Anda di halaman 1dari 25

Perencanaan dan Evaluasi Program Good Governance

Nama : Windra Yanti


Nim : G1D116093

Diajukan Untuk Melengkapi Ujian Akhir Perencanaan dan Evaluasi Kesehatan


Semester Ganjil Tahun Ajaran 2018/2019

Administrasi dan Kebijakan Kesehatan


Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Jambi
Desember 2018
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................................................... i
Daftar Isi ........................................................................................................................................... ii

BAB I (Good Governance)................................................................................................................. 1


1.1 Public Good Governance .......................................................................................................... 1
1.2 Public Good Governance di Institusi Kesehatan ...................................................................... 4
1.3 Permasalahan di Instansi Kesehatan (BPJS Kesehatan) ....................................................... 6

BAB II (Solusi Permasalahan) ...................................................................................................... 12

BAB III (Penjabaran Solusi) ......................................................................................................... 13


3.1 Transparansi dalam Pengelolaan Anggaran ........................................................................... 13
3.2 Sistem Perlindungan Saksi .................................................................................................... 13
3.3 Pendampingan dan Pengawasan APIP ................................................................................... 14
3.4 Sanksi Tegas atas Pemotongan, Pungli, dan Penyelewengan .............................................. 14

BAB IV (Rencana Kegiatan Solusi) ............................................................................................... 15


4.1 Tujuan dan Sasaran ................................................................................................................. 15
4.1.1 Tujuan Kegiatan ......................................................................................................... 15
4.1.2 Sasaran Kegiatan ........................................................................................................ 16

BAB V (Indikator dan Target Keberhasilan) ............................................................................... 17


5.1 Indikator Keberhasilan ........................................................................................................... 17
5.1.1 Indikator Output ………………………………..…………………………..……… 17
5.1.2 Indikator Outcome ...................................................................................................... 18

BAB VI (Penutup) ........................................................................................................................... 19


6.1 Kesimpulan …………………………………………………………………………………..19
6.2 Saran ....................................................................................................................................... 20

Daftar Pustaka ................................................................................................................................. 21

i
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya
penyusun mampu menyelesaikan tugas akhir. Guna memenuhi nilai akhir mata kuliah
Perencanaan dan Evaluasi Kesehatan.

Dalam penyusunan tugas ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun
penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.

Semoga Tugas ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Jambi. Saya
sadar bahwa Tugas ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk
itu, kepada dosen pengampu mata kuliah perencanaan dan evaluasi kesehatan ini, saya
menerima masukannya demi perbaikan tugas saya ini terimakasih.

Muaro Jambi, 17 Desember 2018

Windra Yanti
NIM. G1D116093

ii
BAB 1
Public Good Governance

1.1 Public Good Governance


Istilah “governance” menunjukkan suatu proses dimana rakyat bisa mengatur
ekonominya, istitusi dan sumber-sumber sosial yang tidak hanya dipergunakan untuk
pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan kohesi, integrasi, dan untuk
kesejahteraan masyarakat sendiri.
Governance diartikan sebagai mekanisme, praktek dan tata cara pemerintahan
dan masyarakat untuk mengatur sumber daya serta memecahkan masalah- masalah
publik. Dalam konsep governance, pemerintah hanya menjadi salah satu actor dan
tidak selalu menjadi aktor yang menentukan. Implikasi peran pemerintah sebagai
pembangunan maupun penyedia jasa layanan dan infrastruktur akan bergeser menjadi
bahan pendorong terciptanya lingkungan yang mampu memfasilitasi pihak lain di
komunitas. Governance menuntut redefinisi peran negara, dan itu berarti adanya
redefinisi pada peran warga. Adanya tuntutan yang lebih besar pada warga, antara
lain untuk memonitor akuntabilitas pemerintahan itu sendiri1,2. Di sisi lain pemerintah
juga harus mereformasi diri dari pemerintahan yang korupsi menjadi pemerintahan
yang bersih dan transparan.
Melalui Lembaga Administrasi Negara yang di kutip oleh Tingklisan
(2005:45) menyebutkan bahwa adanya hubungan sinergis konstruktif di antara
negara, sektor swasta atau privat dan masyarakat yang disusun dalam sembilan pokok
karakteristik Good Governance, yaitu :

1. Partisipasi (Participation): setiap warga negara mempunyai suara dalam


pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun secara intermediasi
institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini

1
dibangun atas dasar keabsahan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi
secara konstruktif.
2. Aturan Hukum (Rule of law): kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan
tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak asasi manusia.
3. Transparasi (Transparancy):Transparansi di bangun atas dasar keabsahan
arus informasi. Proses-proses, lembaga dan informasi yang secara langsung
dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan.
4. Daya Tanggap (Responsive): Lembaga-lembaga dan proses-proses harus
mencoba untuk melayani setiap stakeholders.
5. Berorientasi Konsensus (Consensus Orientations): Good governance menjadi
perantara kepentingan yang berbeda utntuk memperoleh pilihan terbaik bagi
kepentingan yang lebih luas, baik dalam kebijakan-kebijakan maupun
prosedur-prosedur.
6. Berkeadilan (Equity): Semua warga negara, baik laki-laki maupun
perempuam mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga
kesejahteraan mereka.
7. Efektifitas dan Efisiensi (Effectiveness and efficiency): Proses-proses dan
lembaga-lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan
dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin.
8. Akuntabilitas (Accountability): Para pembuat keputusan dalam
pemerintahakn, sektor swasta dan masyarakat bertanggung jawab kepada
publik dan lembaga- lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada
organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk
kepentingan internal atau eksternal organisasi.
9. Bervisi Strategis (Strategic vision): para pemimpin dan publik harus
mempunyai perspektif good governance dan pengembangan yang luas dan
jauh kedepan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan
semacam ini.

2
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa wujud good governance adalah
penyelenggaraan pemerintahan yang solid yang bertanggung jawab, serta efisien dan
efektif dengan menjaga kesinergisan interaksi yang positif diantara domain-domain
negara, sektor swasta dan masyarakat (LAN; 2000,8). Sebenarnya good governance
berkenaan dengan masalah bagaimana suatu organisasi jadi prinsipnya yaitu
implementasi yang diterapkan sudah sesuai dengan rencana, evaluasinya apakah hasil
yang diperoleh benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.

Prinsip-prinsip yang melandasi konsep tata pemerintahan yang baik sangat


bervariasi dari satu institusi ke institusi lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun
paling tidak ada sejumlah prinsip yang dianggap sebagai landasan good governance,
yaitu akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi masyarakat. Selain itu juga, good
governance yang efektif menuntut adanya koordinasi dan integritas, profesionalisme
serta etos kerja dan moral yang tinggi dari ketiga pilar yaitu pemerintah, masyarakat
madani, dan pihak swasta. Jelas bahwa good governance adalah masalah
perimbangan antara negara, pasar dan masyarakat. Memang sampai saat ini, sejumlah
karakteristik kebaikan dari suatu governance lebih banyak berkaitan dengan kinerja
pemerintah.

Berkaitan dengan pemerintan yang dikelola siapa saja yang mempunyai


kualifikasi professional mengarah kepada kinerja SDM yang ada dalam organisasi
publik sehingga dalam penyelenggaraan good governance didasarkan pada kinerja
organisasi publik yaitu responsifitas (responsivinies), responsibilitas (responsibility),
dan akuntabilitas (accountability). Penerapan good governance kepada pemerintah
ibarat warga negara yang memastikan bahwa mandate, wewenang, hak, dan
kewajiban telah dipenuhi sebaik-baiknya. Kedepannya good governance adalah
cerminan dari pemerintahan yang proporsional, dalam arti pemerintah yang dikelola
oleh para teknokrat, oleh siapa saja yang mempunyai kualifikasi professional, yaitu
mereka yang mempunyai ilmu pengetahuan, yang mampu mentransfer ilmu dan

3
pengetahuan menjadi skill dan dalam pelaksanaan berdasarkan etika dan moralitas
yang tinggi. Tujuan utama dari penerapan good governance ini yaitu untuk
menjalankan perkerjaan pemerintah yang baik, bersih berdasarkan hokum yang
berlaku agar tidak terjadi penyimpangan penyelewengan dalam pelaksanaan
memenuhi kebutuhan masyarakat.

1.2 Public Good Governance pada Institusi Kesehatan (BPJS Kesehatan)


Begitu juga dalam usaha pelayanan kesehatan, bahwa semua memerlukan
adannya prinsip-prinsip yang berkaitan dengan good governance. Good governance
atau tata kelola yang baik memiliki pengertian sebagai prinsip-prinsip yang
mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan organisasi berlandaskan
peraturan perundang-undangan dan etika berusaha (BPJS Kesehatan, 2014). Good
governance merupakan salah satu aspek yang menjadi indikator BPJS Kesehatan
untuk mencapai organisasi yang sehat. BPJS Kesehatan merupakan prinsip-prinsip
good governance atau tata kelola yang baik sebagai acuan dalam menjalankan
aktivitas bagi seluruh organ dalam BPJS Kesehatan. Merujuk pada pedoman umum
tata kelola yang baik (good governance) BPJS Kesehatan, terdapat 5 tujuan dan 8
prinsip tata kelola yang baik. Berikut ini adalah 5 tujuan penerapan tata kelola yang
baik :
1) Mengoptimalkan nilai organisasi agar memiliki daya saing yang kuat,
baik secara nasional maupun internasional, sehingga organisasi
mampu mempertahankan keberadaannya agar berkelanjutan untuk
mencapai maksud dan tujuan organisasi.
2) Mendorong pengelolaan organisasi secara professional, efisien, dan
efektif serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian.
3) Mendorong organisasi dalam membuat keputusan dan menjalankan
tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap

4
peraturan perundang-undangan, serta kesadaran akan adanya
tanggung jawab sosial organisasi terhadap pemangku kepentingan
4) Meningkakan kontribusi organisasi dalam program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) dengan melibatkan stakeholder sebagai
mitranya.
5) Organisasi menjalankan amanah sebagai penyelenggara jaminan
social kesehatan dengan penuh keterbukaan atau transparansi sesuai
dengan aturan perundang-undangan.

Perkembangan pelaksanaan good governance BPJS Kesehatan selama empat


tahun terakhir, yaitu tahun 2014, 2015, dan 2016 mengalami fluktuasi dalam aspek
pelaksanaan yang ditampilkan menggunakan skor atau nilai. Skor pelaksanaan good
governance dapat dilihat dalam laporan pengelolaan program BPJS Kesehatan. Pada
tahun 2014, penilaian pelaksanaan good governance dibagi ke dalam 4 aspek yaitu;

1. Komitmen terhadap penerapan tata kelola secara kelanjutan


2. Dewan pengawas direksi
3. Pengungkapan
4. Keterbukaan informasi

Penilaian terhadap penerapan good governance dapat dilakukan dalam 2


bentuk, yaitu bentuk, yaitu penilaian (assessment) dan evaluasi (self assessment).
Penilaian (assessment) merupakan program untuk mengidentifikasi dan mengukur
penerapan good governance yang dilaksanakan oleh penilai (assessor) independent
secara berkala setiap 2 tahun, sedangkan evaluasi (self assessment) adalah program
untuk mengidentifikasi dan mengukur penerapan good governance yang
dilaksanakan oleh satuan pengawasan internal secara berkala setiap 2 tahun yang
dilakukan pada tahun berikutnya. Pelaksanaan penilaian dilakukan oleh penilai
(assessor) independent yang ditunjuk oleh Dewan Pengawas atau dapat

5
menggunakan jasa Instansi pemerintah yang berkompeten di bidang good
governance. Tidak semua orang memahami setiap indikator yang berada dalam
Laporan Pengelolaan Program Tahunan BPJS Kesehatan yaitu salah satunya
pelaksanaan good governance. Jika dilihat secara sekilas, good governance bisa saja
dapat diartikan sebagai pemerintahan yang baik atau organisasi menduduki peringkat
yang tinggi di bagian pemerintahan.

Good governance sendiri lebih merujuk kepada bagaimana melakukan tata


kelola yang baik agar menjadi organisasi yang sehat. Maka dari itu, untuk mencegah
adanya misrepresentasi mengenai good governance ini, kedepannya pihak BPJS
Kesehatan dapat memberikan penjelasan secara umum mengenai pengertian good
governance ini. Apabila publik atau masyarakat semakin mengetahui arti setiap
indikator yang ada didalam Laporan Pengelolaan Program Tahunan BPJS Kesehatan,
masyarakat dapat ikut berkontribusi untuk memudahkan BPJS Kesehatan dalam
melakukan tata kelola yang baik.

1.3 Permasalahan Institusi Kesehatan (Fraud di Institusi Kesehatan)


Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke-5 juga
mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD 45
pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian diganti
dengan UU 36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU 36/2009 ditegaskan bahwa setiap
orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di
bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan
terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam
program jaminan kesehatan sosial.
Untuk mewujudkan komitmen global dan konstitusi di atas, pemerintah
bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan perorangan. Usaha ke arah itu

6
sesungguhnya telah dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk
jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero)
dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima
pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu,
pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian, skema-
skema tersebut masih terfragmentasi, terbagi- bagi. Biaya kesehatan dan mutu
pelayanan menjadi sulit terkendali.
Untuk mengatasi hal itu, pada 2004, dikeluarkan Undang-Undang No.40
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini mengamanatkan
bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Dalam sektor kesehatan, istilah fraud belum umum diketahui oleh masyarakat
Indonesia karena lebih umum digunakan untuk menggambarkan bentuk kecurangan
yang terjadi pada sektor kesehatan yang mencakup penyalahgunaan asset dan
pemalsuan pernyataan. Berbeda dengan Istilah korupsi sudah tidak asing lagi di
telinga masyarakat Indonesia. Istilah korupsi kerap dikaitkan dengan perilaku
penyelewengan dana negara oleh aparat negara itu sendiri. Fraud dalam sektor
kesehatan dapat dilakukan oleh semua pihak manapun selagi itu masih ada
peluangnya. Uniknya masing-masing aktor ini dapat bekerjasama dalam aksi fraud
atau saling mencurangi satu sama lain. Fraud menyebabkan kerugian finansial negara
maka dari itu pemberantasan tindakan fraud dan korupsi ini sering dilakukan di
berbagai institusi.

Sejak diberlakukan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) awal tahun


2014 lalu, istilah Fraud santer terdengar dan digunakan di sektor kesehatan. Istilah
Fraud digunakan juga sektor kesehatan untuk menggambarkan bahwa perbuatan
curang di sektor kesehatan mencakup ketiga bentuk ini. Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) mulai aktif melakukan kajian untuk menilai potensi fraud maupun

7
korupsi dibidang kesehatan. Korupsi merupakan bagian dari fraud. Fraud dalam
sektor kesehatan dapat dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam program JKN
mulai dari peserta BPJS Kesehatan, penyedia layanan kesehatan, derta penyedia obat
dan alat kesehatan.

Data menunjukkan bahwa hingga Juni 2015 terdeteksi potensi fraud dari
175.774 klaim Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjur (FKRTL) dengan nilai
Rp.440 M. Data ini baru kelompok klinisi, belum dari aktor lain seperti staf BPJS
Kesehatan, pasien, dan suplier alat kesehatan dan obat. Nilai ini mungkin saja belum
total mengingat sistem pengawasan dan deteksi yang digunakan masih sangat
sederhana (KPK, 2015). Pada tahun 2016 data diperkirakan terdapat 9.767
puskesmas dan FKTP lainnya yang menerima dana kapitasi diseluruh Indonesia
senilai 13 Triliun. Dana ini digunakan untuk membiayain pelayanan pada target
peserta sebanyak 188 juta (LHP atas Kinerja BPJS Kesehatan, 2016). Akan tetapi tata
kelola puskesmas masih buruk sehingga meningkatkan potensi fraud dan kerawanan
dalam pengelolaan dana kapitasi. Jumlah anggaran pada JKN yang makin besar.
Alokasi belanja kesehatan di pemerintah pusat di 2015 sebesar Rp. 21 Trilyun dan
Per 1 Januari 2014, BPJS Kesehatan mengelola dana yang cukup besar (Rp.30 - 42
T) dan makin meningkat tiap tahun.

Besarnya potensi kerugian yang ditimbulkan, mendorong pemerintah


menerbitkan Permenkes No. 36 tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud)
dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) sebagai dasar hukum pengembangan sistem anti Fraud layanan
kesehatan di Indonesia. Sejak diluncurkan April 2015 lalu, peraturan ini belum
optimal dijalankan. Dampaknya, Fraud layanan kesehatan berpotensi semakin
banyak terjadi namun tidak diiringi dengan sistem pengendalian yang mumpuni.

8
Besarnya dana kapitasi yang ditransfer BPJS Kesehatan pada FKTP /
Puskesmas menjadi isu publik ditingkat nasional dan daerah. Kepentingan politik
kepala daerah yang nembutuhkan biaya tinggi, akreditasi puskesmas dan kepentingan
pribadi Kepala Puskesmas dan Bendahara telah mencuatkan isu ini. Hasil riset
investigasi KPK ditemukan 4 kelemahan dalam tata kelola dana kapitasi di
puskesmas yakni, regulasi, pembiayaan, tata laksana dan sumberdaya, dan
pengawasan. Ditingkat regulasi misalnya masih ada masalah pembagian dana kapitasi
untuk jaspel (jasa pelayanan) dan biaya operasional. Ditingkat pembiayaan, masih
dibolehkan adanya peserta yang berpindah dari puskesmas ke FKTP swasta. Tata
laksana, masalah eligibilitas dan verifikasi peserta. Pengawasan, tidak adanya dana
pengawasan pengelolaan dana kapitasi.

Korupsi dana-dana kapitasi tidak hanya terjadi di satu Kabupaten yang ada di
Indonesia akan tetapi juga terjadi didaerah lain. Kasus dugaan korupsi dana kapitasi
sebelumnya yang diduga melibatkan kepala Dinas Kesehatan di Kabupaten Subang
dan kemudian juga menyeret bupati Subang adalah bukti lain bahwa korupsi dana
kapitasi terjadi secara luas, sistemik, dan melibatkan kepala daerah dan pejabat dinas
kesehatan.

Dana kapitasi penting terutama bagi pelayanan kesehatan dasar yang


dilakukan oleh puskesmas. Ditingkat puskesmas upaya kesehatan promotif dan
preventif adalah ujung tombak agar masyarakat tidak terkena penyakit. Puskesmas
juga diharapkan dapat memberi pelayanan kuratif dalam bentuk diagnosis non
spesialistik. Dana kapitasi diharapkan mampu meningkatkan kemampuan puskesmas
dalam meningkatkan peran promotif, preventif dan kuratif tersebut. Namun, potensi
fraud dan korupsi dalam pengelolaan dana kapitasi mengancam fungsi puskesmas
tersebut. Korupsi dana kapitasi akan berdampak terhadap mutu pelayanannya pada
masyarakat terutama peserta JKN-PB.

9
Tabel 1. Lembaga dengan Tingkat Korupsi Terbanyak di Indonesia
Tahun 2017

No. Lembaga yang melakukan Jumlah Kerugian Suap (Rp)


Fraud atau Korupsi Kasus Negara (Rp)
1. Dinas Kesehatan 97 268,3 M 1,6 M
2. Rumah Sakit 89 380,8 M -
3. Kemenkes 12 132,1 M -
4. BKKBD 7 27,5 M -
5. DPRD 5 3,5 M -
Sumber: Indonesia Coruption Watch (ICW)

Berdasarkan pemantauan dan data dari Indonesia Coruption Watch (ICW)


pada Tahun 2017 Dinas Kesehatan menempati posisi pertama dengan kasus yang
tertinggi yaitu sebanyak 97 kasus dan merugikan negara sebesar 268,3 M. ICW juga
mendata terdapat 12 kasus korupsi dana kapitasi yang terjadi di puskesmas dan
menyeret Kepala Daerah, kepala Dinas Kesehatan, Sekretaris Dinas Kesehatan,
Kepala Puskesmas, dan Bendahara Puskesmas. Selain kasus tersebut, terdapat
beberapa isu terkait dengan pemotongan, penyalahgunaan, dan penggelapan dana
kapitasi juga ikut mencuat ke publik. Dalam periode 2014 sampai 2017 terdapat 12
isu pemotongan, penyimpangan dan penyelewengan dana kapitasi tersebut.

Kasus-kasus fraud yang terjadi di sektor kesehatan terumata pada BPJS


Kesehatan ini sangat merugikan pihak terkait dan menjadi salah satu faktor dari
defisitnya anggaran yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan setiap tahunnya.

10
BAB 2

Solusi Permasalahan

Kasus fraud pada institusi kesehatan sudah terjadi sejak lamanya sedangkan
kasus fraud atau korupsi pada institusi BPJS Kesehatan dimulai pada 2014 dan kasus
terbanyak pada fraud pengelolaan JKN. Berdasarkan pemantauan ICW dalam
periode 2014-2017 terdapat 8 kaus korupsi dana kapitasi di 8 daerah baik
pemotongan, penyimpangan, dan penyelewengan dana kapitasi, yang menyeret
Kepala Daerah, Kepala Dinas Kesehatan, Sekretaris Dinas Kesehatan, Kepala
Puskesmas, Dan Bendahara Puskesmas.

Indonesia Coruption Watch (ICW) sendiri sudah mempunyai solusi untuk


mengatasi permasalahan fraud pada dana kapitasi yaitu dengan membuat Peta Potensi
Fraud dan Korupsi pada pengelolaan dana kapitasi. Dengan adanya peta ini
diharapkan upaya pencegahan dan penindakan fraud dan korupsi dalam pengelolaan
dana kapitasi bisa berjalan dengan efektif sehingga pengelolaan dana kapitasi
ditingkat puskesmas berdampak signifikan terhadap mutu layanan kesehatan di
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) pada program JKN. Sedangkan tujuan
lainnya agar tata kelola penganggaran dana kapitasi khususnya yang banyak terjadi
di institusi kesehatan berorientasi pada tata kelola sistem good governance yang
akuntabel, transparan, responsive, efektif dan efisien, inklusif, berlandaskan hokum
yang ada.

Landasan hukum yang mengatur

1. Pasal 1 Angka 1 Permenkes Nomor 21 Tahun 2016 tentang penggunaan


dana kapitasi JKN untuk jasa pelayanan dan dukungan biaya operasional
pada FKTP milik Pemda.

11
2. Pasal 5 – pasal 9 Perpres Nomor 32 Tahun 2014 tentang mekanisme
pelaksanaan dan penatausahaan dana kapitasi.
3. Permenkes Nomor 12 Tahun 2016 tentang dana kapitasi yang diperoleh
puskesmas digunakan untuk jasa pelayanan (medis dan non medis) dan
biaya operasional.
4. Permenkes Nomor 35 Tahun 2015 tentang Penvegahan Kecurangan
(Fraud) Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Pada Sistem
Jaminan Social Nasional (SJSN).

12
BAB III

Penjabaran Solusi

3.1 Transparansi dalam Pengelolaan Anggaran

Transparansi dokumen perhitungan pembagian pada jasa pelayanan ditingkat


puskesmas pada pelayanan publik. Kemenkes melakukan perbaikan regulasi yang
mengatur tentang transparasi rencana kerja, anggaran, belanja dan
pertanggungjawaban puskesmas pada publik. Puskesmas diwajibkan untuk
membuka informasi tentang besaran dana kapitasi yang diperoleh per bulan dan
pertahun pada publik serta bukti belanja yang menggunakan dana kapitasi.

Transparasi juga diterapkan pada institusi kesehatan seperti BPJS Kesehatan


yaitu dengan membuka data peserta pada publik terutama peserta yang telah
mendapatkan kartu BPJS Kesehatan agar bisa diverifikasi dan validasi oleh publik.
Kemendagri juga membuat regulasi terkait pengelolaan dana kapitasi secara
elektronik agar tingkat transpansinya semakin baik dan semua orang yang ingin
mengetahuinya dapat mengaksesnya dengan mudah.

3.2 Sistem Perlindungan Saksi

Kemenpan RB, KPK serta LPSK membangun sistem perlindungan saksi dan
pelapor serta jaminan karir bagi PNS/ASN yang mengungkap adanya fraud dan
korupsi dalam pengelolaan dana kapitasi. Agar semakin banyaknya laporan dari
petugas puskesmas maupun dari PNS/ASN terhadap kasus penyelewengan.

13
3.3 Pendampingan dan Pengawasan APIP

Pengefektifan pendampingan dan pengawasan Aparat Pengawas Internal


Pemerintah (APIP). Dana kapitasi menjadi prioritas untuk diawasi oleh inspektorat
daerah masing-masing. Untuk memaksimalkannya dibuat program dan anggaran
pendampingan, pengawasan bahkan pemeriksaan akuntabilitas pengelolaan dana
kapitasi ditingkat FKTP terutama di puskesmas, laporan pemotongan atau
penyimpangan dana kapitasi di daerah masing-masing.

3.4 Sanksi Tegas atas Pemotongan, Pungli, dan Penyelewengan

Pemberian sanksi tegas oleh pemerintah kepada pelaku yang


menyelewengkan dan momotong dana kapitasi untuk membuat efek jera pada pelaku.
Sanksi ini dapat berupa sanksi hukum yang berlaku agar pelaku korupsi dan fraud
tidak semakin berani karena tidak lagi dilindungi oleh penegak hukum.

14
BAB IV

Rencana Kegiatan Solusi

4.1 Tujuan dan Sasaran


4.1.1 Tujuan Kegiatan

a. Tujuan Umum
Tujuan dari solusi peta potensi fraud dan korupsi dana kapitasi pada program
jaminan kesehatan nasional (JKN) ini antara lain agar tata kelola penganggaran dana
kapitasi khususnya yang banyak terjadi di institusi kesehatan berorientasi pada tata
kelola sistem good governance yang akuntabel, transparan, efektif dan efisien,
berlandaskan hukum yang ada serta bebas dari praktik kecurangan dana kapitasi JKN.

b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari kegiatan ini yaitu;
1. Untuk mendorong perbaikan sistem penganggaran dan pengelolaan
anggaran kesehatan pada dana kapitasi program JKN
2. Untuk pelaksanaan tata kelola yang baik pada prinsip transparansi dan
akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran dana kapitasi program JKN
3. Untuk menghentikan tindakan kecurangan (fraud), penyelewengan serta
penyimpangan pada anggaran dana kapitasi program JKN.
4. Untuk meningkatkan kualitas tata kelola prinsip good governance yaitu
akuntabel dan transparansi di lingkungan institusi kesehatan.

15
4.1.2 Sasaran Kegiatan
Sasaran pada pelaksanaan kegiatan dan solusi peta potensi fraud dan korupsi
pengelolaan dana kapitasi program Jamninan Kesehatan Nasional (JKN) yaitu dari
pihak-pihak atau stakeholder terkait. Kepala Dinas Kesehatan, Kepada Daerah,
Kepala Puskesmas, selaku pemegang kekuasaan pada institusinya masing-masing.
Aparatur Pengawas Internal Pemerintah (APIP) selaku pengawasan
pengelolaan dana kapitasi berdasarkan peraturan perundang-undangan. Serta
Inspektorat Jenderal Kemenkes selaku pembuat regulasi pada institusi kesehatan.

16
BAB V

INDIKATOR KEBERHASILAN

5.1 Indikator Keberhasilan

5.1.1 Indikator Output

Dari permasalahan yang terdapat pada institusi kesehatan yaitu fraud dan
korupsi dana kapitasi beserta solusinya adapun indicator keberhasilannya yaitu ;
1. Akuntabilitas
Indikator-indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran dalam
penerapan akuntabilitas, antara lain;

No. Indikator Keberhasilan Target


1. Adanya kesesuaian antara pelaksana 80% petugas kesehatan melakukan
dengan standar prosedur pelaksanaan pelayanan sesuai dengan SOP
(SOP)
2. Adanya sanksi yang dapat ditetapkan 75% kasus fraud dan korupsi di
atas pemotongan atau penyelewengan Indonesia diberikan sanksi sesuai
dalam penganggaran dana kapitasi hukum yang berlaku
3. Meningkatkan mutu layanan kepada 90% pelayanan puskesmas harus
masyarakat terhadap institusi kesehatan bermutu
(puskesmas)
4. Tumbuhnya kesadaran masyarakat 80% masyarakat Indonesia
mempunyai kesadaran untuk
melaporkan kasus kecurangan
yang ditemukan

17
2. Transparansi
Indikator-indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran dalam
penerapan transparansi di institusi kesehatan, antara lain;

No. Indikator Keberhasilan Target


1. Tersedianya informasi-informasi yang 80% puskesmas memberikan
berisi tentang besaran dana kapitasi yang informasi-informasi seputar
diperoleh per bulan dan pertahun pada puskesmas diwilayahnya masing-
publik serta bukti belanja yang masing
menggunakan dana kapitasi
2. Adanya akses pada informasi yang siap, 75% puskesmas mempunyai
nudah dijangkau, bebas diperoleh, dan website untuk melakukan akses
tepat waktu informasinya.
3. Bertambahnya wawasan masyarakat 80% masyarakat ikut berpartisipasi
terhadap penyelenggaraan pemerintah pada pembangunan kesehatan
4. Transparansinya tata kelola agar 90% Fasilitas Kesehatan Tingkat
berkurangnya praktek fraud di institusi Pertama (FKTP) menerapkan tata
kesehatan kelola good governance

5.1.2 Indikator Outcome

Terciptanya tata kelola di Institusi Kesehatan dalam hal ini pada program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang baik dengan menerapkan good governance.
Serta terciptanya petugas kesehatan, dan aparatur lainnya yang transparan, akuntabel,
bersih, serta bebas dari kecurangan (fraud) dan korupsi agar angka nya dapat
menurun.

18
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Tingginya tingkat potensi fraud dan korupsi pada pengelolaan dana kapitasi di
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) pada puskesmas terus bertambah setiap
tahunnya. Dana yang dikelola oleh puskesmas sangat besar yang mendorong pejabat daerah
seperti kepala daerah, kepala dinas kesehatan, kepala puskesmas, serta perangkat lainnya
untuk menyelewengkan dana ini terutama pada dana kapitasi.

Kepala daerah, kepala dinas kesehatan, dan kepala puskesmas memiliki kewenangan
yang cukup besar untuk menekan petugas puskesmas yang menerima jasa pelayanan.
Penegakkan hukum dan aturan yang efektif dan luas, serta perlindungan dan jaminan karir
membuat para petugas kesehatan semakin berani untuk melaporkan penyelewengan dana
kapitasi kepada pihak yang berwenang.

Melakukan penyusunan peta potensi fraud dan korupsi pada dana kapitasi merupakan
solusi yang baik. Peta potensi fraud dan korupsi ini dilakukan agar dapat memaksimalkan
upaya pencegahan dan penindakan fraud dan korupsi pada pengelolaan dana kapitasi FKTP
pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Agar pengelolaan dana kapitasi ini dapat
berjalan dengan efektif sehingga pengelolaan dana kapitasi ditingkat puskesmas berdampak
signifikan terhadap mutu layanan puskesmas. Tata kelola good governance sangat baik
untuk dilakukan agar dapat memperbaiki sistemnya dengan menerapkan prinsip-prinsip yang
telah ada.

19
6.2 Saran

1. Penerapan tata kelola pada institusi kesehatan yang baik dan bersih harus
dilaksanakan oleh setiap satuan kerja dalam mencapai upaya pelaporan
penganggaran yang berkualitas.
2. Pembangunan kesadaran tentang potensi fraud dan korupsi dapat dilakukan oleh
dinas kesehatan kab/kota dengan pembinaan dan pengawasan melalui program-
program edukasi dan sosialisasi
3. Investigasi dapat dilakukan oleh tim internal program JKN yang dilakukan untuk
memastikan adanya dugaan kecurangan JKN.
4. Adanya penelitian-penelitian lainnya untuk mengkaji potensi-potensi fraud pada
masing-masing aktor yang terlibat.

20
DAFTAR PUSTAKA

Anggaraeni Dewi dan Febri Hendri Antoni Arif. 2018. Potensi Fraud Pengelolaan Dana

JKN Kajian peta korupsi ICW. 2-6.

Ariati Niken. 2015. Pencegahan Korupsi dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Direktorat

Penelitian dan Pengembangan Komisi Pemberantasan Korupsi. www.kpk.go.id

diakses tanggal 16 Desember 2018.

Bappenas. 2008. Modul Penerapan Tata kepemerintahan yang Baik (Good Governance) di

Indonesia. Jakarta.

Djasri Hanevi, Puti Aulia Rahma, dan Eva Tirtabayu Hasri. 2016. Korupsi dalam Pelayanan

Kesehatan di Era Jaminan Kesehatan Nasional. Jurnal kebijakan dan manajemen

kesehatan. 2(1):116-120.

Hindriani Nuning, Imam Hanafi, dan Tjahjanulin Domai. 2012. Sistem Pengendalian Intern

Pemerintah (SPIP) dalam Perencanaan dan Pelaksanaan Anggaran di Daerah.

Jurnal Administrasi Publik. 15(3):2-3

Komisi pemberantasan korupsi (KPK). 2015. Data Kasus korupsi di Indonesia. (online).

www.kpk.go.id diakses tanggal 16 Desember 2018.

Mukti Ali Gufron. 2013. Rencana Kebijakan Implementasi Sistem jaminan Sosial Nasional.

21
Surabaya : Kemenkes RI.

Permenkes 36 tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan

Program Jaminan Kesehatan Nasional Pada Sistem Jaminan Sosial Nasional. (online)

http://www.hukor.depkes. Diakses tanggal 16 Desember 2018.

Ryan Bakry M. 2010. Implementasi Hak Azasi Manusia dalam Konsep Good Governance di

Indonesia. Thesis Universitas Indonesia Jakarta.65

Yenni. 2013. Prinsip – Prinsip Good Governance. Jurnal Ilmu Administrasi Negara.

1(2):196-209.

22

Anda mungkin juga menyukai