Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Adenomiosis, dikenal pula dengan nama endometriosis of uterus, merupakan


kelainan jinak uterus yang ditandai oleh adanya komponen epitel dan stroma jaringan
endometrium fungsional di miometrium.1,2 Istilah adenomiosis diperkenalkan pertama
kali oleh Frankl (1925) dua tahun sebelum istilah endometriosis diperkenalkan oleh
Sampson (1927).2,3
Endometriosis merupakan suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang
masih berfungsi terdapat baik diluar endometrium kavum uteri maupun di
miometrium (otot rahim). Bila jaringan endometrium tersebut berimplantasi di dalam
miometrium disebut endometriosis interna (endometriosis of uterus) atau
adenomiosis, sedangkan jaringan endometrium yang berimplantasi di luar kavum uteri
disebut endometriosis eksterna atau endometriosis sejati. Pembagian ini sekarang
sudah tidak dianut lagi karena baik secara patologik, klinik ataupun etiologik
adenomiosis dan endometriosis berbeda.4-6
Adenomiosis sering berkembang pada usia reproduksi lanjut, biasanya antara
usia 35 dan 50 tahun. Estimasi prevalensi adenomiosis sangat luas dari 5-70% dengan
frekuensi rata-rata tindakan histerektomi sekitar 20-30%.Wanita premenopaus dengan
diagnosis adenomiosis yaitu 70%. Di Indonesia endometriosis ditemukan kurang lebih
30% pada wanita infertil. 3,4
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang tersusun dari otot polos uteri dan
jaringan ikat yang menumpangnya dan sering juga disebut sebagai fibromioma,
leiomioma, fibroid. Dapat bersifat tunggal atau multipel dan mencapai ukuran besar.
Gejala-gejala mioma hanya terdapat pada 35-50% pasien dengan mioma uteri. Malah
kebanyakan mioma ini tidak memberikan gejala (kebetulan ditemukan) dan bahkan
mioma yang sangat besar dapat tidak terdeteksi terutama pada pasien yang gemuk.8-10
Gambaran cystosarcoma adenoids uterinum (istilah awal adenomiosis)
pertama kali dilaporkan oleh patolog Carl von Rokitansky (1860). Pada tahun 1896,
von Recklinghausen melaporkan fenomena yang sama dengan istilah adenomyomata
dan cystadenomata. Pada masa itu, patomekanisme adenomiosis dan endometriosis
1
masih dianggap berbeda. Thomas Stephen Cullen (1908) menemukan tumor
intramiometrial dengan epitel dan stroma endometrial terdistribusi di dalamnya.
Tahun 1921 barulah disadari bahwa ‘adenomiosis’ dan ‘endometriosis’keduanya
berasal dari jaringan endometriotik serupa.2,3,11

Tahun 1972, Bird et al. mengemukakan definisi adenomiosis sebagai invasi


jinak jaringan endometrium ke dalam lapisan miometrium yang menyebabkan
pembesaran uterus difus dengan gambaran mikroskopis kelenjar dan stroma
endometrium ektopik non neoplastik dikelilingi oleh jaringan miometrium hipertrofik
dan hiperplastik. Belakangan diketahui ada adenomiosis yang bermanifestasi sebagai
lesi fokal terisolasi dalam miometrium.1-3,11
Pada awal tahun 1988, Honoré et al. mempublikasikan kasus adenomiosis
pada tiga wanita muda infertil yang menjalani pembedahan dengan diagnosis awal
leiomioma uteri.4 Memang, telah lama dicurigai adenomiosis berperan sebagai salah
satu penyebab subfertilitas bahkan infertilitas pada populasi wanita. Hanya saja
diagnosis adenomiosis saat itu masih berdasarkan spesimen histerektomi sehingga
sangat sulit mengevaluasi pengaruhnya terhadap fertilitas.11
Kini, pada wanita muda tanpa gejala sekalipun magnetic resonance imaging
(MRI) memungkinkan identifikasi penebalan junctional zone (JZ), tautan antara
endometrium dengan sisi dalam miometrium. JZ mengalami penebalan signifikan
pada adenomiosis. Transvaginal sonography (TVS) memungkinkan identifikasi
adenomiosis itu sendiri.11-13
Kedua teknik tersebut cukup akurat dalam mendiagnosis adenomiosis
preoperatif.11

2
BAB II
LAPORAN KASUS

A. ANAMNESIS

1. Identitas Pasien
Nama : Ny. SA
Umur : 41tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Alamat : Ternate
MRS : 1 April 2017

2. Keluhan Utama
Perdarahan pada Jalan Lahir

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien P0A1 41 tahun datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah dan
perdarahan pada jalan lahir. Riwayat keluhan perdarahan dari jalan lahir
dialami sejak 10 bulan sebelum masuk rumah sakit, ganti pembalut hingga 5-
6x/hari, pusing (-), lemas (+). Perdarahan yang keluar banyak dan bergumpal-
gumpal. Pasien juga mengeluh nyeri perut hebat pada saat haid hingga
mengganggu ativitasnya. Pasien sebelumnya pernah dirawat di rumah sakit
dan dilakukan transfusi darah. Pasien tidak mengeluh adanya mual dan
muntah, pasien mengeluh perut terasa membesar. Keputihan (+), buang air
kecil dan buang air besar tidak ada keluhan, penurunan berat badan (-), nafsu
makan menurun (-), saat ini pasien mengeluh perdarahan sedikit dari jalan
lahir.

3
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Penyakit serupa : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Merokok : Disangkal
Riwayat Transfusi : Disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Keluhan Serupa : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Alergi Obat/makanan : Disangkal

6. Riwayat Obstetri

A1 tidak di kuret ( 2010 )

7. Riwayat Haid
- Menarche : 12 tahun
- Lama menstruasi : 4-5 hari
- Siklus menstruasi : tidak teratur

8. Riwayat Perkawinan

Pasien menikah 1 kali. Sudah menikah dengan suami selama 9 tahun

9. Riwayat Keluarga Berencana

-
4
10. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai PNS. Suami bekerja sebagai Polisi. Biaya kesehatan
ditanggung oleh ASKES.

B. PEMERIKSAAN FISIK

Status Praesens
Keadaan Umum : Sakit ringan
Kesadaran : Kompos Mentis
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 80 x/m
Respirasi : 20 x/m
Suhu : 36,4ᵒc
Berat badan : 71 kg
Tinggi Badan : 153 cm
IMT : 30.34 k/m2

Kepala
Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), Hiperemis (-/-)
Telinga : Sekret (-/-)
Gigi : Karies (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1
Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks
Cor : Bunyi Jantung Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo : Sp. Vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)

Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas, massa (-), nyeri tekan (+)

5
Perkusi : WD (-)
Auskultasi : BU (+) N

C. PEMERIKSAAN GINEKOLOGI

Inspeksi : fluksus (+), vulva tak


Inspekulo : fluksus (+), vagina tak,
portio tampak licin, erosi (-), livide (-), OUE tertutup,
sondase : ± 12 cm
PD : flukus (+), vulva/vagina tak,
portio kenyal, teraba licin, OUE tertutup, nyeri goyang
portio (-)
CUT : sebesar kehamilan 12-14 minggu
Adneksa/parametrium bilateral : lemas, massa (-), nyeri (-)
CD : massa (-), tidak menonjol
Rectal Toucher : TSA cekat, ampula kosong, mukosa licin

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium 27 Maret 2016


HEMATOLOGI
Leukosit : 7860 /uL
Eritrosit : 5.66 10^6/uL
Hemoglobin : 14.3 g/dL
Hematokrit : 47.0 %
Trombosit : 318 10^3/uL
MCH : 25.3 pg
MCHC : 30.4 g/dL
MCV : 83.1 fL

6
KIMIA KLINIK
Gula Darah Sewaktu : 93 mg/dL
SGOT : 54 U/L
SGPT : 71 U/L
Ureum Darah : 12 mg/dL
Creatinin Darah : 0.6 mg/dL
Albumin : 4.55 mg/dL
Chlorida Darah : 98.7 mEq/L
Kalium Darah : 3.97 mEq/L
Natrium Darah : 139 mEq/L

HEMOSTASIS
PT
@Detik
Pasien : 12.8 detik
Kontrol : 13.1 detik
@INR
Pasien : 1.02 detik
Kontrol : 1.05 detik
APPT
Pasien : 3.00 detik
Kontrol : 30.0 detik

7
USG : 14 Februari 2017

Hasil USG :
- VU terisi cukup
- Tampak uterus membesar
- Tampak gambaran massa solid pada uterus
- Adneksa dalam batas normal
Kesan : Adenomiosis

EKG : 27 Maret 2017


Dalam Batas Normal

Radiologi: 24 Januari 2017


Foto thorax : Dalam batas normal

E. DIAGNOSA

P0 A1 41 tahun dengan Adenomiosis

8
F. PROGNOSA
Dubia

G. RENCANA TERAPI

R/Histerektomi Totalis  MRS

RESUME MASUK

P0A1 41 tahun masuk rumah sakit pada tanggal 1 April 2017, dengan
keluhan nyeri perut bagian bawah dan perdarahan pada jalan lahir. Riwayat keluhan
perdarahan dari jalan lahir dialami sejak 10 bulan sebelum masuk rumah sakit, ganti
pembalut hingga 5-6x/hari, pusing (-), lemas (+). Perdarahan yang keluar banyak dan
bergumpal-gumpal. Pasien juga mengeluh nyeri perut hebat pada saat haid hingga
mengganggu ativitasnya. Pasien sebelumnya pernah dirawat di rumah sakit dan
dilakukan transfusi darah. Pasien tidak mengeluh adanya mual dan muntah, pasien
mengeluh perut terasa membesar. Keputihan (+), buang air kecil dan buang air besar
tidak ada keluhan, penurunan berat badan (-), nafsu makan menurun (-), saat ini
pasien mengeluh perdarahan sedikit dari jalan lahir.

LAPORAN OPERASI

Tanggal Operasi : 4 April 2017


Jam Operasi dimulai : 11.20 WITA
Jam Operasi selesai : 12.25 WITA
Lama Operasi : 1 jam 5 menit
Operator : dr. Bismarck J. Laihad, Sp.OG (K)
Asisten : dr. Khaleb
Diagnosa pre op : P0A1 41 tahun dengan Adenomiosis
Diagnosa post op : P0A1 41 tahun post Histerektomi Totalis a.i Adenomiosis
Tindakan Pembedahan : Histerektomi Totalis

9
Uraian Pembedahan :
Pasien dibaringkan terlentang diatas meja operasi. Dilakukan tindakan desinfeksi
dengan povidone iodine pada daerah abdomen dan sekitarnya, kemudian ditutup
dengan doek steril kecuali lapang pandang operasi. Dalam spinal anestesi di lakukan
insisi Pfannenstiel. Insisi diperdalam lapis demi lapis sampai fascia, fascia di insisi lalu
dijepit dengan 2 kocher, diperlebar kekiri dan kekanan. Otot disisihkan secara tumpul
ke lateral, tampak peritoneum. Peritoneum dijepit dengan 2 pinset, diangkat, setelah
yakin tidak ada jaringan usus yang terjepit dibawahnya, digunting kecil dan diperlebar
kekiri dan kekanan. Setelah peritoneum dibuka tampak kedua tuba dan ovarium baik,
uterus seukuran bola tenis. Diputuskan untuk dilakukan histerektomi totalis.
Identifikasi ligamentum rotundum, dijepit 2 klem, digunting dan dijahit, demikian juga
pada sisi sebelahnya. Identifikasi plika vesika urinaria, dijepit dengan pinset, digunting
kecil dan diperluas kekiri dan kekanan sampai pada pangkal ligamentum rotundum.
Vesika urinaria disisihkan kebawah dan dilindungi dengan haag abdomen.
Ligamnetum infundibulum dekstra, ligamentum ovarium propium dekstra, tuba pars
isthmus dijepit dengam 3 klem, digunting dan dijahit double ligase, kontrol perdarahan
(-). Demikian juga dilakukan pada sisi sebelahnya ligamentum latum sinistra di
tembus secara tumpul untuk membuat jendela. Ligamentum kardinale sinistra dijepit
dengan 3 klem, digunting dan dijahit, demikian juga dengan sisi sebelahnya.
Ligamentum sakro uterina dijepit 2 klem, digunting dan dijahit, demikian juga dengan
sisi sebelahnya. Identifikasi puncak vagina. Puncak vagina dijepit dengan klem
bengkok dan digunting. Puncak vagina dijepit dengan 4 klem kocher panjang,
kemudian dimasukkan kasa betadine kedalamnya. Puncak vagina dijahit secara jelujur
dengan safil I. Kontrol perdarahan (-). Dilakukan retroperitonealisasi. Dinding
abdomen ditutup lapis demi lapis. Peritoneum dijahit jelujur dengan cromic catgut 2/0.
Otot dijahit simpul dengan cromic cetgut 2/0. Fasia dijahit jelujur dengan simpul 1.
Lemak dijahit simoul dengan plan catgut. Kulit dijahit subkutikuler luka operasi
ditutup dengan doek steril. Operasi selesai.

10
KU Post Op:
T: 120/80 mmHg
N: 84x/m
R: 20x/m
S: 36,5C
Perdarahan : 200 cc
Diuresis : 300 cc

11
Diagnosa Post Op : P0A1 41 tahun dengan Adenomiosis telah dilakukan
Histerektomi Totalis
Sikap : - IVFD RL : D5% 2:2  20gtt/m
- Inj cefotaxime 3 x 1 gr iv
- Vit C 1 x 1 amp
- Kaltrofen 1 x 2 supp
- Observasi KU dan TTV

Hasil Laboratorium Post Op (04/04/2017)


HEMATOLOGI
Leukosit : 13180 /uL
Eritrosit : 4.93 10^6/uL
Hemoglobin : 13.0 g/dL
Hematokrit : 40.5 %
Trombosit : 266 10^3/uL
MCH : 26.4 pg
MCHC : 32.2 g/dL
MCV : 82.1 fL

FOLLOW UP

5 April 2017 di Irina D Atas


S: Nyeri post operasi
O: KU : Cukup Kes : CM
T: 110/80 mmHg
N: 86 x/m
R: 18 x/m
S: 36,5ᵒc
A: P0A1 41 tahun post Histerektomi atas indikasi adenomiosis H-1
12
P: Rawat luka
Levofloxacin 1 x 1 / drips
Kaltrofen 1 x 2 supp
Paracetamol drips 3 x 1

6 April 2017 di Irina D Atas


S: Nyeri luka (+)
O: KU : Cukup Kes : CM
T: 120/70 mmHg
N: 86 x/m
R: 20 x/m
S: 36,1ᵒc
A: P0A1 41 tahun post Histerektomi atas indikasi adenomiosis H-2
P: Cefixime tab 2 x 200
Paracetamol drips 3 x 1 k/p

7 April 2017 di Irina D Atas


S: Nyeri luka (+)
O: KU : Cukup Kes : CM
T: 110/80 mmHg
N: 80 x/m
R: 20 x/m
S: 36,7ᵒc
A: P0A1 41 tahun post Histerektomi atas indikasi adenomiosis H-3
P: Aff infus dan kateter
Cefixime tab 2 x 200
Asam mefenamat 2 x 500

8 April 2017 di Irina D Atas


S: Nyeri luka (+ ↓)
O: KU : Cukup Kes : CM

13
T: 110/80 mmHg
N: 84 x/m
R: 20 x/m
S: 36,5ᵒc
A: P0A1 41 tahun post Histerektomi atas indikasi adenomiosis H-4
P: Cefixime 2 x 200
Asam mefenamat 2 x 500

9 April 2017 di Irina D Atas


S: Nyeri luka (↓)
O: KU : Cukup Kes : CM
T: 120/80 mmHg
N: 88 x/m
R: 20 x/m
S: 36,8ᵒc
A: P0A1 41 tahun post Histerektomi atas indikasi adenomiosis H-5
P: Cefixime 2 x 200
Asam mefenamat 2 x 500

10 April 2017 di Irina D Atas


S: Nyeri luka (-)
O: KU : Cukup Kes : CM
T: 110/70 mmHg
N: 84 x/m
R: 20 x/m
S: 36,4ᵒc
A: P0A1 41 tahun post Histerektomi atas indikasi adenomiosis H-6
P: Cefixime 2 x 200
Asam mefenamat 2 x 500 k/p
Rawat Luka
Rawat jalan

14
BAB III
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,


pemeriksaan ginekologi, pemeriksaan penunjang, dan pemeriksaan jaringan patologi
anatomi (PA).

ANAMNESIS

Dalam anamnesis, penderita mengeluhkan adanya perdarahan dari jalan lahir ± 10


bulan yang lalu. Siklus haid pasien sering tidak teratur, haid yang banyak dan lama juga
dikeluhkan pasien. Pasien mengeluh nyeri perut bagian bawah dan perut terasa
membesar, BAB dan BAK tak ada keluhan. Hal ini menunjukkan adanya gejala-gejala
yang mengarah pada Adenomiosis.2,17,18

PEMERIKSAAN FISIK GINEKOLOGI DAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan fisik, status praesens dalam batas normal, status lokalis abdomen
terlihat perut pasien membesar. Pada pemeriksaan ginekologi, inspeksi terlihat fluksus
(+), vulva tak ada kelainan. Pada inspekulo terlihat fluksus (+) dan Vagina tidak ada
kelainan. Portio licin, tidak ada erosi, OUE tertutup. Pada pemeriksaan dalam, ditemukan
fluksus (+), vulva dan vagina tidak ada kelainan, portio licin, nyeri goyang tidak ada,
OUE tertutup. Korpus uteri sebesar kehamilan 12 - 14 minggu. Adneksa parametrium
bilateral dalam batas normal. Cavum Douglassi tidak menonjol. Pada pemeriksaan colok
dubur TSA cekat, mukosa licin, ampula kosong. Pada pemeriksaan penunjang EKG
dalam batas normal, pemeriksaan laboratorium dalam batas normal. Hasil USG
menunjukkan adanya gambaran massa solid pada uterus. Hasil USG menunjukkan
sekitar 85% adanya adenomiosis. Dari pemeriksaan klinis yang diperoleh, maka di
diagnosis dengan adenomiosis.11

15
PENATALAKSANAAN

Tatalaksana adenomiosis bergantung pada usia pasien dan fungsi reproduksi


selanjutnya. Dismenorea sekunder yang diakibatkan oleh adenomiosis dapat diatasi
dengan tindakan histerektomi, akan tetapi perlu dilakukan intervensi noninvasif terlebih
dahulu. Obat-obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), obat kontrasepsi oral dan progestin
telah menunjukkan manfaat yang signifikan. Penanganan adenomiosis pada prinsipnya
sesuai dengan protokol penanganan endometriosis. Penanganan pada penderita dengan
adenomiosis adalah dengan pilihan terapi Hormonal (rekomendasi A) dan terapi operatif
(rekomendasi B). Pada pasien ini diterapi dengan hormonal terapi setelah memperbaiki
keadaan umum. 11

1. Terapi Hormonal
Ada beberapa macam terapi pengobatan dengan menggunakan terapi hormonal
supresif yang dapat dilakukan seperti
 Penggunaan pil kontrasepsi jangka panjang,
 Progestin dosis tinggi,
 AKDR yang mensekresikan levonogestrel (LNG IUD), sedian LNG AKDR
(mirena) mensekresikan 20 ug levonorgesterel per harinya dan merupakan
terapi yang efektif dalam penatalaksanaan adenomiosis. Penggunaan LNG
AKDR berkaitan dengan proses desidualisasi endometrium untuk mengurangi
perdarahan dan diperkirakan juga bekerja langsung pada deposit jaringan
adenomiosis dengan mendown regulasikan reseptor estrogen.
 Danazol dan agonis GnRH ternyata mampu menginduksi pengecilan jaringan
adenomiosis nya.

Tujuan dari hormonal terapi adalah dengan menekan ekspresi sitokrom P450,
suatu enzim yang mengkatalisis konversi androgen menjadi estrogen. Pada pasien
dengan adenomiosis dan endometriosis enzim ini diekpresikan secara belebihan.11
untuk mengecilkan massa tumor primer dan mengurangi risiko komplikasi
operasi. Pada pasien ini sudah dilakukan terapi dengan menggunakan terapi
hormonal menggunakan tapros injeksi 1 kali pada tahun 2015, namun tidak

16
dilanjutkan. Pasien mengeluh perutnya terasa semakin membesar dan nyeri pada
bagian bawah serta terjadi perdarahan yang abnormal saat haid. Dilanjutkan
dengan terapi kedua dengan terapi operatif. 17,19

2. Terapi Operatif
 Teknik Osada (triple-flap method)
Teknik pembedahan ini terdiri atas eksisi radikal adenomiosis (
meninggalkan tepi jaringan sebanyak 1 cm di atas endometrium dan tepi
jaringan sebesar 1 cm dibawah permukaan lapisan serosal ), diikuti dengan
rekontruksi uterus secara triple-flap method. Metode triple-flap ini
ditemukan oleh Dr. Hisao Osada yang dinamakan juga sebagai teknik osada.
Degan menggunakan teknik ini jaringan adenomiosis dapat disingkirkan
sebanyak mungkin namun dengan tetap mempertahankan fungsi uterus yang
normal.20

 Histerektomi

Sampai saat ini histerektomi merupakan terapi definitif untuk


adenomiosis. Indikasi operasi antara lain apabila ukuran adenomiosis lebih
dari 8 cm, gejala yang progresif seperti perdarahan yang semakin banyak dan
infertilitas lebih dari 1 tahun walaupun telah mendapat terapi hormonal

17
konvensional. Penanganan terapi horomonal dan terapi operatif pada pasien
ini sudah sesuai dengan teori. Pada pasien ini dilakukan operasi histerektomi
atas indikasi ukuran adenomiosis yang membesar serta adanya perdarahan
yang banyak juga nyeri yang berulang. Selain itu, pasien juga sudah tidak
ingin lagi memiliki anak dikarenakan usia pasien yang sudah tua karena
sangat besar komplikasi yang akan didapat jika pasien hamil pada usia saat
ini. Pada tanggal 04 April 2017, pasien dilakukan operasi histerekteomi total.
Pada laporan operasi histerektomi total tampak uterus membesar dengan
ukuran ± 10 x 7 cm. setelah dilakukan pengangkatan Rahim dilakukan
pemeriksaan PA. Hasil pemeriksaan jaringan PA masih dalam proses.11

PROGNOSIS

Pada kasus ini, prognosisnya dubia. Tidak ada resiko yang mengarah
keganasan. Karena kondisinya berkaitan dengan kadar estrogen, maka keadaan
menopause akan menyebabkan kesembuhan alami. Tindakan histerektomi dapat
dilakukan apabila keluhan sangat menganggu dan mengancam. Dengan pengobatan
dan perawatan luka operasi yang optimal dapat meminimalisir akan terjadinya
infeksi maupun komplikasi lanjut dari luka operasi.

18
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada pasien ini ditegakkan dengan diagnosis adenomiosis berdasarkan


anamnesis dan pemeriksaan penunjang, serta pemeriksaan fisik. Dari literatur
diketahui bahwa prevalensi adenomiosis berkisar antara 5% hingga 70% wanita yang
simptomatik, dengan rata-rata angkanya adalah 20-30 pada temuan histerektomi.
Angka prevalensi yang tinggi ini mungkin dikarenakan oleh klasifikasi diagnostik
yang sangat beragam, dan juga oleh karena jumlah sampel jaringan yang diperiksa
untuk diagnosis. Diagnosis konfirmasi dapat dilakukan hanya dengan menggunakan
pemeriksaan histologi dari jaringan uterus. Meski demikian, baik MRI dan USG telah
terbukti akurat dalam menentukan keberadaan adenomiosis; Literatur telah
mengungkapkan bahwa USG transvaginal memiliki sensitivitas 53% hingga 89%
dengan spesivisitas mencapai 50% hingga 99%. Sedangkan MRI memiliki
sensitivitas 88% hingga 93% dan spesifisitasnya 67% hingga 99%. Teknik imaging
manapun memiliki tingkat akurasi yang rendah dalam mendiagnosis adenomiosis jika
dijumpai dengan mioma uteri, akan tetapi MRI telah terbukti lebih efektif dalam
metode diagnosis jika didapatkan bersama dengan mioma uteri. Meskipun
pemeriksaan USG dan MRI telah lahir sebagai teknologi yang cukup baik dalam
memberikan pencitraan, akan tetapi masih dibutuhkan penelitian yang lebih lanjut
untuk menguji efektivitas klinisnya dan perlu mempertimbangkan kondisi ekonomi
pasien juga.

Beberapa teori telah muncul untuk mencoba menjelaskan etiologi


adenomiosis dan saat ini teori yang paling terkenal mengenai keadaan adenomiosis
adalah bahwa keadaan ini diakibatkan oleh invaginasi dari endometrium basalis ke
miometrium. Beberapa penelitian klinis menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
frekuensi adenomiosis pada wanita multipara yang mungkin dikarenakan oleh invasi

19
alamiah dari sel trofoblas ke miometrium dan menyebabkan invaginasi dan migrasi
dari komponen lamina basalis. Resiko lain yang meningkatkan kemungkinan ini
adalah riwayat operasi pada uterus sebelumnya, dan hal ini mendukung teori

invaginasi karena jaringan yang telah mengalami trauma akan melemahkan batas
lamina tersebut.

Gejala paling utama dari adenomiosis adalah menorhagia dan dismenorhhea.


Hal ini mungkin dikarenakan oleh disrupsi dari jalinan otot uterus karena adanya
fokus jaringan adenomiosis yang menyebabkan dinergia dan ketidakmampuan dari
uterus untuk berkontraksi secara normal. Penatalaksanaan keadaan ini biasanya
sangat bergantung pada keinginan pasien apakah masih ingin hamil lagi atau tidak.
Ada berbagai terapi medikamentosa yang tersedia. 2,11,12.

Penggunaan hormonal analog GnRH merupakan pilihan terapi awal pada


pasien ini setelah memperbaiki keadaan umum. Tujuannya adalah untuk mengecilkan
massa sebelum dilakukan terapi lanjutan dengan tindakan operasi.

Pada kasus ini, prognosisnya dubia. Dengan pengobatan yang optimal, maka
diharapkan dapat meminimalisir akan terjadinya infeksi maupun komplikasi lanjut
dari luka operasi.

B. Saran

Pentingnya pemberian pengertian kepada masyarakat tentang adenomiosis


serta faktor risiko seperti usia antara 40 - 45 tahun, multipara, riwayat hiperplasia
endometrium, riwayat abortus spontan, polimenore, dan obesitas serta kurangnya
menjaga higiene yang sering merupakan faktor permasalahan yang kurang disadari.
Hal ini merupakan tanggung jawab dokter, pemuka agama, pemuka masyarakat, serta
masyarakat sendiri.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Pernol ML. Benson and Pernol’s Handbook of Obstetrics and Gynecology 10th Ed. 2001.
New York : The McGraw-Hill Companies, Inc.
2. Ferenczy A. Pathophysiology of adenomyosis. Human Reproduction Update 1998; 4:
312-322.
3. Benagiano G and Brosens I. History of adenomyosis (Abstract). Best Pract Res Clin
Obstet Gynaecol. 2006 Aug;20(4):449-63. Epub 2006 Mar 2.

4. Baziad A, Jacoeb TZ, Basalamah A, Rachman IA. Endometriosis. Dalam : Baziad A,


Jacoeb TZ, Surjana EJ, Alkaff Z, editor. Endokrinologi Ginekologi. Kelompok Studi
Endokrinologi Reproduksi Indonesia (KSERI), Edisi Ke-1, Jakarta 1993; 107-23.
5. Prabowo, Raden P. Endometriosis. Dalam : Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi
T, editor. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Edisi Ke-2,
Jakarta 2005; 314-27.
6. Manuaba, Ida Bagus G. Endometriosis. Dalam : Manuaba, editor. Kapita Selekta
Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta 2001; 526-32.
7. Mounsey A, Wilgus A, Slawson DC. Diagnosis and Management of Endometriosis.
Dalam : American Academy of Family Physician 2006, Vol. 74, No. 4; 594-602.
8. Bagian Obstetri Ginecologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung:
Ginecologi, Elstar Offset, Bandung, 6: 154 – 163.
9. Wiknjosastro, Hanifa: Ilmu Kandungan, edisi ke-3, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta, 1997, 13: 338-345.
10. DeCherney, Alan H; Nathan Lauren: Current Obstetric & Ginecologic Diagnosis &
Treatment, 9 thEdition, International Edition, 2003, 36: 693-699.
11. Campo S, Campo V, Benagiano G. Review Article Adenomyosis and Infertility.
Obstetrics and Gynecology International Volume 2012, Article ID 786132.
12. Shrestha A,Shrestha R,Sedhai LB,Pandit U. Adenomyosis at Hysterectomy: Prevalence,
Patient Characteristics, Clinical Profile and Histopatholgical Findings.Kathmandu Univ
Med J 2012;37(1):53-6.

21
13. DeCherney AH and Nathan L. Current Obstetric & Gynaecologic Diagnosis & Treatment
9th Ed. 2003. New York : The McGraw-Hill Companies, Inc.
14. Reuter, K. Adenomyosis Imaging, Online (cited on December 21st 2012).
www.medscape.com.
15. Parazzini F et al. Risk factors for adenomyosis. Human Reproduction vol.12 no.6
pp.1275–1279, 1997.
16. Chopra S, Lev-Toaff AS, Ors F, Bergin D. Adenomyosis:Common and Uncommon
Manifestations on Sonography and Magnetic Resonance Imaging, J Ultrasound Med
2006; 25:617–627.
17. Berek, JS. Berek & Novak's Gynecology 14th Ed. 2007. Pennsylvania : Lippincott
Williams & Wilkins.
18. Roservear SK. Handbook of Gynecology Management. 2002. London : Blackwell
Science, Ltd.
19. Edmonds DK. Dewhurst’s Handbook of Obstetrics and Gynaecology 7th Ed. 2007.
London : Blackwell Science, Ltd.
20. Osada H, Silber S, Kakinuma T, Nagaishi M, Kato A, Kato O. Surgical Prosedure to
Conserve The Uterus For Future Pregnancy In Patients Suffering From Massive
Adenomyosis.Reproductive Biomedicine Online. 2011.

22
23
24

Anda mungkin juga menyukai