i
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya
penyusun mampu menyelesaikan tugas akhir. Guna memenuhi nilai akhir mata kuliah
Perencanaan dan Evaluasi Kesehatan.
Dalam penyusunan tugas ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun
penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Semoga Tugas ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Jambi. Saya
sadar bahwa Tugas ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk
itu, kepada dosen pengampu mata kuliah perencanaan dan evaluasi kesehatan ini, saya
menerima masukannya demi perbaikan tugas saya ini terimakasih.
Windra Yanti
NIM. G1D116093
ii
BAB 1
Public Good Governance
1
dibangun atas dasar keabsahan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi
secara konstruktif.
2. Aturan Hukum (Rule of law): kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan
tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak asasi manusia.
3. Transparasi (Transparancy):Transparansi di bangun atas dasar keabsahan
arus informasi. Proses-proses, lembaga dan informasi yang secara langsung
dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan.
4. Daya Tanggap (Responsive): Lembaga-lembaga dan proses-proses harus
mencoba untuk melayani setiap stakeholders.
5. Berorientasi Konsensus (Consensus Orientations): Good governance menjadi
perantara kepentingan yang berbeda utntuk memperoleh pilihan terbaik bagi
kepentingan yang lebih luas, baik dalam kebijakan-kebijakan maupun
prosedur-prosedur.
6. Berkeadilan (Equity): Semua warga negara, baik laki-laki maupun
perempuam mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga
kesejahteraan mereka.
7. Efektifitas dan Efisiensi (Effectiveness and efficiency): Proses-proses dan
lembaga-lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan
dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin.
8. Akuntabilitas (Accountability): Para pembuat keputusan dalam
pemerintahakn, sektor swasta dan masyarakat bertanggung jawab kepada
publik dan lembaga- lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada
organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk
kepentingan internal atau eksternal organisasi.
9. Bervisi Strategis (Strategic vision): para pemimpin dan publik harus
mempunyai perspektif good governance dan pengembangan yang luas dan
jauh kedepan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan
semacam ini.
2
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa wujud good governance adalah
penyelenggaraan pemerintahan yang solid yang bertanggung jawab, serta efisien dan
efektif dengan menjaga kesinergisan interaksi yang positif diantara domain-domain
negara, sektor swasta dan masyarakat (LAN; 2000,8). Sebenarnya good governance
berkenaan dengan masalah bagaimana suatu organisasi jadi prinsipnya yaitu
implementasi yang diterapkan sudah sesuai dengan rencana, evaluasinya apakah hasil
yang diperoleh benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.
3
pengetahuan menjadi skill dan dalam pelaksanaan berdasarkan etika dan moralitas
yang tinggi. Tujuan utama dari penerapan good governance ini yaitu untuk
menjalankan perkerjaan pemerintah yang baik, bersih berdasarkan hokum yang
berlaku agar tidak terjadi penyimpangan penyelewengan dalam pelaksanaan
memenuhi kebutuhan masyarakat.
4
peraturan perundang-undangan, serta kesadaran akan adanya
tanggung jawab sosial organisasi terhadap pemangku kepentingan
4) Meningkakan kontribusi organisasi dalam program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) dengan melibatkan stakeholder sebagai
mitranya.
5) Organisasi menjalankan amanah sebagai penyelenggara jaminan
social kesehatan dengan penuh keterbukaan atau transparansi sesuai
dengan aturan perundang-undangan.
5
menggunakan jasa Instansi pemerintah yang berkompeten di bidang good
governance. Tidak semua orang memahami setiap indikator yang berada dalam
Laporan Pengelolaan Program Tahunan BPJS Kesehatan yaitu salah satunya
pelaksanaan good governance. Jika dilihat secara sekilas, good governance bisa saja
dapat diartikan sebagai pemerintahan yang baik atau organisasi menduduki peringkat
yang tinggi di bagian pemerintahan.
6
sesungguhnya telah dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk
jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero)
dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima
pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu,
pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian, skema-
skema tersebut masih terfragmentasi, terbagi- bagi. Biaya kesehatan dan mutu
pelayanan menjadi sulit terkendali.
Untuk mengatasi hal itu, pada 2004, dikeluarkan Undang-Undang No.40
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini mengamanatkan
bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Dalam sektor kesehatan, istilah fraud belum umum diketahui oleh masyarakat
Indonesia karena lebih umum digunakan untuk menggambarkan bentuk kecurangan
yang terjadi pada sektor kesehatan yang mencakup penyalahgunaan asset dan
pemalsuan pernyataan. Berbeda dengan Istilah korupsi sudah tidak asing lagi di
telinga masyarakat Indonesia. Istilah korupsi kerap dikaitkan dengan perilaku
penyelewengan dana negara oleh aparat negara itu sendiri. Fraud dalam sektor
kesehatan dapat dilakukan oleh semua pihak manapun selagi itu masih ada
peluangnya. Uniknya masing-masing aktor ini dapat bekerjasama dalam aksi fraud
atau saling mencurangi satu sama lain. Fraud menyebabkan kerugian finansial negara
maka dari itu pemberantasan tindakan fraud dan korupsi ini sering dilakukan di
berbagai institusi.
7
korupsi dibidang kesehatan. Korupsi merupakan bagian dari fraud. Fraud dalam
sektor kesehatan dapat dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam program JKN
mulai dari peserta BPJS Kesehatan, penyedia layanan kesehatan, derta penyedia obat
dan alat kesehatan.
Data menunjukkan bahwa hingga Juni 2015 terdeteksi potensi fraud dari
175.774 klaim Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjur (FKRTL) dengan nilai
Rp.440 M. Data ini baru kelompok klinisi, belum dari aktor lain seperti staf BPJS
Kesehatan, pasien, dan suplier alat kesehatan dan obat. Nilai ini mungkin saja belum
total mengingat sistem pengawasan dan deteksi yang digunakan masih sangat
sederhana (KPK, 2015). Pada tahun 2016 data diperkirakan terdapat 9.767
puskesmas dan FKTP lainnya yang menerima dana kapitasi diseluruh Indonesia
senilai 13 Triliun. Dana ini digunakan untuk membiayain pelayanan pada target
peserta sebanyak 188 juta (LHP atas Kinerja BPJS Kesehatan, 2016). Akan tetapi tata
kelola puskesmas masih buruk sehingga meningkatkan potensi fraud dan kerawanan
dalam pengelolaan dana kapitasi. Jumlah anggaran pada JKN yang makin besar.
Alokasi belanja kesehatan di pemerintah pusat di 2015 sebesar Rp. 21 Trilyun dan
Per 1 Januari 2014, BPJS Kesehatan mengelola dana yang cukup besar (Rp.30 - 42
T) dan makin meningkat tiap tahun.
8
Besarnya dana kapitasi yang ditransfer BPJS Kesehatan pada FKTP /
Puskesmas menjadi isu publik ditingkat nasional dan daerah. Kepentingan politik
kepala daerah yang nembutuhkan biaya tinggi, akreditasi puskesmas dan kepentingan
pribadi Kepala Puskesmas dan Bendahara telah mencuatkan isu ini. Hasil riset
investigasi KPK ditemukan 4 kelemahan dalam tata kelola dana kapitasi di
puskesmas yakni, regulasi, pembiayaan, tata laksana dan sumberdaya, dan
pengawasan. Ditingkat regulasi misalnya masih ada masalah pembagian dana kapitasi
untuk jaspel (jasa pelayanan) dan biaya operasional. Ditingkat pembiayaan, masih
dibolehkan adanya peserta yang berpindah dari puskesmas ke FKTP swasta. Tata
laksana, masalah eligibilitas dan verifikasi peserta. Pengawasan, tidak adanya dana
pengawasan pengelolaan dana kapitasi.
Korupsi dana-dana kapitasi tidak hanya terjadi di satu Kabupaten yang ada di
Indonesia akan tetapi juga terjadi didaerah lain. Kasus dugaan korupsi dana kapitasi
sebelumnya yang diduga melibatkan kepala Dinas Kesehatan di Kabupaten Subang
dan kemudian juga menyeret bupati Subang adalah bukti lain bahwa korupsi dana
kapitasi terjadi secara luas, sistemik, dan melibatkan kepala daerah dan pejabat dinas
kesehatan.
9
Tabel 1. Lembaga dengan Tingkat Korupsi Terbanyak di Indonesia
Tahun 2017
10
BAB 2
Solusi Permasalahan
Kasus fraud pada institusi kesehatan sudah terjadi sejak lamanya sedangkan
kasus fraud atau korupsi pada institusi BPJS Kesehatan dimulai pada 2014 dan kasus
terbanyak pada fraud pengelolaan JKN. Berdasarkan pemantauan ICW dalam
periode 2014-2017 terdapat 8 kaus korupsi dana kapitasi di 8 daerah baik
pemotongan, penyimpangan, dan penyelewengan dana kapitasi, yang menyeret
Kepala Daerah, Kepala Dinas Kesehatan, Sekretaris Dinas Kesehatan, Kepala
Puskesmas, Dan Bendahara Puskesmas.
11
2. Pasal 5 – pasal 9 Perpres Nomor 32 Tahun 2014 tentang mekanisme
pelaksanaan dan penatausahaan dana kapitasi.
3. Permenkes Nomor 12 Tahun 2016 tentang dana kapitasi yang diperoleh
puskesmas digunakan untuk jasa pelayanan (medis dan non medis) dan
biaya operasional.
4. Permenkes Nomor 35 Tahun 2015 tentang Penvegahan Kecurangan
(Fraud) Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Pada Sistem
Jaminan Social Nasional (SJSN).
12
BAB III
Penjabaran Solusi
Kemenpan RB, KPK serta LPSK membangun sistem perlindungan saksi dan
pelapor serta jaminan karir bagi PNS/ASN yang mengungkap adanya fraud dan
korupsi dalam pengelolaan dana kapitasi. Agar semakin banyaknya laporan dari
petugas puskesmas maupun dari PNS/ASN terhadap kasus penyelewengan.
13
3.3 Pendampingan dan Pengawasan APIP
14
BAB IV
a. Tujuan Umum
Tujuan dari solusi peta potensi fraud dan korupsi dana kapitasi pada program
jaminan kesehatan nasional (JKN) ini antara lain agar tata kelola penganggaran dana
kapitasi khususnya yang banyak terjadi di institusi kesehatan berorientasi pada tata
kelola sistem good governance yang akuntabel, transparan, efektif dan efisien,
berlandaskan hukum yang ada serta bebas dari praktik kecurangan dana kapitasi JKN.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari kegiatan ini yaitu;
1. Untuk mendorong perbaikan sistem penganggaran dan pengelolaan
anggaran kesehatan pada dana kapitasi program JKN
2. Untuk pelaksanaan tata kelola yang baik pada prinsip transparansi dan
akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran dana kapitasi program JKN
3. Untuk menghentikan tindakan kecurangan (fraud), penyelewengan serta
penyimpangan pada anggaran dana kapitasi program JKN.
4. Untuk meningkatkan kualitas tata kelola prinsip good governance yaitu
akuntabel dan transparansi di lingkungan institusi kesehatan.
15
4.1.2 Sasaran Kegiatan
Sasaran pada pelaksanaan kegiatan dan solusi peta potensi fraud dan korupsi
pengelolaan dana kapitasi program Jamninan Kesehatan Nasional (JKN) yaitu dari
pihak-pihak atau stakeholder terkait. Kepala Dinas Kesehatan, Kepada Daerah,
Kepala Puskesmas, selaku pemegang kekuasaan pada institusinya masing-masing.
Aparatur Pengawas Internal Pemerintah (APIP) selaku pengawasan
pengelolaan dana kapitasi berdasarkan peraturan perundang-undangan. Serta
Inspektorat Jenderal Kemenkes selaku pembuat regulasi pada institusi kesehatan.
16
BAB V
INDIKATOR KEBERHASILAN
Dari permasalahan yang terdapat pada institusi kesehatan yaitu fraud dan
korupsi dana kapitasi beserta solusinya adapun indicator keberhasilannya yaitu ;
1. Akuntabilitas
Indikator-indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran dalam
penerapan akuntabilitas, antara lain;
17
2. Transparansi
Indikator-indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran dalam
penerapan transparansi di institusi kesehatan, antara lain;
Terciptanya tata kelola di Institusi Kesehatan dalam hal ini pada program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang baik dengan menerapkan good governance.
Serta terciptanya petugas kesehatan, dan aparatur lainnya yang transparan, akuntabel,
bersih, serta bebas dari kecurangan (fraud) dan korupsi agar angka nya dapat
menurun.
18
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Tingginya tingkat potensi fraud dan korupsi pada pengelolaan dana kapitasi di
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) pada puskesmas terus bertambah setiap
tahunnya. Dana yang dikelola oleh puskesmas sangat besar yang mendorong pejabat daerah
seperti kepala daerah, kepala dinas kesehatan, kepala puskesmas, serta perangkat lainnya
untuk menyelewengkan dana ini terutama pada dana kapitasi.
Kepala daerah, kepala dinas kesehatan, dan kepala puskesmas memiliki kewenangan
yang cukup besar untuk menekan petugas puskesmas yang menerima jasa pelayanan.
Penegakkan hukum dan aturan yang efektif dan luas, serta perlindungan dan jaminan karir
membuat para petugas kesehatan semakin berani untuk melaporkan penyelewengan dana
kapitasi kepada pihak yang berwenang.
Melakukan penyusunan peta potensi fraud dan korupsi pada dana kapitasi merupakan
solusi yang baik. Peta potensi fraud dan korupsi ini dilakukan agar dapat memaksimalkan
upaya pencegahan dan penindakan fraud dan korupsi pada pengelolaan dana kapitasi FKTP
pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Agar pengelolaan dana kapitasi ini dapat
berjalan dengan efektif sehingga pengelolaan dana kapitasi ditingkat puskesmas berdampak
signifikan terhadap mutu layanan puskesmas. Tata kelola good governance sangat baik
untuk dilakukan agar dapat memperbaiki sistemnya dengan menerapkan prinsip-prinsip yang
telah ada.
19
6.2 Saran
1. Penerapan tata kelola pada institusi kesehatan yang baik dan bersih harus
dilaksanakan oleh setiap satuan kerja dalam mencapai upaya pelaporan
penganggaran yang berkualitas.
2. Pembangunan kesadaran tentang potensi fraud dan korupsi dapat dilakukan oleh
dinas kesehatan kab/kota dengan pembinaan dan pengawasan melalui program-
program edukasi dan sosialisasi
3. Investigasi dapat dilakukan oleh tim internal program JKN yang dilakukan untuk
memastikan adanya dugaan kecurangan JKN.
4. Adanya penelitian-penelitian lainnya untuk mengkaji potensi-potensi fraud pada
masing-masing aktor yang terlibat.
20
DAFTAR PUSTAKA
Anggaraeni Dewi dan Febri Hendri Antoni Arif. 2018. Potensi Fraud Pengelolaan Dana
Ariati Niken. 2015. Pencegahan Korupsi dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Direktorat
Bappenas. 2008. Modul Penerapan Tata kepemerintahan yang Baik (Good Governance) di
Indonesia. Jakarta.
Djasri Hanevi, Puti Aulia Rahma, dan Eva Tirtabayu Hasri. 2016. Korupsi dalam Pelayanan
kesehatan. 2(1):116-120.
Hindriani Nuning, Imam Hanafi, dan Tjahjanulin Domai. 2012. Sistem Pengendalian Intern
Komisi pemberantasan korupsi (KPK). 2015. Data Kasus korupsi di Indonesia. (online).
Mukti Ali Gufron. 2013. Rencana Kebijakan Implementasi Sistem jaminan Sosial Nasional.
21
Surabaya : Kemenkes RI.
Program Jaminan Kesehatan Nasional Pada Sistem Jaminan Sosial Nasional. (online)
Ryan Bakry M. 2010. Implementasi Hak Azasi Manusia dalam Konsep Good Governance di
Yenni. 2013. Prinsip – Prinsip Good Governance. Jurnal Ilmu Administrasi Negara.
1(2):196-209.
22