluran Kemih. Hal 277 & 229
12. Guyton & Hall,John E et all. 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi
Revisi Berwarna Ke-12. Elsevier.
13. Price, Sylvia A. and Lorraine M. Wilson, editor; Alih Bahasa, dr. Brahm U.
Pendit, dkk. Patofisiologi Volume II. Edisi 6. Jakarta : EGC; 2003
14. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Jakarta:
EGC

73
15. Meutia, Nuraiza. 2015. Peran Ghrelin dalam Meningkatkan Nafsu Makan.
Universitas Sumatera Utara, Hal. 3-5

16. Guyton & Hall, John E et all. 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi
Revisi Berwarna Ke-12. Elsevier.
17. John H. Holbrook. 2010. Weakness and Fatigue. Clinical Methods: The
History, Physical, and Laboratory Examinations. Edisi ketiga. Boston.
18. Dalam, P. A. P., & UI, F. (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6
Jilid 2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2161-2166
19. Corwin, EJ, editor. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC ; 2001.
20. Sukandar, Enday, editor. Nefrologi Klinik Edisi III. Bandung : Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FK UNPAD; 2006.
21. Price, Sylvia A. and Lorraine M. Wilson, editor; Alih Bahasa, dr. Brahm U.
Pendit, dkk. Patofisiologi Volume II. Edisi 6. Jakarta : EGC; 2003

74

Anda mungkin juga menyukai